memang aku kebalikan
dari kakanda Sumantri:
kakanda tampan
rupawan, idaman semua putri kerajaan
badanku cebol
menakutkan, perutku jemblung memuakkan
parasku pun serupa
hewan, bikin orang kocar-kacir berlarian
suara kakanda merdu menawan,
suaraku cedal menggelikan
kakanda dikejar-kejar
putri jelita berhias purnama rembulan
diriku dijauhi semua
orang, juga ditakuti semua perempuan
tetapi kakanda
Sumantri juga kebalikan dari aku:
aku lebih sakti dalam
segala, kakanda Sumantri lebih pandai berkata
aku punya ilmu luar
biasa, kakanda Sumantri punya ilmu tak seberapa
dia juga pandai
meminta meski aku terima karena dia sangat kucinta
tetapi kakanda
Sumantri jelas kebalikan dari aku:
aku telah melampaui
badanku hingga menemukan rahasia baka
aku sudah melampaui
badanku hingga leluasa mengabdi di surga
kakanda Sumantri
masih terpenjara tubuh yang semu dan fana
kakanda Sumantri
terperangkap paras dan rias yang sementara
kendati tampak
gemerlap memesona, memukau mata manusia
tetapi tak kuasa mendedah
lelapis langit, raih bakti sempurna
maka, bagiku dunia
tak adil karena lebih memuja tubuh ketimbang sukma
lebih menghargai yang
kasat mata ketimbang yang di kepala
lebih memuliakan rias
ketampanan ketimbang kecendekiaan
lebih menyembah paras
kebendaan ketimbang keruhanian
maka, bagiku, dunia
telah terpenjara kewadagan
mengimani kehebatan,
memuja-muja keunggulan
mengimani kemegahan,
memuja-muja keanggunan
bersimpuh pada
kekuasaan, bersuka suapi kekerasan
hingga tak sanggup
membubung menemu kemuliaan
hingga tak kuasa
mencapai makrifat kehidupan
hingga tak mampu
menciptakan jalan keabadian
maka, bagiku, dunia
telah terperosok ke jurang kesesatan
hingga berbalut
kegelapan, dan bersekutu kesemuan
maka, simpulku, dunia
amat bengis bagi makhluk sepertiku
cuma untungkan dan
bahagiakan manusia seperti kakakku
tetapi, aku dan
kakanda Sumantri adalah satu
tak boleh terpisahkan
oleh dunia yang telah sesat tuju
karena kakanda
Sumantri janin perkasa di kokoh rahim ibu
dan aku ari-ari yang
setia memberi makan rahim ibu setiap waktu
karena kakanda
Sumantri dan aku pemilik bersama teduh rahim ibu
maka, aku cintai
kakanda Sumantri sepenuh jiwa, seluruh napas dada
maka, kubaktikan
sepanjang hidupku bagi kejayaan Sumantri nan perwira
dengan keikhlasan,
ketulusan, dan ketanpapamrihan mengagetkan surge
maka, kemanapun
Sumantri pergi, mengembara, mengelana, dan mengabdi
aku pasti mencari,
selalu mengikuti, senantiasa membayangi dengan cinta suci
dan siap membantu
saat ketangkasan dan kesaktian Sumantri tak mencukupi
[kakanda Sumantri
menganggukkan kepala, tanda bakal istiqamah pada janji]
tetapi, apa harus
dikata, sesat hakikat kian menerungku dunia juga manusia
setelah Taman
Sriwedari kupindah ke Maespati, kureguk tuba, kubopong celaka
karena cengkerama
bahagia permaisuri, putri raja dan dayang-dayang istana
berantakan seketika
saat mereka temukan aku berada Taman Sriwedari juga
dan mahapatih
Maespati sekejab tiba, mengusirku pergi dengan nada murka
tentu aku tak
bersedia karena dia kakanda Sumantri, manusia paling kucinta
dan telah mengizinkan
aku untuk selalu bersamanya, dalam suka dalam duka
kakanda Sumantri
makin murka, merentang busur panah tepat terarah dada
dan mengirim maut ke
jantungku saat puncak kemelut jiwa gagal dia kelola
aku terkesiap sesaat,
tapi maut meringkus nyawa lebih cepat, tumbanglah aku
Sumantri terperanjat,
tapi remuk jiwa merambat cepat, dia pun berwajah sendu
“tega nian kau
ingkari janji wahai Sumantri, tega nian kau rebahkan adik sendiri
tapi, aku tak
terlarai, dan tetap mengirimi harum cinta kepada kakanda Sumantri
sebab kuyakin kau
tetap mencintai, dan mengakui aku tak terganti di palung hati
memang karena berada
di dunia yang sesat tuju, kau kirim maut ke jantungku ini”
“aku menunggumu
kakanda Sumantri karna surga hanya menerima kita bersama
di sana kita selalu
bersama, tak terpisahkan lagi, sebab telah kalis dari nafsu dunia”
[Sumantri memikul
pedih yang kelabu, sambil berkawan sendu terus menunggu
kedatangan Sukrasana
menumpang taring Rahwana, antarkan ajal yang gaharu] …
-*Malang, 2012-
…………
sungguh rangkaian
kata panjang penuh makna itu hasil karya seorang sahabat, Djoko Saryono. Ya dia
memang pintar dalam segala hal hingga mencapai gelar akademik tertinggi, Prof. DR. Djoko
Saryono, M.Pd sekaligus menjadi guru besar di almamaternya, IKIP Malang
(sekarang UM).
Dia adalah juga salah
satu penggerak awal mapala Jonggring Salaka IKIP Malang dengan nama panggilan
Joko Sar, diantara seangkatan dengan, Cak
Palogo, Mas Heru Blek, Didik Dink, Eko Petruk, Sigit, Remon Tambora, Cak Soleh,
Tanto, Gunawan Gembik, Agung Celeng, Cak Mul Ceret, mBah Badrusyi eGive, Anggyo
Bog, Lilik, Irma, Erma, Mas Joko Set …