Selasa, 23 April 2024

AKU PERNAH IKUT MERAMAIKAN RAKORNAS PB

    Akhir bulan April, 2024, BNPB punya dua agenda nasional dalam rangka upaya menanamkan budaya sadar bencana, sekaligus membangun ketangguhan masyarakat menghadapi bencana.

    Agenda itu adalah peringatan hari kesiapsiagaan bencana yang jatuh pada tanggal 26 April 2024, dan perhelatan rapat koordinasi nasional (rakornas) penanggulangan bencana. Rakornas tahun ini diselenggarakan di Kota Bandung tanggal 23 - 24 April 2024.

    Peserta rakornas adalah BNPB, seluruh BPBD Provinsi dan Kabupaten/Kota, Lembaga/Kantor terkait, serta lembaga donor. Baik dalam negeri maupun luar negeri yang terkait dengan kebencanaan, serta komunitas/relawan yang diundang.

    Sebenarnya, BNPB memberi kesempatan kepada siapa saja untuk datang meramaikan rakornas, tentunya dengan biaya akomodasi dan transportasi ditanggung sendiri. Termasuk untuk membeli aneka souvenir yang ditawarkan oleh pedagang dadakan yang pandai mencari peluang.

    Aku dan kawan-kawanku juga berminat untuk datang ke Kota Kembang memeriahkan rakornas sekalian jalan-jalan ke Cihampelas mencari perlengkapan “outdoor activity” yang berkelas. Namun dikarenakan tidak memiliki sangu yang cukup, impian itu pun harus dikubur.

    Dulu, entah tahun berapa, aku dan teman-teman relawan dari berbagai komunitas, BPBD Jawa Timur pernah memfasilitasi dua bus untuk meramaikan rakornas di Jawa barat. Namanya gratisan, ya semua peserta yang berkesempatan ikut serta sangat bergembira. Apalagi konsumsinya juga melimpah, menjadi semangat tersendiri bagi kami.

    Sebelum pelepasan di halaman BPBD, kami semua di absen untuk menentukan bus mana kami berada, sekaligus mendapat pembagian kaos oren kebanggaan relawan penanggulangan bencana. Kami diwanti-wanti, agar selama di lokasi rakornas dapat menjaga nama baik Jawa Timur, dengan mengikuti segala agenda panitia.

    Sungguh, setiba di lokasi, kami tak henti-hentinya bergantian berswa foto dengan berbagai gaya, untuk mengabadikan peristiwa langka yang begitu indah untuk dikenang dan dijadikan bahan jagongan.

    Yang lebih menyenangkan lagi adalah, saat di lokasi semua diberi kaos gratis bertuliskan BNPB lengkap dengan logonya. Serta roti untuk dinikmati sambil menyimak acara rakornas. Saking banyaknya roti, teman-teman berinisiatif memasukkan beberapa box roti ke dalam bus untuk dibawa pulang.

    Disela-sela acara, kami pun tidak lupa berburu souvenir yang dijual di sekitar lokasi rakornas. Mulai kaos, jaket, rompi, topi, pulpen, emblem, jam tangan dan baju lapangan yang “eye catching”. Semuanya ada logo BNPB nya. Selain itu juga dijual aneka daster, baju batik dan batu akik, serta aneka jajanan khas Jawa barat.

    Sekarang, di tahun politik ini, BNPB kembali menggelar acara rutinnya berupa rakornas PB, aku dan relawan yang senasib tidak lagi dapat merepat ke lokasi. Cukup mengikuti lewat zoom meeting saja, sambil ngopi, mengenakan kaos oren bertuliskan rakornas yang aku beli di lokasi rakornas dulu, entah tahun berapa. [eBas/SelasaKliwon-23042024]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  

 

    

 

 

 

 

 

RAKORNAS PB SEBAGAI AJANG PEMBELAJARAN PB

 Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana atau Rakornas PB kembali digelar oleh BNPB, dengan mengambil tempat di Kota Bandung, tangga; 23 - 24 April 2024. Tema yang diusung dalam rakornas kali ini adalah “Pengembangan Teknologi dan Inovasi dalam Penanggulangan Bencana”.

 Dengan tema ini diharapkan akan, a). Meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam penanggulangan bencana b). Membantu dalam pengambilan keputusan yang tepat, dan  c). Meningkatkan keselamatan dan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, penanggulangan bencana menjadi lebih responsif dan adaptif.

 Tema ini juga diharapkan dapat memberdayaan masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam upaya mitigasi dan membangun kesiapsisgaan secara mandiri untuk menciptakan masyarakat tangguh bencana.

 Dalam sidang yang membahas tema penguatan inovasi daerah dalam tata kelola pra bencana dan pemanfaatan teknologi tepat guna dalam penguatan tata kelola pengurangan risiko bencana. Peserta dari BPBD Kabupaten Magelang, bercerita tentang upaya inovasi yang telah dilakukan dan berdampak pada masyarakat.

 Diantaranya pembentukan program Destana Plus, kerja sama dengan relawan dalam pembuatan alat peringatan dini (early warning System) dipasang di daerah yang memiliki potensi bencana, mendata keberadaan komunitas relawan untuk memudahkan koordinasi dan mobilisasi ketika terjadi bencana. Serta terbentuknya “sister village” secara mandiri untuk memudahkan pengungsian.

 BPBD Kabupaten Magelang juga berhasil mendorong masyarakat memanfaatkan dana Desa untuk kegiatan kebencanaan. Termasuk memanfaatkan aktor lokal untuk diajak bersama dalam upaya pengrangan risiko bencana, maupun penanggulangan bencana, dengan membentuk Relawan Desa.

 Diceritakan pula oleh Cicik, nama panggilan peserta dari BPBD Kabupaten Magelang yang menjadi nara sumber, bahwa jika terjadi bencana, BPBD Magelang hanya  sebagai koordinator saja. Semua dijalankan oleh Dinas terkait. Seperti Dinsos dengan DU nya, Binamarga/PU dengan alat beratnya, dan lainnya.

 Semua bisa terjadi dengan apik itu karena pimpinannya rajin dan pandai membangun koordinasi dengan berbagai pihak. Disamping itu adanya regulasi dan kebijakan pemerintah daerah yang “Pro Bencana” dan dipegang erat bersama para pihak. Seandainya semua daerah bisa seperti Pemda Magelang, pasti menarik,  

 Yang jelas, Magelang memang memiliki ancaman bencana yang nyata dan sewaktu-waktu akan datang menyapa. untuk itulah mau tidak mau Magelang harus membangun ketangguhannya menghadapi Wedus gembel dan batuknya Gunung Merapi. 

 “Magelang memang keren. Kami pernah baksos sunatan masal dan bagi sembako disana, mendapat support dari BPBD, Damkar, IOF, dan lainnya. Termasuk relawan lokal langsung hadir dan membantu mobilisasi peserta sunatan,” Kata Dereck, dari Community Of Rapid Response Emergency (CORRE), dalam komentarnya di grup whatsapp.

 Sungguh, semua BPBD pasti punya inovasi yang dikembangkan dan teknologi yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan programnya. Hanya saja, dalam kesempatan Rakornas tahun ini, BPBD Kabupaten Magelang berkesempatan memamerkan “kelakuannya”. termasuk BPBD Kabupaten Sidoarjo, saat tanya jawab, sempat pamer indahnya kerjasama dengan kampus UNITOMO dalam rangka pelaksanaan KKN Tematik.

 Semoga cerita dari sidang yang membahas tema penguatan inovasi daerah dalam tata kelola pra bencana, dapat mengilhami peserta Rakor FPRB Jawa Timur tahun 2024 di Hotel Savana, Kota Malang, untuk dituangkan ke dalam program kerja masing-masing bidang, yang akan disepakati untuk dijalankan selama kepengurusan masa bakti 2023 - 2026. Wallahu a’lam bishowab. [eBas/SelasaKliwon-23042024] 

 

 

  

Minggu, 21 April 2024

PERINGATAN HARI BUMI 22 APRIL 2024 DAN PERAN KITA APA

    Bumi hanya satu. Apa yang sudah kita lakukan untuk menjaganya. Untuk tidak membuatnya sakit. Untuk tidak membuatnya luka. Kita semua bisa berperan sesuai kemampuan kita.  Menjaga tetap hijau agar oksigen terjaga. Tetap menjaga tanah dari plastik agar tidak sesak bumi ini dalam bernafas. Menjaga air agar semua tidak kehausan . Dan masih banyak lagi yang dapat dilakukan. Peran kita, Aksi kita, dan bentuk bakti kita sangat dinantikan untuk generasi mendatang,”

    Narasi yang penuh makna di atas, adalah cuplikan dari narasi panjang yang diposting oleh pakdhe Kopros di grup whatsapp, dalam rangka memperingati hari bumi (earth day).

    Melalui narasi di atas, aktivis kebencanaan ini mengingatkan kepada kita semua untuk lebih peduli kepada upaya pelestarian lingkungan alam. Ajakan berbuat sesuatu untuk mengurangi dampak pesatnya pembangunan yang cenderung mengeksploitasi alam untuk kepentingan kehidupan manusia, dengan mengabaikan pelestarian lingkungan alam.

    Sesungguhnyalah, banyak komunitas sosial kemanusiaan yang telah peduli terhadap upaya pelestarian alam dengan berbagai gaya dan caranya sendiri. Mereka telah berbuat nyata melalui gerakannya. Ada gerakan bersih sampah, Gerakan bersih sungai, gerakan menanam pohon, gerakan peduli mangrove, dan banyak lagi yang lainnya.

    Gerakan itu ada yang murni swadaya mandiri antar komunitas. Ada pula yang cerdik menggaet dana corporate social responsibility (CSR). juga ada berkolaborasi dengan lembaga pemerintah untuk melakukan penghijauan di lereng gunung dan bukit yang gundul. Tujuannya satu, menghijaukan lingkungan alam dengan berbagai tanaman. Baik itu tanaman buah maupun tanaman produktif.

    Sungguh, masalah lingkungan memang pelik dan berkelindan dengan berbagai permasalahan politik, sosial, dan ekonomi. Sehingga penanganannyapun hendaknya dilakukan secara multi sektoral dan melibatkan berbagai pihak. Khususnya masyarakat yang dekat dengan lokasi “kegiatan”.  

    Ya, mereka memang harus dilibatkan dalam program agar mereka merasa “melu handarbeni”. tanpa itu, ribuan pohon yang ditanampun akan meranggas mati karena “lingkungan” yang tidak peduli. Apalagi jika program ini diproyekkan, jelas alam pun akan tidak ramah lagi. Ujungnya, aneka bencana pun rawan terjadi.

    Selamat memperingati hari bumi 2024. ayo bersama berbuat sesuatu agar bumi tidak semakin di penuhi sampah yang sulit terurai secara alami. Cara paling mudah dan murah melenyapkan sampah adalah dengan dibakar., namun dapat menimbulkan kebakaran dan polusi.

    Mari kita diskusikan bersama enaknya kita berbuat apa untuk memeriahkan hari bumi ini. Apa hanya diam saja, jagongan  di warkop sambil ngopi ?. Mungkin Pakdhe Kopros punya solusi cerdas untuk dibagi disini agar dapat menginspirasi untuk membuat aksi memperingati hari bumi tahun ini. Wallahu a’lam bishowab. [eBas/SeninWage-22042024]

  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Jumat, 19 April 2024

BINGKISAN LEBARAN DARI MBAK AVIE

 Kemarin, hari kamis kliwon (18/04/2024} pengurus F-PRB Jawa Timur, diundang mbah Darmo, jagongan sekalian rapat terbatas di rumahnya mbak Avie, di Udanawu, Kabupaten Blitar. Rumahnya mbak Avie lumayan besar, sangat representatif untuk jagongan, karena dapat menampung puluhan orang.

 Saya berangkat dari Surabaya bersama Alfin, Aris, dan Bambang, nunut mobilnya Ki Rebo Joko Utomo, yang di supiri oleh Unyil Tajuddin. Menuju rumah mbak Avie, kami ber enam dituntun oleh google map. Jalannya mbrasak-mbrasak dari Desa ke Desa, sehingga cepat sampai di lokasi jagongan.

 Jam 11.27 waktu Kecamatan Udanawu, mobil kami memasuki halaman parkir di samping rumah mbak Avie. Di lokasi sudah ada beberapa pengurus yang datangnya tepat waktu. Diantaranya, mbah Darmo, mbak Sifa, dan Abah Rosid.

 Mbak Avie tidak ikut menyambut dikarenakan kesibukannya melayani pejabat dari koramil dan Polsek setempat, dimana pada hari yang sama ada acara rapat koordinasi. Itu tidak pentingn dan tidak mengurangi makna jagongan. Kami memaklumi, bahwa sebagai pengurus TLCI chapter Surabaya, mbak Avie memang super sibuk. Untungnya suami mbak Avie sangat “welcome” kepada kami semua.

 Sesekali mbak Avie mendatangi kami dan mempersilahkan menikmati kudapan yang tersedia. Ada jajan geplak Jokja, Jelly manis, kurma, ampyang, ceriping pisang, dan masih banyak lagi yang lainnya. Termasuk cekeremes, yaitu kerupuk yang terbuat dari singkong, rasanya gurih kemriyuk.

 Gak nyangka mbak Avie yang pergaulannya sudah dalam tataran internasional, masih berkenan menyajikan cekeremes yang sudah sangat langka keberadaannya, dan kurang terkenal, tidak diminati lidah milenial, mungkin karena namanya yang ndesani. Padahal rasanya enak.

 Mau minta, sungkan, mau tanya belinya dimana, kok ya malu. Akhirnya ya ngaplo, hanya dapat bercerita bahwa di Udanawu sempat makan cekeremes. Kalau tidak salah, saya terakhir makan cekeremes itu tahun 90-an saat ikut program SP3 (sarjana penggerak pembangunan di pedesaan). dimana, saat itu saya ditempatkan di Desa Tawangrejo, Kecamatan Binangun, Kabupaten Blitar.

 Dalam suasana mendung, acara jagongan langsung dipandegani mbah Darmo. Sedang yang didapuk sebagai notulen, adalah Alfin, bukan sekretaris. Pada intinya persiapan rakor sudah matang seratus persen. Termasuk pendataan peserta oleh pengurus yang membidanginya.

 Tinggal koordinasi untuk memastian ketercukupan kuota peserta. Ini penting, mengingat semua peserta rakor mendapat fasilitas dari BPBD Provinsi Jatim yang harus dipertanggung jawabkan.

 Ya, semua personil sudah tahu apa yang harus dikerjakan,  agar rakor yang diselenggarakan di Hotel Savana, Kota Malang sukses menghasilkan program unggulan yang disepakati bersama untuk di tindak lanjuti, sesuai arahan mbah Darmo.

 Sesekali mbak Avie nimbrung memberi masukan dan berbagi cerita tentang aktivitas sosial kemanusiaan yang dijalaninya selama ini. Tidak lupa  mbak Avie juga memanjakan para penggemar kopi dengan menyediakan kopi gingseng tanpa gula.

 Hujan gerimis turun. Sambil menunggu penutupan, peserta berinisiatif menghabiskan makanan yang masih banyak. Diantaranya, opor ayam, dan bakso yang ada tetelennya. Sayang lodeh manisah dan pecel tumpang khas mBlitaran itu, tidak ikut memeriahkan rapat persiapan menuju rakor tanggal 26-27 April 2024 di Kota Malang.

 Begitu juga dengan rengginang, kripik gadung dan opak gapit sebagai jajan primadona lebaran, tidak tampak di meja. Namun semua itu tergantikan oleh bingkisan yang diberikan mbak Avie saat pulang, sebagai oleh-oleh untuk yang di rumah.

 Terimakasih mbak Avie, semoga semua hidangan yang tersaji menjadikan ladang pahala bagi keluarga mbak Avie. Mohon maaf jika apa yang tersaji ludes tanpa sisa karena semua istimewa sesuai dengan selera para peserta.

 Sore itu langit Udanawu tertutup mendung. Ada gerimis tipis mengiringi peserta jagongan berpamitan. Kami pulang lewat jalur Blitar, agar berkesempatan mampir di Kedai Potrojoyo Kepanjen, ngincipi kopi robusta natural, yang ditanam di lereng Gunung Kawi bagian Desa Jambuwer, Kabupaten Malang.

 Begitu juga dengan yang lain, mencari jalannya sendiri menuju rumahnya masing-masing. Teriring harapan agar mbak Avie tidak bosan untuk memfasilitasi pengurus forum jagongan membahas program. Tempatnya tidak harus di Udanawu, bisa di Mojokerto atau di daerah gunung Bromo. Wallahu a’lam bishowab. [eBas/JumatLegi-19042024]

 

    

 

 

      

 

Kamis, 04 April 2024

FORMALITAS PEDULI FORMALITAS BERBAGI

 Pada bulan suci Ramadhan, umat Islam disarankan untuk meningkatkan jumlah ibadah dan menunjukkan kebaikan kepada sesama dengan berbagai bentuk, sesuai kemampuan. Rupanya, saran di atas sudah menjadi agenda tahunan bagi semua komunitas yang bergerak di berbagai bidang.

 Salah satunya adalah forum bersama lintas komunitas (FORMALITAS), yang mewadahi berbagai komunitas kepecinta alaman, sosial kemanusiaan dan lingkungan. setiap tahun di bulan ramadhan, mereka selalu menggelar Takjil on the road, Sahur on the road, berbagi bingkisan buat yatim piatu dan dhuafa. Bahkan juga menerima dan menyalurkan zakat. 

 Konon, berbagi takjil adalah amalan yang memiliki keutamaan tinggi dan bentuk kepedulian terhadap sesama, sesuai nilai-nilai gotong royong yang dianut bangsa Indonesia. Nabi Muhammad SAW, mengajarkan umatnya untuk selalu memperhatikan dan membantu mereka yang kurang beruntung. 

 Hal ini sejalan dengan Hadist yang cukup populer, yang mengatakan bahwa, "Barangsiapa yang pada bulan itu mendekatkan diri kepada Allah dengan suatu kebaikan, nilainya seperti orang yang melakukan perbuatan yang diwajibkan pada bulan lainnya. Dan, barang siapa yang melakukan suatu kewajiban pada bulan itu, nilainya sama dengan 70 kali lipat dari kewajiban yang dilakukannya pada bulan lainnya. Keutamaan sedekah adalah sedekah pada bulan Ramadhan." (H.R. Bukhari-Muslim)

 Acara berbagi takjil dengan segala variasinya yang menjadi agenda FORMALITAS itu, merupakan ladang ibadah yang mudah dikerjakan dalam suasana meriah, dan dikerjakan secara bergotong royong. Siapa membawa apa, dengan siapa membantu apa, masing-masing sudah mengerti perannya.

 Semua dilakukan sesuai ajaran yang mengatakan, Barang siapa memberi makanan kepada orang yang sedang berpuasa, akan mendapat pahala yang berlipat ganda. Inilah yang mendorong berbagai komunitas melakukannya dengan bersemangat untuk berlomba menggapai pahala ramadhan, yang sudah memasuki sepuluh hari terakhir.

 Semoga semangat gotong royong untuk berbagi kepada sesamanya lewat kegiatan berbagi takjil, dapat menginspirasi tumbuhnya rasa kepedulian yang lebih luas lagi. Termasuk peduli terhadap upaya pelestarian alam yang semakin rusak, yang kemudian melahirkan potensi bencana yang tidak terduga.

 Oleh karena masalah bencana itu merupakan urusan bersama, maka sudah waktunyalah masing-masing komunitas membuka diri untuk berkolaborasi dalam upaya pengurangan risiko bencana dan adaptasi perubahan iklim, melalui kegiatan pelestarian lingkungan alam, yang merupakan agenda rutin dari komunitas yang tergabung dalam FORMALITAS.

 Semoga pula, rasa peduli terhadap sesama yang telah diwujudkan dalam program berbagi takjil, dapat dilanjutkan dengan kegiatan sejenis di kemudian hari, dengan tetap melakukan koordinasi agar tidak terjadi miskomunikasi. Salam Tangguh, Salam Lestari. [eBas/KamisLegi-04042024]

 

 

 

 

 

 

 

Rabu, 03 April 2024

DI BALIK CERITA RELAWAN DI PULAU BAWEAN

 Alhamdulillah gempa yang menggoyang Pulau Bawean sudah reda. Relawan dari berbagai komunitas yang ikut sibuk respon darurat, sudah mulai balik kanan, menyudahi misi kemanusiaannya. Namun masih ada beberapa relawan yang nekat tinggal disana untuk beberapa waktu, sesuai kebijakan lembaga yang menaunginya.

 Yang jelas aksi respon darurat yang dilakukan sudah selesai sesuai dengan tujuan masing-masing komunitas. Semua bantuan untuk penyintas sudah diberikan kepada yang berhak, begitu juga dengan program layanan dapur umum dan distribusi logistik, juga telah tuntas dilakukan. Bahkan relawan yang ditugaskan BPBD Provinsi Jawa Timur juga telah menyelesaikan assessment fasilitas umum yang terdampak gempa Tuban.

 Sementara yang sudah balik kanan, idealnya saat ini sedang dalam masa recovery. Sejenak istirahat melepas penat, menata jiwa, raga, dan dana, sebelum tugas-tugas kemanusiaan memanggil kembali.

 Kembali cangkruk’an, berkumpul dengan sesama relawan. Sambil ngopi berbagi cerita selama berada di lokasi bencana. Tentu ceritanya akan berbeda antara relawan yang satu dengan lainnya. Sesuai sudut pandang masing-masing, yang tidak mungkin sama.

 Semua cerita indah itu hendaknya dijadikan bahan evaluasi untuk dijadikan bahan pembelajaran di kemudian hari. Misalnya, adanya cerita tentang koordinasi dengan para pihak yang sulit terkait dengan keposkoan (mungkin maksudnya SKPDB).

 Padahal, konon SKPDB ada, tapi tidak berjalan sesuai tupoksinya. Ini mungkin karena yang masuk dalam SKPDB bukan orang yang membidangi, asal tunjuk aja, terkadang karena faktor kedekatan atao unsur politik, sehingga mengakibatkan amburadulnya penanganan darurat bencana.

 Fungsi komando terkadang tidak berjalan. Bisa jadi karena ada kepentingan terselubung atau tekanan dari pejabat tertentu, bisa juga hanya sekedar formalitas saja untuk mencairkan dana TD/BTT, wallohu a’lam,” Katanya sambil nyruput kopi jahe pamekasan.

 Ada juga oknum yang main serobot, mengklaim bahwa dialah yang menata shelter di beberapa titik. Padahal yang mengerjakan itu pihak lain. Entah apa maksudnya. Mungkin karena ketidak tahuan atau merasa berkuasa.

 Sementara ada relawan yang melihat ketidak adilan. Dimana rumah yang rusak tidak mendapat bantuan, sementara yang tidak begitu rusak malah sering mendapat bantuan dari berbagai pihak.

 “Konon, keberadaan SK Tanggap Darurat juga tidak jelas siapa yang memegang. Termasuk adanya posko logistik dan posko koordinasi yang dibagi di dua titik,” Kata relawan yang lain dengan ekspresi wajah tidak paham.

 Sayangnya praktek ini tidak dilaporkan dengan disertai bukti otentik. Jangan-jangan relawan tidak tahu harus lapor kemana. Padahal, jika tidak salah ingat, materi manajemen keposkoan (SKPDB) sudah pernah dijadikan materi diklat yang diikuti oleh para pihak.

 Namun entah kenapa, setiap terjadi bencana, selalu saja ada kendala dalam pelaksanaannya. Termasuk penggunaan kata Trauma Healing yang sudah diganti dengan istilah Layanan Dukungan Psikososial. Tapi entah kenapa banyak pihak, masih setia menggunakan kata Trauma Healing.

Sementara itu, terkait dengan keberadaan Desk Relawan, dikatakan bahwa semua lembaga/organisasi/instansi ataupun individu saat ikut respon darurat, dalam SOP nya harus laporan dulu ke posko, untuk diketahui dan terdata jumlah personilnya, logistik yang dibawanya, dan kapasitas yang dimiliki, serta data pendukung lain. 

 “Ini penting. Agar posko nantinya  bisa memobilisasi sesuai dengan kebutuhan di lapangan, untuk menghindari kesenjangan yang ada dan penumpukan relawan di satu titik. Inilah tujuan Desk Relawan itu,” Ujarnya menambahkan.

 Namun fakta di lapangan, tidak berjalan sesuai yang diharapkan, karena kurangnya SDM baik dari pemerintah maupun unsur masyarakat, masih tingginya ego sektoral dari masing-masing pihak, dan juga kurangnya pemahaman terkait tupoksi dari Desk Relawan itu sendiri. Termasuk tindak lanjutnya.

 Begitulah sepenggal cerita relawan yang berkesempatan ikut respon bencana gempa Tuban di Pulau Bawean. Tentu, masing-masing relawan punya kesan sendiri yang akan menarik jika diceritakan sebagai pengalaman yang indah. Wallahu a’lam bishowab. [eBas/Selasa-03042024]

 

  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Selasa, 02 April 2024

TRAUMA HEALING DALAM KOMENTAR PANJANG

 Gempa Tuban beberapa waktu yang lalu, ternyata juga menjadi petaka bagi warga Pulau Bawean. Banyak kerusakan terjadi dimana-mana. Kerugian harta benda pun tidak sedikit menimpa warganya. Namun, dikarenakan kondisi geografis, bantuan dari luar agak terhambat masuk Pulau Bawean.

 Berbagai komunitas relawan bersiap dengan segala perbekalan dan kemampuannya, antri menuju Bawean, untuk mendarma baktikan diri menolong sesamanya yang tertimpa musibah bencana gempa.

 Di lokasi, mereka langsung berkoordinasi dengan berbagai pihak, untuk menyusun aksi dan membagi diri menangani apa yang harus ditangani agar tidak terjadi miskomunikasi. Termasuk lapor diri ke Desk Relawan yang dibentuk BPBD Provinsi Jawa Timur.

 Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah mengadakan layanan dukungan psikososial (LDP), dengan sasaran anak-anak. Konon, LDP ini untuk menggantikan istilah trauma healing (TH). Mengapa harus diganti ?. Agar tidak terjadi kesalah pahaman yang berujung dipaido berjamaah, mari ditanyakan ke ahlinya.

 Ada komentar menarik dalam grup whatsapp, bahwa Saat di lokasi bencana masih sering terjadi miskonsepsi antara psychological first aid (PFA) atau LDP dengan trauma healing.

 Orang-orang yang mendatangi lokasi bencana setelah 2-5 hari pasca bencana, untuk memberikan bantuan psikologis sering menyebutnya dengan istilah trauma healing. Padahal yang benar adalah  pertolongan psikologis awal atau dukungan psikososial.

 Alasannya, pertama karena para penyintas bencana belum bisa disebut trauma, kedua karena trauma healing hanya bisa dilakukan oleh profesional seperti psikolog, konselor, atau psikiater. Mungkin juga oleh relawan yang telah tersertifikasi dengan benar. Bukan sekedar ikut program sertifikasi untuk memenuhi kuota saja.

 “PFA/LDP itu dapat dilakukan oleh siapa saja selama orang tersebut memahami prinsip-prinsip PFA/LDP, dan sudah mengikuti pelatihan bersama tenaga profesional,” Mengakhiri komentarnya.

 Yang jelas istilah TH itu masih saja sering dijumpai di lapangan. Bahkan pihak dinas sosial juga masih menggunakannya. Bahkan terkadang kawan-kawan di BPBD dan BNPB pun juga masih familier dengan istilah TH daripada LDP. Inilah (mungkin) kesalah kaprahan penggunaan istilah.

 “Bahkan, banyak pihak yang menganggap TH sebagai Obat yang menyembuhkan Trauma. Tapi sama halnya dengan Obat, pun kalo berlebih (Over Dosis), bisa fatal akibatnya,” Kata seseorang di grup whatsapp.

 “Pagi TH, siang TH, dan malam pun TH. Lha terus bagaimana dengan konsep pendidikan masa darurat ?,” Tanya yang lain

 Ada juga yang bilang bahwa Kegiatan TH itu bukan sekedar ngajak joget-joget, bermain, bernyanyi, dan lainnya seperti yang biasa dilakukan relawan di lapangan. Tapi ada kuesioner atau form penilaian yang diisi, ngajak ngobrol, dan lainnya. Dari situ Psikolognya bisa menyimpulkan kondisi penyintas itu seperti apa, perlu penanganan lanjutan apa tidak.

 Masalahnya, tidak setiap saat sang psikolog ada di tempat, sehingga hasil kuesionernya tidak segera diketahui untuk pengembilan langkah selanjutnya.

 Mungkin, hal seperti ini seringkali terjadi di lapangan, karena beberapa faktor, diantaranya: 1). Kurangnya pemahaman personil (relawan/pekerja kemanusiaan). 2). Kurangnya pengelolaan/pengaturan personil dalam respon. 3). Tidak adanya manajemen di setiap pos pengungsian, sehingga kurang tertata dan tidak terjadwal. 4). Kepentingan lembaga/organisasi sendiri yang tidak melihat kondisi di lapangan. 5). Masih adanya ego sektoral.

 Dari beberapa faktor tersebut bisa mengakibatkan penyintas lebih parah kondisi psikisnya, bukan malah pulih tapi tambah stres. Hal ini berdasarkan pengalaman waktu respon di Lumajang, karena seringnya ada relawan yg melakukan dampingan TH yang sehari bisa lebih dari 5 kali, kondisi penyintas (anak-anak) malah tidak stabil.

 Ini adalah pengalaman pribadi dari relawan yang sering ikut terjun di lokasi bencana. Mungkin akan berbeda dengan pengalaman relawan yang lain. Itu sah-sah saja, tidak perlu dipaido, juga tidak usah disalahkan.

 Masing-masing mempunyai cara sendiri untuk “berinteraksi” dengan penyintas dalam rangka mengurangi beban psikologi. Yang jelas, mereka sudah berani datang ke lokasi untuk berbuat sesuatu demi menolong warga terdampak bencana gempa Tuban di Pulau Bawean. Baik didukung dana pribadi, maupun diongkosi instansi.

 Mereka adalah orang-orang yang luar biasa, bahkan tidak perlu banyak berkata-kata, tapi langsung berkarya nyata (tentunya ada dana di belakangnya). Karena masih banyak relawan yang karena sesuatu dan lain hal tidak berkesempatan beraksi di lokasi bencana mendarma baktikan diri sebagai seorang relawan kemanusiaan bidang penanggulangan bencana. 

 Ya, mereka adalah relawan, yang jika berhasil tidak dipuji, namun kalau gagal langsung dimaki, dan jika sakit bahkan mati, itu salah sendiri.  

 Untuk itulah, sekedar diketahui, bahwa rangkaian tulisan ini adalah sekumpulan dari berbagai komentar di grup whatsapp, ketika melihat ada tenda di salah satu daerah di Pulau Bawean bertuliskan Tenda Trauma Healing. Sehingga tidak perlu ditanggapi secara serius, apalagi kemudian di paido, di clathu pol-polan secara berjamaah. Cukup di senyumi saja, sambil joget goyang gemoy.

 Ingat kata Evan Loss, “mbok ya sing full senyum sayang / ben aku tambah sayang / ra sah pusing-pusing / gek ndang dandan, ayo kita healing …. [eBas/SelasaWage-02042024]