Selasa, 30 Januari 2018

SRPB JATIM MERANGKUL DISABILITAS

Sendai Framework for DRR 2015 - 2030 (SFDRR) adalah hasil dari Konferensi Dunia untuk pengurangan risiko bencana (PRB) yang ke-3 dan merupakan kerangka internasional melanjutkan Hyogo Framework for Action (HFA). Disana mengamanatkan perubahan dari pengelolaan bencana ke pengelolaan risiko dan penekanan partisipasi multi pihak dalam upaya mengurangi risiko, termasuk penyandang disabilitas.

Di tingkat nasional, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah memberikan perhatian khusus terhadap PRB yang inklusif dengan menerbitkan Peraturan Kepala (Perka) BNPB Nomor 13 Tahun 2014 tentang Pengarusutamaan Gender di bidang Penanggulangan Bencana dan Perka BNPB Nomor 14 Tahun 2014 terkait Penanganan, Perlindungan dan Partisipasi Penyandang Disabilitas dalam Penanggulangan Bencana. 

Peraturan-peraturan ini memberikan mandat bahwa perempuan dan penyandang disabilitas perlu dilibatkan dalam semua tahapan PRB,
Guna mensosialisasikan apa yang dipesankan di atas, tidak terlalu salah jika sekretariat bersama relawan penanggulangan bencana jawa timur (SRPB JATIM) mengajak kawan-kawan penyandang disabilitas untuk berbagi ilmu dengan jalan mengundang hadir di acara Arisan Ilmu Nol Rupiah, sebagai upaya meningkatkan kemampuan komunitas dalam berpartisipasi menanggulangi kebencanaan dan mengurangi risiko.

Hal ini sejalan dengan peraturan daerah provinsi Jawa timur nomor 3 tahun 2013, tentang Perlindungan dan Pelayanan bagi Penyandang disabilitas, jelas disebutkan bahwa dengan memberikan perlindungan kepada para penyandang disabilitas, maka hak konstitusional penyandang disabilitas terjamin dan terlindungi sehingga penyandang disabilitas dapat mandiri dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta terhindar dari tindak kekerasan dan diskriminasi.

Namun, praktek di lapangan, Program kebijakan pemerintah bagi penyandang disabilitas (penyandang cacat) cenderung berbasis belas kasihan (charity), sehingga kurang memberdayakan penyandang disabilitas untuk terlibat dalam berbagai masalah.

Ya begitulah nyatanya, penyandang disabilitas di Tanah Air masih saja mengalami berbagai diskriminasi dalam pemenuhan haknya. Kehadiran negara juga dirasa kurang dalam memberikan jaminan dan perlindungan bagi penyandang disabilitas.  

Melalui kegiatan Arisan Ilmu Nol Rupiah,  Mereka yang menyandang disabilitas perlu diberi tahu dan diajak berperan serta dalam pengurangan risiko bencana maupun penanggulangan bencana, sesuai kapasitas dan kondisi fisiknya. Sungguh, mereka sesungguhnya bisa dilibatkan dalam kerja-kerja kemanusiaan. Misalnya di bidang pendataan, bantuan komunikasi, pencatatan sirkulasi logistik, dapur umum, dan trauma healing.

Dengan kata lain, kegiatan Arisan Ilmu Nol Rupiah ini, mengajak semua orang untuk peduli ikut membantu teman-teman disabilitas agar bisa bergerak dengan nyaman dan aman, tanpa memandang masalah SARA. Sungguh, kalau bukan kita yang mendukung mereka, siapa lagi?

Pertanyaannya kemudian, bagaimana cara mendatangkan kawan2 penyandang disabilitas ke Joka untuk ikut bersama berbagi ilmu dalam acara Arisan Ilmu?. Mungkinkan Dinas Sosial berkenan memfasilitasi kawan2 untuk datang? Sementara SRPB sendiri belum mempunyai media untuk mendatangkan mereka. Semoga tulisan ini menjadi penggugah rasa empati dan rasa peduli terhadap kawan-kawan yang menyandang disabilitas di sekitar. [eBas]


Senin, 29 Januari 2018

SRPB JATIM PUNYA SERAGAM BARU


Syukur Alhamdulillah, akhirnya sekretariat bersama relawan penanggulangan bencana jawa timur (SRPB JATIM), sebagai tempat berkumpulnya relawan, berhasil mewujudkan asanya memiliki seragam. Ya, seragam yang lumayan mbois, seratus persen hasil urunan anggotanya ini menjadi cermin bahwa kebersamaan itu bisa menghasilkan sesuatu yang membanggakan sebagai organisasi yang baru lahir, sedang melakukan penataan internal.

Artinya, setelah disepakati tentang model baju, warna, serta harganya, maka, semua anggota yang berkenan, mentransfer sejumlah uang tanpa paksaan. Semua berdasarkan kebersamaan. Bukan untuk kepentingan ikutan dari pihak tertentu yang diuntungkan.

Harapannya, tentulah tidak sekedar bergembira mempunyai seragam baru. Tapi, dibalik itu, hendaknya juga tumbuh semangat baru dalam berkegiatan menebar inspirasi, menambah wawasan, serta meningkatkan kapasitas bersama untuk kebersamaan.

Kemudian, yang tidak kalah pentingnya adalah, dengan seragam baru hasil patungan itu, bisa menjadi penyemangat untuk meningkatkan soliditas, loyalitas dan dedikasi anggota untuk bersama meramaikan SRPB dengan program yang kreatif dan produktif menebar kebaikan dan kebermanfaatan bagi sasama.

Hal ini sejalan dengan postingannya Nanang Ndo, yang mengatakan, jika keberadaan kita dapat menjadi berkah bagi banyak orang, barulah kita benar-benar bernilai. Disitulah tampak keberadaan kita yang memberi manfaat bagi sesama, juga lingkungan.

Segaris dengan Sam nDo, Cak Ope membagikan rangkaian kata bijak. Bahwa, relawan itu ada karena panggilan hati untuk bekerja dan berbagi semata karena ketulusan. Jaga dan rawatlah mereka, karena jiwa-jiwa ini tak pernah meminta, apalagi menuntut belas kasih. Peluh dan kelelahan mereka, semata karena mencari ridho Illahi.

Apa yang terpapar diatas, dan mungkin banyak lagi lainnya, kiranya sangat indah dijadikan bahan kontemplasi diri, dijadikan topik belajar bersama di arena Arisan Ilmu Nol Rupiah. Orang bijak mengatakan, sampaikan ilmu walau hanya satu ayat. Artinya, melalui acara Arisan Ilmu, masing-masing anggota organisasi bisa menjadikannya sebagai ladang mencari ridho-NYA.

Ada yang bilang, bahwa tujuan pengadaan seragam itu untuk mempersatukan berbagai karakter dan kepribadian individu dalam organisasi. Dengan seragam, kita belajar menyeragamkan langkah  dengan anggota yang lain agar roda organisasi bisa berjalan sehingga tercipta interaksi yang harmonis.

Pakaian seragam kebanyakan dibuat dengan model yang berbeda untuk setiap organisasi, modelnya khas tapi memberikan kesan berwibawa dan mudah dikenal oleh khalayak ramai. ada efek psikologis tertentu yang dirasakan oleh pemakainya saat mengenakan seragam. Misalnya merasa lebih pede, merasa bangga dengan seragamnya.

Atau dengan kata lain, seragam adalah sarana menciptakan budaya kerja yang dianut oleh anggotanya. Semuanya dalam rangka menumbuhkan rasa ‘melu handarbeni’. Ikut bertanggungjawab terhadap maju mundurnyaa organisasi. Sebagaimana lazimnya sebuah organisasi, pastilah mempunyai simbul tertentu sebagai penanda. Bisa dalam bentuk baju, jaket, rompi, topi dan kartu tanda anggota.

Salah satu simbul yang saat ini dimiliki oleh SRPB adalah seragam. Namun, dibalik mboisnya seragam organisasi, tentu pemakaian seragam haruslah tidak sembarangan. Si pemakai seragam harus bertanggung jawab menjaga nama baik organisasi, karena seragam bisa menjadi cermin bonafiditas sebuah organisasi yang tidak pernah lepas dari gossip dan provokasi. Wallahu a’lam bishowab. Salam tangguh.[eBas]

  




Selasa, 16 Januari 2018

NGOPI DI BPBD JATIM

Nawaitunya sih, hari ini, selasa legi (16/1) kami kumpul di ruangnya Mercycorp membicarakan rencana mengadakan musyawarah kerja Sekber yang dibiayai oleh kita sendiri alias mandiri, karena tidak ada yang mengampu. Menurut kami, jika hanya menunggu datangnya si pengampu, maka Sekber tidak akan berbuat apa-apa untuk kebermanfaatan sesamanya.

Sambil menikmati Pecel Pedes buatan buatan Kak Dian, pembicaraan berlanjut membahas pengadaan baju seragam. Dimana, dananya dari urunan anggota sendiri. Kemudian jika nanti dari hasil urunan itu ada keuntungan, maka secara etika organisasi, semua keuntungan digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan anggota. Tidak seperti tetangga sebelah kiri, yang mengatas namakan orgaanisasi untuk mencari keuntungan pribadi.

Tetap dengan gaya serius tapi santai, tidak lupa juga membahas rencana kegiatan Arisan Ilmu sebagai media silaturahim dan berbagi pengalaman. Berbagai saran dan usulan pun berseliweran demi meningkatkan kebermanfaatannya. Termasuk bagaimana caranya agar seluruh anggota bisa aktif mengikuti kegiatan Sekber. Paling tidak, aktif berkomentar lewat grup WhatsApp.

Sambil nyeruput kopi Aceh udhek’ane bung Afkar, Cak Lukman nimbrung dengan pertanyaan yang menggelitik kami semua. Apa peran Sekber saat bencana banjir dan longsor di Pacitan tempo hari?. Pertanyaan itu mirip dengan yang sering ditanyakan oleh berbagai pihak. Baik itu pejabat BPBD maupun kawan-kawan relawan dari berbagai daerah, dan kami pun kesulitan menjawabnya.

Karena, sesungguhnyalah kami, atas nama Sekber belum pernah turun ke lapangan saat tanggap darurat bencana. Mengingat usia Sekber yang baru seumur jagung, kami selaku pengurus masih melakukan konsolidasi organisasi ke dalam. Mencoba merangkul semua organisasi relawan melalui penyebaran formulir pendataan. Tapi nyatanya rangkulan kami masih sering bertepuk sebelah tangan.

Namun, masing-masing anggota Sekber sudah banyak yang ikut turun menunaikan panggilan kemanusiaan menolong sesama. Tidak lupa mereka juga rajin mengirimkan informasi terbaru lewat media sosial yang ada tentang perkembangan penanganan bencana yang dilakukan di beberapa titik yang dilakukan oleh berbagai elemen. Sehingga anggota Sekber yang karena sesuatu dan lain hal tidak berkesempatan turun pun bisa mengikuti perkembangan bencana Pacitan. Ya begitulah Sekber saat ini.   

Bertempat di lantai dua, ruangannya MercyCorp, pertemuan berlangsung akrab bersahabat, Usulan program tahun 2018 yang bershio anjing ini dibahas bersama. Seperti melakukan edukasi melalui kegiatan Arisan Ilmu dan menggelar berbagai diklat, lokakarya dan sarasehan.

Sementara Cak Lukman mewacanakan untuk mengadakan Jambore Relawan, yang diisi dengan kegiatan praktek lapangan, diskusi tentang manajemen bencana yang didalamnya juga membahas tentang perundang-undangan, kebijakan pemerintah, perka BNPB, standar prinsip kerelawanan dan lainnya. Dari situ diharapkan muncul kesepahaman tentang Sistim Komando Penanganan Darurat Bencana, seperti yang termaktub dalam perka 03 tahun 2016.

Sungguh, ngopi di ruangannya Cak Lukman cs, lantai dua, gedung BPBD Jawa timur itu bikin lupa waktu. Tanpa terasa sore kan menjelang, karyawan BPBD pun bergegas pulang agar tidak terkena hujan. Begitu pun kami amit mundur. Obrolan siang memang belum mengerucut pada satu titik simpulan.

Minggu depan direncanakan kembali ngopi bersama di BPBD Jawa timur, tetap di ruangannya Cak Lukman cs. Monggo jika ada teman relawan yang ingin bergabung ngopi, ngobrol pintar. Wallahu a’lam bishowab. Salam tangguh. [eBas]  





Kamis, 11 Januari 2018

RELAWAN BERKOLABORASI TINGKATKAN KAPASITAS

Senyatanyalah, masing-masing komunitas relawan di Indonesia, pasti memiliki visi misi sendiri. Begitu juga mereka mempunyai kemampuan yang berbeda dari komunitas lainnya. Baik itu kemampuan financial, maupun kemampuan sumber daya manusia. Mereka juga mempunyai pola pembinaan kepada anggotanya sebagai upaya menumbuhkan jiwa korsa, loyalitas dan dedikasi terhadap komunitasnya.

Dengan keberagaman inilah tidak jarang memunculkan kebanggaan yang berlebih, tumbuhnya ego sektoral dan sikap ‘loe loe gue gue’ yang ujung ujungnya bisa mengarah kepada rivalitas antar komunitas.

Kondisi yang semacam inilah yang seharusnya bisa dibongkar melalui kegiatan Bersama. Dimana, masing-masing komunitas bisa mengirimkan wakilnya untuk belajar besama, berkegiatan Bersama lintas komunitas untuk memperkuat tali silaturahim, membangun sinergi dan kerjasama sekaligus menyamakan langkah  meningkatkan kapasitasindividu agar kompetensi yang dimiliki bisa setara satu sama lain (tidak njomplang).

Salah satu kegiatan kebersamaan yang sedang dilaksanakan oleh sekretariat bersama relawan penanggulangan bencana (SRPB) adalah Arisan Ilmu Nol Rupiah. Kegiatan ini sebagai upaya mendorong terwujudnya budaya saling belajar antar komunitas dengan menggalang kolaborasi untuk memanfaatkan sumber belajar yang tersedia guna mengoptimalkan potensi relawan secara bersama sama.

Artinya, SRPB berupaya merangkul seluruh komunitas relawan untuk bersama-sama saling berbagi ilmu, tukar informasi dan pengalaman yang pasti berbeda satu sama lainnya. SRPB berusaha mengajak dan terus akan mengajak sesuai dengan pesan kongres SRPB di Hotel Regent Park, tanggal 28 – 29 April 2017. Walaupun kadang ajakan dan rangkulan itu tidak bersambut, namun SRPB tetap harus terus mengajak dan berusaha merangkul. Karena itu memang salah satu tugasnya.

SRPB pun berusaha mengajak relawan yang memiliki pengalaman lebih (senior) untuk berkenan menjadi nara sumber gratisan,  membagikan kebisaannya kepada relawan lainnya. Mendekati organisasi relawan yang sudah mapan untuk mau berpartisipasi dalam pelatihan keterampilan tertentu dengan meminjamkan saraprasnya.

Berbagi pengalaman dan informasi semacam ini dipercaya bisa meningkatkan wawasan sekaligus mempererat interaksi antar relawan dalam rangka membumikan jargon “Seduluran Sak Lawase”. Untuk merealisasikan gagasan di atas secara optimal, tentu membutuhkan dukungan berbagai pihak, termasuk pemerintah lewat BPBD dan Dunia Usaha.

Idealnya para pelaku penanggulangan bencana yang disimbulkan dengan logo segitiga biru iru bisa saling berkolaborasi memunculkan potensi relawan yang belum tergarap sehingga kapasitas sebagai relawan yang mumpuni bisa terwujud

Kesadaran untuk berkegiatan bersama itulah yang selalu di gaungkan oleh SRPB melalui media sosial dan mulai tampak hasilnya. Semoga upaya kecil membangun kebersamaan itu bisa menginspirasi sesama komunitas untuk menebar manfaat bagi relawan.

Semoga pula SRPB yanag sedang bertumbuh ini tidak ‘layu sebelum berkembang’, menjadi korban kebijakan karena datangnya pemimpin baru yang menggantikan Sudarmawan, kepala BPBD Provinsi Jawa timur, yang telah purna tugas dan kini sedang sibuk mengikuti pesta pilkada. Wallahu a’lam bisshowab. [eBas]



Selasa, 09 Januari 2018

ADA APA DENGAN SRPB JATIM?

      Setahun sudah keberadaan SRPB JATIM berusaha membangun sinergi untuk saling peduli meningkatkan kapasitas relawan. Sejak kongres di Kota Malang, pengurus terpilih telah mencoba berkonsolidasi menyamakan langkah untuk mejalankan amanah kongres yang bisa dikerjakan bersama-sama.

Dengan keberanian dan kemandirian yang dimiliki, pengurus mencoba membuat kegiatan yang murah meriah untuk menjalin tali silaturahim antar relawan dari berbagai induk organisasi yang berbeda latar belakang sosial ekonomi dan pengalaman.

Kegiatan yang dipandang sebelah mata oleh para ‘relawan senior’ itu dinamakan Arisan Ilmu Nol Rupiah. Dimana semua yang terlibat dalam kegiatan tersebut harus mandiri. Membawa konsumsi sendiri-sendiri. Bahkan nara sumbernya pun tidak dibayar sama sekali seperti lazimnya kegiatan sejenis yang digelar secara professional.

Namun lucunya, kelakuan pengurus SRPB JATIM mengadakan kegiatan saling berbagi itu memunculkan berbagai anggapan yang beraneka. Ada yang bilang SRPB adalah organisasi bentukan BPBD untuk membantu daya serap anggaran. Kasak kusuk yang lain, SRPB akan membawa relawan untuk tujuan tertentu, SRPB sudah melenceng dari ruh nya karena relawan kok ada pengurusnya, dan aneka anggapan lain, yang intinya SRPB itu perlu dicurigai.

Termasuk adanya issue boikot terhadap semua kegiatan SRPB JATIM. Lho memangnya ada apa dengan SRPB JATIM?. Dosa apa yang telah dilakukan oleh SRPB JATIM ?, sehingga harus di gunjingkan kesana kemari agar tidak dipercaya untuk kemudian ditinggalkan anggotanya. Jelas tujuannya mendiskreditkan SRPB JATIM.

Sayangnya, mereka yang menaruh sakwasangka kurang bersahabat itu tidak mau menunjukkan hidungnya saat SRPB JATIM mengadakan kegiatan Arisan Ilmu Nol Rupiah. Mereka yang merasa takut tersisihkan dengan hadirnya SRPB JATIM harusnya paham bahwa kelakuan SRPB JATIM itu hanya sekedar berupaya meningkatkan kualitas paseduluran antar relawan melalui acara saling berbagi informasi dan saling tukar pengalaman. Baik dalam hal pengurangan risiko bencana, maupun penanggulangan bencana.

Sebagai organisasi, SRPB JATIM itu masih baru belajar berjalan, dimana kelahirannya difasilitasi oleh BPBD Provinsi Jawa Timur dan Mercycorp. Kemudian, sesegera mungkin berusaha menyamakan langkah membangun kesepahaman antar pengurus yang terdiri dari berbagai wakil organisasi yang berbeda visi misi, agar bisa beraksi dengan karya-karyanya. Ternyata mampunya masih sebatas melakukan edukasi, belajar bersama meningkatkan kompetensi dan wawasan dari berbagai nara sumber yang berkenan diundang gratisan.

Benar, secara organisasi, SRPB JATIM belum pernah turun langsung saat ada bencana (masa tanggap darurat bencana). Semua itu disebabkan pengurusnya (juga anggotanya) punya pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan dalam waktu lama (beda dengan relawan di kamar sebelah yang benar-benar relawan). Di sisi lain, SRPB JATIM masih miskin dengan sarpras yang bisa mendukung anggotanya untuk menuju lokasi bencana.

Namun, banyak anggota, atas nama organisasinya telah terjun dengan kekuatannya sendiri menjalankan misi kemanusiaan. Dari mereka yang berada di lapangan itu, arus informasi perkembangan penanganan bencana bisa terpantau dan terdistribusikan ke berbagai pihak. Termasuk ke BNPB dan BPBD dimana pun berada.

Sungguh, tanpa peran serta kawan-kawan relawan dari berbagai komunitas, SRPB JATIM itu tidak ada apa-apanya. Sejatinya, kekuatan SRPB JATIM itu terdapat di dalam semangat kebersamaan, tanpa saling memanfaatkan untuk kepentingan tertentu. Kekuatannya ada di dalam komitmen bersama untuk menumbuh kembangkan SRPB JATIM tanpa subsidi dari mana-mana.

Artinya, SRPB JATIM dalam berkegiatan selalu berusaha mandiri dan tetap mempertahankan kekhasannya. Termasuk dalam upaya mencari peluang kemitraan yang sampai sekarang belum ada peluang yang berhasil ditangkap.

Semua keterbatasan itu tetap disyukuri. percayalah tidak ada konflik internal seperti yang dituduhkan oleh mereka yang alergi dengan keberadaan SRPB, sehingga harus dijauhi dan dipengaruhi jika ada relawan yang akan bergabung, dan berpartisipasi untuk bersinergi dan berbagi. Subhanallah, sampai segitunya mereka yang takut kehilangan pamor dengan kehadiran SRPB JATIM.

Kini, diawal tahun 2018, pengurus SRPB JATIM mencoba urunan membuat baju seragam sebagai identitas yang membanggakan. Dimana nantinya seluruh hasil keuntungan penjualan seragam masuk kas untuk mendukung kegiatan bersama, tidak dinikmati oleh orang per orang seperti yang disangka oleh mereka yang sirik. Kira-kira akan muncul gossip apalagi ya yang disangkakan ke SRPB JATIM?. Just wait and see sajalah. Sungguh Tuhan tidak tidur. [eBas]  

Kamis, 04 Januari 2018

LULUS SERTIFIKASI RELAWAN PENANGGULANGAN BENCANA

“Selamat buat mbak Dian, dokter Ami, mas Yeka, om Rully, om Sulaiman, dan lainnya yang telah lulus sertifikasi relawan. Mudah-mudahan bermanfaat,”. Begitulah postingan ucapan selamat dari sesama relawan lewat group WhatsApp.  Silih berganti komentar sebagai rasa turut berbahagia melihat sejawatnya telah lulus sertifikasi yang diadakan secara ketat oleh lembaga sertifikasi profesi penanggulangan bencana (LSP-PB).

Ya, uji kompetensi yang dilakukan oleh asesor LSP-PB itu benar-benar menguras tenaga, dan pikiran. Belum lagi harus menyiapkan berkas dan dokumentasi yang mendukung. Karena, walaupun sudah menguasai materi dan berpengalaman di medan laga menolong sesama yang terkena bencana, jika hanya cerita doang tanpa dukungan dokumentasi, dipastikan tidak akan direkomendasikan untuk lulus.

Uji kompetensi untuk relawan yang masih gratis ini, dilaksanakan pada tanggal 14 – 16 November 2017, bertempat di PUSDALOPS BPBD Provinsi Jawa timur, itu menjadi dasar sidang komite teknis untuk merekomendasikan peserta uji kompetensi yang kompeten untuk kemudian keberikan sertifikat kompetensi sesuai pilihannya dan tercantum dalam surat keputusan LSP-PB nomor 37 tahun 2017.

Konon, sertifikasi itu adalah penetapan yang diberikan oleh suatu organisasi profesional terhadap seseorang untuk menunjukkan bahwa orang tersebut mampu untuk melakukan suatu pekerjaan atau tugas spesifik.

Artinya, dimasa depan, menjadi relawan saja tidaklah cukup mengandalkan kekuatan fisik dan penguasaan keterampilan saja. Tapi harus memiliki kompetensi yang keseluruhannya dapat diketahui melalui proses sertifikasi oleh lembaga pemerintah yang berwenang. Sehingga relawan harus selalu berusaha meningkatkan kompetensinya sesuai klaster yang diminati. Baik melalui upaya mandiri maupun mengikuti pelatihan yang diadakan oleh BNPB/BPBD.

Pertanyaannya kemudian, setelah menerima sertifikat, terus mereka akan diapakan ?. apakah LSP-PB, BNPB, dan BPBD mempunyai program pasca sertifikasi relawan?. tentunnya, semua sudah dalam skenario bidang pencegahan dan kesiapsiagaan.      
Paling tidak mereka akan mendapat pembinaan lebih lanjut dalam bentuk pembekalan untuk mendalami okupasi yang telah dipilihnya. Paling tidak relawan yang telah memegang sertifikat akan mendapat perlakuan seperti yang terdapat dalam Perka BNPB nomor 17 tahun 2011.

Dengan dipegangnya sertifikat kompetensi ini, mereka berhak menyandang sebutan relawan tersertifikasi dengan segala hak dan kewajibannya yang melekat. Mungkin, akan memperoleh pengakuan dan tanda pengenal relawan penanggulangan bencana, mendapatkan kesempatan mengikuti pelatihan peningkatan kapasitas, dan mendapat perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas penanggulangan bencana. Disamping itu, tentulah medapat kesempatan dilibatkan dalam penanganan tanggap darurat bencana dibawah ‘tanggungan’ BNPB.

Sekali lagi, selamat kepada relawan yang telah lulus mengikuti uji kompetensi sehingga mendapatkan pengakuan resmi dari BNPB sebagai relawan yang tersertifikasi. Harapannya, tetap rendah hati, mau berbagi ilmu dan saling peduli, dalam rangka meningkatkan kapasitas relawan agar siap mengikuti sertifikasi, mumpung pelaksanaan sertifikasi masih gratis. Salam tangguh.[eBas]