Pada
acara evaluasi kegiatan ekspedisi destana tsunami (EDT) 2019, hari pertama,
Lilik Kurniawan, Direktur Pemberdayaan Masyarakat sekaligus komandan Pengendali
kegiatan, wajahnya agak ditekuk karena suntuk. Percampuran capek dan penat
seharian mengawal kegiatan yang ternyata di luar ekspektasinya.
Evaluasi
diadakan di tenda yang ditempati kawan-kawan dari sekretariat bersama relawan
penanggulangan bencana (SRPB) Jatim, dengan dukungan pencahayaan yang
minimalis, alias remang-remang namun berjalan khitmad sambil duduk merapat,
saling bersentuhan syahdu tanpa nafsu.
Disana,
diwajahnya, terbersit rasa kecewa. Bahkan saat membuka evaluasi, beliau sempat
bilang “Kegiatan hari ini gagal” Ucapnya tanpa ekspresi, menatap satu satu
wajah yang hadir. Untung cahayanya minim sehingga tidak terlihat perubahan
warna wajah beliau. Termasuk wajah Ning Chica dan mbak Sri, yang mengurusi
logistik relawan.
Waduh,
kaget juga mendengar vonnis pria yang saat ini sedang menyelesaikan program
doktor di Universitas Brawijaya, Malang. Mengapa Pak Lilik sampai bilang gagal ya?. Apakah
karena target dari 48 Desa di Kabupaten Banyuwangi, hanya 19 Desa yang mengisi
PKD (penilaian ketangguhan desa). jelas kurang dari 50%. Atau kecewa karena
beberapa komunitas yang menyatakan bersedia hadir pada pembukaan EDT 2019,
ternyata ‘Jauh Panggang dari Api’. langsung muntaber (mundur tanpa berita).
Jika hal
tersebut di atas benar adanya, maka itu jelas bukan ranahnya relawan yang
tergabung dalam SRPB JATIM. karena, jauh hari sebelum berangkat, relawan yang
terdaftar sudah berniat ikut mensukseskan acara dengan menampakkan kinerja ‘ala relawan’. Ya, para relawan peserta
EDT 2019 sudah melaksanakan agenda sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat
tentang bahaya bencana tsunami.
Walau
tanpa ‘buku panduan turun ke lapangan’,
relawan yang dibagi dalam beberapa kelompok kecil bisa menyelesaikan tugas, dan
hasilnya di share di grup whatsApp. Semua dilakukan dengan kreativitas dan
pengalaman masing-masing personil, dalam membangun komunikasi dengan warga
setempat.
Ternyata,
banyak warga (bahkan perangkat desa) yang tidak tahu jika daerahnya akan ‘dikunjungi’ relawan. sehingga mereka
kurang siap menerima kedatangannya. Nah, kalau sudah begini, siapa yang gagal
berkomunikasi ?. termasuk berkomunikasi untuk memobilisasi relawan lokal
berpartisipasi memeriahkan acara yang baru digelar tahun bershio babi tanah
ini.
Sambil
menikmati kopi Banyuwangi dan jajanan yang dibagikan, kegiatan evaluasi
berjalan gayeng. Sambil guyon tipis-tipis, walau lelah telah menggelayut di
mata semua peserta, mereka tetap merencanakan kegiatan esok hari agar dapat
berjalan lebih baik.
Seperti
munculnya harapan agar BPBD daerah berikutnya melibatkan komunitas relawan
lokal. Khususnya organisasi relawan yang memiliki banyak anggota. Seperti
Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Termasuk mengajak organisasi perangkat daerah
untuk mendukung acara agar EDT 2019 di daerahnya semarak dan berkesan.
Kemudian,
yang tidak kalah penting adalah BPBD menghubungi (mengkondisikan) daerah yang
akan dijadikan sasaran sosialisasi dan edukasi bencana tsunami. Sungguh, jika
harapan yang muncul dalam kegiatan evaluasi berteman kopi itu bisa direalisasi,
tentu kegalauan Pak Lilik akan terpatahkan. Berganti senyum bahagia melihat
dedikasi dan loyalitas seluruh elemen yang terlibat.
Alhamdulillah,
di hari selanjutnya ada perubahan yang membahagiakan. Hal ini terlihat dari
informasi relawan yang melakukan “Sambang
Desa”. Dimana, masyarakat sangat antusias menyambut kedatangan ‘Pasukannya Pak Papang’ dengan konsep
gupuh, lungguh, lan suguh.
Pasti Pak
Lilik juga akan tersenyum (tidak kecut) melihat tingkah lucu Cak Amir dengan
lagu andalannya, Sahara. Juga goyang RX King Kang Ardhi Obis serta Songkok
super tinggi milik uztad Yoyok mBangilan, khas kultur Nahdiyin. Merekalah yang
menghibur sekaligus menyemangati relawan lain agar tetap bahagia saat istirahan
di tenda.
Tidak
lupa, masing-masing kelompok mencatat hasil kegiatannya, pun ada yang
memvidiokan untuk kemudian di upload lewat media sosial (WA, FB, dan IG).
Termasuk Pak Lilik yang melakukan siaran langsung di Radio Bintang Tenggara
Banyuwangi.
Semua ini
dilakukan dalam rangka membantu BNPB/BPBD mengabarkan kegiatan eDT 2019 kepada
khalayak ramai, akan pentingnya menumbuhkan kesadaran mitigasi dan
kesiapsiagaan menghadapi bencana. Khususnya kepada warga yang berdomisili di
kawasan rawan bencana. Sekaligus bisa menjadi bahan pembelajaran bagi para
pejuang kemanusiaan (pinjam istilahnya Pak Lilik), di berbagai daerah.
Kegiatan
yang dibuka langsung oleh Kepala BNPB di Pantai Boom, Banyuwangi ini semakin
istimewa dengan kehadiran Pak Prof, begitu sebutan akrab Syamsul maarif, dosen
Universitas Pertahanan. Beliau sempat merapat di sektor Jember, Lumajang, dan
Malang. Bahkan melakukan wawancara langsung dengan warga terkait dengan potensi
bencana yang ada serta kebiasaan mereka menghadapi bencana, sambil melihat
rambu-rambu evakuasi di beberapa titik strategis.
“Secara
umum, kegiatan ini cukup berhasil dan perlu ada tindak lanjutnya. Namun perlu
juga melakukan evaluasi agar semuanya tetap dalam kendali, sehingga dapat
membuahkan hasil yang lebih baik lagi,” Ujarnya sambil melihat foto-foto
kegiatan EDT 2019 yang bersemangat penuh canda tawa.
Sementara
Papang Pangarso, yang dijuluki Panglima Relawan, mengatakan agar semua catatan
hasil kegiatan sosialisasi dan edukasi diserahkan ke Ning Titis, salah seorang
tim penulis BNPB. Termasuk foto-foto kegiatan dari berbagai sudut pengambilan.
Harapannya tentu aneka tulisan dan foto dari peserta EDT 2019 itu bisa
didokumentasikan dalam sebentuk buku yang bisa menjadi kenangan terindah untuk diwariskan
ke generasi selanjutnya. Bukan sekedar untuk melengkapi laporan kegiatan
sebagai pertanggungjawaban anggaran program semata.
Semuanya
tergantung pada kebijakan Pak Lilik Kurniawan yang saat ini sedang ‘Naik Daun’. Jika sebagai komandan masih
menganggap kegiatan ini gagal, ya gagal pula harapan mendokumentasi ‘jerih payah’ relawan yang
berpartisipasi dalam EDT 2019.
Untuk itu,
tidak ada salahnya jika abah Santo dari LMI dan kawan-kawan meluangkan waktunya
barang semenit dua menit untuk berdoa agar Pak Lilik tidak suntuk lagi. Agar
tidak ada lagi guratan lelah diwajahnya.
Kini,
Pataka EDT 2019 telah bergeser dari jawa timur menuju jawa tengah dan akan berakhir
di jawa barat nantinya. Harapannya, tidak akan ada lagi kata gagal terucap dari
siapapun. Jika disana sini masih dijumpai kekurangan tipis-tipis, itu wajar
terjadi di setiap kegiatan. Namanya juga kerja ‘keroyokan’ yang memerlukan koordinasi antar elemen, pasti ada
kendala dikarenakan masing-masing elemen memiliki protap dan juklak sendiri
yang berbeda dan memerlukan kepedulian dan saling pengertian.
Artinya, Pak
Lilik, Pak Papang dan Pak Wartono bisa merangkul dan mengajak semua elemen. Baik
itu unsur masyarakat, akademisi, praktisi, dunia usaha, media dan satuan kerja
perangkat daerah terkait agar berkenan untuk berpartisipasi aktif memeriahkan
gelaran EDT 2019.
Dengan bergesernya
Pataka EDT 2019 keluar Jawa timur, maka Relawan pun sudah beranjak pulang,
kembali ke rutinitas masing-masing yang memiliki tanggung jawab sosial di
lingkungannya. Semoga pengalaman yang mengharu biru ini bisa menjadi cerita
panjang yang menginspirasi program SRPB JATIM ke depan penuh makna dengan membangun sinergi dengan berbagai komunitas dan tentu saja dengan BPBD serta BNPB. Wallahu a’lam bishowab. Salam Tangguh, Salam Kemanusiaan.
[eBas/Rabu Kliwon-24/7]