kegiatan konferensi nasional pengurangan
risiko bencana berbasis komunitas, merupakan ajang untuk berbagi pengalaman
para pelaku pengurangan risiko bencana di berbagai daerah bersandar pada kajian sosial-budaya
(kearifan lokal) serta multi disiplin ilmu pengetahuan, untuk kemudian
dimunculkan deklarasi
dan rekomendasi bersama tentang bagaimana peran masyarakat ke depan dalam
pengawasan lingkungan sebagai bagian dari manajemen resiko bencana.
Ya, mereka, para pelaku pengurangan
risiko bencana ternyata benar-benar ada ditengah gencarnya arus globalisasi
yang mengedepankan hedonism dan komsumerisme. Mereka datang dari berbagai
daerah, berbagai golongan, berbagai profesi, latar belakang pendidikan,
pekerjaan, dan sosial ekonomi. Tujuannya satu, memberdayakan masyarakat di
bidang lingkungan hidup yang semakin rentan terhadap munculnya bencana alam
maupun bencana non alam.
Mereka juga bergerak di berbagai
bidang garap yang luput dari perhatian pemerintah sesuai kepeduliannya terhadap
lingkungan. Mulai dari masalah sampah, limbah industri, pelestarian lingkungan
alam, peduli flora fauna, peduli bencana, peduli sumber air, pemerhati
kebijakan pemerintah dan masih banyak lagi lainnya.
Ya, mereka melakukan penyadaran,
khususnya kepada masyarakat terpapar terkait dampak pembangunan terhadap
kehidupan manusia dan lingkngan alam (termasuk flora dan funanya). Mereka terus
beraksi tanpa publikasi, beraktivitas tanpa popularitas. Dalam gerakannya, mereka
juga mendapat ‘pendampingan’ dari
berbagai lembaga donor yang peduli terhadap kerja-kerja kemanusiaan, termasuk
bantuan baju seragam yang dikenakan untuk KN-PRBBK ke XI tanggal 25 - 27 Agustus 2015 ini.
Kegiatan yang digelar di kampus ITS, Surabaya ini, mengangkat tema “membangun
ketangguhaan komunitas dalam mereduksi bencana lingkungan dan industri”. Mereka
membahas soal pengelolaan lingkungan, manajemen resiko bencana lingkungan dan
industri, kemudian dipertajam melalui diskusi kecil untuk bahan rekomendasi
pengurangan risiko bencana. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh
Bintang, orang penting di BNPB, bahwa peran
dan kemandirian masyarakat dalam hal ketahanan, serta semangat gotong royong,
sangat penting ditumbuhkan.
Mereka telah
banyak membantu dalam proses penanggulangan bencana, sehingga sangat diharapkan
keterlibatan masyarakat di tingkat lokal, termasuk upaya membangun ketangguhan masyarakat yang tinggal di
kawasan rawan bencana terhadap potensi bencana
(terutama gelombang ekstrim bagi masyarakat
nelayan, angin puting beliung, banjir, longsor, gempa, tsunami, serta dampak
perubahan iklim)
“Kapasitas
berbanding terbalik dengan resiko bencana. Termasuk kapasitas lokal dan
kapasitas masyarakat. Semakin besar kapasitas, semakin kecil resiko bencana,”
ungkap Bintang dalam pengatahannya.
Dari cerita
yang muncul saat rehat kopi, sambil menikmati kudapan, terbukti kawan-kawan
komunitas telah banyak berbuat untuk lingkungannya. Gerakannya pun telah
dirasakan oleh masyarakat yang menjadi dampingannya. Oleh karenanya, alangkah
bijaksananya jika mereka, para pegiat kemanusiaan yang bergelut dalam
pengurangan risiko bencana berbasis komunitas, dilibatkan oleh pemerintah,
khususnya yang membidangi lingkungan dan kebencanaan, melakukan sosialisasi,
pelatihan, pembinaan, pendampingan dan pengawasan terhadap pelaksanaan
kebijakan, sehingga tidak muncul ego sektoral dan kesalah pahaman dalam
berkegiatan.
Muncul pula
usulan agar penyelenggaraan KN-PRBBK berikutnya, melibatkan pemerintah, tokoh
masyarakat (formal maupun informal) dan dunia usaha sebagai bagian dari “agent of change” yang bias melakukan
fungsi edukasi, advokasi dan mediasi, agar saling berkomunikasi membangun
kebersamaan dalam memberdayakan masyarakat sesuai konsep ketangguhan bangsa
menghadapi bencana, yaitu, masyarakat yang mempunyai daya antisipasi, mempunyai
daya proteksi, mampu beradaptasi dan mempunyai daya lenting pasca bencana.
Mereka, para
pegiat pengurangan risiko bencana berbasis komunitas, dengan kreativitas dan
bahasanya sendiri telah banyak melakukan aksi-aksi yang sejalan dengan strategi
penanggulangan bencana yang dicanangkan oleh BNPB, seperti menjauhkan
masyarakat dari bencana, menjauhkan bencana dari masyarakat, hidup harmoni
dengan risiko bencana dan menumbuh kembangkan kearifan lokal yang mendukung
gerakan sadar bencana.
Pertanyaannya kemudian,
bagaimana tindak lanjut dari kegiatan ini?. Jelas harapannya, hasil rekomendasi
yang telah disepakati bersama bisa segera dikomunikasikan ke instansi terkait
sebagai bahan masukan penyusunan kebijakan pembangunan yang berwawasan
lingkungan.
Sungguh mulia
apa yang telah mereka kerjakan. Semoga Tuhan memberi keberkahan. Salam
Kemanusiaan. [eBas]