“Terimakasih kepada Pak Papang yang telah berkenan jagongan di warkop Lorong Café, ngobrol bareng dengan relawan. Terima kasih tausyiahnya yang menggelitik dan asik. Sangat menginspirasi kami untuk dijadikan sebuah aksi,” Kata Temannya Cak Alfin, setelah mendengarkan uraian panjang Pak Papang tentang relawan, destana PRBBK dan covid-19.
Ya, Pak
Papang, yang digelari Panglima Relawan, minggu (20/9/2020) malam, berkenan
mampir ke Warkopnya Cak Alfin untuk ngobrol lesehan bersama relawan sambil
menikmati kopi racik dan jajanan ala kadarnya. Tanpa canggung, Pria yang
kesehariannya menjadi staf di BNPB ini, ngincipi jajanan yang dihidangkan. Sehingga
suasana semakin akrab bersahabat.
Dalam kesempatan
itu, Pak Papang juga bercerita tentang perkembangan komunitas banyu bening dan
gagasan untuk meningkatkan peran Forum PRB di semua tingkatan sebagai aktor
yang langsung bersentuhan dengan masyarakat, sesuai konsep PRBBK.
Dalam salah
satu tausyiahnya pria yang datang ke Lorong Café didampingi Cak Jie ini
menantang relawan untuk membuat desa binaan yang dikerjasamakan dengan berbagai
komunitas, agar terjadi koordinasi diantara aktor lokal. (mungkin beliau
bermaksud untuk menghilangkan ego sektoral diantara komunitas, yang sampai saat
ini masih ada). Sebuah tantangan yang tidak mudah dijawab.
“Relawan harus
selalu belajar meningkatkan kapasitas secara mandiri. Jangan hanya tergantung
pada pemerintah. (dalam hal ini BPBD atau BNPB). Jagongan seperti ini juga
merupakan media belajar bersama, bukan sekedar ngopi kemudian pergi,” Pesan
Kasubdid Pemberdayaan Sumber Daya BNPB.
Sambil menikmati
wingko babat, Pangarso Suryotomo, begitu nama lengkap Pak Papang, melemparkan
pertanyaan kepada relawan, yang malam itu ikut ngobrol bareng. Pertanyaan yang
tidak pernah diduga oleh siapa saja.
“Relawan itu
apa tho, mengapa seseorang mau jadi relawan. apakah relawan juga mengedukasi
keluarganya tentang pengurangan risiko bencana?,” Katanya sambil mempermainkan
asap rokoknya.
Semua diam,
senyam senyum saling melirik mencari jawaban. Mau menjawab takut salah,
sehingga diam adalah pilihan terbaik. Yah, Sebuah pertanyaan yang tidak pernah
dipikirkan dan jarang dipermasalahkan. Semua mengalir begitu saja untuk
kemudiam surut ke belakang seiring usia yang semakin renta, diganti oleh yang
muda. Begitulah siklus keberadaan relawan.
Andaikan dijawab,
pasti akan banyak jawaban yang saling bertabrakan. Karena jawabannya pasti
beragam, sesuai keyakinan dan kepentingan masing-masing individu. Mungkin akan
muncul jawaban yang normatif. Seperti panggilan jiwa, sekedar hobi, ingin
membantu sesama, dan seabreg jawaban lain.
Dalam hipwee.com,
dijelaskan panjang lebar tentang mengapa orang menjadi relawan. Diantaranya, disebutkan
bahwa dengan menjadi relawan, membuat pikiranmu menjadi terbuka, kamu belajar
memahami perbedaan, kamu belajar untuk tulus menolong, berempati, dan tentu
saja ini akan membentuk kepribadianmu lebih baik. Kamu belajar, bahwa terkadang
bahagia itu bukan hanya soal uang, tapi bagaimana rasanya bahagia membantu
orang lain.
Benar tidaknya,
masing-masing relawan lah yang bisa menjawab, khususnya yang berkesempatan
jagongan di warkop Lorong Cafe. Yakinlah Pak Papang tidak memerlukan jawaban. Pertanyaan
beliau Cukup dijadikan bahan renungan agar dalam berkegiatan, masing-masing
relawan bisa total melakukan kerja-kerja kemanusiaan. Wallahu a’lam bisshowab.
Bersatu Bersinergi Untuk Peduli dan Menginspirasi. [eBas ndleming dewe/seninKliwon-21092020]