Minggu, 20 September 2020

RELAWAN JAGONG BARENG PAK PAPANG

         “Terimakasih kepada Pak Papang yang telah berkenan jagongan di warkop Lorong Café, ngobrol bareng dengan relawan. Terima kasih tausyiahnya yang menggelitik dan asik. Sangat menginspirasi kami untuk dijadikan sebuah aksi,” Kata Temannya Cak Alfin, setelah mendengarkan uraian panjang Pak Papang tentang relawan, destana PRBBK dan covid-19.

Ya, Pak Papang, yang digelari Panglima Relawan, minggu (20/9/2020) malam, berkenan mampir ke Warkopnya Cak Alfin untuk ngobrol lesehan bersama relawan sambil menikmati kopi racik dan jajanan ala kadarnya. Tanpa canggung, Pria yang kesehariannya menjadi staf di BNPB ini, ngincipi jajanan yang dihidangkan. Sehingga suasana semakin akrab bersahabat.

Dalam kesempatan itu, Pak Papang juga bercerita tentang perkembangan komunitas banyu bening dan gagasan untuk meningkatkan peran Forum PRB di semua tingkatan sebagai aktor yang langsung bersentuhan dengan masyarakat, sesuai konsep PRBBK.

Dalam salah satu tausyiahnya pria yang datang ke Lorong Café didampingi Cak Jie ini menantang relawan untuk membuat desa binaan yang dikerjasamakan dengan berbagai komunitas, agar terjadi koordinasi diantara aktor lokal. (mungkin beliau bermaksud untuk menghilangkan ego sektoral diantara komunitas, yang sampai saat ini masih ada). Sebuah tantangan yang tidak mudah dijawab.

“Relawan harus selalu belajar meningkatkan kapasitas secara mandiri. Jangan hanya tergantung pada pemerintah. (dalam hal ini BPBD atau BNPB). Jagongan seperti ini juga merupakan media belajar bersama, bukan sekedar ngopi kemudian pergi,” Pesan Kasubdid Pemberdayaan Sumber Daya BNPB.

Sambil menikmati wingko babat, Pangarso Suryotomo, begitu nama lengkap Pak Papang, melemparkan pertanyaan kepada relawan, yang malam itu ikut ngobrol bareng. Pertanyaan yang tidak pernah diduga oleh siapa saja.

“Relawan itu apa tho, mengapa seseorang mau jadi relawan. apakah relawan juga mengedukasi keluarganya tentang pengurangan risiko bencana?,” Katanya sambil mempermainkan asap rokoknya.

Semua diam, senyam senyum saling melirik mencari jawaban. Mau menjawab takut salah, sehingga diam adalah pilihan terbaik. Yah, Sebuah pertanyaan yang tidak pernah dipikirkan dan jarang dipermasalahkan. Semua mengalir begitu saja untuk kemudiam surut ke belakang seiring usia yang semakin renta, diganti oleh yang muda. Begitulah siklus keberadaan relawan.

Andaikan dijawab, pasti akan banyak jawaban yang saling bertabrakan. Karena jawabannya pasti beragam, sesuai keyakinan dan kepentingan masing-masing individu. Mungkin akan muncul jawaban yang normatif. Seperti panggilan jiwa, sekedar hobi, ingin membantu sesama, dan seabreg jawaban lain.  

Dalam hipwee.com, dijelaskan panjang lebar tentang mengapa orang menjadi relawan. Diantaranya, disebutkan bahwa dengan menjadi relawan, membuat pikiranmu menjadi terbuka, kamu belajar memahami perbedaan, kamu belajar untuk tulus menolong, berempati, dan tentu saja ini akan membentuk kepribadianmu lebih baik. Kamu belajar, bahwa terkadang bahagia itu bukan hanya soal uang, tapi bagaimana rasanya bahagia membantu orang lain.

Benar tidaknya, masing-masing relawan lah yang bisa menjawab, khususnya yang berkesempatan jagongan di warkop Lorong Cafe. Yakinlah Pak Papang tidak memerlukan jawaban. Pertanyaan beliau Cukup dijadikan bahan renungan agar dalam berkegiatan, masing-masing relawan bisa total melakukan kerja-kerja kemanusiaan. Wallahu a’lam bisshowab. Bersatu Bersinergi Untuk Peduli dan Menginspirasi. [eBas ndleming dewe/seninKliwon-21092020]  

 

  

 

 

  

Sabtu, 19 September 2020

WARUNG KOPI TEMPAT CARI INSPIRASI

Di Surabaya ini, yang namanya warung kopi (warkop) bak jamur dimusim hujan. Pelanggannya beraneka macam latar belakang, seperti mahasiswa, ojek, pensiunan, pekerja informal, pencari kerja dan pemuda, termasuk relawan. Mereka meluangkan waktunya di warkop sekedar ngobrol, melepas penat terhadap aktivitas yang dijalaninya setiap hari. 

Tidak sedikit mereka cangkruk di warkop untuk janjian mencari peluang bisnis. Bahkan sekarang banyak pelajar yang memanfaatkan wifi gratisan yang disediakan warkop untuk mengikuti pembelajaran jarak jauh berbasis koneksi internet, akibat pandemi covid-19.

Dimana-mana di seluruh sudut Kota ada warkop dengan berbagai variannya. Ada warkop ala kadarnya berupa gerobak dorong  (bahkan menggunakan sepeda genjot),  yang bisa segera kabur jika ada satpol PP yang rajin melakukan obrakan.

Ada juga warkop yang menempati bangunan permanen. Baik di tepi jalan utama (yang cenderung harganya sedikit mahal), maupun yang bercokol di perkampungan dengan harga relatif murah sesuai kocek pelanggannya.

Salah satu warkop kelas rakyat yang ada di perkampungan adalah ‘Lorong Café’, milik Cak Alfin, seorang aktivis yang sering terlibat dalam programnya BNPB dan BPBD. Warkop yang dilengkapi wifi itu berada di Jalan Dukuh Kupang XXVI, Kecamatan Dukuh Pakis, Surabaya.

Tempatnya sederhana, di seberangnya juga ada warkop, yang dijual hampir sama jenisnya. Menu utamanya adalah kopi dan gorengan, tapi mereka tidak pernah bersaing dalam menjemput rejeki-NYA. Masing-masing punya pelanggan tetap.

Salah satu pelanggannya adalah beberapa relawan yang aktif dibidang kemanusiaan. Ya, mereka sering cangkruk disitu. Biasalah, ngopi bareng adalah kegiatan rutin, sambil berbagi informasi diantara mereka, juga sambil guyon menghibur diri, melupakan sejenak “hiruk pikuknya kehidupan”, agar tidak terkapar karena pandemi.

Seperti halnya selera ngopi, ada yang suka kopi sasetan, juga ada yang senang racikan yang langsung di aduk oleh Cak Alfin. Begitu juga dengan topik pembicaraannya pun tidak pernah ditentukan. Apa saja yang menarik pasti menjadi obrolan yang berpanjang-panjang tanpa batas, tanpa simpulan karena memang tidak ada yang perlu disimpulkan.

Ya, di warkop “Lorong Café”, menjadi tempat yang nyaman bagi relawan untuk cangkrukan sambil ngobrol tentang apa saja. Termasuk tentang isue terbaru, seperti pencegahan covid-19, ancaman denda bagi yang tidak memakai masker, dan pembagian sembako bagi masyarakat yang ekonominya terpapar pandemi.

Semuanya menjadi bahan obrolan yang menarik sesuai tingkat pemahaman masing-masing. Termasuk pengalaman yang dialami sebelum cangkruk di “Lorong Cafe” juga menarik untuk diceritakan sambil menikmati gorengan. Tentu tetap mematuhi protokol kesehatan.

Ngobrol disini mengutamakan kesetaraan. Di warkop, semua sama kedudukannya tanpa mempermasalahkan status sosial. Semua bebas berekspresi dengan cerita yang dipunyai. Masalah salah dan benar, tidak begitu penting. Asalkan yang dibahas bisa mengundang tawa semuanya.

Semua dinikmati dengan santuy dan dikembalikan kepada individu masing-masing. Yang jelas, dari obrolan itu pasti ada yang dapat diambil hikmahnya. Namun bisa juga semua yang diobrolkan itu berlalu begitu saja. Semuanya sah-sah saja, bahkan ngutang pun dibolehkan berdasarkan kepercayaan.

Yang jelas, ngobrol di warkopnya Cak Alfin itu “ngangeni” bagi siapa saja yang pernah mampir ngincipi jajanannya. Apalagi si pemilik warkop ini tidak pelit terhadap ilmu dan informasi yang dimiliki. Selalu saja membuka diri untuk berbagi. Apalagi jika hanya ngobrol ngalor ngidul, Cak Alfin ini jagonya.

Sebagai tempat ngobrol yang nyaman, tidak menutup kemungkinan “Lorong Cafe” bisa menjadi wahana meningkatkan wawasan sekaligus menginisiasi peserta ngobrol untuk membuat aksi nyata yang disepakati dan disinergikan dengan berbagai komunitas. Menjadi aksi bersama untuk kemaslahatan sesama, sekaligus memperluas jejaring kemitraan.

Atau, semua hasil obrolan informal di warkopnya Cak Alfin itu dikomunikasikan dan dikoordinasikan dengan pengurus SRPB Jawa Timur untuk dijadikan program bersama. Yang penting harus ada komitmen bersama sambil menikmati kopi racikan yang diseduh langsung oleh si pemilik “Lorong Cafe”. Salam Tangguh, Bersatu Bersinergi untuk Peduli. [eBas/nDleming SabtuPon-19092020]

 

 

 

 

   

 

 

Kamis, 17 September 2020

RENCANA KONTIJENSI PENANGGULANGAN BENCANA

Konon, setiap jenis bencana diharapkan untuk dibuatkan rencana kontijensi (renkon). Walaupun, belum tentu bencana itu datang, tapi perlu ada rekon. Bahkan ada yang bilang renkon harus dibuat di setiap tahun, karena pos anggarannya ada.

Rencana Kontinjensi penanggulangan bencana merupakan proses identifikasi dan penyusunan rencana ke depan yang didasarkan pada keadaan yang kemungkinan besar akan terjadi, namun juga belum tentu terjadi.

Rencana Kontinjensi yang disusun setiap tahun untuk setiap jenis bencana itu, bertujuan untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat serta membangun komitmen bersama antar lembaga (aktor) pelaku penanggulangan bencana.

Termasuk meningkatkan kapasitas masyarakat setempat menghadapi bencana, serta kemampuan untuk meminimalisir dampak bencana, dan kemampuan pulih dengan baik, baik itu bagi entitas sosial atau pun sebuah sistem.

Dalam sebuah diskusi informal antar relawan, dikatakan bahwa penyusunan renkon itu sebagai upaya menemukenali potensi bencana yang ada, mendata SDM dan sarana prasarana setempat yang bisa digerakkan saat terjadi bencana.

Ada pula yang bilang bahwa sebelum menyusun renkon hendaknya mengumpulkan data-data yang diperlukan. Seperti data desa yang berhubungan dengan potensi bencana yang ada (pernah terjadi), melakukan mitigasi dengan melibatkan warga setempat, agar datanya sesuai dengan kearifan lokal yang berlaku.

Bahkan dalam diskusi itu juga muncul istilah kajian risiko bencana, dokumen rencana penanggulangan bencana, rencana aksi komunitas, dan sebagainya. Kiranya masing-masing istilah itu perlu dikupas satu-satu agar relawan yang biasanya hanya berjibaku dalam fase tanggap darurat, tahu tentang banyak hal terkait dengan fase pra bencana.

Dalam diskusi asal ‘njeplak’  itu juga dikatakan bahwa renkon harus jelas siapa berbuat apa. Disamping ketersediaan SDM dan sarpras yg bisa di kerahkan, keterwakilan dan peran dari semua aktor sangat diperlukan, sesuai dengan konsep SKPDB.

Permasalahan yang sering terjadi di lapangan, kadang daerah punya dokumen renkon tapi ketika terjadi bencana, renkon tersebut tidak bisa diaktivasi menjadi renops. Mengapa bisa begitu ?.

Kemungkinan, waktu penyusunannya kurang sesuai, banyak data yang tidak valid, sumberdaya tidak sesuai dengan realita yang dimiliki oleh masing-masing lembaga, atau bisa jadi renkon yang ada tidak  di update sesuai perkembangan situasi. Bahkan ada daerah yang tidak menyusun renkon karena alasan tertentu.

Padahal seharusnya setelah renkon tersusun, harus disepakati (surat pernyataan komitmen) disimulasikan, direvisi, di sahkan, dan di desiminasikan. Ketika rencon tidak bisa di aktifasi menjadi renops maka pasti ada sesuatu yg salah. Misalnya, aktor yang ada tidak di mobilisasi dan di koordinasikan dengan baik.

Sementara yang lain juga bercerita bahwa, Kondisi di lapangan ketika terjadi bencana, tidak sedikit masing-masing aktor berjalan tanpa komando atau kurang terkoordinir. Maka dari itu, Renkon sangat diperlukan dan dilaksanakan sesuai kesepakatan.

Namun ingat, karena penyusunan renkon itu merupakan salah satu programnya BPBD, maka pemilihan peserta renkon itu haknya BPBD. Siapa, dari unsur apa dan berapa orang yang akan diajak menyusun renkon itu terserah BPBD. Namun, tidak ada salahnya jika relawan pun mengetahui apa itu rencana kontijensi penanggulangan bencana. wallahu a’lam bishowab. Salam kemanusiaan. bersatu bersinergi untuk peduli dan terus menginspirasi. [eBas/JumatPahing-18092020]

 

 

Minggu, 13 September 2020

UJI PETIK JUKLAK PERENCANAAN LOGPAL BNPB

“Website milik BPBD Kabupaten/Kota sering kali kosong tidak ada berita terkait dengan program penanggulangan bencana di daerahnya. Datanya pun banyak yang lama belum diperbaharui. Untuk itu perlu pembaharuan data secara berkala sesuai perkembangan situasi dan kondisi serta pelaksanaan program,” Kata Elok, staf BNPB, dalam sesi tanya jawab uji petik Juklak Perencanaan Logistik dan Peralatan (logpal) BNPB.

Masih kata Elok, data yang ada di BPBD Kabupaten/Kota dan BPBD Provinsi masih sering berbeda dengan yang dimiliki BNPB. Mungkin kedepan hal yang seperti ini perlu ada sinkronisasi data untuk mempermudah penyusunan kebijakan. Termasuk data logpal yang harus siap digunakan setiap waktu.

Apa yang dikatakan Elok merupakan kondisi nyata yang tampaknya masih sulit untuk diperbaiki karena banyak persoalan yang berkelindang di dalam lembaga yang menangani masalah bencana. Apalagi masalah politik lokal sering kali ikut bermain.

Kegiatan uji petik ini bertempat di Hotel Grand Mercure, Surabaya, jumat (11/09/2020). Pesertanya terdiri dari beberapa BPBD Kabupaten/Kota yang ditunjuk, dunia usaha, media massa, dan relawan yang diwakili oleh salah satu pengurus SRPB Jawa Timur.

Dalam naskah yang diuji cobakan, dikatakan bahwa logpal sebagai bagian dari proses penanggulangan bencana yang dikoordinasikan oleh BNPB atau BPBD, memiliki peran penting dalam meminimalisir dampak atau korba bencana. Ke depan, perencanaan logpal harus dilakukan dengan prinsip efektif, efisien, partisipatif, transparan dan akuntabel.

Disebutkan pula bahwa perencanaan dan pengelolaan logpal harus memenuhi tiga hal yang mendasar. Yaitu melibatkan sinergitas pentahelix, didukung oleh platform berbasis teknologi informasi, serta mobilisasi dan distribusi logpal yang responsif saat terjadi bencana.

Yang tidak kalah pentingnya adalah, keterlibatan media, yang diharapkan mampu memberikan informasi dan edukasi positif serta menjadi bagian dari kekuatan yang konstruktif. Termasuk dalam membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya pengurangan risiko bencana.

Artinya, media massa diharapkan dapat menyampaikan pesan secara transparan, cepat dan objektif atas bencana yang terjadi, serta apa yang harus dilakukan masyarakat untuk membantu mempercepat upaya penanggulangan bencana.

Sesi tanya jawab yang dipandu oleh Dosen dari UNITOMO, Surabaya ini sangat dinamis. Masing-masing memberikan masukan terhadap naskah juklak perencanaan logpal untuk penyempurnaan, dikaitkan dengan kondisi dan potensi ancaman bencana yang ada dan berbeda dimasing- masih daerah.

Dalam sesi itu juga disinggung tentang peraturan kepala BNPB nomor 26 tahun 2014, tentang pedoman pemanfaatan logistik. Dikatakan bahwa Logistik yang berada di BPBD Propinsi dan kabupaten/kota pada prinsipnya dipergunakan hanya untuk keadaan darurat bencana, namun apabila dipandang perlu dapat dimanfaatkan pada masa pra bencana sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan.

Kemudian dikatakan, Pemanfaatan logistik pada masa pra bencana untuk kebutuhan lain yang menunjang kegiatan kebencanaan diatur tersendiri atau atas persetujuan BNPB. Diantaranya, logistik kategori pangan dapat dimanfaatkan apabila mendekati masa kadaluarsa (2 bulan sebelumnya).

Namun nyatanya, masih banyak BPBD yang belum berani memanfaatkan logistik untuk kegiatan peningkatan kapasitas relawan dalam bidang kebencanaan. Sehingga banyak yang membiarkan logistik kategori pangan kedaluwarsa dan akhirnya dimusnahkan dengan disertai berita acara.

Terkait dengan pelibatan elemen pentahelix, diharapkan BPBD membentuk pusat informasi, pemantauan dan evaluasi situasi di lokasi bencana dengan melibatkan unsur komunitas relawan (masyarakat terlatih). Begitu juga dalam hal memberikan pendampingan (dan sosialisasi PRB) kepada daerah yang memerlukan.

Dengan kata lain, BPBD diharapkan mengkoordinasikan semua komunitas/lembaga yang terkait dalam penanggulangan bencana. Termasuk di dalam pengelolaan logistik dan peralatan penanggulangan bencana yang sesuai dengan potensi bencana yang ada.

Jangan sampai potensi bencana yang ada itu misalnya erupsi gunung berapi, namun yang diberikan adalah logpal yang berkaitan dengan bencana banjir. Atau semua BPBD diberi bantuan logpal yang sama secara merata, sehingga banyak logpal yang mubadzir. Wallahu a’lam. [eBas/ MingguPahing-13092020]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

KANG PALIH PEGANG SRPB MAGETAN

Akhirnya, di masa pandemi covid-19 ini, dengan suara aklamasi, Kang Palih diserahi amanah untuk menjadi ketua SRPB Kabupaten Magetan. Tidak “gemen-gemen”, Kang Palih dilantik langsung oleh Bupati Magetan, Suprawoto. Disaksikan Kepala Dinas Kesehatan Magetan dan Kalaksa BPBD Magetan, Ari Budi Santoso.

Kegiatan yang digelar di Sekretariat SRPB, Dukuh Kambingan, Desa Kuwonharjo, Kecamatan Takeran, Kabupaten Magetan, sabtu (13/9/2020), juga disaksikan oleh Staf Ahli Gubernur Jawa Timur bidang Kebencanaan, Suban Wahyudiono, dan Kabid PK BPBD Provinsi Jawa Timur, Gatot Subroto. Sebuah peristiwa langka, kegiatan komunitas dihadiri beberapa pejabat penting.

Kiranya Kang Palih sangat senang dan bangga, prosesi pelantikan kabinetnya sukses, aman terkendali. Apalagi Pengurus SRPB Jawa Timur juga turut ‘mangayu bagyo’ dengan segala keceriaan dan harapan agar Kang Palih segera menampakkan keberadaannya. Gak Pake Lama, langsung wat wet sat set, cancut tali wondo, menyingsingkan lengan baju menuju harapan baru.

Ya, sebuah tanggung jawab yang harus segera digulirkan dalam berbagai program, agar Pak Bupati dan pejabat yang menyempatkan hadir di Dukuh Kambingan, percaya bahwa kehadirannya tidak sia-sia dan yakin bahwa Kang Palih mewarisi semangatnya Ki Mageti dalam “mrantasi tugas” yang diemban. Apalagi di belakang Kang Palih juga bercokol orang-orang hebat dengan segala kapasitasnya.

Tentu, Kang Palih dipilih itu karena pengalamannya yang banyak di dunia kerelawanan. Ya, senior satu ini memang telah lama malang melintang dibidang tugas kemanusiaan. Segala suka duka berkecimpung dalam organisasi telah menempa Kang Palih. Inilah modal sosial yang telah dimilikinya untuk menjadi trigger SRPB Magetan dengan segala program inovasinya yang kreatif.

Lihat saja “Bathuk’e tambah ombo lan kinclong” pertanda Kang Palih itu seorang pemikir dan pekerja keras, sampai badannya gak sempat gemuk. Ya, Kang Palih memang lelaki yang istikomah dengan bentuk badang yang kurus tapi atletis.

Banyak harapan dari undangan yang dilontarkan malam itu. Intinya, semua berharap, semoga SRPB Magetan dibawah rezimnya Kang Palih dapat bermanfaat dalam penanggulangan bencana dan upaya pengurangan risiko bencana, melalui sosialisasi dan edukasi.

Jangan lupa, keberadaan SRPB sebagai wadah berkumpulnya berbagai organisasi dan komunitas itu, hendaknya bisa menjadi katalisator antar elemen pentahelix dalam kegiatan kebencanaan dan Kemanusiaan di Magetan, serta bersinergi dengan BPBD Magetan dan Dinas terkait. Sehingga jargon ‘masalah bencana adalah masalah bersama’ menjadi nyata adanya.

Pastilah Kang Palih dan SRPB Magetan akan menjadi gunjingan banyak pihak karena dikukuhkan langsung oleh Pak Bupati. Tentu mereka akan mencari tahu dan menunggu program nyata yang bermanfaat bagi sesama warga Magetan. Untuk itu Kang Palih harus tetap amanah, bukan “aman ah” kayak tetangga sebelah. Dimana, setelah berhasil jadi ketua SRPB langsung “Mblenjani Janji”.

Tidak ada salahnya jika Kang Palih dan kabinetnya segera mengatur langkah melakukan muhibah ke berbagai dinas serta komunitas terkait untuk mengenalkan diri sekaligus membangun sinergi. Siapa tahu disana ada banyak program yang bisa dikerjakan secara keroyokan dan hasilnya bisa dirasakan secara transparan.

Yang bagaimana itu ?. Mari ditunggu aksi nyata Kang Palih dengan Kabinetnya yang (mungkin) sedang menyusun program di Dukuh Kambingan. Tentulah sambil nyruput kopi dan ngemil lempeng Magetan yang di-dulit-kan sambel pecel. Salam Tangguh, tetap bersatu bersinergi untuk peduli. [eBas/SeninPon-14092020]

Kamis, 10 September 2020

WEDANG KOPI BANYU UDAN DI BALAI DESA PRODO PASURUAN

Judul diatas adalah benar adanya. Membuat wedang kopi, dimana airnya adalah air hujan yang ditampung kemudian diolah dengan metode elektrolisa alias di setrum sehingga dapat langsung diminum.

Konon, minum air hujan yang sudah dielektrolisasi sangat baik bagi tubih, bahkan ada yang percaya sebagai obat untuk kesehatan. Termasuk dimasak sampai mendidih untuk membuat wedang kopi yang siap disruput oleh para Juri desa tangguh bencana (destana) dari tingkat Provinsi.

Ya, hari itu, kamis (10/9) di Balai desa Prodo, Kecamatan Winongan, Kabupaten Pasuruan diadakan penilaian Destana tingkat jawa Timur. Tim Jurinya beragam. Disamping dari BPBD Provinsi Jawa timur, juga dari Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Bapemas, IABI, dan SRPB Jatim.

Dalam penilaian kali ini, Desa Prodo masuk kategori lomba Destana Utama, dengan indikator: a). Adanya kebijakan PRB yang telah dilegalkan dalam bentuk perdes atau perangkat hukum setingkat di kelurahan. b). Adanya dokumen perencanaan PB yang telah dipadukan ke dalam (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) dan dirinci ke dalam Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa), c). Adanya Forum PRB yang beranggotakan wakil-wakil masyarakat, termasuk kelompok perempuan dan kelompok rentan, dan wakil pemerintah desa/kelurahan, yang berfungsi dengan aktif.

Kemudian, d). Adanya Tim Relawan PB Desa/Kelurahan yang secara rutin terlibat aktif dalam kegiatan peningkatan kapasitas, pengetahuan dan pendidikan kebencanaan bagi para anggotanya dan masyarakat pada umumnya.

Selanjutnya, e). Adanya upaya-upaya sistematis untuk mengadakan pengkajian risiko, manajemen risiko dan pengurangan kerentanan, termasuk kegiatan-kegiatan ekonomi produktif alternatif untuk mengurangi kerentanan. f). Adanya upaya-upaya sistematis untuk meningkatkan kapasitas kesiapsiagaan serta tanggap bencana.

Forum PRB Desa Prodo memang baru dibentuk dan disahkan oleh Kepala Desa Setempat. Namun kegiatan yang sudah dilakukan terkait dengan upaya pengurangan risiko bencana, sudah banyak dilakukan dengan melibatkan seluruh warga secara gotong royong.

Banjir merupakan bencana yang rutin datang setiap musim penghujan. Untuk itu sosialisasi masalah bagaimana bersikap saat banjir datang menggenangi daerahnya setinggi dada orang dewasa, serta bagaimana upaya mengurangi bahaya banjir dan menangani pasca bencana, kiranya sangat perlu digalakkan.

Upaya itu diantaranya adalah kerja bakti membersihkan lingkungannya, memasang rambu-rambu evakuasi, menyiapkan tempat pengungsian, mengadakan lumbung pangan dan jimpitan. Serta memanfaatkan dana desa untuk kegiatan kebencanaan seperti pesan dari permendes nomor 16 tahun 2018, tentang Prioritas penggunaan Dana Desa tahun 2019.

Dalam pasal 12, poin d, nomor 3, dikatakan, …..  untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas masyarakat Desa yang meliputi, pengelolaan kesiapsiagaan menghadapi bencana alam da konflik sosial, penanganan bencana alam dan konflik sosial, serta penanganan kejadian luar biasa lainnya.

Dalam rangka memperkuat ketahanan ekonomi, mereka juga memanfaatkan lahan di pinggiran jalan desa dengan ditanami aneka sayur serta mengadakan jimpitan beras, bekerja sama dengan BUMDES.

Banyak sekali informasi menarik yang didapat oleh tim juri saat berdialog dengan berbagai elemen masyarakat terkait penanganan bencana secara mandiri. Tim juri pun sempat melihat kondisi lapangan yang menjadi langganan banjir. Juga melihat kelengkapan administrasi dan sarana prasarana pendukung lainnya yang menunjang upaya penanggulangan bencana.

Sambil nyruput wedang kopi banyu udan, saran yang layak diperhatikan oleh anggota Forum PRB Desa Prodo adalah, perlunya mengagendakan kegiatan kerja bakti serta membangun jejaring kemitraan dengan berbagai komunitas.

Sedangkan untuk meningkatkan kapasitas anggota Forum yang baru lahir ini, kiranya perlu ada pembinaan dan pendampingan dari berbagai pihak, dalam bentuk lokalatih, saraserahan dan diskusi kebencanaan. tentunya, semua ini akan lebih gayeng jika ditemani wedang kopi banyu udan. Wallahu a’lam bishowab. [eBas/Kamis malem JumatKliwon-10092020]*

 

 

 




Selasa, 08 September 2020

PENILAIAN DESTANA YANG TANGGUH BENCANA

Kalau tidak salah dengar, BNPB membuat program desa tangguh bencana (destana) itu dalam rangka mengajak seluruh masyarakat untuk meningkatkan pemahaman tentang potensi bencana di daerahnya masing-masing. Karena, setiap terjadi bencana, masyarakatlah yang pertama merasakan, menjadi korban dan masyarakat pula yang pertama bergerak menolong korban bencana.

Untuk melihat program tersebut berjalan, diadakanlah penilaian destana. Tim jurinya terdiri dari berbagai elemen, diantaranya relawan. Tentu sebelumnya, mereka diberi bekal yang memadai, sehingga dalam melaksanakan tugas sebagai juri tidak asal menilai demi daya serap anggaran. Dengan demikian akan terpilih destana yang benar-benar destana.

Ada pula yang bilang bahwa setiap penilaian destana, bertujuan untuk mengetahui posisi desa tersebut tangguh terhadap bencana atau tidak saat ini. Dari informasi yang didapat akan dijadikan bahan menyelenggarakan lokalatih untuk meningkatkan ketangguhan masyarakat menghadapi potensi bencana yang ada di desanya.

Idealnya, dalam penjurian berpedoman pada buku Standar Nasional Indonesia (SNI) 8357 : 2017, tentang Desa dan Kelurahan Tangguh Bencana, dikatakan bahwa dengan penerapan SNI Desa dan kelurahan tangguh bencana, diharapkan upaya-upaya pengelolaan risiko bencana tersebut dapat secara nyata berkontribusi dalam penurunan risiko bencana termasuk dampak perubahan iklim melalui pemberdayaan masyarakat desa dan kelurahan dengan pelibatan langsung masyarakat termasuk didalamnya kelompok rentan dan kelompok marginal lainnya.

Perangkat penilaian Desa dan Kelurahan tangguh bencana ini menilai 5 komponen. Yaitu, komponen 1: kualitas dan akses layanan dasar, serta komponen 2: dasar sistem penanggulangan bencana.

Kedua komponen tersebut merupakan indikator dasar, seperti termaktub dalam SNI, untuk memastikan usaha-usaha penguatan ketangguhan dapat berjalan dengan baik. Berikutnya, komponen 3: pengelolaan risiko bencana; komponen 4: kesiapsiagaan darurat, dan komponen 5: kesiapsiagaan pemulihan. Ketiga komponen ini merupakan representasi proses untuk mewujudkan indikator hasil dalam SNI.

Hasil dari penilaian, akan menentukan Desa/Kelurahan yang benar-benar layak menyandang gelar Destana Utama, Destana Madya, atau Destana Pratama.

Namun rambu-rambu penilaian yang ada di dalam SNI bisa dibijaksanai sesuai dengan situasi dan kondisi. Termasuk penilaian tentang penanganan pandemi covid-19 serta sosialisasi protokol kesehatan, kiranya perlu juga diadakan. Sehingga personil destana juga tangguh dalam memutus rantai sebaran covid-19.

Yang jelas, kegiatan penilaian destana kali ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Seluruh aktivitas kehidupan dimasa pandemi haruslah mentaati protokol kesehatan. seperti menjaga jarak, memakai masker, dan mencuci tangan dengan sabun. Semua ini perlu dijalankan agar kegiatan penilaian destana tidak meninggalkan masalah baru, yaitu timbulnya klaster destana. Salam Tangguh, Salam Kemanusiaan. [eBas/RabuPon-09092020]