Senin, 23 Desember 2019

UJI KOMPETENSI RELAWAN PENANGGULANGAN BENCANA


     Sekretariat bersama relawan penanggulangan bencana (SRPB) Jawa Timur, sebagai mitra kritis dari BPBD Provinsi Jawa Timur, telah beberapa kali dipercaya menyiapkan relawan untuk mengikuti uji kompetensi (sertifikasi) relawan sesuai kuota yang disediakan oleh BPBD atas petunjuk LSP-PB. Uji kompetensi ini penting agar relawan memiliki keahlian sesuai dengan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Penanggulangan Bencana (SKKNI PB). Sebagai barang baru, tentu program uji kompetensi ini perlu terus menerus di viralkan agar relawan semakin paham dan tidak alergi mendengar kata uji kompetensi relawan.

Alhamdulillah, berkat ketegasan dan kejudesan seorang Dian Harmuningsih,  Koordinator SRPB JATIM, kesempatan yang diberikan selalu berakhir dengan baik. Kuota terpenuhi (bahkan kuotanya bisa ditambah secara mendadak, ketika ada peserta yang tiba-tiba muntaber, mundur tanpa berita), dan relawan yang mengikuti ujikom juga mumpuni dibidangnya. Semua ini karena ‘didikan keras’ dari emaknya Falain, yang juga aktif sebagai komandan pramuka brigade penolong Jawa Timur. Sehingga relawan bertambah wawasan, pengetahuan, keterampilan dan sikapnya.  

Semua ini karena relawan yang aktif di SRPB, disamping lebih siap, juga benar-benar memiliki pengalaman. Baik pengalaman organisasi, mapun pengalaman lapangan. Termasuk pengalaman mengikuti berbagai pelatihan.

Di dalam acara Arisan Ilmu Nol Rupiah, khas SRPB JATIM, dikatakan bahwa tujuan dilaksanakan uji kompetensi adalah melihat indikator ketercapaian standar kompetensi relawan yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan.

Hal ini dilakukan sebagai upaya meningkatkan martabat dan profesionalitas relawan dalam rangka ikut melakukan operasi penanggulangan bencana. Karena, sesungguhnyalah kerja-kerja kemanusiaan itu memerlukan sumberdaya manusia yang mempunyai pengetahuan, kemampuan, ketrampilan dan kompetensi sesuai bidang profesinya masing-masing, sehingga kerjanya cepat, tepat, terukur, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Untuk itulah, saat uji kompetensi berlangsung, relawan tidak hanya mampu bercerita tentang pengalaman dibidang kebencanaan, serta mampu menjawab pertanyaan yang disodorkan oleh asesor saja. Namun, yang lebih penting  relawan harus memiliki bukti fisik sesuai okupasi yang dipilih, berupa dokumen asli. Bisa berupa piagam, sertifikat atau ijasah, dan foto-foto dokumentasi saat mengikuti kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan upaya penanggulangan bencana

Seperti diketahui, setiap gelaran Arisan Ilmu, tidak henti-hentinya Koordinator SRPB JATIM mengingatkan agar peserta memiliki sertifikat Arisan yang materinya selalu berbeda dan bermanfaat untuk menambah wawasan, karena disampaikan oleh nara sumber yang kompeten di bidangnya. Sekaligus memperbanyak portofolio yang akan digunakan untuk bekal mengikuti uji kompetensi. Karena, sesungguhnyalah kegiatan rutinan Arisan Ilmu itu bisa dimaknai sebagai media edukasi bagi relawan penanggulangan bencana.

Apalagi, SRPB JATIM sampai saat ini masih sering mendapat kuota gratisan untuk mengikuti uji kompetensi. Untuk itulah diharapkan organisasi relawan yang sudah bermitra dengan SRPB JATIM diharapkan lebih siap menyambut uji kompetensi tanpa harus muntaber. Karena jika tidak siap, maka akan diberikan kepada relawan yang lebih siap, walau mereka bukan mitra SRPB JATIM. ya, kuota gratisan itu memang wajib dipenuhi karena menyangkut kredibilitas SRPB terhadap LSP-PB. Mari bersama menjaga kepercayaan yang diberikan oleh BPBD JATIM. [eBas/Selasa pon malam natal-241219]










Sabtu, 14 Desember 2019

SRPB JATIM DAN GERAKAN LITERASI KEBENCANAAN


Konon, bangsa yang berperadaban maju itu dapat dipastikan memiliki budaya baca tulis yang tinggi. Dengan kata lain, jika ingin maju, maka mau tidak mau harus menggerakkan literasi, yaitu membiasakan diri akrab dengan bacaan untuk kemudian diikuti dengan kebiasaan menulis. Begitu juga dengan relawan penanggulangan bencana, harus mau mengembangkan budaya baca dan mengasah gagasan dan idenya melalui kegiatan diskusi dan ngopi (ngabrol pintar) .

Dalam Wikipedia, pengertian literasi itu istilah umum yang merujuk kepada seperangkat kemampuan dan keterampilan individu dalam membaca, menulis, berbicara, menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian tertentu yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.

Relawan pun tampaknya juga harus mumpuni dalam hal membaca, menulis dan berbicara sehingga bisa turut berperan serta dalam fase pra bencana, diantaranya melakukan penyuluhan dan sosialisasi pengurangan risiko bencana kepada masyarakat, khususnya mereka yang berdomisili di daerah rawan bencana.

Hal ini mengingat Indonesia memiliki potensi bencana dan selalu memunculkan risiko korban harta benda, bahkan jiwa. Ingat, bencana alam tidak bisa dihindari, tetapi jumlah korban jiwa bisa dikurangi. Maka dari itu, diperlukan gerakan literasi kebencanaan oleh komunitas (sukur-sukur bisa berkolaborasi dengan BPBD setempat).

SRPB Jatim, yang memiliki kegiatan rutin Arisan Ilmu, merupakan upaya meningkatkan kapasitas relawan. Baik melalui materi yang disajikan maupun saat ngobrol antar relawan sambil ngopi berbagi pengalaman dan tukar informasi, sekaligus membangun jejaring kemitraan yang berbasis simbiosa mutualisma. Tinggal bagaimana mendokumentasikan aneka pembicaraan (termasuk postingan dan komentar di grup whatsapp), dalam bentuk tulisan, tanpa takut salah. Yang penting nulis dan belajar menulis aneka pengalaman yang tentunya mengesankan (paling tidak untuk diri sendiri).

Tanpa disadari, apa yang dilakukan dalam Arisan Ilmu itu merupakan sebuah gerakan literasi, khususnya literasi kebencanaan. Melalui gerakan ini relawan mengajak seluruh elemen masyarakat untuk lebih peduli lingkungannya, mengenali potensi bencana yang ada di daerahnya.

Harapannya, setelah masyarakat paham akan adanya potensi bencana, dan paham bagaimana mengantisipasinya sesuai konsep kesiapasiagaan menghaadaapi bencana, mereka juga mau dan mampu merawat pengetahuan tersebut yang diwariskan kepada generasi penerusnya.

Contohnya adalah masyarakat Kepulauan Simeulu, Aceh. Mereka di sana masih menjaga erat kearifan lokal literasi kebencanaan secara turun-temurun. Seperti istilah smong yang diteriakkan masyarakat ketika tahu ada tanda-tanda bahaya tsunami.

Gerakan literasi kebencanaan itu juga perlu didukung oleh peran media massa menyampaikan pengetahuan tentang kebencanaan. baik berupa iklan sadar bencana, maupun berita-berita terjadinya bencana beserta upaya penanggulangannya di berbagai daerah, juga acara berbagi informasi tentang pengurangan risiko bencana.

Salah satu akibat dari belum tumbuhnya budaya sadar bencana diantaranya banyak sarana prasarana sistem peringatan dini (EWS) yang dibiarkan rusak oleh masyarakat setempat, bahkan mereka juga tidak peduli ketika alat peringatan dini itu dicuri. sehingga tidak berfungsi ketika ada potensi datangnya bencana.

Untuk itulah, sudah waktunya BPBD menggandeng relawan melakukan gerakan literasi kebencanaan melalui penyuluhan pengurangan risiko bencana, pendampingan desa tangguh bencana dan keluarga tangguh bencana, serta program sejenis yang bertujuan menumbuhkan budaya sadar becana, membangun ketangguhan masyarakat menghadapi bencana. Paling tidak, SRPB bisa mengajaka organisasi mitranya untuk mewujudkan gerakan literasi kebencanaan dalam berbagai bentuknya.

Ingat, musim hujan sebentar lagi datang. Bencana banjir dan longsor pun pasti akan meminta korban. Belum lagi bencana angin puting beliung yang semakin sering menimbulkan kerusakan. Waspadalah. [eBas/SabtuPon-141219]  





Selasa, 10 Desember 2019

SRPB JATIM DI ERA MILENIAL 4.0


Konon, di era revolusi industri 4.0 ini, semua masyarakat (termasuk relawan) diharapkan semakin melek internet dan cerdas menggunakan androidnya untuk menunjang mobilitas hidup ditengah-tengah masyarakatnya yang mulai mengalami pergeseran di segala bidang kehidupan. Konon semua aktivitas sosial ekonomi semakin dipermudah oleh digitalisasi yang serba berbayar secara online dan saling menguntungkan tanpa mengedepankan perasaan, mengutamakan terjadinya kesepakatan.

Di era ini, mobilitas hidup bergerak begitu cepat seiring perubahan teknologi informasi. Semua ini berdampak pada sikap hidup yang serba cepat dan cenderung asik dengan dirinya sendiri, untuk kemudian enggan berinteraksi dengan lingkungannya. Ya, dengan gadget ditangan, menjadikan yang jauh terasa dekat dan yang dekat terasa semakin jauh. Makanya sekarang ini orang semakin pendiam saat berkumpul di suatu tempat, bahkan ketika rapat. Karena semua asik memainkan gadgetnya sambil manggut-manggut untuk menimbulkan kesan memperhatikan dan mendengarkan.

Sekretariat bersama relawan penanggulangan bencana jawa timur (SRPB JATIM) sebagai wadah berkumpulnya organisasi relawan haruslah berperan serta dalam mensosialisasikan literasi digital. Yaitu, bisa memanfaatkan gadget untuk mencari informasi tentang kebencaanaan, sebagai upaya mengantisipasi potensi bencana yang sewaktu-waktu terjadi di daerahnya dalam rangka mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana.

Kegiatan rutinan Arisan Ilmu Nol Rupiah adalah program kerja nyata  menstransfer informasi dan pengalaman untuk memperluas wawasan relawan yang tergabung dalam wadah bentukan BPBD Provinsi Jawatimur. Sehingga mumpuni dalam melaksanakan tugas kemanusiaan dibidang kebencanaan. sekaligus bisa menjadi bekal manakala mendapat kesempatan mengikuti sertifikasi relawan yang diselengarakan oleh LSP-PB secara gratisan. Diluar itu semua kegiatan Arisan Ilmu Nol Rupiah merupakan media penguat sekaligus perekat silaturahmi antar relawan milenial.

Ya, di era revolusi industri 4.0 relawan harus meningkatkan kapasitasnya yang bersinggungan dengan teknologi informasi berbasis internet. Semua itu agar tidak tertinggal oleh jaman, ditinggal kesempatan yang semakin diperebutkan secara ketat. Apalagi kedepan, upaya penanggulangan bencana semakin komplek permasalahannya. Sudah selayaknyalah jika SRPB JATIM lebih sering menggelar diskusi mencermati kebijakan dan kejadian bencana serta penanganannya.

Termasuk mencoba membahas pesan-pesan yang ada di Kerangka Kerja Sendai untuk Pengurangan Risiko Bencana 2015 – 2030, yang terkait dengan upaya mempromosikan kesiapsiagaan untuk bencana sehari-hari, latihan respon dan pemulihan, termasuk latihan evakuasi, pelatihan dan pembentukan sistem pendukung berbasis daerah, untuk memastikan respon yang cepat dan efektif terhadap bencana dan terkait pengungsian, termasuk akses ke tempat penampungan yang aman, makanan pokok dan pasokan bantuan yang bukan makanan, yang sesuai dengan kebutuhan lokal.

Berkait dengan pesan Sendai di atas, alangkah eloknya jika SRPB bisa mendorong organisasi mitra untuk menggelar pelatihan yang melibatkan relawan lintas organisasi, sebagai upaya meningkatkan kapasitas dan mempererat tali silaturahmi. Kemudian kasilnya bisa dipublikasikan melalui media massa, atau pun sebagai bahan masukan untuk penyusunan kebijakan.

Ya, di dalam beberapa literature dikatakan saat ini kita sedang dalam masa bersejarah, masa saat revolusi industri keempat sedang dibicarakan, dipersiapkan, diperdebatkan, dan dimulai. Konon, jutaan pekerjaan lama yang semula mapan, akan menghilang, dan jutaan pekerjaan baru yang tak terpikirkan sebelumnya akan muncul.  Era ini pun mengguncang tatanan Ekonomi, Politik, bahkan budaya. Revolusi industri keempat akan menggilas banyak orang, Apakah relawan juga akan ikut digilas revolusi?. Mari bersiap diri agar tidak tergilas. Salam Tangguh, Salam kemanusiaan. [eBas/RabuKliwon-111219]