Selasa, 29 Mei 2018

RELAWAN JADI USAHAWAN, SEBUAH KENISCAYAAN


Kita semua tahu, dalam UU nomor 24 tahun 2007, dikatakan bahwa, relawan penanggulangan bencana adalah, seseorang atau sekelompok orang, yang memiliki kemampuan dan kepedulian dalam penanggulangan bencana yang bekerja secara ikhlas untuk kegiatan penanggulangan bencana.

Kita pun paham, relawan yang gagah berkiprah diberbagai lokasi bencana, pada akhirnya harus menyerah karena usia yang semakin renta. Ya, raga yang semakin menua itu jelas mengalami penurunan daya tahan. Penyakit mudah datang, tentu mudah capek, bahkan sering masuk angin. Semua itu merupakan sesuatu yang wajar menyertai usia tua.

Kemudian, hal yang tidak bisa dipungkiri dari bertambahnya usia adalah, setiap orang pasti mempunyai kewajiban terhadap keluarga dan kepada masyarakat sekelilingnya dimana dia tinggal. Kewajiban kepada keluarga diantaranya adalah, menafkahi, membiayai keluarga agar bisa hidup ‘bahagia sejahtera’ untuk masa depannya.

Sementara, kewajiban kepada lingkungan masyarakatnya, bisa berupa aktif dalam kegiatan kemasyarakatan. Seperti, jadi pengurus kampung, ikut yasinan, berperan aktif dalam kerja bakti menjaga lingkungan, dan lainnya.

Kewajiban sebagai makhluk sosial itulah yang mengharuskan seorang relawan pandai mengatur waktunya. Sekaligus tahu dan sadar kapan harus ‘mundur’ dari kegiatan-kegiatan tanggap bencana, beralih aktif pada fase pra bencana. Seperti melakukan edukasi, maupun penyuluhan tentang pengurangan risiko bencana, dan upaya penanggulangan bencana kepada masyarakat.

Artinya, jangan sampai dimasa tuanya relawan menjadi ‘korban’ yang harus dievakuasi oleh relawan lainnya, karena ketidaksiapannya menghadapi masa tuanya. Terlena oleh kegiatan tanggap darurat bencana. Sibuk mengurusi dan membantu orang lain, lupa akan nasibnya sendiri.

Bisa-bisa nanti malah menjadi bahan tertawaan. Jelas ini akan mengganggu operasi dan membebani temannya, termasuk membebani dapur umum. Sungguh jangan sampai itu terjadi menimpa kita. Yang terbaik adalah tidak usah memaksakan diri ‘bermain’ di fase tanggap darurat.

Apa yang harus dilakukan ?. paling tidak, melalui komunitas, wacana di atas harus mulai disinggung sambil menikmati hitamnya kopi. Agar, masa depan relawan tidak sepahit dan sehitam kopi.

Apa salahnya jika SRPB JATIM sebagai wadah silaturahmi relawan dari berbagai organisasi, mulai membuat kegiatan-kegiatan yang ‘beraroma’ entrepreneur, yaitu  orang yang selalu membawa perubahan, inovasi, ide-ide baru dan aturan baru.

Menurut Wikipedia, entrepreneur adalah, orang yang melakukan aktivitas wirausaha yang dicirikan dengan pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun manajemen operasi untuk pengadaan produk baru, memasarkannya, serta mengatur permodalan operasinya.

Sementara divinisi lain mengatakan bahwa entrepreneur adalah orang yang  mempunyai dan membawa sumber daya berupa tenaga kerja, material, serta asset yang lainnya pada suatu kombinasi yang mampu melakukan suatu perubahan/ menambahkan nilai yang lebih besar daripada nilai yang sebelumnya.

Ya, tidak ada salahnya jika SRPB JATIM berani memulai bermimpi membuat kelompok usaha bersama, baik usaha online maupun offline, membuat program pemberdayaan masyarakat, mengadakan arisan untuk mitra SRPB JATIM, dan kegiatan lain yang nyata kebermanfaatannya bagi masyarakat.

Tidak ada salahnya jika kegiatan Arisan Ilmu menampilkan materi tentang entrepreneur. Sungguh, potensi dan sumber daya manusia yang ada di SRPB JATIM tersedia, bahkan banyak yang sudah ‘ngelakoni’.

Tinggal bagaimana kita bersepakat membangun komitmen untuk memulai aksi membangun sinergi dalam rangka merintis usaha bersama. Karena sesungguhnyalah relawan itu tidak haram menjadi usahawan yang tangguh. Dengan demikian, relawan dan organisasinya benar-benar bisa mandiri dalam menyelenggarakan program yang bermanfaat. Wallahu a’lam bishowab. Salam Literasi untuk berbagi inspirasi.[eBas/rabu kliwon]  




Tidak ada komentar:

Posting Komentar