Konon,
visi penanggulangan bencana Provinsi
Jawa timur tahun 2009 - 2014 adalah “Jatim yang Siaga, Tangguh, dan
Berakhlak dalam Penanggulangan Bencana”. Kemudian dijabarkan ke dalam misinya,
diantaranya, memperkuat kapasitas
masyarakat dan kelembagaan dalam penanggulangan bencana, dan membangun
budaya keselamatan dan ketahanan bencana untuk masyarakat jawa timur, dengan
menggunakan pengetahuan, inovasi, dan pendidikan.
Hal
di atas, sejalan dengan UU No. 24 Tahun
2007, yang mengamanatkan agar setiap daerah dalam upaya penanggulangan bencana,
mempunyai perencanaan penanggulangan bencana. Kemudian, dalam PP No. 21 Tahun
2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, dikatakan bahwa penyusunan
rencana penanggulangan bencana yang dilakukan pada tahap prabencana meliputi :
(a) Pencegahan bencana, (b) Pendidikan dan pelatihan, (c) Perencanaan
penanggulangan bencana, (d) Pengurangan risiko bencana, (e) Persyaratan standar
teknis penganggulangan bencana, dan (f) Persyaratan analisis risiko bencana.
Rencana penanggulangan
bencana (RPB) merupakan sebuah dokumen yang disusun oleh seluruh pemangku
kepentingan untuk mengurangi risiko akibat dampak bencana. Sementara, Penanggulangan bencana merupakan serangkaian
upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya
bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.
Dikatakan pula bahwa Keberadaan
RPB ini dapat meningkatkan efektivitas
penanggulangan bencana di Provinsi Jawa Timur dengan
meningkatkan sinergi antar sektor dan
antar level pemerintahan, termasuk
‘meningkatkan peran serta
masyarakat’
dan lembaga non pemerintah lainnya di dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana di Jawa
Timur.
Untuk itulah diperlukan komitmen yang kuat dari seluruh pemangku
kepentingan di Provinsi
Jawa Timur untuk secara
optimal mengimplementasikan upaya penanggulangan bencana yang termuat di dalam
dokumen RPB ini dalam rangka mencapai
visi dan misi penanggulangan bencana Provinsi Jawa Timur.
Seperti diketahui, tujuan
dari penanggulangan bencana adalah, Memberikan perlindungan
kepada masyarakat dari ancaman bencana; Menyelaraskan
peraturan perundang-undangan yang sudah ada; Menjamin
terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana,
terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh; Menghargai budaya lokal; Membangun
partisipasi dan kemitraan publik serta swasta; Mendorong semangat gotong
royong, kesetiakawanan, dan kedermawanan; dan Menciptakan perdamaian dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Sementara
untuk jawa timur, tujuan rencana penanggulangan bencana itu adalah upaya mengidentifikasi
daerah yang memiliki risiko terkena bencana serta menyusun pilihan tindakan
yang sesuai untuk menurunkan risiko bencana. Hal ini dilakukan untuk
meningkatkan kesiapsiagaan pemerintah dan masyarakat jawa timur dalam
penyelenggaraan penanggilangan bencana.
Tampaknya,
dalam merealisasikan misi dari rencana penanggulangan bencana, komunitas
relawan bisa dilibatkan membantu program BPBD. Bisa juga secara mandiri (namun
tetap berkoordinasi dengan BPBD), melibatkan diri melakukan edukasi kepada
masyarakat yang berdiam di daerah rawan bencana, dalam rangka membangun ketangguhan
menghadapi bencana. yaitu masyarakat yang
memiliki kapasitas dan kesanggupan untuk mengurangi risiko bencana dengan
mengantisipasi, mengatasi, dan melakukan pemulihan pasca bencana.
Relawan kampus bisa melakukan
edukasi tentang bahaya, ancaman dan cara pengurangan risiko bencana melalui KKN
tematik. Mereka juga bisa melakukan kajian untuk meningkatkan kapasitas, yaitu
kemampuan masyarakat dalam melakukan tindakan pencegahan, mitigasi, dan
mempersiapkan penanganan saat darurat dengan menggunakan kapasitas yang
dimiliki.
Begitu juga dengan komunitas
relawan, seperti SRPB, dengan keswadayaannya bisa mengadakan kajian
kebencanaan, diskusi berkala tentang berbagai upaya penanggulangan bencana atau
menyelenggarakan latihan bersama untuk meningkatkan kapasitas, maupun bersama
masyarakat mengadakan simulasi, lokalatih, dan gladi penyelamatan saat
menghadapi bencana.
Tentunya, semua yang
dikerjakan oleh relawan itu wajib dilaporkan ke BPBD setempat atau diwartakan
kepada khalayak ramai melalui media massa serta media sosial, agar diketahui. Sukur-sukur
bisa menginspirasi daerah/komunitas lain, untuk kemudian diadopsi sebagai
sebuah pembelajaran pengurangan risiko bencana berbasis komunitas
(keswadayaannya). Salam Kemanusiaan. [eBas/jum'at pon]