Senin, 23 Desember 2019

UJI KOMPETENSI RELAWAN PENANGGULANGAN BENCANA


     Sekretariat bersama relawan penanggulangan bencana (SRPB) Jawa Timur, sebagai mitra kritis dari BPBD Provinsi Jawa Timur, telah beberapa kali dipercaya menyiapkan relawan untuk mengikuti uji kompetensi (sertifikasi) relawan sesuai kuota yang disediakan oleh BPBD atas petunjuk LSP-PB. Uji kompetensi ini penting agar relawan memiliki keahlian sesuai dengan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Penanggulangan Bencana (SKKNI PB). Sebagai barang baru, tentu program uji kompetensi ini perlu terus menerus di viralkan agar relawan semakin paham dan tidak alergi mendengar kata uji kompetensi relawan.

Alhamdulillah, berkat ketegasan dan kejudesan seorang Dian Harmuningsih,  Koordinator SRPB JATIM, kesempatan yang diberikan selalu berakhir dengan baik. Kuota terpenuhi (bahkan kuotanya bisa ditambah secara mendadak, ketika ada peserta yang tiba-tiba muntaber, mundur tanpa berita), dan relawan yang mengikuti ujikom juga mumpuni dibidangnya. Semua ini karena ‘didikan keras’ dari emaknya Falain, yang juga aktif sebagai komandan pramuka brigade penolong Jawa Timur. Sehingga relawan bertambah wawasan, pengetahuan, keterampilan dan sikapnya.  

Semua ini karena relawan yang aktif di SRPB, disamping lebih siap, juga benar-benar memiliki pengalaman. Baik pengalaman organisasi, mapun pengalaman lapangan. Termasuk pengalaman mengikuti berbagai pelatihan.

Di dalam acara Arisan Ilmu Nol Rupiah, khas SRPB JATIM, dikatakan bahwa tujuan dilaksanakan uji kompetensi adalah melihat indikator ketercapaian standar kompetensi relawan yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan.

Hal ini dilakukan sebagai upaya meningkatkan martabat dan profesionalitas relawan dalam rangka ikut melakukan operasi penanggulangan bencana. Karena, sesungguhnyalah kerja-kerja kemanusiaan itu memerlukan sumberdaya manusia yang mempunyai pengetahuan, kemampuan, ketrampilan dan kompetensi sesuai bidang profesinya masing-masing, sehingga kerjanya cepat, tepat, terukur, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Untuk itulah, saat uji kompetensi berlangsung, relawan tidak hanya mampu bercerita tentang pengalaman dibidang kebencanaan, serta mampu menjawab pertanyaan yang disodorkan oleh asesor saja. Namun, yang lebih penting  relawan harus memiliki bukti fisik sesuai okupasi yang dipilih, berupa dokumen asli. Bisa berupa piagam, sertifikat atau ijasah, dan foto-foto dokumentasi saat mengikuti kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan upaya penanggulangan bencana

Seperti diketahui, setiap gelaran Arisan Ilmu, tidak henti-hentinya Koordinator SRPB JATIM mengingatkan agar peserta memiliki sertifikat Arisan yang materinya selalu berbeda dan bermanfaat untuk menambah wawasan, karena disampaikan oleh nara sumber yang kompeten di bidangnya. Sekaligus memperbanyak portofolio yang akan digunakan untuk bekal mengikuti uji kompetensi. Karena, sesungguhnyalah kegiatan rutinan Arisan Ilmu itu bisa dimaknai sebagai media edukasi bagi relawan penanggulangan bencana.

Apalagi, SRPB JATIM sampai saat ini masih sering mendapat kuota gratisan untuk mengikuti uji kompetensi. Untuk itulah diharapkan organisasi relawan yang sudah bermitra dengan SRPB JATIM diharapkan lebih siap menyambut uji kompetensi tanpa harus muntaber. Karena jika tidak siap, maka akan diberikan kepada relawan yang lebih siap, walau mereka bukan mitra SRPB JATIM. ya, kuota gratisan itu memang wajib dipenuhi karena menyangkut kredibilitas SRPB terhadap LSP-PB. Mari bersama menjaga kepercayaan yang diberikan oleh BPBD JATIM. [eBas/Selasa pon malam natal-241219]










Sabtu, 14 Desember 2019

SRPB JATIM DAN GERAKAN LITERASI KEBENCANAAN


Konon, bangsa yang berperadaban maju itu dapat dipastikan memiliki budaya baca tulis yang tinggi. Dengan kata lain, jika ingin maju, maka mau tidak mau harus menggerakkan literasi, yaitu membiasakan diri akrab dengan bacaan untuk kemudian diikuti dengan kebiasaan menulis. Begitu juga dengan relawan penanggulangan bencana, harus mau mengembangkan budaya baca dan mengasah gagasan dan idenya melalui kegiatan diskusi dan ngopi (ngabrol pintar) .

Dalam Wikipedia, pengertian literasi itu istilah umum yang merujuk kepada seperangkat kemampuan dan keterampilan individu dalam membaca, menulis, berbicara, menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian tertentu yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.

Relawan pun tampaknya juga harus mumpuni dalam hal membaca, menulis dan berbicara sehingga bisa turut berperan serta dalam fase pra bencana, diantaranya melakukan penyuluhan dan sosialisasi pengurangan risiko bencana kepada masyarakat, khususnya mereka yang berdomisili di daerah rawan bencana.

Hal ini mengingat Indonesia memiliki potensi bencana dan selalu memunculkan risiko korban harta benda, bahkan jiwa. Ingat, bencana alam tidak bisa dihindari, tetapi jumlah korban jiwa bisa dikurangi. Maka dari itu, diperlukan gerakan literasi kebencanaan oleh komunitas (sukur-sukur bisa berkolaborasi dengan BPBD setempat).

SRPB Jatim, yang memiliki kegiatan rutin Arisan Ilmu, merupakan upaya meningkatkan kapasitas relawan. Baik melalui materi yang disajikan maupun saat ngobrol antar relawan sambil ngopi berbagi pengalaman dan tukar informasi, sekaligus membangun jejaring kemitraan yang berbasis simbiosa mutualisma. Tinggal bagaimana mendokumentasikan aneka pembicaraan (termasuk postingan dan komentar di grup whatsapp), dalam bentuk tulisan, tanpa takut salah. Yang penting nulis dan belajar menulis aneka pengalaman yang tentunya mengesankan (paling tidak untuk diri sendiri).

Tanpa disadari, apa yang dilakukan dalam Arisan Ilmu itu merupakan sebuah gerakan literasi, khususnya literasi kebencanaan. Melalui gerakan ini relawan mengajak seluruh elemen masyarakat untuk lebih peduli lingkungannya, mengenali potensi bencana yang ada di daerahnya.

Harapannya, setelah masyarakat paham akan adanya potensi bencana, dan paham bagaimana mengantisipasinya sesuai konsep kesiapasiagaan menghaadaapi bencana, mereka juga mau dan mampu merawat pengetahuan tersebut yang diwariskan kepada generasi penerusnya.

Contohnya adalah masyarakat Kepulauan Simeulu, Aceh. Mereka di sana masih menjaga erat kearifan lokal literasi kebencanaan secara turun-temurun. Seperti istilah smong yang diteriakkan masyarakat ketika tahu ada tanda-tanda bahaya tsunami.

Gerakan literasi kebencanaan itu juga perlu didukung oleh peran media massa menyampaikan pengetahuan tentang kebencanaan. baik berupa iklan sadar bencana, maupun berita-berita terjadinya bencana beserta upaya penanggulangannya di berbagai daerah, juga acara berbagi informasi tentang pengurangan risiko bencana.

Salah satu akibat dari belum tumbuhnya budaya sadar bencana diantaranya banyak sarana prasarana sistem peringatan dini (EWS) yang dibiarkan rusak oleh masyarakat setempat, bahkan mereka juga tidak peduli ketika alat peringatan dini itu dicuri. sehingga tidak berfungsi ketika ada potensi datangnya bencana.

Untuk itulah, sudah waktunya BPBD menggandeng relawan melakukan gerakan literasi kebencanaan melalui penyuluhan pengurangan risiko bencana, pendampingan desa tangguh bencana dan keluarga tangguh bencana, serta program sejenis yang bertujuan menumbuhkan budaya sadar becana, membangun ketangguhan masyarakat menghadapi bencana. Paling tidak, SRPB bisa mengajaka organisasi mitranya untuk mewujudkan gerakan literasi kebencanaan dalam berbagai bentuknya.

Ingat, musim hujan sebentar lagi datang. Bencana banjir dan longsor pun pasti akan meminta korban. Belum lagi bencana angin puting beliung yang semakin sering menimbulkan kerusakan. Waspadalah. [eBas/SabtuPon-141219]  





Selasa, 10 Desember 2019

SRPB JATIM DI ERA MILENIAL 4.0


Konon, di era revolusi industri 4.0 ini, semua masyarakat (termasuk relawan) diharapkan semakin melek internet dan cerdas menggunakan androidnya untuk menunjang mobilitas hidup ditengah-tengah masyarakatnya yang mulai mengalami pergeseran di segala bidang kehidupan. Konon semua aktivitas sosial ekonomi semakin dipermudah oleh digitalisasi yang serba berbayar secara online dan saling menguntungkan tanpa mengedepankan perasaan, mengutamakan terjadinya kesepakatan.

Di era ini, mobilitas hidup bergerak begitu cepat seiring perubahan teknologi informasi. Semua ini berdampak pada sikap hidup yang serba cepat dan cenderung asik dengan dirinya sendiri, untuk kemudian enggan berinteraksi dengan lingkungannya. Ya, dengan gadget ditangan, menjadikan yang jauh terasa dekat dan yang dekat terasa semakin jauh. Makanya sekarang ini orang semakin pendiam saat berkumpul di suatu tempat, bahkan ketika rapat. Karena semua asik memainkan gadgetnya sambil manggut-manggut untuk menimbulkan kesan memperhatikan dan mendengarkan.

Sekretariat bersama relawan penanggulangan bencana jawa timur (SRPB JATIM) sebagai wadah berkumpulnya organisasi relawan haruslah berperan serta dalam mensosialisasikan literasi digital. Yaitu, bisa memanfaatkan gadget untuk mencari informasi tentang kebencaanaan, sebagai upaya mengantisipasi potensi bencana yang sewaktu-waktu terjadi di daerahnya dalam rangka mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana.

Kegiatan rutinan Arisan Ilmu Nol Rupiah adalah program kerja nyata  menstransfer informasi dan pengalaman untuk memperluas wawasan relawan yang tergabung dalam wadah bentukan BPBD Provinsi Jawatimur. Sehingga mumpuni dalam melaksanakan tugas kemanusiaan dibidang kebencanaan. sekaligus bisa menjadi bekal manakala mendapat kesempatan mengikuti sertifikasi relawan yang diselengarakan oleh LSP-PB secara gratisan. Diluar itu semua kegiatan Arisan Ilmu Nol Rupiah merupakan media penguat sekaligus perekat silaturahmi antar relawan milenial.

Ya, di era revolusi industri 4.0 relawan harus meningkatkan kapasitasnya yang bersinggungan dengan teknologi informasi berbasis internet. Semua itu agar tidak tertinggal oleh jaman, ditinggal kesempatan yang semakin diperebutkan secara ketat. Apalagi kedepan, upaya penanggulangan bencana semakin komplek permasalahannya. Sudah selayaknyalah jika SRPB JATIM lebih sering menggelar diskusi mencermati kebijakan dan kejadian bencana serta penanganannya.

Termasuk mencoba membahas pesan-pesan yang ada di Kerangka Kerja Sendai untuk Pengurangan Risiko Bencana 2015 – 2030, yang terkait dengan upaya mempromosikan kesiapsiagaan untuk bencana sehari-hari, latihan respon dan pemulihan, termasuk latihan evakuasi, pelatihan dan pembentukan sistem pendukung berbasis daerah, untuk memastikan respon yang cepat dan efektif terhadap bencana dan terkait pengungsian, termasuk akses ke tempat penampungan yang aman, makanan pokok dan pasokan bantuan yang bukan makanan, yang sesuai dengan kebutuhan lokal.

Berkait dengan pesan Sendai di atas, alangkah eloknya jika SRPB bisa mendorong organisasi mitra untuk menggelar pelatihan yang melibatkan relawan lintas organisasi, sebagai upaya meningkatkan kapasitas dan mempererat tali silaturahmi. Kemudian kasilnya bisa dipublikasikan melalui media massa, atau pun sebagai bahan masukan untuk penyusunan kebijakan.

Ya, di dalam beberapa literature dikatakan saat ini kita sedang dalam masa bersejarah, masa saat revolusi industri keempat sedang dibicarakan, dipersiapkan, diperdebatkan, dan dimulai. Konon, jutaan pekerjaan lama yang semula mapan, akan menghilang, dan jutaan pekerjaan baru yang tak terpikirkan sebelumnya akan muncul.  Era ini pun mengguncang tatanan Ekonomi, Politik, bahkan budaya. Revolusi industri keempat akan menggilas banyak orang, Apakah relawan juga akan ikut digilas revolusi?. Mari bersiap diri agar tidak tergilas. Salam Tangguh, Salam kemanusiaan. [eBas/RabuKliwon-111219]
 


 

Jumat, 29 November 2019

RAPAT KOORDINASI RELAWAN DI HOTEL ARCA TRAWAS


Seorang peserta dari Kota Blitar bilang bahwa, rapat koordinasi (rakor) yang digelar sekretariat bersama relawan penanggulangan bencana jawa timur (SRPB JATIM) kali ini adalah yang paling mewah untuk ukuran relawan. Salah satu indikatornya adalah menu makanan yang memenuhi  standar gizi dan snack yang disediakan oleh panitia sangat berlimpah dan mengenyangkan, sekaligus menyehatkan.

Pesertanya pun melebihi target yang ditetapkan. Datang dari berbagai penjuru jawa timur dengan satu tekat, mensukseskan gelaran rakor dengan penuh kekeluargaan. Kegiatan ini sebagai upaya melaporkan kiprah yang telah dilakukan oleh pengurus sekaligus memberi kesempatan kepada peserta rakor menyampaikan saran sekaligus solusi untuk meningkatkan mutu program di tahun depan pasca kongres 2020.

Sejatinyalah banyak program hasil kongres dan raker beberapa waktu yang lalu itu belum berjalan. Seperti tentang anggaran, dan pendataan organisasi relawan. Sementara kiprah nyata yang telah ditorehkan pengurus adalah menyelenggarakan kegiatan rutinan Arisan Ilmu Nol Rupiah.

Banyak sudah relawan yang merasakan manfaat dari kegiatan rutinan ini, khususnya sukses mengembangkan diri memperluas jejaring kemitraan. Hal ini sejalan dengan yel-yel SRPB JATIM, bersatu, bersinergi untuk peduli. (namun sayang, biasanya kalau sudah sukses, tiba-tiba dihinggapi penyakit mendadak lupa kepada  mitranya).

Ning Puspita, yang diserahi sebagai pengarah acara, selalu menghimbau agar masing-masing peserta menuliskan saran, masukan, dan gagasan kreatif untuk dijadikan bahan yang akan dibahas saat kongres nanti, dalam rangka penyusunan program. Sehingga kongres nanti tidak bertele-tele dan tidak engkel-engkelan. Cukup mendengarkan pertanggungjawaban pengurus, kemudian dilanjutkan pemilihan pengurus baru, dan membahas agenda kerja pasca terpilihnya pengurus baru.

Beberapa masukan yang berhasil dikumpulkan oleh Ning Puspita, diantaranya adalah perlunya peningkatan kompetensi relawan melalui berbagai pelatihan, masalah sertifikasi relawan, klaterisasi relawan agar tidak tumpang tindih saat di lapangan, ada wakil relawan yang dilibatkan dalam kegiatan BPBD, diajak melakukan sosialisasi pengurangan risiko bencana kepada masyarakat, khususnya mereka yang berdomisili di daerah rawan bencana, serta membangun selalu aktif kemitraan.

Begitulah sebagian kemeriahan rakor bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan dalam Penanggulangan Bencana bersama SRPB JATIM tahun 2019, tanggal 28 – 29 November 2019, di Hotel Arca, Trawas, Kabupaten Mojokerto. Kegiatan berjalan lancar dan menyenangkan peserta ini berkat dukungan penuh dari BPBD Provinsi Jawa Timur. tentunya hal ini tidak terlepas dari tumbuhnya rasa percaya BPBD kepada kinerja SRPB.

Untuk itulah, alangkah eloknya jika semua yang terlibat menjaga kepercayaan itu. Hal ini sejalan dengan penjelasan Sugeng Yanu saat memberi tausyiah, bahwa relawan itu harus mandiri, professional, soliditas/jiwa korsa yang tinggi, sinergi kemitraan, dan akuntabel.

“Relawan bisa membantu upaya pemenuhan kebutuhan dasar para penyintas sesuai kapasitasnya dan kebijakan posko induk,” Ujarnya meyakinkan sehingga peserta rakor terkesima mendengarkan sambil manggut-manggut.

Sugeng pun mengatakan bahwa teorinya, upaya penanggulangan bencana itu tidak boleh dicampuradukkan dengan masalah politik. Namun nyatanya, masih sering terjadi dengan berbagai gaya dan alasan sesuai dengan kepentingannya.

Sementara, angin segar pun dihembuskan oleh kepala pelaksana BPBD Provinsi Jawa Timur, bahwa suatu saat nanti SRPB akan diperkenalkan dengan gubernur jawa timur. peserta pun gemuruh bertepuk tangan penuh harap. Semoga informasi itu benar-benar bisa menjadi nyata. Untuk itulah mari berdoa bersama. Salam Tangguh. [eBas/catatan yg sempat tercatat/jum’at pon-29nov2019]  



    
 

Rabu, 27 November 2019

RELAWAN MILENIAL SRPB MENUJU KONGRES 2020


Sebentar lagi kita akan memasuki tahun 2020. Dimana menurut penanggalan Cina, tahun 2020 itu adalah tahun yang bershio tikus. Konon shio tikus menandakan sebuah kehidupan yang dinamis penuh tantangan.

Ada juga yang bilang, kini saatnya generasi milenial yang tampil di depan dengan segala konsep dan gayanya. Dalam jurnalcowok.com (2014), Generasi Millenial memiliki karakteristik yang khas, kita lahir di zaman TV sudah berwarna dan memakai remote, sejak masa sekolah sudah menggunakan handphone, sekarang tiap tahun ganti smartphone dan internet menjadi kebutuhan pokok, berusaha untuk selalu terkoneksi di manapun, eksistensi sosial ditentukan dari jumlah follower dan like, punya tokoh idola, afeksi pada genre musik dan budaya pop yang sedang hype, ikut latah #hashstag ini #hashtag anu, pray for ini itu dan semua gejala/istilah kekunian yang tidak ada habis-habisnya muncul, membuat generasi orangtua kebingungan mengikutinya.

Begitu juga dengan dunia kerelawanan. Sudah waktunya relawan milenial tampil (ditampilkan/menampilkan/dipaksa tampil) memegang kendali organisasi dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi (konon sekarang ini jamannya aplikasi berbasis komputerisasi). Sehingga dimungkinkan, kerja-kerja kemanusiaan nanti berbasis android. Tidak perlu bertemu untuk sekedar rapat anggota, pun rapat pengurus, termasuk koordinasi dan mobilisasi, karena semuanya bisa dilakukan secara online. Seperti pelatihan navigasi ala Cak Dares yang memanfaatkan kecanggihan android. Ke depan, mungkin bisa dikembangkan untuk materi-materi kebencanaan yang lain. Misalnya diklat dapur umum online, pelatihan evakuasi berbasis aplikasi, dan lainnya. begitu juga dengan InaRisk yang dikembangkan Ridwan dan BNPB, merupakan media informasi bencana berbasis internet.   

Paling tidak, ke depan relawan harus melek teknologi informasi, dan semakin peka terhadap permasalahaan kemanusiaan, lingkungan hidup dan melek kebijakan publik. Untuk itulah ada baiknya jika mulai sekarang harus diwacanakan tentang hal-hal yang berbau milenial (yang bagaimana ya?. Mari belajar bersama ). paling tidak, keberadaan grup WhatsApp lebih diarahkan untuk pertukaran informasi dan gagasan, mendiskusikan permasalahan aktual terkait dengan kebencanaan, kerusakan alam dan kemanusiaan.  

Saking pentingnya milenial ini, presiden kita telah berani memulai mengangkat generasi milenial (yang memiliki prestasi tentunya) untuk menjadi staf khususnya dengan gaji khusus pula. Pastilah tahun 2020 akan muncul gaya kerja milenial yang efisien dan efektif, mengedepankan kreativitas dan inovasi yang berbasis internet.

Nah, jika presiden saja sudah berani memulai menghadirkan generasi milenial di tahun ke dua masa pemerintahannya, tidak ada salahnya jika SRPB JATIM pun mulai mendorong dan memberi panggung para milenial untuk tampil ikut dalam kepengurusan yang akan disusun pada kongres ke dua tahun 2020, sebagai upaya peningkatan mutu program SRPB JATIM di era 4.0.

Harapannya, didalam penanggulangan bencana, relawan milenial tidak hanya peduli dan ngurusi pada fase tanggap darurat bencana. Tapi harus paham dan ikut berperan pada penanganan masalah pra bencana dan pasca bencana, seperti yang tersurat dalam perka nomor 17 tahun 2011.

Itu artinya, relawan milenial tidak hanya mengandalkan okol saja dalam berkegiatan. Namun juga memiliki akal yang cerdas berawasan luas. Ya, idealnya relawan itu harus bisa diajak diskusi yang menawarkan idea tau konsep yang argumentative, rajin mengikuti gelaran diskusi untuk memberikan usulan kebijakan. Mampu menjadi fasilitator pelatihan, bisa melakukan edukasi tentang pengurangan risiko bencana. Tentu saja mumpuni ketika harus turun ke lokasi bencana sesuai denga klaster dan kesempatan.

Untuk itulah SRPB JATIM melalui kegiatanya yang dikemas dengan konsep sersansan (serius tapi santai dan santun) itu diharapkan bisa menginspirasi relawan milenial belajar menduplikasi untuk kemudian berani menggantikan peran “saudara tuanya” untuk menggerakkan roda SRPB JATIM yang semakin kreatif, inovatif dan kekinian agar tidak tertinggal/ditinggalkan. Ya, masalah manajemen organisasi dan manajemen kebencanaan hendaknya semakin menjadi bahan obrolan disaat jagongan sambil nyruput kopi.

Semoga rapat koordinasi yang digelar di Hotel Arca, Trawas, Mojokerto, tanggal 28 -29 November 2019, bisa menelorkan gagasan menarik tentang program SRPB JATIM dalam upaya meningkatkan kapasitas relawan penanggulangan bencana.Tentu peran peserta rakor akan sangat menentukan lahirnya usulan kebijakan yang akan dijadikan agenda dalam kongres tahun depan. Salam Tangguh, Salam Kemanusiaan. [eBas/Rabu Legi-27Nov2019]    





  



Rabu, 20 November 2019

SATUAN PENDIDIKAN AMAN BENCANA BELUM BANYAK DILAKUKAN DI SEKOLAH


“Sekolah Dasar tempat anak saya menimba ilmu kondisinya sangat parah. Dinding nya retak bahkan ada yang terbelah. Pengurus komite sekolah beserta kepala sekolah sudah melaporkan ke Dinas Pendidikan setempat tetapi belum ada respon. Adakah solusi agar sekolah yang rusak itu bisa segera diperbaiki. Apa harus menunggu siswa meninggal seperti di sekolah dasar Gentong Pasuruan yang ambruk itu?,” Kata seorang guru setelah mengikuti pemaparan materi tentang peran masyarakat dalam penanggulangan bencana, yang didalamnya juga menyinggung tentang modul satu, “Fasilitas Sekolah Aman” dalam satuan pendidikan aman bencana (SPAB). Sungguh, pertanyaan itu sulit dijawab karena menyangkut banyak hal. Diantaranya masalah kebijakan pemerintah daerah setempat.

Paparan materi itu disampaikan oleh nara sumber dari pusat penelitian dan pelatihan untuk Indonesia tangguh (PUSPPITA), dalam acara “Bimbingan Teknis Kesiapsiagaan dan Mitigasi Bencana bagi Pelajar dan Guru SMA/MA/SMK se Kabupaten Nganjuk Tahun 2019”. Kegiatan ini juga dihadiri Danrem 081 Madiun, Dandim 0810 Nganjuk, Kepala Dinas Sosial.

Dalam sambutannya, Pak Danrem mengharapkan kepada pelajar peserta bimtek agar bersiap melakukan penghijauan saat musim hujan tiba dengan menanam jenis tanaman keras, seperti pohon trembesi, untuk mengurangi risiko bencana longsor, karena akarnya mampu menahan dan menyimpan air tanah.

“Ingat jargon yang dikatakan kepala BNPB, Kita jaga alam, Alam jaga kita. Untuk itulah mari kita bersama-sama melakukan reboisasi untuk merawat mata air, agar tidak terjadi banjir air mata di kemudian hari karena kelangkaan sumber air,” Himbaunya.

Selanjutnya, Kalaksa BPBD Kabupaten Nganjuk mengatakan bahwa upaya penanggulangan bencana itu merupakan tanggung jawab bersama. Untuk itulah pelajar dan guru sebagai salah satu elemen masyarakat yang ada di dalam konsep pentahelix (pemerintah, akademisi, dunia usaha, media massa dan masyarakat), kiranya perlu mendapat informasi tentang penanggulangan bencana dan program pengurangan risiko bencana. Harapannya, guru dan pelajar yang telah mengikuti bimtek dengan bonus kaos dan topi cantik, bisa mengimbaskan di sekolahnya melaalui kegiatan ekstrakurikuler.

“Bencana itu harus dihadapi karena tidak bisa dihindari, hanya bisa dikurangi. Untuk itu bimtek ini sebagai upaya meningkatkan kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana yang rutin terjadi di wilayah Kabupaten Nganjuk,” Katanya saat memberi sambutan pembukaan kegiatan di Gedung Olah Raga Soekarno, Kota Nganjuk. Rabu (20/11).

Namun ternyata, di Kabupaten Nganjuk, kebanyakan sekolah belum tahu tentang SPAB. Sementara, pihak Dinas Pendidikan juga belum mengeluarkan perintah memasukkan pendidikan mitigasi bencana ke dalam kegiatan kesiswaan seperti pramuka, PMR, kesenian dan olahraga. Untuk itulah BPBD setempat diharapkan bisa menggandeng komunitas relawan melakukan sosialisasi pengurangan risiko bencana, mempraktekkan modul SMAB dan menggelar simulasi penanggulangan bencana.

Dalam konsep SPAB, Sekolah aman adalah komunitas pembelajar yang berkomitmen akan budaya aman dan sehat, sadar akan risiko, memiliki rencana yang matang dan mapan sebelum, saat, dan sesudah bencana, dan selalu siap untuk merespons pada saat darurat dan bencana. Tujuannya, antara lain melindungi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan dari kematian dan cidera di sekolah akibat gedung sekolah yang rusak dan melindungi investasi di sektor pendidikan.

Masih dalam konsep SPAB, dikatakan bahwa agar tidak terjadi kecelakaan seperti di SDN Gentong Pasuruan dan SMKN Miri, Sragen. Maka, gedung sekolah harus dibangun di lokasi yang aman, struktur bangunan, desain dan penataan kelas yang aman, dan dukungan sarana prasarana yang aman pula.

Masalahnya kemudian, sampai saat ini masih banyak gedung sekolah yang rusak, bahkan membahayakan penghuninya, seperti yang dikatakan oleh peserta di awal tulisan ini. Dengan demikian, jika SPAB benar-benar dijalankan, maka seluruh gedung sekolah yang ada harus diperiksa ulang dan segera di rehab sesuai ketentuan.

Sebenarnya petunjuk membangun/mendirikan gedung itu sudah aturannya yang tertuang di dalam juklak dan juknisnya. Namun, karena masih adanya kebiasaan menyalahgunakan kebijakan yang disepakati secara berjamaah, maka semua aturan yang ada dikalahkan oleh kebijakan itu sendiri tanpa peduli risiko yang mungkin akan terjadi. Yang penting semua yang ikut berjamaah mendapat jatah.

Semoga saja dengan tersosialisasikannya program satuan pendidikan aman bencana, semua pihak akan semakin sadar bencana, untuk kemudian secara mandiri bisa melakukan mitigasi dan kesiapsiagaan menghadapi potensi bencana yang ada di daerahnya. Tentu, semuanya  tetap dibawah koordinasi BPBD setempat sesuai amanat UU nomor 24 tahun 2007. Salam Tangguh, Salam Kemanusiaan. [eBas/Kamis pon-14/11].  





  
















 

Minggu, 17 November 2019

MIMPI TAMAN BACA UNTUK ANAK PINGGIRAN


Berawal dari niat untuk mengamalkan ilmu yang dimiliki untuk kemaslahatan sesama, Cak Yo mencoba bermimpi tentang indahnya membuat taman bacaan masyarakat (TBM). Upaya mencerdaskan anak bangsa melalui gerakan calistung (membaca menulis dan berhitung). Dalam mimpinya  Cak Yo tersenyum sendiri melihat anak-anak di desanya berkumpul di salah satu ruangan PKBM menikmati aneka buku bacaan dengan penuh antusias.

Semuanya itu diniatkan untuk meningkatkan sumber daya manusia di desanya. Cak Yo mempunyai keyakinan dengan banyak membaca, anak-anak akan  bertambah wawasannya. Mereka secara tidak langsung juga belajar bermasyarakat, belajar menikmati perbedaan dalam kebersamaan. Ya, mereka bisa belajar apa saja yang akan turut mewarnai jalan hidupnya, menjadi bekal berharga untuk mengarungi samudera kehidupan yang ganas dan berliku.

Koleksi pustaka yang memenuhi ruang taman baca cukup memadai. Ada buku fiksi, novel, ilmu pengetahuan, cerita pendek, komik, buku keagamaan, buku keterampilan dan lainnya. Kebanyakan didapat dari donatur yang mensedekahkan bukunya, menginfaqkan rejekinya untuk pengadaan buku-buku yang sesuai dengan kebutuhan ‘konsumennya’, anak-anak pinggiran yang haus pengetahuan, karena keadaan dan keterbatasan. Pinggiran yang dimaksud itu bisa pinggiran pantai, pinggiran hutan, juga masyarakat yang terpinggirkan secara ekonomi sosial.

Taman baca yang diimpikan Cak Yo itu bukan hanya tempat membaca, tapi juga bisa digunakan untuk bermain, berkesenian, belajar ngaji, juga klekaran, lesehan untuk jagongan dan diskusi sambil ngopi, menggagas rencana-rencana indah tentang pemberdayaan masyarakat, mensejahterakan ummat agar roda ekonomi desa meningkat.

Tidak ada salahnya jika taman baca itu juga digunakan untuk kegiatan olah raga, juga belajar tentang pendidikan mitigasi bencana, dan belajar pramuka saka widya bakti budaya. Semua itu dalam rangka membentuk karakter pemuda yang cerdas berwawasan luas, tangguh lahir batin dan berkontribusi aktif terhadap pembangunan masyarakat sebagai ‘agent of change’ dimana mereka tinggal.

Sungguh, jika semua impian Cak Yo bisa teraktualisasikan, maka PKBM At-Taubah akan menjadi pusat pemberdayaan masyarakat yang programnya bisa menjawab kebutuhan masyarakat secara mandiri, kreatif dan inovatif tanpa menunggu bantuan dari pemerintah yang sering kali sangat birokratis. Hal ini sangat memungkinkan karena Cak Yo memiliki banyak relasi yang terdiri dari berbagai profesi yang mumpuni. Tinggal bagaimana Cak Yo mengkomunikasikan mimpinya agar dimengerti dan diminati.

Sementara Cak Yo masih terlena dengan mimpi indahnya, komponen lain dari PKBM At-Taubah yang berkedudukan di Dusun Susukan Kidul, Desa Gladag, Kecamatan Rogojampi, Kabupaten Banyuwangi, tetap istiqomah menjalankan perannya mengawal program yang sudah bergulir, agar semakin berkembang menebar kebermanfaatan bagi masyarakat. Seperti batik susukan yang sudah mulai menemukan pasarnya.

Berharap Cak Yo tidak lupa mengajak para pengelola PKBM AT-Taubah untuk bermimpi indah dalam tidurnya dan diikuti doa yang tulus penuh kepasrahan. Selanjutnya serahkan semua kepada Tuhan agar mimpi indah itu dieksekusi sesuai takdir kehidupan. Hal ini sesuai dengan sabda-NYA, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum hingga mereka mengubah diri mereka sendiri,” (QS. Ar-Ra’d:11).

Untuk itu mari dukung Cak Yo yang sedang membangun mimpi indah tentang program literasi untuk anak pinggiran. Semoga Allah memberikan petunjuk, bimbingan dan kemudahan untuk mewujudkan mimpi Cak Yo. Wallahu a’lam bishowab. [eBas/Senin pahing-18/11]

.

Kamis, 14 November 2019

SRPB JATIM MENYIAPKAN SUKSESI LEWAT KONGRES 2020


Sungguh tidak terasa, kiprah pengurus sekretariat bersama relawan penanggulangan bencana Jawa timur (SRPB JATIM) telah dipenghujung pengabdiannya, tinggal lima bulan kabinet Dian Harmuningsih akan mengakhiri masa tugasnya. Kabinet pertama hasil kongres di Regent Park Hotel, Kota Malang, tahun 2017.

Cerita suka duka mengawali perjalanan SRPB JATIM menjadi bumbu penyedap dalam mengelola wadah berbagai organisasi relawan untuk berkoordinasi, berkomunikasi tukar informasi dan bersama membangun sinergi untuk meningkatkan kompetensi.

Kala itu, masing-masing personil mengawali interaksinya dengan sedikit rasa rikuh. Seiring berjalannya waktu, semua semakin bersatu menyamakan chemistry menjalankan programnya. Salah satunya adalah agenda Rutinan Arisan Ilmu Nol Rupiah. Semula Arisan ilmu itu dirancang sebagai media perekat untuk mempererat tali silaturahmi agar keberadaan SRPB JATIM tidak hanya menjadi organisasi papan nama yang hidupnya harus diampu.

Namun ternyata agenda rutinan itu menjadi media memperluas wawasan, pengetahuan dan informasi berbagai elemen. Termasuk meningkatkan jejaring kemitraan, yang tidak menutup kemungkinan terjadi relasi bisnis tipis-tipis. Dan itulah yang terjadi.

Berbagai capaian dan keguyuban ini kiranya wajib ditingkatkan kualitasnya dan terus dikembangkan oleh kabinet berikutnya yang akan dipilih secara demokratis lewat kongres. Harapannya akan terjadi suksesi yang sehat dan tetap mempertahankan marwah SRPB JATIM sebagai mitra kritis BPBD yang amanah dalam membantu upaya sosialisasi pengurangan risiko bencana dan penanggulangan bencana (jika memungkinkan), serta kerja-kerja bareng lainnya untuk menjalankan program rutin.

Kini, menjelang akhir tahun ke dua pengabdiannya, SRPB JATIM telah menorehkan berbagai kiprah yang bermanfaat bagi mereka yang terlibat. Begitu juga keberadaannya mampu mengantarkaan personilnya meraih pengalaman baru yang membawa berkah dalam rangka peningkatan kapasitas relawan.

Tentu ini akan menjadi bekal bagi relawan milenial untuk mengikuti suksesi yang indah, jauh dari fitnah. Untuk itu, tidak ada salahnya jika kebiasaan ngobrol sambil ngopi tipis-tipis itu mulai diarahkan ke pertukaran konsep dan ide-ide inovatif yang kreatif untuk mengelola SRPB JATIM pasca kongres ke dua nanti (menurut jadwal, april 2020).

Agar pertukaran konsep dan ide itu bisa berjalan, hendaknya pengurus mulai aktif mendorong munculnya relawan milenial yang potensial ikut mengisi kabinet hasil kongres 2020. Bisa saat klesetan di sekretariat nunggu kiriman kopi dari mBak Pinky, bisa juga jagongan ning sor wit pelem omah ngarep sawah, atau, menggunakan grup WhatsApp untuk saling lempar kementar, mengerucutkan gagasan segar yang mampu menyemangati roh SRPB JATIM agar tetap sangar, dan tidak semakin hambar untuk kemudian ambyar karena terlambat menebar kader anyar.

 Ya, susksesi itu memang harus terjadi sebagai tanda organisasi yang dinamis dan tidak tabu terhadap reformasi. Semoga, semua relawan mitra SRPB JATIM diam-diam sudah menyiapkan kongres ke dua yang tempatnya belum ditentukan karena pengurusnya belum mengagendakan rapat evaluasi akhir program. Salam Kemanusiaan. Salam Literasi terus menginspirasi. [eBas/Jum’atWage-15/11]           
      
   



Selasa, 12 November 2019

PKBM AT-TAUBAH MENCOBA TAMPIL BEDA


“Kurikulum jangan kaku, harus fleksibel sejalan dengan perubahan dunia yang kita alami,” Kata  Joko Widodo, saat rapat di istana Presiden. Masih kata presiden yang dimuat harian Kompas, jum’at (1/11), bahwa kurikulum hendaknya bisa memperkuat pendidikan etika, budi pekerti, kebencanaan dan ideologi Pancasila, serta mampu menyiapkan manusia Indonesia yang siap kerja, siap berwirausaha dan berkarya.

Apa yang disampaikan presiden di atas tampaknya sudah banyak dilakukan oleh pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM) yang mengusung jargon, “Melayani yang tidak terlayani, menjangkau yang tidak terjangkau” dengan menggelar menu keterampilan yang dibutuhkan oleh masyarakat setempat.

Seperti keterampilan menjahit, sulam, sablon, komputer, dan keterampilan membuat jajanan serta kerajinan tangan memanfaatkan barang bekas, adalah program keterampilan yang biasa digelar untuk membekali peserta didiknya pasca menuntut ilmu di PKBM. Biasanya keterampilan ini melekat pada program keaksaraan dan program kewirausahaan.

Namun sayang, seringkali program keterampilan ini dibiarkan layu sebelum berkembang karena tidak dikoordinir pasca program menjadi sebuah usaha ekonomi produktif. Sehingga yang terjadi, peserta didik kembali tidak berdaya untuk keluar dari lingkaran kebodohan untuk kemudian menunggu program yang sama di tahun depan. Sebuah lingkaran setan yang dekat dengan eksploitasi peserta didik oleh pengelola.

Ke depan praktek semacam ini hendaknya segera dibongkar karena tidak sesuai dengan semangat pak mentri mantan Bos ojol ini. PKBM harus benar-benar bisa menyiapkan peserta didiknya untuk siap berkarya dan bekerja. Baik bekerja sebagai karyawan maupun berwirausaha membuka lapangan kerja untuk orang lain. Tentunya, memanfaatkan keterampilan yang telah dipelajari di PKBM.

PKBM At-Taubah yang baru seumur jagung, diharapkan bisa memulai harapan presiden dengan program yang inovatif dan kreatif. PKBM yang berdomisili di pinggiran kota kecamatan sangat potensial mengembangkan kelompok belajar usaha produk kerajinan tradisional Batik Susukan yang dikemas beraneka corak warna menggoda. Konon usaha ini sudah banyak peminatnya sehingga bisa menginspirasi lahirnya KBU selanjutnya. Alangkah eloknya jika KBU ini dikerjasamakan dengan Dinas Koperasi dan UMKM dalam hal pembinaan dan memperluas jejaring kemitraan.

Apalagi, sebagian besar pengurus PKBM At-Taubah adalah pegiat aksi kemanusiaan di bidang penanggulangan bencana, pastilah mereka paham dengan pemberdayaan masyarakat sekaligus pelestarian lingkungan. Artinya, tidak ada salahnya jika PKBM At-Taubah juga peduli terhadap upaya pengurangan risiko bencana untuk menciptakan budaya sadar bencana.

Sriharini (2010) mengatakan, yang dimaksud dengan masyarakat sadar bencana adalah kondisi masyarakat yang memiliki pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, dan kepedulian dengan hal-hal yang berkaitan dengan kebencanaan, sehingga memiliki kesadaran untuk bersikap dan melakukan adaptasi di wilayah yang rawan bencana dengan sebaik baiknya, dan dapat berpartisipasi secara  aktif dalam meminimalisir terjadinya bencana atau mengatasi dampak apabila terjadi bencana. 

Apalagi sekarang sudah lahir Permendikbud nomor 33 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Program Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB). Dimana, dalam pasal 3 dikatakan bahwa sasaran penyelenggara SPAB meliputi satuan pendidikan jalur formal maupun nonformal disemua jenjang dan jenis pendidikan. Itu artinya, PKBM sebagai salah satu satuan pendidikan nonformal wajib menyelenggarakan pendidikan mitigasi bencana. 

Seperti diketahui, jika terjadi bencana, maka yang menjadi korban pertama adalah masyarakat itu sendiri, sekaligus menjadi penolong pertama sebelum bantuan dari luar datang. Untuk itulah personil At-Taubah yang punya pengalaman dibidang kebencanaan, tidak ada salahnya jika menginisiasi terbentuknya desa tangguh bencana secara mandiri dan benar-benar tangguh (bukan tangguh sulapan). Sehingga masyarakat bisa mengenali potensi bencana yang ada di daerahnya dan melakukan mitigasi dan kesiapsiagaan menghadapi bencana secara swadaya, tanpa menunggu bantuan yang tidak seberapa.

Sungguh, jika PKBM At-Taubah berani menjaga marwah untuk tampil beda. Baik dalam pelaksanaan program pembelajaran maupun program usaha ekonomi produktif, maka masyarakat akan semakin percaya dan termotivasi untuk bersama-sama meningkatkan kesejahteraan hidup dalam arti luas. Dampaknya tentu, keberadaan lembaga yang dikelola secara islami ini akan menjadi tolehan berbagai pihak, karena telah mengamalkan amanat presiden, yaitu membekali peserta didik siap terjun ke dunia kerja dengan mewadahinya dalam kelompok belajar usaha. Salam Tangguh, Salam Literasi, tetap menginspirasi. [eBas/selasa legi-12/11].   
  
  


  




   

Minggu, 03 November 2019

PKBM AT-TAUBAH BANYUWANGI MENGGELAR SEMINAR DAN UNJUK KARYA MANDIRI.


Pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM) At-Taubah Kabupaten Banyuwangi mengadakan acara seminar tentang “Entrepreunership Dalam Kontek Sadar Bencana”. Kegiatan ini mengundang berbagai kalangan, khususnya para pegiat satuan pendidikan nonformal,  bertempat di Bumi Perkemahan Wisata Edukasi Batik PKBM ‘At – Taubah’, Susukan kidul, Gladag, Rogojampi Banyuwangi, selama dua hari, 2 – 3 November 2019.

Kegiatan ini sangat menarik. Pengunjungnya banyak dan antusias menikmati segala sajian dari panitia. Beberapa spot dibuka dengan berbagai informasi yang bernilai edukasi. Ada unjuk karya alat yang dinamakan ATM Beras untuk menyantuni kaum dhuafa (inovasi dari semangat jempitan beras yang diperbarui dengan pendekatan komputerisasi), Ada pula pameran jajanan olahan yang memanfaatkan buah naga. Seperti rengginang buah naga dan Keripik buah Pare.  

Tidak lupa produk unggulan karya kerajinan tangan berupa Batik Susukan hasil kelompok belajar usaha (KBU) PKBM ‘At – Taubah’ yang baru seumur jagung namun sudah berprestasi setinggi gunung, ikut ditampilkan dan menarik perhatian. Bahkan sudah melayani pesanan sampai ke luar jawa.

Ya, dengan produk batik yang khas dan di tawarkan lewat media on line, pesanan demi pesanan mengalir dan tentunya menyenangkan. Dampaknya, keberadaan PKBM At-Taubah semakin dikenal. Hal ini menjadi penyemangat tersendiri bagi mereka yang terlibat dalam proses pembuatan Batik Susukan dengan corak khas mBanyuwangen.

Tentu saja pengurusnya harus terus meningkatkan ‘tampilan’ lembaga dengan program-program yang menarik sekaligus dirasakan oleh masyarakat sekitar. Ini tidak mudah, perlu komitmen kuat dari mereka yang terlibat. Tanpa itu, At-Taubah akan menjadi PKBM jenis On – Off, yang hidupnya tergantung pada bantuan. tanpa itu dia akan mati suri, seperti yang disinyalir oleh Kabid Dikmas, Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuwangi.

Hal ini sejalan dengan pemateri seminar, Dian Harmuningsih, Koordinator sekretariat bersama relawan penanggulangan bencana (SRPB) Jawa Timur, yang membahas tentang pentingnya generasi muda memahami entrepreunership agar bisa membuka peluang usaha sendiri tanpa tergantung kepada pihak lain. Sehingga akan menjadi lembaga yang benar-benar mandiri dan membawa kebaikan bagi sesama.

Ke depan, keberadaan KBU Batik diharapkan bisa mendorong tumbuhnya KBU lain sesuai pangsa pasar yang masih terbuka lebar. Sehingga bisa mensejahterakan anggotanya dalam arti luas, secara mandiri, dan kreatif sesuai konsep pemberdayaan yang menurut Suharto, adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan.

Pemberdayaan masyarakat juga diartikan sebagai kemampuan individu yang bersenyawa dengan masyarakat dalam membangun keberdayaan masyarakat yang bersangkutan sehingga bertujuan untuk menemukan alternatif-alternatif baru dalam pembangunan masyarakat (Mardikanto dalam Muchlisin, 2017).

“Seminar enterpreuneurship ini hendaknya menjadi pimicu warga belajar dalam membangun kesadaran budaya kerja mandiri di era milenial seperti yang pernah disinggung oleh Mendikbud yang baru, pengganti Muhajir effendi. Semuanya ini kembali kepada pengelolanya.” Kata Basuki memberi masukan kepada peserta seminar yang diinisiasi PKBM At-Taubah.

Diakhir seminar, Pangarso Suryotomo, Kasubdit Pemberdayaan Masyarakat, BNPB, mengatakaan bahwa upaya memampukan masyarakat dalam pengurangan risiko bencana (PRB) itu hendaknya berpedoman pada Empat Prioritas Aksi SFDRR 2015 – 2030. Yaitu, memahami risiko bencana, memperkuat tata kelola risiko bencana, investasi dalam PRB untuk ketangguhan, dan memperkuat kesiapsiagaan untuk respon yang efektif dan Bild Back Better dalam pemulihan dan rehabilitasi rekonstruksi.

Panglima Relawan, begitu gelar pria asli Jokja ini, juga mengingatkan bahwa ada beberapa Target Penangulangan Bencana yang harus diupayakan tercapai. Yaitu, mengurangi kerusakan infrastruktur, mengurangi jumlah kerugian akibat bencana, mengurangi penduduk terdampak bencana, mengurangi kematian akibat bencana.

“Disamping itu juga ada upaya meningkatkan ketersediaan informasi dan peringatan dini (EWS), meningkatkan kerjasama internasional, dan meningkatkan strategi pengurangan risiko bencana nasional dan lokal,” Kata pria yang akrab juga dipanggil Pak Papang, yang tidak pernah lepas dari rokoknya dan tentu saja kopi.

Dari obrolan gayeng malam-malam pasca seminar, sambil nimati sruputan kopi dan hawa hujan yang tampaknya segera turun, muncul setangguk harap, semoga PKBM AT-Taubah bisa menggelar program-program pendidikan masyarakat yang kental akan nilai pemberdayaan masyarakat sekaligus membangun budaya sadar bencana sehingga masyarakat memiliki kemampuan mitigasi dan kesiapsiagaan menghadapi bencana secara mandiri sesuai potensi bencana yang ada di daerahnya.

Alangkah eloknya jika PKBM At-Taubah menjadi pelopor literasi kebencanaan dengan melibatkan pramuka sebagai "agent of change" bagi masyarakat dengan membawa pesan-pesan pelestarian lingkungan, cinta flora dan fauna serta upaya pengurangan risiko bencana berbasis masyarakat. Salam Kemanusiaan, Salam Literasi, tetap menginspirasi. [eBas/Senin pon-4/11]  
  
  





    




Senin, 28 Oktober 2019

SUDAH WAKTUNYA SPAB MASUK PENDIDIKAN NON FORMAL


Di era milenial ini, bencana alam semakin sering melanda berbagai daerah dengan dampak yang merugikan kehidupan masyarakat yang terdampak. Sehingga diperlukan upaya bersama untuk menangani bencana. Paling tidak bisa mengurangi dampak yang ditimbulkan. Dengan kata lain, diperlukan upaya pemberdayaan masyarakat untuk mendorong gerakan sadar bencana, hal ini mengingat bahwa bencana itu bukanlah urusan pemerintah semata. Tapi menjadi urusan bersama seluruh masyarakat untuk menanggulangi bencana.

Salah satu upaya yang coba diperkenalkan adalah konsep satuan pendidikan aman bencana (SPAB). Sekolah aman bencana adalah sekolah yang menerapkan standar sarana dan prasarana serta budaya yang mampu melindungi warga sekolah dan lingkungan di sekitarnya dari bahaya bencana. Sementara fasilitas sekolah aman itu merupakan fasilitas gedung sekolah dan halaman sekitar memenuhi persyaratan keselamatan, kesehatan, dan kemudahan. Termasuk kelayakan bagi anak berkebutuhan khusus, kenyamanan dan keamanan.

Sekolah aman ini merupakan bagian dari materi satuan pendidikan sekolah aman (SPAB), sebagai upaya pengurangaan risiko bencana secara mandiri oleh komunitas sekolah. Mereka itu terdiri dari unsur  kepala sekolah, staf tata usaha, pendidik, wakil peserta didik (anggota OSIS) dan anggota komite sekolah. Sehingga mereka dapat melakukan upaya penyelamatan sendiri sebelum bantuan datang.

Kegiatan ini juga sebagai upaya menemukenali potensi bencana yang ada di daerahnya. Hal ini penting, karena ada banyak ancaman bencana yang tersebar di seluruh wilayah jawa timur. Diantaranya seperti bencana banjir, tanah longsor, gempa, erupsi gunung berapi, kekeringan, kebakaran, angin puting beliung. Tentu penanganannya berbeda antara bencana satu dengan lainnya.

Bagaimana dengan satuan pendidikan nonformal (PAUD, PKBM, LKP) ?. Dengan banyaknya ancaman bencana, kiranya perlu membekali para pengelola dan pendidik satuan pendidikan nonformal dengan materi pengurangan risiko bencana sebagai upaya membangun ketangguhan dalam menghadapi bencana yang bisa terjadi sewaktu-waktu. Apalagi kebanyakan lembaga nonformal melayani perseta didik yang berdomisili di daerah rawan bencana. Sehingga punya kewajiban untuk mengingatkan adanya potensi bencana dan cana menanggulanginya.  
         
        “Paling tidak, dengan materi ini, peserta bisa mengimbaskan kepada sasaran didiknya agar mereka mengerti akan pentingnya sadar bencana,” Kata Mochamad Rosi, nara sumber dari Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC).

Untuk itulah BP-PAUD dan DIKMAS Jawa Timur, dalam kegiatan peningkatan kompetensi PTK PAUD DIKMAS melalui bimbingan teknis/orientasi bagi pengelola PAUD, memasukkan materi satuan pendidikan aman bencana yang dikaitkan dengan upaya mitigasi untuk mengurangi dampak bencana. Ini merupakan sebuah terobosan baru yang belum pernah dilakukan oleh BP-PAUD dan DIKMAS lainnya. Mungkin saja Balai lain juga melakukan tapi dalam bentuk lain. Harapannya semoga semua Balai juga melakukan sosialisasi pengurangan risiko bencana sebagai bentuk sumbangsihnya kepada upaya penanggulangan bencana.

Kegiatan ini diikuti oleh 60 peserta pengelola PAUD di seluruh Jawa timur, untuk menambah wawasan tentang upaya membangun kesiapsiagaan menghadapi bencana. Harapannya, sepulang dari kegiatan bimbingan teknis ini, peserta bisa mensosialisasikan satuan pendidikan aman bencana yang membahas tentang konsep sekolah aman bencana, manajemen bencana di sekolah, dan pendidikan pencegahan bencana.

Penyampaian materi SPAB ini disambut antusias oleh peserta. Apalagi saat nara sumber mengajak praktek membuat matrik jenis dan ragam ancaman di daerah, menentukan karakter ancaman dan penilaian risiko bencana, membuat rencana aksi untuk kesiapsiagaan sekolah menghadapi bencana serta membuat peta sekolah yang dilengkapi jalur evakuasi dan titik kumpul.

“Saya baru kali ini menerima materi kebencanaan. secara pribadi, saya  senang menerima materi satuan pendidikan aman bencana, karena ternyata penting mengenali potensi bencana yang ada di daerah saya, sehingga saya bisa mengurangi risiko bencana seminim mungkin,” Kata Ajeng Puspita, peserta dari Mojokerto.

Masih kata ibu berputera tiga ini, dirinya akan memberikan usulan kepada pengurus himpaudi kabupaten mojokerto agar melakukan sosialisasi tentang satuan pendidikan aman bencana kepada lembaga PAUD yang kebetulan di daerahnya ada potensi bencana yang bisa merusak bangunan PAUD beserta sara prasarana pendukungnya.

“Semuanya bisa dikurangi risikonya jika kita telah siap. Agar kita siap, maka upaya pengurangan risiko bencana harus menjadi gerakan massif agar masyarakat tumbuh kesadarannya akan pentingnya mengenali potensi bencana yang ada di daerahnya sekaligus bisa bergotong royong melakukan mitigasi secara mandiri. Ingat pesan nara sumber, kenali bahayanya, dan kurangi risikonya,” Katanya sambil membenahi tugas kelompoknya untuk dipresentasikan. [edibasuki/08123161763]