Minggu, 29 November 2020

WATER RESCUE ITU PERLU LATIHAN RUTIN

Sabtu pon (28/11/2020), Bagong berkesempatan melihat pelatihan Water Rescue di kawasan Rolak, Gunungsari, Surabaya. kegiaan ini diselenggarakan oleh ACT, MRI, SAR-SER, DERM dan KTGD.  Pesertanya datang dari berbagai organisasi relawan. tujuannya satu, ingin menambah wawasan sekaligus meningkatkan keterampilan dibidang penanganan kecelakaan air. Syaratnya satu, bisa renang dan tentu saja sehat. Mengingat bermain air itu risikonya tenggelam.

Bagong tidak bisa berenang, dia hanya melihat sambil ngobrol dengan para senior relawan Surabaya, mempererat tali silaturahmi sesama para pegiat kemanusiaan. Sekaligus memperluas jejaring kemitraan dalam rangka membangun sinergi meningkatkan kapasitas relawan dalam kerja-kerja penanggulangan bencana, juga upaya pengurangan risiko bencana.

“Piye kabare Mas Gareng, lama tidak jagongan bareng. Konco-konco lagi pada sibuk apa sekarang ?,” Sapa Bagong penuh akrab bersahabat. Bagong menyalami Gareng dan teman-temannya dengan salaman model pandemi, dimana mereka saling menempelkan lengannya.

Gareng bercerita bahwa selama pandemi covid1-1, kegiatan kawan-kawan agak dikurangi dalam rangka menjaga keselamatan dan kesehatan  sekaligus memutus rantai sebaran wabah yang mematikan ini. Namun ada beberapa komunitas yang tetap berkegiatan melibatkan diri dalam penanganan percepatan covid-19. Seperti melakukan penyemprotan disinfektan, pembagian masker dan hand sanitizer serta kegiatan sosial lainnya. sementara kegiatan luring banyak yang dialihkan ke daring.

Gareng juga bercerita bahwa kini sudah waktunya menyiapkan kader-kader muda sebagai calon penerus estafet kepemimpinan yang akan menggantikan Gareng dan teman-temannya yang usianya beranjak menua. Artinya, Gareng harus mulai memberi kesempatan yang muda untuk tampil dalam berbagai kegiatan. Sementara yang tua cukup memantau dan memberi masukan ala kadarnya.

“Menurut saya kaderisasi itu penting untuk menjaga keberlangsungan organisasi sekaligus memberi kesempatan yang muda untuk mengasah potensinya. Tentu disana sini pasti akan tampak kekurangannya. Biarkan saja. itulah proses belajar bermasyarakat. Yang penting tetap guyub dan bergotong royong saling menutupi kekurangan yang ada,” Kata Bagong sambil nyruput kopi jatahnya panitia.

“Bener mas, usia kita yang semakin senja ini harus legowo dan bijaksana  menghadapi dinamika perubahan organisasi. Sudah waktunya anggota muda diberi peran. Jika perlu didorong untuk lebih kreatif membuat kegiatan dalam upaya peningkatan kapasitas. Sehingga siap manakala tugas memanggil,” Kata Gareng sambil menikmati roti goreng.

Seperti latihan Water Rescue kali ini, menampilkan generasi muda sebagai pengendali acara, sementara yang senior hanya memberi teori dan berbagi pengalaman sambil menikmati hangatnya kopi di pinggir kali, melihat dua perahu karet meliuk dinaiki beberapa personil yang sedang mempraktekkan teori ditingkah rintik hujan.

Ternyata yang muda bisa melakukan tugasnya. Seluruh peserta pelatihan water rescue bergantian merasakan nikmatnya digoyang perahu karet di Kali Rolag yang airnya keruh sedikit berbau, namun menjadi bahan baku PDAM untuk melayani kebutuhan warga Surabaya dan sekitarnya.

Konon, perjumpaan Bagong dan Gareng di arena pelatihan Water Rescue akan ditindak lanjuti dalam acara jagongan informal yang digelar di warkop Lorong Café. Ya, jagongan sesama relawan untuk mempererat tali silaturahmi, mencoba mengurai beberapa masalah postingan dan komentar di grup whatsapp yang bisa menimbulkan kesalah pahaman dan salah tafsir yang dapat memicu keretakan dan lara di hati.

 Itu pun jika diijinkan oleh pemiliknya, Cak Alfin, yang sedang sibuk mendampingi pembentukan destana di Kabupaten Sumenep dan penyusunan IKD di beberapa Kota di Jawa Timur. Termasuk keterampilan Water Rescue ini juga perlu ada tindak lanjutnya, perlu latihan rutin agar mahir mengendalikan perahu karet untuk bermanuver. Salam sehat, Salam Seduluran. [eBas/SeninKliwon-30112020]

 

 

 

 

  

 

 

 

 

  

 

Sabtu, 21 November 2020

MBAH DHARMO DINAMISATOR FPRB JATIM

Entah ada hubungannya atau tidak, tampaknya era pandemi covid-19 yang telah memakan ratusan nyawa ini, membawa perubahan yang signifikan terhadap perjalanan forum pengurangan risiko bencana Jawa timur (F-PRB JATIM).

Buktinya, di era semua orang wajib menerapkan protokol kesehatan, ternyata mBah Dharmo, mampu menggugah semangat berforum bagi anggotanya. Sungguh tidak mengira, pria yang terpilih penggantikan Rurid Rudianto melalui mubes online, langsung tancap gas mengajak elemen pentahelix untuk menghidupkan forum agar tidak dipandang sebelah mata.

Konon, mubes yang dilaksanakan tanggal 12 dan 13 Agustus 2020 secara online ini benar-benar tanpa sponsor, tidak seperti yang lainnya. Semua berangkat dari semangat kebersamaan para aktornya untuk berbuat sesuatu untuk kemanusiaan. Sekecil apapun tidak masalah, yang penting berkiprah untuk sesama. Untuk memperkuat semangat, mereka yang diangkat sebagai pengurus akan diberi SK Pengurus sebagai legalitas.

Bahkan konon, semua peserta mubes mendapat sertifikat untuk ‘tetenger’ bahwa F-PRB JATIM pernah mengadakan mubes online dimana pesertanya semakin berwarna dan ada yang belum kenal. Hal ini sejalan dengan yang pernah diucapkan mBah Dharmo beberapa waktu yang lalu.

          “Perlu diketahui bahwa kepengurusan kali ini semakin berwarna, karena berbagai unsur pentahelix ada di dalamnya, Ada tukang tambal ban, akademisi, pengusaha, juga ada unsur media.” Kata mBah Dharmo kepada Gatot Soebroto, Kepala bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan, BPBD Provinsi Jawa Timur, saat membuka acara jumpa pertama pengurus baru forum pengurangan risiko bencana Jawa Timur (F-PRB JATIM) periode 2020 – 2023, Rabu (19/8/2020).

Ya, mBah Dharmo telah mendinaminisir anggotanya untuk ‘ngreko doyo’ agar selalu berpikir tentang masa depan forum. Grup WhatsApp dimaksinalkan untuk pertukaran gagasan. Semua anggota boleh memberikan usul dan saran. Masing-masing bidang dibebaskan untuk merencakan program.

Bidang humas benar-benar difungsikan perannya untuk menyuarakan keberadaan forum. Bidang usaha juga begitu. Langsung bergerak mengadakan seragam anggota berupa baju, kaos, dan topi. Dimana sebagian keuntungannya untuk mengisi kas forum. Mungkin ke depan juga akan membuat rompi dan tas punggung yang mbois dan kekinian.

Sungguh, sejak alumni magister bencana dari UPN Jogjakarta ini memegang komando forum, sudah beberapa kali anggotanya dikumpulkan, diajak rapat dalam rangka konsolidasi internal.

Bahkan ada beberapa anggotanya yang sudah diajak oleh BPBD dalam melaksanakan programnya. Sementara anggota lainnya yang belum berkesempatan, dimotivasi untuk saling berinteraksi mempererat tali silaturahmi.

Mbah Dharmo terus berlari. Sabtu legi (21/11/2020), pria dari kasembon ini, dengan tangan dinginnya, berhasil memobilisasi anggotanya untuk mengikuti rapat koordinasi sehari, dalam rangka menyusun program kabinetnya. Mereka datang dari berbagai daerah di Jawa Timur, menuju Hotel Aster, Kota Batu dalam rangka ‘mangayu bagyo’ gelaran akbar pertama yang mengambil tema ‘Bersama Membangun Gerakan Pengurangan Risiko Bencana dan Perubahan iklim di Jawa timur’ dengan tetap mengutamakan keselamatan dan kesehatan.

Sungguh luar biasa animo anggota forum. Sebelum rakor diawali dengan acara bagi-bagi masker dan hand sanitizer di beberapa sudut Kota Batu, serta mengingatkan kepada masyarakat agar taat protokol kesehatan sebagai upaya membantu pemerintah memutus rantai sebaran Covid-19.

Ini membuktikan bahwa mBah Dharmo memiliki daya pesona tersendiri yang dalam tempo singkat dapat memikat anggotanya untuk terlibat rapat merancang kegiatan yang bermakna untuk sesama. Tidak semua pemimpin memiliki daya pesona yang bisa memengaruhi anggotanya betah berlama-lama menikmati senyum ramahnya.

Jangan-jangan mBah Dharmo dalam menahkodai forum ini dengan menerapkan konsep “memanusiakan manusia”, yang menurut Kamus Besar bahasa Indonesia adalah upaya untuk membuat manusia menjadi berbudaya atau berakal budi. Sesama manusia saling menghargai, menghormati, dan tidak mengadili. Tidak ada tindakan yang merendahkan, mencibir, atau hal lainnya yang membuat sakit hati dan sebagainya.

Kini, semua peserta rakor sehari di bumi mina tani, telah kembali pulang ke haribaan keluarganya. Sementara panitia masih punya kesibukan membereskan administrasi dan laporan. Termasuk menyelaraskan semua masukan yang akan dijadikan program kerja.

“Matur nuwun mBah Dharmo beserta pengurus yang telah mengagendakan pertemuan ini sekaligus memfasilitasi kami semua untuk bersilaturahmi saling mengenal, sinau bareng dan berkoordinasi mengawali sinergi selanjutnya,” Begitulah salah satu komentar yang muncul di grup WhatsApp FPRB JATIM KUAT.  

Harapannya, tentulah mBah Dharmo dan kabinetnya tetap tawaduk menjalankan amanah mubes dengan mengedepankan transparansi dan bertanggungjawab. Jika mulai keluar dari khittah, harus mau ‘di jewer’. Ini penting, agar tiada dusta diantara anggota dalam menjalankan program yang disepakati. Salam Tangguh, Salam Sehat. [eBas/MingguPahing-22112020]

Kamis, 19 November 2020

SINERGITASTAS PENTAHELIX DALAM PENANGGULANGAN BENCANA

Dalam berbagai kesempatan pertemuan para pegiat kebencanaan, selalu saja istilah sinergitas pentahelix dimunculkan dengan berbagai imbuhan kata dan kalimat. Terkait dengan itu, ada saja peserta pertemuan yang berbisik dengan sebelahnya, apa sih yang dimaksud dengan sinergitas pentahelix dan bagaimana bentuk sinergitasnya. Ya, mereka hanya berani berbisik karena masih memiliki rasa sungkan dan menjunjung tinggi sopan santun pertemuan.

Begitu juga mBah Dharmo, Sekjen F-PRB Jawa Timur, saat memaparkan rencana tindak lanjut dari kegiatan workshop kesiapsiagaan bidang kesehatan provinsi jawa timur, menyinggung tentang unsur pentahelix yang terdiri dari pemerintah, akademisi, dunia usaha, media massa, dan masyarakat, yang harus bersinergi dalam kebencanaan..

Semua unsur pentahelix inilah yang harus aktif mewarnai program yang disusun kabinetnya mBah Dharmo. Tentu, masing-masing unsur mempunyai keunikan sendiri sehingga perlu ada kesepahaman lebih dulu sebelum bersepakat untuk bersinergi, yaitu membangun dan memastikan hubungan kerjasama internal yang produktif serta kemitraan yang harmonis dengan para pemangku kepentingan, untuk menghasilkan karya yang bermanfaat dan berkualitas.

Ya, semua tidak seindah warna aslinya. Begitu juga dengan sinergitas pentahelix dalam penanggulangan bencana, sampai sekarang belum tampak bentuknya. Mengapa ini terjadi ?.  konon, diantaranya karena masih adanya ego sektoral dari masing-masing elemen pentahelix.

Dalam workshop ini, panitianya juga bilang bahwa perlu dibangun sinergitastas antara peserta workshop dalam kebencanaan di bidang kesehatan. Mungkin semua peserta yang terdiri dari TAGANA, PRAMUKA, PMI, SRPB, FPRB, RAPI, ORARI, DEMIT dan lainnya itu dengan senang hati pasti mau diajak bersinergi. Tapi entah dengan pimpinannya yang memegang kebijakan. Biasanya mereka enggan bersinergi, itu karena mereka memiliki anggaran sendiri dan aturan yang jelas dalam membelanjakannya, disisi lain, mereka juga didukung SDM dan sarana prasarana yang memadai untuk melalukan kerja-kerja kemanusiaan secara mandiri tanpa bersinergi dengan pihak lain. Misalnya, ketika terjadi bencana, mereka sudah punya target sendiri apa yang harus dilakukan dengan sasaran tertentu.

Padahal bicara sinergi tidak selalu bicara anggaran, tapi lebih pada komitmen terhadap sebuah kegiatan yang dilakukan bersama-sama yang melibatkan semua unsur, karena urusan bencana adalah tanggungjawab bersama.

Para pimpinan inilah yang seharusnya mau duduk bersama membangun kesepahaman bahwa masalah bencana itu masalah bersama. Pemerintah tidak mungkin bisa melakukannya sendiri. Ada sisi-sisi kosong yang hanya bisa dengan cepat diisi oleh unsur-unsur Pentahelix lainnya. Ingat, bersinergi berarti saling menghargai perbedaan ide, pendapat dan bersedia saling berbagi.  Ber-Sinergi tidak mementingkan diri sendiri, tidak menang-menang dan tidak ada pihak yang dirugikan atau merasa dirugikan. 

Ya, ber-Sinergi itu bertujuan memadukan bagian-bagian terpisah. Kata kuncinya “Harus saling menguatkan, dan tidak boleh saling melemahkan”. Itulah yang akan dibangun rezimnya mBah Dharmo di dalam forum pengurangan risiko bencana (FPRB) Jawa Timur, guna mewujudkan budaya tangguh menghadapi bencana. Salam Tangguh, Salam Sehat. [eB]

Rabu, 18 November 2020

KESIAPSIAGAAN BIDANG KESEHATAN BAGI RELAWAN

Kejadian bencana tak terduga sering kali menimbulkan kerugian harta benda, bahkan nyawa, serta dampak psikologis yang berkepanjangan bagi masyarakat yang berada di wilayah kejadian. Setiap terjadi bencana, masyarakatlah yang menjadi korban pertama sekaligus menjadi penolong utama sebelum bantuan dari luar datang.

Secara spontanitas mereka akan berusaha menolong korban sebisanya. Namun apakah mereka paham betul dengan teknik-teknik dasar pertolongan ?. jangan-jangan malah  memperparah kondisi korban, bahkan dirinya sendiri celaka.

Termasuk saat ini, yang akan memasuki musim hujan. Dimana banjir dan longsor menjadi bencana yang sangat potensial terjadi. Apalagi, konon musim penghujan kali ini akan dibarengi datangnya La Nina yang berdampak curah hujan semakin lebat.

Ancaman lain yang menyertai pandemi covid-19 diantaranya adalah demam berdarah. Pertanyaannya kemudian, bagaimana melibatkan relawan dalam upaya membantu di bidang kesehatan ?.

Untuk itulah Dinas Kesehatan Provinsi  Jawa Timur mengagendakan workshop kesiapsiagaan bidang kesehatan untuk memberdayakan masyarakat dalam Penanggulangan Krisis Kesehatan di Masa COVID-19 yang belum jelas kapan berakhirnya virus mematikan dari Kota Wuhan ini.

Artinya, kegiatan ini untuk memantik upaya yang dilakukan oleh seluruh komponen masyarakat dengan menggali dan memanfaatkan potensi yang dimiliki masyarakat agar berdaya dan mampu berperan serta dalam membantu penanggulangan krisis kesehatan di masa pandemi COVID-19.

Kegiatan yang digelar di Hotel Grand Daffam Signatur, Surabaya. Tempatnya mewah, pelayanannya ramah, dan makanan yang disajikan pun enak dan melimpah sehingga pesertanya betah. Mereka terdiri dari PRAMUKA, PMI, RAPI, ORARI, TAGANA, SRPB, dan FORUM PRB Jawa Timur serta beberapa instansi terkait lainnya. Ini menjadi peristiwa penting untuk membangun sinergi. Paling tidak bisa difasilitasi dalam sebuat grup whatsapp untuk berkomunikasi menjalin silaturahmi.

Mereka adalah masyarakat terlatih (biasa disebut relawan) yang sudah sering terlibat dalam penanggulangan bencana di berbagai daerah. Sungguh peran relawan dalam penanggulangan bencana tidak bisa dipandang sebelah mata.

Dalam workshop yang digelar selama tiga hari (senin – rabu/ 16 – 18 November 2020), relawan diberi wawasan tentang klaster kesehatan serta peran apa yang bisa dimainkannya dalam membantu bidang kesehatan, termasuk melakukan edukasi kesehatan kepada masyarakat dimasa pandemi covid-19.

Paling tidak, dalam workshop ini relawan memahami potensi bencana yang ada di daerahnya, sehingga bisa membuat rencana darurat jika terjadi bencana kesehatan di daerahnya. Relawan juga bisa dilibatkan dalam sosialisasi GERMAS, Disiplin protokol kesehatan, serta pengenalan Tas Siaga Bencana kepada masyarakat sebagai upaya mengurangi kerugian.

Hal ini sejalan dengan konsep kesiapsiagaan. Yaitu serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Tinggal bagaimana implementasinya di lapangan sesuai dengan rencana tindak lanjut yang telah disusun dan diberikan kepada panitia. Selanjutnya relawan akan selalu menunggu dengan penuh rindu. Harapannya tahun depan kegiatan ini bisa diagendakan lagi oleh dinas Kesehatan sebagai salah satu program kerjanya. Salam Tangguh, Salam Sehat. [eBas/KamisWage-19112020]

 

 

SATUAN PENDIDIKAN AMAN BENCANA MASIH ASING DI TELINGA PEJABAT

Pantesan mayoritas peserta didik masih awam terhadap keberadaan satuan pendidikan aman bencana (SPAB). Ini terjadi karena pejabat pendidikan di berbagai tingkatan, juga masih jarang yang mengenal adanya SPAB. Sehingga wajar jika ada relawan yang menawarkan sosialisasi SPAB ke sekolah, ditolak oleh pendidik dan kepala sekolah dengan berbagai alasan.

Hari ini, Rabu pon (18/11/2020), ada pernyataan langsung dari seorang pengawas sekolah tentang ketidak tahuannya akan keberadaan SPAB. Tahunya hanya kegiatan pramuka sebagai program kokurikuler dan PMI yang identik dengan membagikan kupon sumbangan suka rela ke sokolah.

Pernyataan ini keluar saat si pengawas dari dinas pendidikan disuruh panitia menyampaikan komentarnya atas penyelenggaraan “Workshop Kesiapsiagaan Bidang Kesehatan Provinsi Jawa Timur” yang berlangsung di Hotel Grand Dafam signature, Surabaya.

Si pengawas itu juga tidak tahu dinas pendidikan harus berbuat apa untuk berpartisipasi dalam masalah kebencanaan. Dia minta masukan dan saran harus melakukan apa agar anak didik (dan pendidik) paham akan upaya pengurangan risiko bencana. selama ini beliau hanya sering dimintai tolong pemda memobilisasi peserta didik untuk kegiatan kerja bakti massal dan sejenisnya yang sifatnya seremonial.

Ya, si pengewas itu telah berkata jujur, bahwa dia tidak tahu apa yang harus dilakukan oleh dinas pendidikan terkait dengan upaya penanggulangan bencana. Nyatanya memang begitu. Sekolah tampaknya tidak mau menambah materi kebencanaan dalam pembelajarannya, dengan alasan kurikulumnya sudah sangat membebani peserta didik.

Penulis jadi ingat, saat mencoba menawarkan kegiatan sosialisasi SPAB ke sebuah sekolah, dalam rangka memperkaya kegiatan kokurikuler secara gratis. Karena ketidak tahuannya, Kepala sekolah menolak halus dengan sedikit bingung.    

“Silahkan konsultasi dulu dengan pimpinan kami di dinas pendidikan atau pejabat pengawas sekolah, kami takut salah dan disalahkan. Maklumlah kami hanya pelaksana,” Begitulah kata Kepala Sekolah.

Tampaknya si pengawas ini juga tidak tahu tentang Surat Edaran Setjen kemdikbud nomor 15 tahun 2020, tentang pedoman penyelenggaraan belajar dari rumah dalam masa darurat penyebaran Covid-19. Dimana di dalamnya ada petunujuk membentuk tim siaga darurat untuk penanganan covid-19 di satuan pendidikan.

Dalam surat edaran itu juga ada ‘arahan’ untuk memberikan pembekalan mengenai tugas dan tanggungjawab kepada tim, dan berkoordinasi dengan dinas pendidikan dan/atau gugus tugas penanganan Covid-19 setempat dan/atau fasilitas kesehatan/rujukan penanganan Covid-19 terdekat.

Sungguh, Workshop yang diselenggarakan Dinas Kesehatan provinsi Jawa Timur ini, kiranya perlu ada tindak lanjutnya dalam rangka membangun sinergi pentahelix untuk membantu pemerintah mengurangi risiko bencana berbasis komunitas seperti yang diamanatkan dalam Kerangka Kerja Sendai 2015-2030. Diantaranya, ada 4 prioritas aksi. Yaitu, memahami risiko bencana, Memperkuat tata kelola risiko bencana dan manajemen risiko bencana, Investasi dalam pengurangan risiko bencana untuk ketangguhan, dan Meningkatkan kesiapsiagaan bencana untuk respon yang efektif dan untuk “Build Back Better” dalam pemulihan rehabilitasi dan rekonstruksi.

Ya, sinergi pentahelix ini harus dibangun agar tidak ada lagi pejabat terkait (dalam hal ini pengawas) yang tidak tahu bahwa lembaganya terlibat dalam penanggulangan bencana. sekaligus mengikis rasa egosektoral diantara para aktornya. Caranya?. Sering digelar acara ‘jagongan’ seperti ini. Tempatnya tidak harus di Hotel Dafam, tapi bisa dimana saja, yang penting representatif dan ada kopinya. Wallahu a’lam bishowab. [eBas/RabuPon-18112020]  

 

 

 

Rabu, 11 November 2020

KADERISASI ALA GUS YOYOK

Konon, sebuah organisasi perlu melakukan kaderisasi untuk menjaga keberlanjutan organisasi yang sudah punya ‘nama harum’ dalam menoreh manfaat bagi sesama. Jangan sampai terlena oleh kesibukan sehingga lupa menyiapkan kader sebagai lapis ke dua dalam mendukung kegiatan yang disepakati bersama dalam sebuah rapat.

Gus Yoyok, sebagai ketua sebuah organisasi keagamaan yang bergerak dibidang kemanusiaan, juga menyadari akan pentingnya kaderisasi. Dengan gayanya sendiri, Gus Yoyok juga melakukan kaderisasi. Beberapa anggotanya yang dipandang mampu, diserahi tugas untuk dilaksanakan sesuai kemampuannya, yang penting bisa berjalan sesuai standar.

Disini, Gus Yoyok hanya memantau. Baru turun tangan jika dirasa program akan melenceng atau jalan di tempat. Ya, Gus Yoyok memerankan diri sebagai pemimpin yang mendidik anggotanya. Kata orang bijak, seorang pemimpin harus memberi kepercayaan dan tanggung jawab kepada anggotanya untuk berperan dalam pelaksanaan program organisasi. Sehingga akan tumbuh rasa ‘melu handarbeni’ terhadap kemajuan organisasi.

Dalam beberapa literatur, Kaderisasi adalah proses, cara, perbuatan mendidik atau membentuk seseorang menjadi kader penerus. Sedangkan kader adalah orang yang telah dilatih dan dipersiapkan dengan berbagai keterampilan dan disiplin ilmu, sehingga dia memiliki kemampuan untuk menterjemahkan visi misi organisasi ke dalam programnya.

Sementara Arifin (2017) mengatakan, fungsi dari kaderisasi adalah mempersiapkan calon-calon (embrio) yang siap melanjutkan tongkat estafet perjuangan sebuah organisasi. Bung Hatta pernah menyatakan kaderisasi dalam kerangka kebangsaan, “Bahwa kaderisasi sama artinya dengan menanam bibit. Untuk menghasilkan pemimpin bangsa di masa depan, pemimpin pada masanya harus menanam.”.

Kiranya apa yang pernah dikatakan Bung Hatta, dicoba terapkan oleh Gus Yoyok sebagai seorang pemimpin. Dengan caranya sendiri sesuai kearifan lokal dan kultur pesantren, Gus Yoyok menyiapkan kadernya dengan pendekatan ATM (Amati Tiru Modifikasi). Beberapa kegiatan digelar dengan melibatkan seluruh anggotanya dalam rangka memberi pengalaman kepadanya.  

Sebagai pemimpin, tentu Gus Yoyok akan senang melihat anggotanya bertumbuh dan berkembang memberi manfaat kepada banyak pihak. Disitulah kebanggaan terbesar dari seorang pemimpin manakala ada anggotanya yang berhasil.  

Masih kata orang bijak, memimpin berarti menyelami perasaan dan pikiran orang yang dipimpinnya serta memberi inspirasi dan membangun keberanian hati orang yang dipimpinnya agar mampu berkarya secara maksimal untuk organisasinya dengan konsep ‘trial and error’. Dari situlah semuanya belajar dan terlibat dalam upaya ’mengharumkan nama’ organisasinya.

Tentu, apa yang telah diperbuat oleh Gus Yoyok dapat menginspirasi semua organisasi relawan mitra SRPB Jawa Timur. Akan lebih elok lagi jika Gus Yoyok berkenan berbagi cerita pengalaman ‘nggulo wentah’ organisasinya sehingga bisa menebar aneka manfaat bagi sesama, bagi lingkungan.

Masalahnya adalah, apakah beliau mau menyisihkan waktunya untuk berbagi dalam kemasan acara Arisan Ilmu Non Rupiah, mengingat kesibukan beliau yang sangat padat untuk kemaslahatan umat tanpa ada rehat. Wallahu a’lam bishowab. [eBas/ndleming sendiri saat piket kantor-KamisPahing-12112020]

 

Selasa, 10 November 2020

KETIKA RELAWAN HARUS MEMILIH

Kemarin, ketika saya mengikuti kegiatan “Capacity Building”, kegiatan yang digela itu, dalam rangka upaya peningkatan kapasitas SDM sekaligus mempererat tali silatirahmi antar karyawan. Salah satu materinya adalah ‘Fun Game’ yang disampaikan oleh salah satu komunitas penyedia jasa out bond.

Demi mematuhi protokol kesehatan, maka kegiatannya dilakukan di dalam ruangan Whiz Capsule Hotel Bromo, Kabupaten Probolinggo, Kamis - Jumat (5-6/11/2020). Namun semuanya tetap asik, suasananya menyenangkan, dan sarat makna tentang pentingnya sebuah kerjasama dalam mencapai tujuan bersama.

Salah satu nara sumbernya, sebut saja Mukidi, mengenakan kaos oren bertuliskan BNPB. Sementara topinya warna hitam ada logo BPBD kabupaten. (maaf, sesuai permintaan tidak perlu disebut nama Kabupatennya). Sebagai nara sumber, Mukidi begitu menguasai materi dan pandai membuat suasana menjadi segar sehingga semua peserta antusias mengikuti segala instruksinya.

“Mas Mukidi, kaosnya keren banget lho,” Ucap saya saat rehat kopi setelah permainan ‘Rantai Nama’ yang dimodifikasi sedemikian rupa sehingga bikin heboh peserta.

“Hehe…kaos lama, waktu dulu masih aktif di kebencanaan sebagai relawan yang sering terlibat di dalam klaster pengungsian dan pendidikan. Sejak menikah saya konsentrasi bekerja sebagai outbonder, sesuai pengalaman yang saya miliki,” kata Mikidi.

“Tapi kalau ada bencana, sampiyan kan masih tetap melibatkan diri to, bersama relawan lain menolong korban bencana ?.”

“Biarlah yang muda-muda saja Pak. Era saya sudah berlalu, usiapun sudah tidak muda lagi. Sekarang waktunya bekerja membahagiakan keluarga,” Katanya lagi, tanpa ekspresi, namun penuh arti.

Mungkin pandangan Mukidi terhadap aktivitas kerelawanan itu benar jika relawan hanya dianggap sebagai ‘orang yang secara sukarela menyibukkan diri’ saat tanggap darurat saja. Dalam pandangan ini, sebagai ujung tombak penanggulangan bencana, kerja-kerja relawan hanya mengandalkan okol dan kekuatan tenaga semata. Padahal tidaklah demikian.

Dalam Perka nomor 17 tahun 2011 jelas disebutkan peran relawan dalam penanggulangan bencana ada di semua fase. Baik itu fase pra bencana, tanggap bencana dan pasca bencana. Relawan juga bisa memilih klaster yang sesuai dengan kebisaan dan kemampuannya.

Dalam Perka nomor 17 juga dikatakan bahwa Relawan Penanggulangan Bencana, yang selanjutnya disebut relawan, adalah seorang atau sekelompok orang yang memiliki kemampuan dan kepedulian untuk bekerja secara sukarela dan ikhlas dalam upaya penanggulangan bencana.

Dengan definisi di atas, jelas Mukidi adalah seorang relawan yang mumpuni. Punya kemampuan, kepedulian dan mau bekerja secara ikhlas tanpa mengharap imbalan demi menolong sesama. Ada guyonan yang mengatakan bahwa relawan itu sukses tidak dipuji, celaka malah dicaci, mati dalam tugas salah sendiri.

Namun, ketika Mukidi memilih untuk undur diri dari ‘kerja-kerja gratisan’ dengan alasan yang bersifat pribadi, kiranya patut dihargai, karena itu merupakan pilihannya sendiri. Apalagi tidak ada jaminan hidup dimasa tuanya nanti, selain dirinya sendiri.

Sungguh tidak lucu jika dimasa tuanya, relawan harus ‘di evakuasi’ oleh relawan, karena ketidak berdayaannya secara ekonomi. Rupanya Mukidi tahu risiko jika terlalu terlena terhadap kegiatan kemanusiaan dan abai terhadap masa depan keluarganya. Dan kini Mukidi telah memilih undur diri dari dunia relawan, rajin bekerja untuk keluarga dan masa tuanya.

“saran saya sampiyan ikut F-PRB saja. ilmu dan pengalaman sampiyan sangat berguna untuk diimbaskan kepada aktivis PRB lainnya sebagai ladang pahala sampiyan. Ilmu itu harus dibagikan, Jangan disimpan sendiri sampai mati.” Kata saya sok bijaksana (padahal ya cuma bijaksini saja bisanya).

Mukidi manggut-manggut mendengar ajakan saya untuk bergabung di Forum PRB. Belum sempat Mukidi bertanya tentang forum, saya katakan bahwa forum lebih banyak bermain di bidang edukasi, sosialisasi, advokasi dan konsultasi sesuai misinya yang memastikan pembangunan daerah berbasis PRB.

Forum juga memastikan kebijakan yang diambil dapat mengurangi risiko bencana saat ini, tidak menambah risiko bencana baru, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang tangguh bencana, Serta memastikan bahwa BPBD dapat bersinergi dengan elemen pentahelix dalam upaya penanggulangan bencana.

“Terimakasih informasinya. Sangat menarik cerita sampiyan tentang forum. Tapi teman saya juga punya cerita bahwa aktornya sering bermain sendiri ketika ada rejeki atau ketika harus berebut rejeki. Sementara yang lainnya hanya pemain pembantu yang disibukkan dengan diskusi dan menterjemahkan program dalam sebuah aksi,” Kata mukidi datar.

“Hah….benarkah yang sampiyan katakan ? Jangan-jangan hanya kesalah pahaman belaka .” Kata saya terkejut tiba-tiba, karena baru tahu ada cerita yang kayak gitu. Karena, selama ini yang kutahu ceritanya baik-baik selalu.

“Benar tidaknya silahkan rasakan sendiri, karena sampiyan yang menjalani. Sementara saya memilih bekerja untuk keluarga. ingat ya Pak, jalan dharma itu tidak hanya menjadi relawan kemanusiaan saja. masih banyak cara mengabdi untuk kehidupan.” Pungkasnya.

Saya masih merenungkan ucapannya sambil nyruput kopi. Sementara Mukidi sudah teriak-teriak mengajak peserta untuk kembali bermain. Masing-masing kelompok disuruh menyusun yel-yel kelompok. Mukidi sangat menikmati profesinya. Tampaknya dia sudah memilih untuk alih profesi, dari relawan menjadi karyawan. sedangkan saya yang karyawan sedang membangun mimpi tentang betapa mulianya kerja-kerja sebagai relawan. Wallahu a’lam bishowab [eBas/nDleming seloso bengi-10112020]