Minggu, 27 Mei 2018

LUKAS KAMBALI, “KEBERSAMAAN ITU HARUS DIWUJUDKAN”


“Kebersamaan dalam keberagaman itu haruslah diawali dengan membangun suasana akrab diantara komunitas yang berbeda, untuk kemudian ditampakkan dalam interaksi yang harmonis dalam kehidupan bermasyarakat. Ini penting untuk menangkal dan mengantisipasi tumbuhnya paham radikal sebagai awal munculnya gerakan teroris,” Pernyataan di atas diungkapkan oleh DR. Hendro Wardhono, dalam acara Kumpul Bareng Memperingati Hari Kebangkitan Nasional 2018.

Masih kata direktur PUSPPITA (pusat penelitian dan pelatihan untuk Indonesia tangguh) Surabaya, generasi muda harus dimotivasi ikut terlibat menjaga keutuhan NKRI dari perpecahan yang dihembuskan oleh paham-paham anti Pancasila. Kaum muda pun perlu didorong untuk mengembangkan sikap kebersamaan, saling toleransi membangun kehidupan bermasyarakat yang damai, dijiwai sikap gotong royong.

“Pemuda perlu memiliki akses informasi, daya antisipasi, daya proteksi, daya adaptasi, dan daya lenting. Ini bisa diperoleh melalui kegiatan dialog dan musyawarah yang terstruktur sesuai konsep sapalibatisme,” Ujarnya. Hal ini seperti yang disampaikan oleh DR. Fauzi Said, dosen Universitas Brawijaya, Malang, bahwa pemuda sebagai agen perubahan haruslah memiliki idealisme dan bersikap dinamis mencermati jamannya.

Kegiatan yang mengambil tema, ”Merajut Bersama Hidup Berbangsa Dalam Kebhinekaan,” berlangsung di Aula Gereja Kristus Raja, Surabaya, jum’at (25/5). Acara ini diinisiasi oleh pengurus paroki, dihadiri oleh berbagai komunitas lintas agama, yang dalam pembukaannya diawali dengan penampilan kesenian. Diantaranya hadrah yang mewakili kesenian dari komunitas muslim, dan tari bali mewakili komunitas hindu.

Pembicara lain, Bante Tedja Pande, mengatakan bahwa kita perlu menciptakan kehidupan bermasyarakat yang damai untuk menghindari kehancuran. Tumbuhkan rasa cinta kasih terhadap sesama untuk menciptakan kebersamaan dalam keragaman sebagai upaya menjaga keutuhan NKRI.

“Menurut saya, kehancuran itu disebabkan oleh perilaku manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup sesuai keyakinan yang dipercayainya. Untuk itulah perlu kiranya kita mempraktekkan ajaran agama ke dalam hidup sehari-hari di masyarakat agar tercipta kedamaian antar umat beragama,” Katanya.

Apa yang dikatakan Bante itu memang mudah diucapkan, namun prakteknya yang sangat sulit dilakukan karena adanya kendala budaya. Namun itu harus dicoba di wujudkan bersama sama dalam sebuah kegiatan lintas komunitas, agar tercipta kesepahaman.

Sejalan dengan itu, Romo Armada dan pendeta Monang, mengatakan akan pentingnya melakukan relasi dengan Tuhan dan masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya. Disini, Romo menekankan akan perlunya menciptakan hubungan yang akrab dengan membongkar sekat-sekat perbedaan yang menghalangi.

Lukas Kambali, sebagai ketua pelaksana berharap,  bahwa pertemuan kali ini hendaknya ada tindak lanjutnya berupa kegiatan bersama lintas agama. Misalnya, diklat kepemimpinan, outbond, bakti sosial, seminar lintas komunitas, membuat usaha ekonomi produktif yang dikelola bersama-sama tanpa membedakan agama, maupun terlibat bersama sekretariat bersama relawan penanggulangan bencana jawa timur (SRPB JATIM) untuk melakukan aksi kemanusiaan, membantu sesama tanpa menandang golongan, suku, ras, status sosial dan agama.

“Sungguh indah jika acara kumpul bareng ini bisa menginspirasi kita semua, khususnya generasi lintas agama untuk berbuat bersama merajut kebersamaan dalam kebhinekaan guna menjaga keutuhan NKRI,” Pungkasnya. [eBas]         


Tidak ada komentar:

Posting Komentar