Edi basuki>>
Tampaknya, Kota
Surabaya tidak mempunyai sejarah bencana yang ‘mematikan’, masuk zona aman
bencana. Sehingga masyarakat Surabaya dan pejabatnya kurang peduli terhadap
masalah kebencanaan. Apalagi, sebagai salah satu Kota besar di Indonesia,
masyarakatnya hanya mengenal bencana banjir dan kebakaran yang dengan cepat
bisa ditangani.
Begitu juga ketika para peneliti masalah kegempaan
menemukan ada sesar aktif yang melewati Surabaya dan berpotensi terjadinya
gempa besar. Masyarakat tetap tenang. Pejabatnya pun kurang peduli terhadap
informasi dari para ahli. Buktinya, issue sesar aktif tidak memengaruhi
kebijakan yang dibuat.
Dalam buku Revisi Peta Sumber Gempa dan Bahaya Gempa yang
baru diluncurkan oleh Menteri Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimulyono, dikatakan Sesar aktif
sering juga disebut sesar gempa sebab pergeseran sesar ini bisa menimbulkan
gempa.
Sesar aktif ini ada di darat sehingga kalau terjadi gempa
bisa sangat membahayakan orang dan infrastruktur yang ada di sekitar sesar
tersebut. Sekali lagi, masyarakat Surabaya dan pejabatnya masih belum menyadari
dan kurang siap akan bahaya yang bisa datang tanpa permisi.
Upaya mitigasi, sosialisasi pengurangan risiko bencana
(gempa), terkait dengan penurunan dampak dan risiko gempa besar yang diprediksikan
itu kurang tampak gregetnya. Sehingga upaya-upaya kegiatan pra bencana pun
berjalan ala kadarnya, tergantung tingkat pemahaman pejabatnya terhadap
bencana.
Oleh karena issue ini (mungkin) masih berupa hasil
penelitian yang baru dipublikasikan di lingkungan kampus. Termasuk temuan jalur
kendeng yang membentang dari Surabaya, Semarang, Cirebon, bahkan mungkin sampai
Jakarta, maka perlu kiranya ditindak lanjuti dengan kegiatan desiminasi hasil
penelitian kepada khalayak ramai, dalam hal ini kepada pemerintah, masyarakat
dan dunia usaha, agar semuanya tahu.
Menukil ceritanya Kang Amien Widodo, bahwa di Jepang,
pemerintahnya sangat peduli terhadap masalah kebencanaan. Sehingga mereka
dengan sepenuh hati dan didukung regulasi, melakukan upaya sosialisasi pengurangan
risiko bencana, menyelenggarakan kegiatan simulasi menghadapi bencana gempa
(dan tsunami). Dengan gerakan yang terencana ini, masyarakat Jepang telah
terbangun budaya tangguh bencana. Bukan sekedar jargon indah dalam gelaran seremonial
belaka.
Ada baiknya bangsa Indonesia, melalui BNPB dan BPBD
mengadopsi cara Jepang mengakrabi bencana gempa dan tsunami. Salah satunya
adalah melalui kegiatan Workshop Pengurangan Risiko Bencana Gempa Kota Surabaya
yang digelar di gedung Rektorat ITS, kamis (19/10), sebagai upaya menambah wawasan
dan membangun kesadaran peserta Workshop.
Dengan harapan peserta Workshop bisa mengedukasi
masyarakatnya untuk memahami potensi bencana yang ada di daerahnya. Diantaranya,
seperti yang dikatakan oleh Kang Amin, mengajak mengenali sejarah bencana di
suatu daerah untuk memahami sifat bencana sehingga masyarakat siap
menghadapinya, seperti konsep Living Harmony with Disaster.
Semoga postingan Kang Amien Widodo tentang Kota Surabaya
Berpotensi Diterjang Gempa Besar tidak dianggap Hoax oleh warga Kota Surabaya,
tapi dijadikan bahan pembelajaran menuju masyarakat tangguh bencana, yang bisa
mengenali bencana dan mengurangi risikonya. Semoga pula BPBD terinspirasi oleh
paparannya para ahli dari pusat studi gempa nasional.[eBas]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar