Rabu, 24 Oktober 2018

PERAN DISABILITAS DALAM PENGURANGAN RISIKO BENCANA


Perlakuan diskriminatif terhdap penyandang disabilitas masih sering terjadi meskipun UU nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas sudah ada. Begitu juga kelompok disabilitas sangat berisiko menjadi korban saat ada bencana, karena bisa memunculkan disabilitas baru.

Ini terjadi karena khalayak ramai masih jarang berinteraksi dengan mereka dan tidak tahu tentang bagaimana cara memperlakukannya. Disamping itu, masih banyaknya fasilitas umum yang dibangun belum ‘pro disabilitas’. Termasuk dalam penanggulangan bencana, sering kali kelompok disabilitas masih diperlakukan sebagai korban yang tidak berdaya dan harus ditolong. Padahal banyak dari mereka yang mampu untuk berbuat sesuatu jika mereka diberi kesempatan dan dilibatkan.

Untuk itu perlu ada upaya peningkatan kapasitas dari kelompok disabilitas agar berdaya. Disisi lain, relawan juga perlu dilatih agar lebih peka terhadap disabilitas. Dari sinilah perlunya semua pihak menyadari bahwa sudah ada ‘payung hukum’ yang bisa mengatur BNPB dan BPBD membuat program ‘pembinaan dan fasilitasi’ kepada kelompok disabilitas agar mereka bisa berpartisipasi dalam PRB dan PB bersama relawan.

Dalam undang undangnya dikatakan bahwa Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.

Dalam Pasal 20 dikatakan, Hak Pelindungan dari bencana untuk Penyandang Disabilitas meliputi hak: a. mendapatkan informasi yang mudah diakses akan adanya bencana; b. mendapatkan pengetahuan tentang pengurangan risiko bencana; c. mendapatkan prioritas dalam proses penyelamatan dan evakuasi dalam keadaan bencana; d. mendapatkan fasilitas dan sarana penyelamatan dan evakuasi yang mudah diakses; dan e. mendapatkan prioritas, fasilitas, dan sarana yang mudah diakses di lokasi pengungsian.

Masalah inilah yang mencuat dalam kegiatan Training of Fasilitator PRB Inklusi tahun 2018, di Hotel Santika Gubeng, Surabaya. Tujuannya diantaranya adalah menjadikan kelompok disabilitas sebagai aktor pengurangan risiko bencana yang mumpuni.

Hal ini sesuai konsep Pemberdayaan adalah upaya untuk menguatkan keberadaan Penyandang Disabilitas dalam bentuk penumbuhan iklim dan pengembangan potensi sehingga mampu tumbuh dan berkembang menjadi individu atau kelompok Penyandang Disabilitas yang tangguh dan mandiri.

Seiring dengan hal di atas, Dalam Perka nomor 14 tagun 2014 memuat Prinsip-prinsip dasar  penanganan, perlindungan dan partisipasi penyandang disabilitas dalam penanggulangan bencana antara lain: Penghormatan atas martabat manusia dan kebebasan individu untuk menentukan pilihan demi kemandirian pribadi.

Kemudian, Nondiskriminasi, Partisipasi aktif dalam masyarakat, Penghormatan atas perbedaan sebagai bagian dari keragaman dan kemanusiaan, Kesamaan kesempatan dan iklusi pada semua bidang, Kemudahan akses, Kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, Penghargaan atas kapasitas penyandang disabilitas anak untuk bertumbuh-kembang dan hak-hak mereka atas perlindungan identitas.

Sementara itu, Pasal 109 UU nomor 8 tahun 2016, mengatakan,  (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mengambil langkah yang diperlukan untuk menjamin penanganan Penyandang Disabilitas pada tahap prabencana, saat tanggap darurat, dan pascabencana. (2) Penanganan Penyandang Disabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan Akomodasi yang Layak dan Aksesibilitas untuk Penyandang Disabilitas. (3) Penyandang Disabilitas dapat berpartisipasi dalam penanggulangan bencana.

Hal ini sejalan dengan tujuan penanggulangan bencana, yaitu Memberi perlindungan kepada masyarakat, Menyelenggarakan Penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh, Menghargai budaya local, membangun kemitraan dan partisipasi publik dan dunia usaha, Membangus semangat gotong royong, kesetiakawanan dan kedermawanan, Menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat.

Kegiatan yang dimotori oleh USAID melalui ASB dalam program Technical Assistance and Training Teams, berupaya meningkatkan kapasitas kelompok disabilitas dalam PB dan PRB, sesuai Lima Mandat Inklusi, yaitu tentang data terpilah, aksesibilitas, partisipasi, peningkatan kapasitas, dan prioritas perlindungan.

Semua ini perlu dilakukan secara intens agar mereka bisa berperan membantu memberikan penyuluhan kepada kelompok disabilitas lainnya sehingga memiliki kesiapsiagaan menghadapi bencana, sesuai konsep semua siap, semua terlibat dan semua selamat.

Kini, semua peserta training sudah kembali ke daerah masing-masing. Bergelut kembali dengan rutinitas kehidupan. Harapannya, melalui sarana grup WhatsApp yang dibuat bisa menjadi media komunikasi. Siapa tahu dari situ tercetus membuat rencana tindak lanjut dari kegiatan ini. Entah itu difasilitasi kembali oleh USAID atau akan dianggarkan lewat APBD, baik provinsi maupun Kabupaten/Kota. Wallahu a’lam bishowab. Salam Tangguh. [eBas, rabu pahing 24/10]   





2 komentar:

  1. Mantapkan dan teruskan program PRB Inklusif bertahap dan bervariasi sehingga pengetahuan PRB lebih inovatif dan tepat sasaran dengan masyarakat. Salam Tangguh...!!!

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus