Kamis, 26 Agustus 2021

JEMBATAN PEDULI NEGERI KARYA RELAWAN

Belum hilang rasa lelah, belum terobati capeknya, bahkan belum sempat pulang untuk bertemu keluarga yang menunggu dirumah, setelah ditinggal sekitar 1 (satu) bulan, mereka harus mampir dulu ke sebuah Desa di kabupaten Nganjuk.

Ya, mereka, Tim Relawan dari Daarul Tauhid Peduli (selanjutnya disingkat DT Peduli), langsung menuju ke lokasi yang sangat membutuhkan jembatan untuk menyeberangi Sungai Kuncir, di Desa Cepoko, Kecamatan Berbek, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, untuk pengamatan awal.

Seperti berita yang sempat dimuat di beberapa media lokal, beberapa waktu yang lalu, bahwa di Desa tersebut ada 2 (dua) Dukuh/Dusun yang terputus oleh sungai, dan tidak ada jembatan penghubung. Yaitu Dukuh Bayeman dengan Dukuh Tahunan.

Masyarakat Dukuh Tahunan harus menyeberangi sungai dengan susah payah untuk berinteraksi dengan daerah lain. Termasuk ketika harus Sholat Jum’at ke Dukuh Bayeman. Bukan hanya itu, mereka juga harus memikul keranda mayat dengan menyeberangi sungai jika akan memakamkan jenasah warga yang meninggal dunia.

Artinya, keberadaan jembatan sangatlah dibutuhkan oleh warga setempat. Bukan hanya untuk mobilitas ekonomi warga saja yang diuntungkan dengan adanya jembatan. Beberapa oknum pun juga turut menikmati keberadaan jembatan untuk melancarkan aksinya.

Berita tentang kondisi ini sampai juga ke teman-teman relawan DT Peduli cabang Surabaya, sehingga dimasukkan menjadi rencana program Jembatan Peduli Negeri berikutnya. Ketika rencana ini sedang dalam pembahasan, ternyata bertepatan dengan kepulangan Tim Jembatan Peduli Negeri dari Samarinda, Kalimantan Selatan setelah menyelesaikan program yang sama yaitu Jembatan Peduli Negeri disana.

Tanpa menunggu lama-lama, rencana ini langsung disampaikan kepada relawan yang dalam perjalanan pulang dari Kalimantan menuju ke Jawa Barat, yang kebetulan rencananya menyeberang ke Tanjung Perak, Surabaya.

“Jangan pernah lelah untuk berbuat baik”, rupanya semangat ini masih tetap melekat di jiwa teman-teman relawan, ini dibuktikan dengan mengabulkan permintaan dari Relawan DT Peduli Surabaya untuk mampir ke Nganjuk, melakukan survey lokasi yang sangat membutuhkan jembatan penghubung antar 2 (dua) dukuh/dusun tersebut.

Sabtu (21/8/2021) malam, sekitar pukul 22:00 WIB, kabar rencana survei lokasi di Nganjuk ini disampaikan juga kepada penulis, yang kebetulan juga relawan kebencanaan dan sering bersinergi dengan mereka, di beberapa lokasi bencana alam di Indonesia.

Tanpa pikir panjang penulispun menyanggupi untuk menemani survei besuk pagi, sekaligus ajang temu kangen diantara kami para relawan untuk mempererat tali silaturahmi, sambil ngopi berbagi informasi.

Minggu (22/8/2021), pukul 10:15 WIB rombongan Relawan DT Peduli  yang berjumlah 10 (sepuluh) orang yang terdiri dari 5 (lima) orang yang dari Kalimantan, ditambah 5 (lima) orang dari Kantor Cabang Surabaya.

Sesampai di Balai Desa Cepoko, langsung menghubungi Kepala Desa Cepoko, untuk menyampikan rencana-rencana tersebut. Bapak Kholid Iskandar sebagai Kepala Desa sangat terkejut, sekaligus senang mendengarkan rencana yang disampaikan oleh Kepala Bagian Program DT Peduli Cabang Surabaya, Mas Bayu.

“Kok tidak ada pemberitahuan sebelumnya pak, sungguh kami sangat senang dan sekaligus kaget...” Ujar Pak Kades.

Menurutnya, sudah beberapa kali mereka mengajukan ke pemerintah, dan sudah beberapa kali disurvei, tapi belum direalisasi dengan berbagai alasan yang tidak dipahami oleh warga.

Hal ini juga dibenarkan oleh beberapa warga yang sempat temui di tepi sungai, saat peninjauan lapangan.

“sudah sekitar 20 tahun lebih jembatan disini rusak, terakhir ada sekitar tahun 1995, itupun jembatan bamboo. Mudah-mudahan bisa direalisasikan ya pak...” Kata warga dengan penuh harap.

Sekitar 2 jam Tim Relawan DT Peduli ditemani Kepala Desa Cepoko dan beberapa warga melakukan pengecekan di bantaran sungai, menyeberangi sungai ke Dukuh sebelah dan juga menerbangkan Drone untuk mengecek kondisi sekaligus mengukur lebar sungai.

Perlu diketahui bahwa jarak Balai Desa dan Kantor Desa Cepoko dengan sungai tempat penyeberangan yang disurvei tadi hanya sekitar 500 meter.

Setelah dirasa cukup data terkumpul, tim kembali ke Balai Desa Cepoko untuk sedikit membahas hasil survei dan kemungkinan-kemungkinan realisasi jembatan bersama Kepala Desa dan beberapa perangkat desa yang sudah menunggu di Balai Desa.

Kopi Panas dan jajanan ala Desa telah terhidang. Suasana akrab bersahabat itu, memudahkan kedua belah pihak membangun komunikasi untuk mencapai kesepahaman, bahwa jembatan itu perlu segera diwujudkan.  

“Mudah-mudahan bisa segera dibuatkan jembatan ya pak...” ujar salah satu perangkat desa yang tidak mau disebut namanya, sambil menyeruput kopi.

“Inshaallah... mudah-mudahan pak” jawab Kang I’ip, salah satu relawan DT Peduli yang juga komandan lapangan Jembatan Peduli Negeri yang asli orang Sunda, Bandung, Jawa Barat. Nama lengkapnya Saeful tersebut.

“Aamiin...” kompak semua menjawab seolah dikomando.

“Tergantung menunggu keputusan Mas Bayu...” tambah Kang I’ip, sambil menengok ke Mas Bayu, selaku bagian program DT Peduli Cabang Surabaya.

“Kami susun Rencana Anggaran dulu, dan kami juga sangat berharap jembatan ini segera bisa kami kerjakan” Tegasnya.

Obrolan diakhiri dengan makan siang bersama diwarung pinggir sawah yang berjarak sekitar 1 km dari Balai Desa Cepoko.

“Mohon ma’af di sini adanya cuman warung begini...” kata Pak Kholid, disela-sela kami menikmati Nasi Lodeh lauk Tahu dan Telur Ceplok.

“Sambelnya kurang nih...” celetuk Kang I’ip yang asli Sunda dan terkenal suka sambel pedas dan lalapan.

“Hati-hati kang... salam buat temen-temen di Bandung” kata-kata penutup yang penulis teriakan ke Kang I’ip dan kawan-kawan yang memang sudah sangat akrab dengan kami.

“Siap... CERIAKAN”  Jawaban khas Kang I’ip yang selalu terlontar dari mulutnya maupun postingannya di Media sosial.

Perpisahan itu pun memunculkan harap, agar  Jembatan Peduli Negeri karya relawan sepanjang kurang lebih 70 meter, yang akan menghubungkan ke dua Dusun di Desa Cepoko, Kecamatan Berbek, Kabupaten Nganjuk tersebut bisa cepat terealisasi. Aamiin.

Semoga apa yang digagas relawan kemanusiaan ini (tanpa embel-embel kepentingan tertentu), tidak mendapatkan kendala yang berbau kepentingan tertentu. Termasuk perijinan dan sejenisnya yang kemudian berujung pada kompromi KUHP. Wallahu a’lam bishowab. [*]

 

Penulis : DD, PPWI (Persatuan Pewarta Warga Indonesia),

Relawan CORrE (Community Of Rapid Response Emergency). 

PRAKTEK BAIK PRBBK

Semua aktivis Forum PRB Jawa Timur, pasti sepakat jika praktek baik terkait dengan upaya pengurangan risiko bencana (PRB), sudah banyak dilakukan. Baik secara individu, maupun atas nama Forum PRB. Diantaranya menjadi fasilitator destana dan spab, menjadi inisiator terbentuknya Forum PRB Kabupaten/Kota, serta mengadakan kegiatan  penghijauan dan edukasi konservasi yang banyak melibatkan masyarakat.

Kemudian, saat bulan puasa tahun 2021, ForumPRB dengan dukungan BPBD mengadakan safara Ramadan ke 10 Kabupaten/Kota, melakukan edukasi bencana, dengan memanfaatkan keberadaan mosipena (mobil edukasi penenggulangan bencana). sekedar diketahui saja, bahwa mosipena hanya dimiliki BPBD Provinsi Jawa Timur. sementara BPBD yang lain belum punya dan belum menganggarkan untuk punya.

Sementara itu, beberapa komunitas mitra Forum juga mempunyai agenda sendiri melakukan edukasi, sosialisasi terkait dengan masalah PRB, serta masalah kemanusiaan lainnya di era pandemic covid-19. Tidak lupa, mereka pun juga melakukan peningkatan kapasitas relawan dibidang penanggulangan bencana, sehingga akan muncul relawan yang mumpuni dibidangnya.

Beberapa contoh di atas, tinggal mendokumentasikannya dalam sebentuk buku, tentang praktek baik PRB. Sementara untuk praktek buruknya bagaimana?. banyak yang enggan berbicara. Mungkin takut ‘kualat’, atau takut dibilang sok pinterlah, sok mbois lah dan sok sok yang lain, yang menyakitkan ginjal.

Agar tidak ‘kualat’, maka tidak terlalu salah jika komentar mas Didik Mulyono di grup whatsapp, dicermati secermat-cermatnya dalam mengidentifikasi praktek baik dalam PRBBK. Dia bilang, Bagaimana prosesnya dan apa perubahan yang terjadi di tingkat komunitas untuk memastikan keberlangsungan dan keberlanjutan pengelolaan risiko di wilayahnya/kawasannya?.

Dia juga bilang bahwa, perubahan itu bisa yang positif (misalnya mandiri/independen untuk mengelola risiko dengan kapasitas internal yang mereka miliki), tapi bisa juga yang negatif (misalnya menjadi bergantung pada aktor dari luar dsb).

Apa yang dikatakan pria yang dulu aktif di AIFDR itu, kata kuncinya adalah, keberlanjutan program yang dilakukan masyarakat secara mandiri, karena masyarakat telah merasakan manfaat program yang diterima. Namun, jika masyarakat penerima program belum siap mandiri. Tentunya forum (atas restu BPBD), harus melakukan pendampingan/pembinaan, agar program tidak ‘wasalam’. begitu saja.

Nah, dengan pedoman dari mas Didik di atas itu, apakah praktek baik yang telah dimainkan oleh para pihak yang tergabung dalam Forum PRB, sudah layak ditampilkan sebagai praktek baik dalam KN PRBBK tahun 2021?. Wallahu a’lam bishowab.

Terkait dengan Forum, kala itu, Lilik Kurniawan, Deputi Bidang pencegahan BNPB, dalam rapat  Pembentukan dan Pengelolaan Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) Provinsi Jawa Timur di Hotel Grand Mercure Mirama, Surabaya, Jawa Timur, Senin (26/10/20) dan Selasa (27/10/20). Mengatakan bahwa FPRB terdiri dari perwakilan lembaga usaha, akademisi, organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, media massa, donor, organisasi profesi/keahlian, legislative, yudikatif, dan organisasi perangkat daerah, serta relawan penanggulangan bencana.

Pria bertubuh subur dan murah senyum itu juga bilang, bahwa FPRB memiliki Visi: Memastikan Pembangunan Daerah Berbasis Pengurangan Risiko Bencana. Memastikan kebijakan yang diambil dapat mengurangi risiko bencana saat ini, tidak menambah risiko bencana baru, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat, Memastikan kelembagaan penanggulangan bencana dapat bersinergi dengan baik, antara BPBD  dengan OPD, antara pemerintah daerah dengan masyarakat dan lembaga usaha.

Forum PRB juga harus bisa Memastikan anggaran penanggulangan bencana cukup digunakan dalam penanggulangann bencana sesuai dengan risiko bencana di daerahnya, Memastikan pemberdayaan masyarakat  dilakukan di daerah dalam membangun ketangguhan terhadap bencana, serta Memastikan 7 Objek Ketangguhan : Rumah/Hunian, Sekolah/Madrasah, Puskesmas/RS, Pasar, Rumah Ibadah, Kantor, dan Prasarana Vital lainnya.

Pertanyaannya kemudian, apakah yang dikatakan oleh Pejabat BNPB itu sudah berhasil diperankan oleh Forum, dan masuk di dalam upaya menyusun database dan pendokumentasian praktek baik dan praktek buruk PRB dan mengelola pengetahuan yang telah dihasilkan, untuk dipamerkan dalam gelaran KN-PRBBK tahun 2021. Sehingga akan bisa diadopsi (diduplikasi) oleh daerah lain?. [eBas/KamisWage-26082021]

Sabtu, 21 Agustus 2021

SPAB ITU PENTING TAPI BUKAN PRIORITAS

“Bagi saya kurang menarik. Materi dan topik bahasan kurang mengena dengan judul. Terlebih tidak ada nara sumber yang berkaitan langsung dengan program, seperti kementerian pendidikan dan seknas SPAB. Harap menjadi perhatian untuk pelaksanaan kedepannya, terimakasih,” Kata Roni Nasution, mengomentari webinar dengan judul “Save School Model sebagai Pendekatan Dalam Pendampingan Satuan Pendidikan Aman Bencana, lewat grup PRBBK, yang dibuat dalam rangka persiapan KNPRBBK..

Memang, Kegiatan yang diselenggarakan oleh FK Universitas Brawijaya, Malang ini, mengundang pakar di bidang yang ada hubungannya dengan bencana, tanpa melibatkan pejabat dinas pendidikan. padahal, program SPAB itu ada ‘dicengkeramannya’ pejabat dinas pendidikan, yang punya wewenang untuk mengijinkan pelaksanaan SPAB diselenggarakan di sekolah.

Mungkin, panitia sudah berusaha mendatangkan pihak dinas pendidikan, namun tidak ada yang bersedia. Ya, dapat dimaklumi konsep SPAB ini memang belum familier di kalangan pejabat dinas pendidikan, sehingga perlu dimaklumi jika SPAB belum banyak dilaksanakan. Jika pun sudah dilaksanakan, biasanya hanya sekedar seremonial untuk memuaskan pejabat.

Untungnya ada mBah Dharmo, pegiat kebencanaan yang fasih ‘menjlentrehkan’  konsep SPAB dengan lumayan jelas sehingga peserta webinar yang digelar hari sabtu (21/08/2021), benar-benar puas.

Dalam paparannya, Sekjen Forum PRB Jawa timur itu mengatakan akan pentingnya SPAB sebagai salah satu bentuk dari pemenuhan hak setiap anak di Indonesia untuk memperoleh kehidupan yang aman dari bencana selama menempuh pendidikan di sekolah.

Adapun tujuan dari SPAB diantaranya adalah, meningkatkan kemampuan sumber daya di satuan pendidikan dalam menanggulangi dan mengurangi risiko bencana, memberikan perlindungan dan keselamatan kepada peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan dari dampak bencana di satuan pendidikan, dan membangun kemandirian satuan pendidikan dalam menjalankan program SPAB.

Sementara itu, kegiatan yang dapat dilakukan sekolah dalam rangka membudayakan semangat SPAB, antara lain, membentuk tim siaga bencana di sekolah, peningkatan kapasitas bagi warga sekolah, simulasi bencana secara berkala, dan integrasi PRB ke dalam materi pelajaran dan kegiatan ekstra kurikuler.

Apa yang dijelaskan panjang lebar oleh mBah Dharmo itu sudah dikemas apik dalam kitab suci SPAB yang terbagi dalam tiga pilar, terbitan Kementerian Pendidikan dan UNICEF. Yaitu, Pilar satu, tentang Fasilitas Sekolah Aman, Pilar dua, tentang manajemen Bencana di Sekolah, dan Pilar tiga, tentang Pendidikan Pencegahan dan Pengurangan Risiko Bencana.

Agar kegalauan Roni Nasution di atas terobati, tidak ada salahnya jika Forum PRB merangkul dinas pendidikan sebagai salah satu unsur pentahelix, duduk bersama membahas bagaimana cara mengimplementasikan konsep SPAB di seluruh sekolah. Tentu, yang bisa ‘memaksa’ dinas pendidikan untuk bersemuka dengan anggota Forum PRB adalah BPBD. Hal ini sekaligus memastikan benar-benar telah terjadi sinergi antara BPBD dengan OPD yang ada di daerahnya.

Artinya sinergi pentahelix yang sering digaungkan lewat berbagai seremonial belum terinternalisasikan ke dalam masing-masing OPD. Mereka masih terbelenggu oleh egosektoral dalam menjalankan program dan pelaporan anggarannya. Hal inilah (mungkin) yang menyulitkan untuk berbagi anggaran dalam program PRB dan PB. wallahu a’lam bishowab. [eBas/malemminggu ndleming dewe]

Minggu, 15 Agustus 2021

KNPRBBK TAHUN 2021 DI ERA PANDEMI COVID-19

Di grup whatsapp Relawan PB Indonesia, ada postingan yang mengabarkan bahwa MPBI akan menyelenggarakan Konferensi Nasional Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (KNPRBBK) tahun 2021, dengan melibatkan lembaga dan jejaring lokal tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

Tujuannya untuk berbagi pengalaman, praktik baik, dan merumuskan rekomendasi kedepannya terkait pengembangan dan penerapan PRB berbasis komunitas (PRBBK) di Indonesia.

Kami mengajak rekan-rekan untuk berkolaborasi bersama, memberikan dukungan, dan berbagi ilmu untuk merumuskan pendekatan PRBBK kedepannya yang lebih efektif, adaptif, dan berkelanjutan,” katanya.

          Sebuah penyelenggaraan yang sangat menarik untuk diikuti oleh semua pegiat kemanusiaan. Di arena itu, mereka bisa membangun komunikasi dan memperluas jejaring kemitraan agar pelaksanaan PRB semakin tampak kebermaknaannya bagi masyarakat. Termasuk peran serta masing-masing unsur pentahelix.

Belum selesai membayangkan semaraknya penyelenggaraan KNPRBBK secara virtual, Alfin, salah seorang pengurus forum PRB Jawa Timur, mengirim pesan tentang undangan diskusi online, sabtu (14/08/2021) siang.

 Dalam rangka persiapan Refleksi PRBBK Region, Kami akan mengadakan diskusi pembekalan Metode Refleksi yang akan diberikan oleh Jonatan Lassa (MPBI/Charles Darwin University Australia). Diharapkan kepada semua PIC region untuk dapat hadir pada diskusi ini, sebagai acuan dalam melaksanakan kegiatan Refleksi di masing-masing region yang akan difasilitasi oleh tim PIC Region,” Begitulah bunyi pesannya.

Sebagai anggota biasa, ya tidak mungkin hadir mengikuti rapat virtual. Cukuplah mencari informasi tentang refleksi PRBBK lewat kawan-kawan yang mumpuni dibidang ini. Ada Bang Yeka, Mas Didik, mBak Arna, Cak Alfin, mBah Dharmo, dan mBah Gender Suryantoro. Info dari mereka kiranya cukup untuk mengetahui apa itu praktek PRBBK.

Ada yang bilang bahwa refleksi PRBBK ini dalam rangka; 1. Ingin membangun gerakan bersama dalam upaya PRB. 2. Ingin menggali praktek baik yang sudah dilakukan Komunitas. 3. Mencari bentuk ideal dalam pelaksanaan PRB dengan adaptasi baru di era pandemic covid-19, dan 4. Penguatan kominitas dalam PRB.

“Kerja besar yang telah dilakukan Forum PRB Jawa Timur diantaranya adalah membentuk FPRB tingkat kabupaten/Kota, sampai ke tingkat Desa, beserta pemahaman, fungsi,  dan tugasnya, serta sosialisasi PRB melalui program SPAB dan Destana,” Kata mBah Gender Suryantoro.

Sementara, masih kata tukang tambal ban ini, kalau mau jujur, senyatanyalah upaya memfungsikan keberadaan pentahelix untuk terlibat dalam kerja-kerja PRB, masih agak keteteran. Perlu duduk bersama yang difasilitasi BPBD, untuk membangun kesepahaman.

Terkait dengan peran pentahelix ini, Bang Yeka bilang bahwa belum ada bukti kongkrit tiga pilar segitiga biru (istilah sekarang, pentahelix) itu bekerja sama dalam satu tujuan yg jelas.

“Gimana bentuk kemitraannya, apa dasar atau landasan hukumnya untuk duduk bersama membahas kegiatan kongrit dalam sebuah kondisi bencana, baik pra, saat dan paska,” Tulisnya lewat japri.

Mungkin, komentar di atas juga dirasakan oleh para pihak, namun dengan bahasa yang berbeda. Bahkan mungkin tidak tersuarakan dengan jelas, karena, belum semua pengurus (apalagi anggota) forum faham akan peran yang harus dimainkan, seperti yang pernah disampaikan oleh Pak Lilik Kurniawan dan mBakyu Ninil.

Dari situlah, mungkin perlu ada kegiatan peningkatan kapasitas untuk semua pihak yang terlibat dalam kerja-kerja PRB. Ini penting. Karena, masih menurut Bang Yeka, Kalau bicara FPRB itu bicara strategi, bicaranya konsep yang aplikatif.

“Artinya, Forum itu lebih pada Community Mobilizer dan Community Organizer. Namun, nyatanya banyak yang belum faham tentang substansi PRB. Malah banyak yang lebih suka bermain di kegiatan tanggap darurat (Reaksi cepat atau respon cepat), yang konon itu ranahnya relawan pada tanggap darurat, bukan pada pendampingan kepada komunitas/masyarakat dalam membangun ketangguhan, yang menjadi rohnya PRB” Ujar senior Mapala RPA, Unisma, Malang.

Sementara, menurut Mas Didik, acara KNPRBBK ini sebagai upaya menyusun database, mendokumentasikan praktek-praktek baik dan mengelola pengetahuan yang telah dihasilkan, agar bisa diadopsi atau di perluas ke wilayah yang lebih luas.

“Mendampingi masyarakat yang tergabung dalam program destana, untuk mengelola risiko bencana yang ada di wilayahnya, merupakan salah satu prestasi tersendiri dari forum yang perlu dijaga dan ditingkatkan untuk membangun budaya tangguh,” Ujarnya.

Sementara itu, masing-masing anggota forum PRB Jawa timur telah banyak berbuat di bidang kemanusiaan yang ada hubungannya dengan kebencanaan. Melalui komunitasnya (organisasinya), mereka telah melakukan edukasi dan sosialisasi PRB melalui berbagai media. Melakukan kerja-kerja kemanusiaan yang berhubungan langsung dengan penanganan covid-19.

Sedangkan forum sendiri, disamping getol menginisiasi terbentuknya FPRB di Kabupaten/Kota, juga telah membuat program  inovatif berupa “Safari Mosipena” ke 10 Kabupaten/Kota selama bulan ramadan dalam rangka mensosialisasikan PRB, kerja bareng antara BPBD, FPRB JATIM, dan komunitas relawan tingkat lokal.

Mungkin ke depan, forum bersama BPBD membuat program pendampingan kepada pengurus destana dan komunitas marjinal, secara berkala, untuk memastikan pemberdayaan masyarakat  dilakukan di daerah dalam membangun ketangguhan terhadap bencana.

Terkait dengan forum, Lilik Kurniawan, dari BNPB pernah berkata bahwa FPRB terdiri dari perwakilan lembaga usaha, akademisi, organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, media massa, donor, organisasi profesi/keahlian, legislative, yudikatif, dan organisasi perangkat daerah, serta relawan penanggulangan bencana.

Pertanyaannya kemudian, apakah para pihak di atas itu sudah berkontribusi dalam rangka merealisasikan visi forum, diantaranya,  Memastikan kelembagaan penanggulangan bencana dapat bersinergi dengan baik, antara BPBD  dengan OPD, antara pemerintah daerah dengan masyarakat dan lembaga usaha. Kemudian, juga memastikan anggaran penanggulangan bencana cukup digunakan dalam penanggulangann bencana sesuai dengan risiko bencana di daerahnya.

Masalahnya kemudian adalah, banyak kendala yang akan dihadapi dalam giat KNPRBBK 2021 yang dilakukan secara virtual. Seperti kendala koneksi internet dan paket data. Belum lagi jika ada peserta yang masih asing dengan webinar, pasti akan membuat suasana riuh penuh senda gurau.

Semoga semuanya sudah diantisipasi oleh panitia. Sehingga gelaran yang dimaknai sebagai ajang evaluasi, refleksi, serta melanjutkan hal-hal baik yang perlu dikembangkan, menjadi nyata adanya. Salam sehat tetap semangat menebar virus PRB. [eBas/MingguPon-15082021]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Kamis, 12 Agustus 2021

AJAKAN MBAH DHARMO MENYAMBUT KNPRBBK 2021

“Selamat siang dulur-dulur pegiat kebencanaan dimanapun berada, Ayook lurs, kita lakukan refleksi PRBBK, region Jatim, dalam rangka persiapan KNPRBBK tahun 2021. Sudahkah kita menjalankan MANDAT MUBES 3?.” Begitu sapa mBah Dharmo di grup WhatsApp, mencoba merangkul “pasukannya” untuk saling menguatkan.

Celetukan mBah Dharmo itu, konon dalam rangka menyongsong Lokakarya Pendokumentasian Praktik-praktik PRBBK Wilayah. Hal ini sesuai dengan pedoman yang dimiliki mBah Dharmo. Dimana  kegiatan ini untuk mengoleksi, promosi, dan penyebarluasan praktik baik PRBBK dari berbagai pendekatan. Dokumentasi dari kegiatan ini akan dikumpulkan dan dipublikasi dalam PRBBK

Kegiatan ini pun akan membuat pemetaan tematik (jenis pendekatan: ekonomi & kesejahteraan, adaptasi perubahan iklim, ecosystem-based solution, kearifan local, inovasi/teknologi digital)  dan wilayah (pegunungan, pesisir dan pulau kecil, daerah aliran sungai, dataran). Sungguh ini tidak mudah, perlu kerja bareng dari semua unsur pentahelix.

Sayang sapaan mesra Sekjen Forum PRB Jatim kurang mendapat respon, entah mengapa. Mungkin anggota grup sedang sibuk dengan aktivitasnya sehingga tidak sempat membuka whatsApp. Atau, jangan-jangan pesan yang ingin disampaikan mBah Dharmo belum ditangkap.

Bang Fathoni, seorang dosen Universitas Brawijaya yang sekaligus aktivis MDMC Kota Malang, nyeletuk, “angel jawabane mbah niku,”. Sementara Bapak Yudha, dari Forum PRB Probolinggo bilang, “Aku durung melaksanakan opo-opo,”. Celetukan di atas dijawab oleh mBah Dharmo, “Jawabannya gampang pak,, SUBE n KONDEN hehehea,”.

Sementara Cak Gender Suryanto, yang sedang menggeluti profesi Tukang tambal ban, bercerita tentang pengalamannya mengenalkan konsep PRB kepada pelanggannya dengan sederhana. Dia bilang, masalah Pengurangan Risiko Bencana dikalangan pemula,  mereka masih awam (blas ora paham). 

“Terhadap pelanggan.  Kami melakukan pengenalan sekaligus menggali informasi bagaimana bila terjadi bencana dengan sekala rumah tangga. Dengan memberi contoh terjadinya ban bocor (fase tanggab darurat) sekaligus memberikan solusi tentang persiapan - persiapan sebelum ban bocor (fase pra bencana)  dan bagaimana cara perawatan ban sesudah ditambal (fase pasca bencana),” Katanya.

Menurutnya, upaya dialog penyadaran kepada masyarakat awam (istilah Cak Gender, Pemula), untuk melakukan proses tersebut harus dilakukan secara berulang,  dengan harapan bisa ditularkan kepada sanak saudara dan tenagga di sekitar tempat tinggalnya. “Cilik setitik sing migunani,” Katanya diakhir postingan.

Mungkin, apa yang telah dilakukan Cak Gender ini bisa dimasukkan dalam kategori upaya PRBBK berdasar pelaku, yang dalam hal ini dilakukan secara perseorangan. Menurut dokumen yang ada di mBah Dharmo, yang termasuk pelaku itu adalah, pemerintah/non pemerintah; laki-laki/perempuan, orang dewasa, remaja, anak, lansia, dan disabilitas.

Jika benar, maka sesungguhnyalah masing-masing anggota Forum PRB Jawa Timur telah melakukannya. Misalnya, Bang Fathoni melakukan edukasi PRB melalui werbinar, Gus Yoyok melakukannya dengan terjun langsung di lokasi dengan segala risikonya. Begitu juga Abah Budi Pamekasan dan banyak lagi para pihak yang telah beraksi sesuai kemampuannya. Tinggal bagimana mendokumentasikannya.

Jika ingin hasil refleksi PRBBK ini semakin berwarna dan layak dijadikan pedoman yang menginspirasi, tentu semua unsur pentahelix harus bersemuka di salah satu ruangan BPBD Provinsi Jawa Timur, untuk membahas apa yang diharapkan mBah Dharmo, dalam rangka persiapan KNPRBBK tahun 2021, sekaligus untuk memelihara semangat berforum. Salam Sehat. [eBas/KamisKliwon-12082021]

 

 

 

 

Minggu, 08 Agustus 2021

RELAWAN BELAJAR MANAJEMEN DAPUR UMUM

Pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung hampir dua tahun ini, disamping telah memakan ratusan korban jiwa, juga sangat berdampak ke masyarakat terutama kaum duafa. Ada yang terpapar kesehatannya dan harus melakukan isolasi mandiri, juga terdampak matapencahariannya.

Atas dasar ini, relawan yang tergabung dalam Jamaah LC, mencetuskan gagasan untuk berbuat sesuatu membantu kaum duafa. Mereka sepakat membuat gerakan sedekah nasi bungkus. Untuk kegiatan awal, mereka hanya mampu membuat sebanyak seratus bungkus.

Kegiatan ini juga sebagai media belajar praktek dapur umum. Untuk itulah, pada hari minggu (8/8/2021) mereka merealisasikan gagasannya. Mereka belanja sembako sendiri, kemudian memasaknya sendiri. Ada yang mengupas brambang, bawang , cabe dan kacang panjang. Ada pula yang kebagian masak nasi serta membersihkan ikan.

“Kawan-kawan ini, saat tanggap darurat,  sering kali terlibat di dapur umum untuk menyediakan permakanan bagi pengungsi dan relawan yang ada di lapangan. Dengan demikian kegiatan ini sebagai upaya meningkatkan kapasitas di bidang penyediaan konsumsi, termasuk cara pengemasannya,” Kata seorang Jamaah LC yang enggan disebut namanya.

Nantinya nasi bungkus itu akan dibagikan ke tukang becak, tukang sampah, pemulung dan warga yang sedang menjalani isolasi mandiri, di beberapa titik yang telah ditentukan sebelumnya.

Ketua Jamaah LC, Alfin, menuturkan bahwa gerakan berbagi nasi bungkus ini diharapkan bisa berlangsung secara berkala sebagai salah satu program nyata untuk sesama, dalam rangka mencari ridho-NYAKegiatan yang sederhana ini sangat membutuhkan komitmen kuat agar bisa berjalan lancar dan bermanfaat.

"Kegiatan ini sebagai bentuk kepedulian kita kepada kaum duafa. Untuk itu diharapkan kesadaran anggota Jamaah LC bersama-sama menyisihkan sebagian rejekinya untuk kegiatan kemanusiaan ini, termasuk mencari donatur dan semua pihak yang bisa diajak bekerja sama,” Ujarnya, sambil mengangkat dandang nasi. [eBas]

Senin, 02 Agustus 2021

JAGONGAN BERSAMA PEJABAT BNPB

    Hari itu, sabtu pon (31/07/2021), Jamaah LC berkumpul di basecamp, mengadakan rapat sambil bakar sate, sisa daging kurban kemarin. Seperti biasanya, mereka sibuk bersama, mengolah daging yang akan dinikmati beramai-ramai. Tentu sambil ngopi untuk menghindari emosi dan iri hati karena tidak kebagian membakar sate.

    Konon, malam itu mereka akan mematangkan gagasan membuat gerakan nasi bungkus untuk kaum duafa, seperti yang sering dilakukan oleh komunitas lain yang memiliki rasa kepedulian terhadap  mereka yang terpinggirkan dan tidak sempat merasakan nikmatnya hasil pembangunan.

    Gagasan yang muncul dari Bang Erick itu ternyata sejalan dengan ide Cak Andri, temannya Cak Probo dari Sigab NH. Gayung bersambut. Ternyata semua anggota Jamaah LC mengamini gagasan yang mulia ini sebagai bentuk aksi kemanusiaan di era pandemi covid-19 yang semakin mematikan dan menyengsarakan secara ekonomi.

    Mereka juga membahas apa saja yang harus disiapkan. Siapa membawa apa, dan siapa berbuat apa. Ini penting agar semua anggota Jamaah berkontribusi mensukseskan aksi. Semua dibahas Bersama sambil menikmati aneka jajanan, entah siapa yang membawa.

    Di tengah serunya jagongan sambil makan sate, tanpa diduga ada tamu istimewa dari Jakarta. Seorang pejabat BNPB yang dikawal oleh dua stafnya yang cantik dan seorang sopir yang mbois. Mereka datang masih memakai seragam kantor, itu tandanya mereka belum mandi. Tapi mereka tampak enjoy, tak peduli kanan dan kiri.

    Ya, Pak Papang beserta rombongan seharian berada di Kota Jombang dalam rangka kunjungan dinas, sekaligus meresmikan terbentuknya Forum PRB Kabupaten Jombang, beserta pengurusnya. Sebagai mitra BPBD, Konon keberadaan Forum diharapkan bisa berperan Bersama unsur pentahelix lainnya dalam upaya PRB di wilayah Kabupaten Jombang.

    Dari Jombang mereka langsung merapat ke basecamp Jamaah LC, tanpa ganti baju dulu di Hotel tempat menginapnya. Tanpa canggung Pak Papang langsung bersalaman dengan peserta rapat, kemudian duduk lesehan sambil mengeluarkan rokok kesayangan.

    Ya, Pak Papang sudah dua kali ini berkunjung di basecamp Jamaah LC. Pertama di basecamp lama di daerah Dukuh Kupang, dan sekarang di Kawasan Kelurahan Keputih, Surabaya Timur. Beliau sangat semanak terhadap relawan penanggulangan bencana, sehingga tidak terlalu salah jika diberi gelar Panglima Relawan.

    Alhamdulillah, pria ahli hisab ini tidak ada perubahan dalam berinteraksi dengan relawan kelas teri, padahal saat ini Pak Papang menyandang amanah sebagai Plt Direktur Kesiapsiagaan. Sehingga acara jagongan bersama pejabat BNPB berlangsung akrab semanak tanpa jarak, semua bebas bicara tanpa sungkan namun tetap sopan.

    Malam itu Pak Papang berkesempatan menikmati kopi hitam agak pahit buatan Cak Alfin. Sementara dua orang stafnya yang cantik (tapi belum mandi), berkenan menikmati wedang herbal yang hangat lagi menyehatkan sambil ngincipi telo godog, hasil rebusannya Ning Puspita.

    Dalam kesempatan itu Pak Papang memberi semangat, dan berpesan agar kegiatan berbagi nasi bungkus ini tidak sekedar seremonial saja, tapi benar-benar bisa membawa manfaat bagi masyarakat yang menjadi sasaran program. Walaupun kecil tapi bermakna dan berkesinambungan, itu lebih baik daripada sekali hadir kemudian berakhir. Sebuah pesan bijak yang patut direnungkan dari seorang pejabat BNPB yang ngurusi relawan. Salam Sehat Salam PPKM Darurat level 4 yang diperpanjang. [eBas/SelasaLegi-03082021]