Kamis, 24 Mei 2018

SERTIFIKASI WARUNG KOPI


Di era generasi milenial ini, apa saja yang berhubungan dengan aktivitas publik mulai di sertivikasi, dan harus mengikuti uji kompetensi. Idealnya, kedepan, semua haruslah terakreditasi, dalihnya untuk menjaga kualitas agar bisa kompetitif, bersaing di era globalisasi yang kian tak terbendung. Begitu juga keberadaan warung kopi (warkop) pinggir embong.

Sungguh, perkembangan usaha dagang warkop itu sangat menjanjikan dan segmennya juga masih terbuka lebar. Warkop tidak hanya tumbuh subur di pinggir jalanan yang strategis. Keberadaannya pun merambah sampai di dalam kampong.

Hampir setiap gang, dapat dipastikan ada orang buka warkop. Entah besar, entah kecil, bahkan yang dijual pun ala kadarnya. Disi lain warkop pun kini keberadaannya tidak sekedar memenuhi hasrat makan dan minum belaka, tetapi lebih sebagai tempat nongkrong, janjian dan berbagai aktivitas lain.

Sesuai pangsa pasarnya, warkop pun ada yang diberi nama kedai kopi, café, maupun resto. Ya, beda nama biasanya diikuti pula dengan tampilan dagangan yang dikemas berbeda, termasuk juga harganya.

Untuk meningkatkan kompetensi warkop, baik aspek penampilan penjualnya, pencahayaan dan sirkulasi udara, serta penataan ruang dan dagangannya, agar konsumen merasa nyaman, maka diperlukan program sertifikasi untuk menstandarkan tampilan warkop.

Sertifikasi itu bisa diartikan sebuah proses pembuatan dan pemberian dokumen resmi yang menyatakan bahwa informasi yang ada telah memenuhi standar yang ditetapkan. Warkop yang telah memiliki sertifikat berarti telah mempunyai kualifikasi yang terstandar untuk menawarkan dagangannya.  

Sertifikasi dilakukan dengan mendata semua yang ada di dalam warkop. Data tersebut dapat berupa meja kursi bangku (dingklik), kompor, gelas, mangkok, sendok, garpu. Termasuk jenis dagangan yang sesuai dengan segmen yang dibidik. Seperti kopi, nasi bungkus, dan gorengan. Kelengkapan lain yang tampaknya harus ada adalah tersedianya Jaringan Wifi, Koran, TV, dan Radio Yang tidak kalah pentingnya adalah, apakah warkop.

Semua itu bertujuan agar warkop semakin layak dalam hal pelayanan. Sehingga pelanggan merasa puas dan menjadi pelanggan loyal yang enggan berpaling ke warkop lain. Disampaing itu, juga mendorong terjadinya persaingan sehat antar warkop.

Kriteria warkop yang disertifikasi haruslah kongkret agar pengusaha warkop paham. Harus jelas yang namanya kompeten itu indikatornya seperti apa. Misalnya dari segi rasa, harga dan ragam dagangannya, sehat tidaknya lingkungan warkop, apakah pelayannya berpakaian rapi dan wangi, serta sopan dan ramah atau seenaknya.

Tampaknya, sungguh ribet jika usaha rakyat kecil untuk meningkatkan kehidupan ekonomi keluarga harus disertifikasi dengan memenuhi berbagai persyaratan yang ditetapkan. Dimana, untuk memenuhi persyaratan itu butuh anggaran yang tidak sedikit, termasuk anggaran untuk ‘nyangoni’ si tukang sertifikasi.  

Pertanyaannya, mungkinkah warkop yang merupakan usaha rakyat kecil itu disertifikasi dan distandarkan ?. kasihan pemodal kecil yang tampil seadanya itu harus distandarkan penampilan warkopnya. Sungguh, dalam pelaksanaannya nanti, pasti banyak kendala yang ditemukan. Termasuk protes dan sumpah serapah dari rakyat kecil yang hanya bisa ngedumel tanpa bisa berbuat apa-apa. Karena sibuk memikirkan perut yang lapar. [eBas/jum'at kliwon (25/5)-edisi tulisan ngelantur lupa gak ngopi waktu sahur]                    





Tidak ada komentar:

Posting Komentar