Minggu, 31 Januari 2021

SANTRI PESANTREN TANGGUH BENCANA

     “Sesuai Dawuhnya Kyai dan Istigharohnya Sekjen FPRB Jawa Timur,  Mbah Dharmo Jangkar Kelud, maka muncullah istilah ‘SANGGUB’, santri pesantren tangguh bencana,” Kata Gus Yoyok, Aktivis Penggerak NU Peduli Jawa Timur. Hasil istigharoh itu bermakna sebagai komitmen yang kuat dari relawan (dalam hal ini santri pondok pesantren), yang penuh dedikasi dan loyalitas, serta siap sedia bergerak dengan penuh tanggung jawab.

     Selama ini kita kenal program membangun ketangguhan msyarakat melalui DESTANA, yang setiap tahunnya rutin di lombakan dan terus bertambah jumlahnya di setiap Kabupaten/Kota, dalam rangka membangun budaya tangguh bencana. Yaitu memiliki kesiapsiagaan menghadapi bencana, yang mungkin terjadi di daerahnya.

     Sementara, SANGGUB ini lebih difokuskan pada komunitas Pondok Pesantren (ponpes), yang di dalamnya ada pengelola, pendidik dan santri pesantren. Mereka ini juga perlu di beri pemahaman tentang konsep pengurangan risiko bencana (PRB) yang bisa dilakukan di dalam pondok pesantren dan lingkungan sekitarnya secara mandiri.

     Menurut United Nations-International Strategy for Disaster Reduction (UN-ISDR), seperti yang disitir oleh Ariantoni dalam modul ‘Pengintegrasian PRB dalam sisten pendidikan’ (2009), dikatakan bahwa PRB merupakan usaha sadar dan terencana dalam proses pembelajaran untuk memberdayakan peserta didik dalam upaya untuk pengurangan resiko bencana dan membangun budaya aman serta tangguh terhadap bencana.

     PRB direalisasikan dengan mengembangkan motivasi, keterampilan, dan pengetahuan agar dapat bertindak dan mengambil bagian dari upaya pengurangan resiko bencana. Mengingat di semua Ponpes pasti ada potensi ancaman bencana. Dengan demikian, santri dapat berperan aktif dalam usaha mengurangi dan menanggulangi bencana terutama bagi diri sendiri, keluarga, dan masyarakat di lingkungan sekitar pondok pesantren.

     Kelahiran SANGGUB ini sama dengan goalnya destana, membangun kemandirian komunitas (dalam hal ini pesantren). Yaitu Mandiri dalam adaptasi, ketika kondisi ancaman belum datang/aman. Kemampuan merespons, ketika kondisi darurat, dan pemulihan (rehab rekon), ketika pasca bencana. Semua dilakukan secara mandiri, sebelum bantuan dari pihak lain datang.

     Tinggal bagaimana konsep SANGGUB hasil istigharohnya mBah Dharmo ini diterima oleh seluruh pondok pesantren di Jawa Timur, dalam rangka upaya pengirangan risiko bencana berbasis komunitas. Sekaligus menerapkan konsep satuan pendidikan aman bencana (SPAB), yaitu satuan pendidikan yang menerapkan standar sarana dan prasarana yang aman dan memiliki budaya keselamatan yang mampu melindungi warganya dari bahaya bencana.

Tentu ini tugas berat bagi para penggagas istilah SANGGUB, untuk segera membranding agar keberadaan SANGGUB segera dikenali dan dirasakan kehadirannya dalam kerja-kerja kemanusiaan dibidang penanggulangan bencana oleh khalayak ramai.

Paling tidak, upaya membranding SANGGUB itu harus memperhatikan sesuatu yang menjadi ciri khasnya (sebagai pembeda dengan lainnya). Misalnya, visi dan misinya, seragamnya, dan logonya. Semua harus dipersiapkan.

Moment pelatihan yang dipandegani oleh Gus Yoyok di beberapa daerah ini, diharapkan menjadi titik awal mensosialisasikan komunitas Santri Pesantren Tangguh Bencana (SANGGUB) di lingkungan Pondok Pesantren.

Jika memungkinkan, tidak ada salahnya mBah Dharmo menggandeng BPBD menggelar sarasehan relawan yang diikuti oleh seluruh komunitas relawan di Jawa Timur, untuk menyusun agenda bersama sekaligus memperkenalkan diri akan kehadiran SANGGUB.

Sungguh, konsep SANGGUB ini merupakan gagasan kreatif dan inovatif ditengah upaya terbentuknya FPRB di tingkat Kabupaten/Kota di seluruh wilayah Jawa Timur. Tinggal bagaimana merangkul media massa (termasuk media sosial) untuk menyebarkan kehadiran SANGGUB secara besar-besaran.

     “Berbahagialah orang-orang yang tersesat dalam kebaikan dan jangan takut terjerumus dalam kebaikan,” Kata penyandang gelar Master Manajemen Bencana dari UPN “VETERAN” Jokja, memotovasi anggotanya untuk bersama-sama menjalankan program yang dikemas dalam konsep, “dari kita, oleh kita dan untuk masyarakat”. Tetap bersemangat menggalang sinergi dalam menebar virus kebaikan di bidang kebencanaan.

Masih kata mBah Dharmo, bahwa kerja-kerja kemanusiaan di bidang kebencanaan itu harus saling menguatkan, tidak boleh saling melemahkan. Makanya, yang namanya koordinasi, komunikasi, kerjasama dan sinergi, menjadi penting dilakukan. Karena ini bukan kompetisi, yang semangatnya adalah menang atau kalah.

Dengan demikian, seluruh elemen pentahelix haruslah saling menyapa, mengajak, dan melibatkan dalam kerja-kerja kemanusiaan. Serta menghindari jalan sendiri-sendiri, saling meninggalkan dan menang-menangan sebagai ciri dari sikap ego sektoral.

Terkait dengan kerja-kerja kemanusiaan, pria dari Kasembon ini menganalogikan dengan upaya pembangunan jalan raya saat proses pengerasan. Saat batu-batu disusun, ditata, diratakan dijalan sebelum dilakukan pengerasan, batu-batu itu terlihat kokoh, kuat, tertata rapi. Tapi, sejatinya itu membahayakan bagi pengguna jalan (masyarakat).

 Namun ketika alat berat melindas batu-batu tersebut agar rata dan  kuat menancap, saat itulah terjadi proses menempatkan posisinya, saling berdesakan, bahkan ada pula yg mencelat, karena tidak bisa menempatkan posisinya. Namun ketika semua batu sudah pada posisinya dan bergandengan erat, batu-batu tersebut sulit untuk dilepaskan, karena saling menguatkan satu dengan lainnya. Pada akhirnya, menjadi tatanan batu, yang rata, kuat dan lebih bermanfaat untuk pengguna jalan (masyarakat).

“Selamat merenungkan peran dan fungsi kita masing-masing. Proses penyesuaian diri dalam organisasi bisa dimulai dengan benthik’an sesama teman, dan saling gesekan untuk  mencari bentuk ideal sebuah sinegi yang saling menguatkan, untuk mewujudkan kebersamaan,” Pesannya yang menginspiratif. Wallahu a’lam bishowab. [eBas/MingguPahing-31012021]

 

 

 

 

 

 

Selasa, 26 Januari 2021

MEREKA BERGERAK TANPA LELAH DEMI KEMANUSIAAN

Hari ini, selasa, 26/01/2021, bertempat di  Desa Sekar, Kecamatan Sekar, Kabupaten Bojonegoro, ada kegiatan pembagian paket sembako 25 paket, yang berisi beras 1.5 kuintal, mie instan 15 dos, alat kebersihan 5 shet. Disamping itu juga diadakan sosialisasi kajian risiko, dan edukasi living harmony with hazard. Kemudian diadakan gotong royong bersih-bersih lingkungan dan rumah yang terdampak banjir bandang.

Kegiatan ini melibatkan  elemen pentahelix, seperti FPRB JATIM bersama, LPBI NU JATIM, LPBI NU BANGIL, LPBI NU Bojonegoro, ISM Mojosaei, JANGKAR KELUD, BPBD Bojonegoro, Pol PP Bojonegoro, Perangkat Desa Sekar, dan warga setempat. Itulah postingan dari petinggi Forum PRB Jawa Timur di grup whatsApp FPRB JATIM KUAT.

Sebelum kegiatan ini, beberapa waktu yang lalu mBah Dharmo, sebagai Sekjen FPRB Jatim, juga menghimbau lewat grup agar pengurus dan anggota forum yang mempunyai kelonggaran waktu (serta dana, tentunya), berkenan bergabung untuk membangun sinergi pentahelix dan ketangguhan masyarakat serta komunitas menghadapi bencana di Bumi Angling Dharmo.

Sungguh, saya (dan mungkin anggota lain) merasa heran dengan kelakuan mBah Dharmo. Dengan didukung oleh Gus Yoyok beserta anggota LPBI NU Kecamatan Bangil, mereka berdua mengkoordinir anggotanya untuk bersafari dari berbagai daerah yang terdampak bencana banjir. Tanpa mengenal lelah mereka mengemas kegiatan secara berkelanjutan tanpa jeda untuk istirahat.

Ya, mereka berdua sepertinya tidak mempunyai rasa capek. Sepertinya mereka itu tergolong “Wong sakti mondroguno”, sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui. Terus bergerak menebar kebermanfaatan untuk sesama. Setali tiga uang dengan Abah Budi Cahyono, komandan relawan Kota Pamekasan. Tiada hari tanpa aktivitas yang bersentuhan dengan upaya membantu sesama. Sungguh keberadaan mereka ini sangat membantu tugas-tugas BPBD setempat.

Saya (dan mungkin anggota lain) beranggapan bahwa, mereka bisa merdeka berkegiatan tanpa henti, tentulah karena mendapat dukungan penuh dari keluarga di rumah. Mereka juga mempunyai kelebihan tertentu yang tidak dimiliki anggota lain. Sehingga mereka akan merasa termehek-mehek mengikuti langkah mBah Dharo, Gus Yoyok, juga Abah Budi.

Mereka berprinsip bahwa kegiatan kemanusiaan itu bukanlah ajang mencari sensasi unjuk diri demi popularitas pribadi. Namun semua merupakan medan pengabdian untuk kemaslahatan sesama. Mereka percaya bahwa apa yang dilakukan merupakan ladang kebaikan untuk investasi akherat.

“Semua yang kita jalani semata karena penggilan jiwa korsa, ketulusan,keikhlasan, amanah dan istiqomah,” Kata Gus Yoyok, yang saat ini juga sedang menggalang donasi untuk korban bencana Sulbar dan Kalsel.

Tentu, komunitas yang lain, diantaranya seperti SRPB, MDMC, Bonek Peduli, dan Brandal Alas, dengan caranya sendiri dan kemampuan yang dimiliki, juga ikut berfastabiqul khairat, yaitu berlomba-lomba dalam kebaikan demi meraih ridha Allah. Namun kadang kala upaya berbuat baik untuk sesama itu, kesan yang muncul malah persaingan, mengklaim diri akan kehebatannya.

Sehingga muncul upaya memaksakan diri untuk ikut tampil demi sebuah pengakuan. Padahal bukan itu yang diharapkan. Ingat, masing-masing komunitas pasti memiliki keterbatasan. Inilah yang seharusnya disadari bahwa, kerja-kerja kemanusiaan seperti penanggulangan bencana itu bukan mengedepankan egosentris, karena kegiatan itu butuh kerjasama berbagai aktor, bukan kompetisi.

Pastilah mBah Dharmo tidak menghendaki terjadinya persaingan. Karena semua memiliki peran masing-masing, yang bisa saling mengisi. Hal ini sesuai dengan kredo yang sering didengungkan, membangun sinergi antar elemen pentahelix untuk kerja-kerja kemanusiaan.

Disinilah (mungkin) peran Forum mendorong BPBD untuk mengkoordinir segenap aktor yang turun ke lapangan dalam satu komando, agar tidak berjalan sendiri-sendiri. Artinya ketika dalam penanganan darurat bencana, hendaknya FPRB/relawan setempat dilibatkan dalam posko induk untuk membantu pendataan dan distribusi logistik yang merata, serta terlibat dalam Team Rapid Assessment.

Walaupun mBah Dharmo berlari dengan programnya mengiringi langkah Gus Yoyok. Namun atas nama kebersamaan pulalah, pria yang baru mantu ini selalu ingat “pasukannya”. Buktinya, setiap merancang kegiatan, alumni pasca sarjana Universitas Pembangunan ‘Veteran’ Jokja ini selalu mengajak semua komunitas untuk berpartisipasi.

Masalahnya adalah, tidak semua anggota memiliki waktu luang dan terutama memiliki kelebihan uang, seperti mBah Dharmo, Gus Yoyok, dan juga Abah Budi, yang selalu mengatakan, jangan pernah lelah untuk peduli sesama. Sehingga yang terjadi adalah, kebanyakan anggota (termasuk pengurus) hanya bisa membaca laporan dan foto kegiatan di whatsApp. Paling-paling hanya membatin, “Kok gak capek ya berkegiatan terus membantu tugasnya BPBD tanpa jeda, dengan penuh gembira,”.

Kemudian hanya bisa berdoa agar mBah Dharmo, Gus Yoyok dan Abah Budi tetap bersemangat di jalurnya, membangun sinergi pentahelix dalam penanggulangan bencana. Salam sehat, salam kemanusiaan. [eBas/RabuPon-27012021]

 

 

 

  

Sabtu, 23 Januari 2021

AKSI DAN DONASI FPRB DALAM MERAJUT SENERGI PENTAHELIX

Setelah sukses menggelar sambang dulur sinau bareng (SDSB) di Pulau Garam, beberapa waktu yang lalu. mBah Dharmo dan Gus Yoyok mengagendakan safari ke beberapa daerah yang terkena bencana banjir. Kegiatan yang diberi nama “FPRB JATIM, LPBI NU JATIM DAN BPBD PROVINSI JATIM PEDULI BANJIR” nyambangi beberapa daerah dengan membawa bantuan sembako dan masker.

Mereka juga menyalurkan Bantuan 50 Paket Sembako dan Masker Dari Ibu Gubernur Jawa Timur, untuk warga lansia dan disabilitas yang terdampak banjir di Desa Wonoasri, Kecamatan. Tempur Rejo, Kabupaten Jember. Mereka juga menggelar Aksi Sosial "Grebek Sampah" di Sungai Gladak Putih. Masing-masing peserta dibekali glangsing berlogo BPBD yang akan diisi sampah.

Di tempat yang sama, mereka juga mengadakan kegiatan psikososial kepada anak-anak Yatim Piatu Panti Asuhan Nurul Qodri. Disamping itu juga melakukan sosialisasi protokol kesehatan dan pembagian masker, serta perlengkapan ibadah.

Dalama kegiatan ini, Personil yang terlibat, merupakan perwakilan dari, LPBI NU JATIM, FPRB Jatim, LPBI NU Jember, LPBI NU Bangil, LPBI NU Lumajang, LPBI NU Situbondo, LPBI NU Malang, LPBI NU Kencong, Jangkar Kelud, FPRB Kota Probolinggo, FPRB Jember, dan Bagana Banser PAC Jember

Mereka juga menyerahkan bantuan sembako mie instan, minyak goreng, beras, air mineral, snack, masker, alat-alat kebersihan dan perlengkapan ibadah yang terdampak banjir di Yayasan Yatim Piatu Nurul Qodiri, di Dusun Kraton.

Apa yang dilakukan ini, menurut Yudha, salah seorang aktivis F-PRB Kabupaten Probolinggo, merupakan kegiatan yang sangat bermanfaat bagi penyitas, sekaligus sebagai sarana edukasi bagi masyarakat agar menjaga kelestarian lingkungan.

“Aksi yang dilakukan oleh pengurus forum ini, diharapkan kedepan masyarakat terdampak dapat bergerak secara mandiri dalam menjaga alam sekitar, khususnya menjaga luasan sungai dan bertumpuknya sampah yang menyebabkan pendangkalan sehingga berpotensi banjir,” Kata pria yang berpengalaman sebagai fasilitator kebencanaan.

Sementara itu sekjen FPRB Jawa Timur, mBah Dharmo mengatakan bahwa kegiatan yang melibatkan berbagai elemen ini merupakan perwujudan dari kolaborasi sinergitas pentahelix yang tidak membeda-bedakan ‘bendera’. Semua bersama-sama sepakat untuk berbuat menggapai asa yang telah dicanangkan dalam program yang bersentuhan dengan kerja-kerja kemanusiaan.

Deddy Rustiono dalam tulisannya di unnes.ac.id, mengatakan bahwa Sinergi adalah suatu bentuk dari sebuah proses atau interaksi yang menghasilkan suatu keseimbangan yang harmonis sehingga bisa menghasilkan sesuatu yang optimum.

Masih kata Deddy, ada beberapa syarat utama penciptaan sinergi yakni kepercayaan, komunikasi yang efektif, feedback yang cepat, dan kreativitas.

Sejalan dengan paparann di atas, mBah Dharmo rupanya telah mencoba mendorong anggotanya untuk mengenal satu sama lain melalui berbagai aktivitas sosial. Membangun perilaku baik yang tidak menimbulkan kecurigaan dan kekhawatiran pihak lain akan kehilangan posisi atau kariernya.

Sebagai sekjen FPRB pengganti Rurid Rudianto, Mbah Dharmo juga memberi kesempatan dan kepercayaan kepada anggotanya untuk melakukan kegiatan secara mandiri sesuai kreativitasnya. Dengan demikian akan memperkuat dan memperkaya sinergisme dalam forum yang dipimpinnya untuk mencapai tujuan yang telah disepakati.

Ning Anin Faros, aktivis perempuan dari Desa Senduro, Kabupaten Lumajang, mengatakan bahwa sinergi yang dibangun mBah Dharmo beserta Gus Yoyok itu sangat bagus dan bermanfaat langsung bagi warga terdampak. Harapannya, masih kata sohibnya Zaenal Fattah, bahwa ke depan, kegiatan seperti ini hendaknya bisa melibatkan lebih banyak lagi anggota forum yang datang dari berbagai komunitas yang berbeda, dalam kegiatan kemanusiaan sebagai upaya peningkatan kapasitas dengan praktek langsung di masyarakat.

Artinya, aksi sosial di Kabupaten Jember ini tidak sekedar seremonial tanggap darurat saja. Tapi ada sentuhan edukasi kepada masyarakat/komunitas agar kedepan mampu melakukan upaya-upaya pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan, penanganan darurat dan Rehabilitasi Rekonstruksi, yang pada akahirnya bisa mewujudkan Gerakan PRB dan Perubahan Iklim di Jawa Timur yang melibatkan seluruh elemen pentahelix.

Tampaknya, kegiatan di Jember ini akan terus bergulir. Hal ini tampak dari postingan  Gus Yoyok terbaru sepulang dari Jember, di WhatsApp pengurus FPRB, yang mengatakan ‘Sampai ketemu di Bojonegoro’ dalam acara Peduli Banjir Bojonegoro.

Sementara sebelum aksi di Jember, sudah diawali dengan berkegiatan di Kabupaten Lamongan, Mojokerto, Gresik, dan Sampang. Entahlah, setelah itu akan bergerak kemana lagi dalam rangka merajut sinergi pentahelix yang indah dibicarakan namun sulit diimplementasikan. 

Hanya mBah Dharmo dan Gus Yoyoklah yang akan mendesainnya. Karena mereka berdua kaya ide kreatif dan inovatif dalam hal merancang aksi. Sementara yang lain berusaha menyiapkan diri agar bisa ikut aksi yang dikemas lewat program sambang dulur sinau bareng. Mungkin akan lebih elok lagi jika kegiatan ini BPBD setempat ikut terlibat, agar semakin akrab diantara elemen pentahelix. Wallahu a’lam bishowab. Salam Sehat, Salam Kemanusiaan. [eBas/MingguKliwon-24012021] 

 

 

 

 

 

Minggu, 10 Januari 2021

PROGRAM PERDANA SDSB DI MADURA

Sungguh, betapa bangganya Bang Endik (Koordinator Bidang PKM) saat tahu idenya tentang SDSB benar-benar menjadi role model dari pengurus FPRB JATIM periode 2020–2023. Bayangkan, langkah pertama muhibah ke Pulau Garam, langsung terbentuk kepengurusan FPRB Kabupaten Sampang dan Kabupaten Pamekasan. Hal ini sesuai dengan UU nomor 24 tahun 2007 dan PP nomor 21 tahun 2008.

Semua kegiatan sambang dulur dilakukan dengan biaya sendiri, dan donasi dari pribadi-pribadi yang peduli. Ini karena belum ada subsidi untuk operasionalisasi organisasi. Namanya juga program mandiri yang belum dikoordinasikan dengan berbagai instansi. Mungkin suatu saat nanti ketika FPRB sudah berprestasi, baru akan mengalir donasi.

Namun semua itu bukan penghalang bagi relawan. Acaranya tetap meriah. Bahkan ada acara pembagian masker kepada pengguna jalan, penghijauan di beberapa tempat dengan beberapa jenis tanaman produktif, dan penyerahan bantuan sembako bagi keluarga tidak mampu. Inilah arti sebuah kebersamaan bagi semua yang terlibat (istilahnya mBah Dharmo, kabeh rumongso di-uwong-ke). tentu dengan tetap mentaati protokol kesehatan.

Semua juga ikut aktif menikmati dialog kebencanaan serta materi tentang pentingnya FPRB. Dalam materi rakor di Hotel Mercure, beberapa waktu yang lalu dikatakan bahwa FPRB memiliki visi untuk memastikan pembangunan daerah berbasis pengurangan risiko bencana. Memastikan kebijakan yang diambil dapat mengurangi risiko bencana saat ini, tidak menambah risiko bencana baru, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Selain itu, juga memastikan kelembagaan penanggulangan bencana dapat bersinergi dengan baik, antara BPBD dengan OPD, antara pemerintah daerah dengan masyarakat, dan lembaga usaha. Biasa disebut pentahelix.

Semoga hal ini menjadi awal yang bisa menginspirasi daerah lain untuk menggelar SDSB, yang dilanjutkan dengan membentuk FPRB dengan melibatkan semua unsur pentahelix. Sukur-sukur kegiatannya dihadiri oleh staf BPBD setempat, seperti di Sampang dan Pamekasan. Hal ini mengingat bahwa FPRB merupakan mitra BPBD untuk mengurangi dampak bencana.

Dari kegiatan SDSB yang digelar dengan penuh rasa akrab bersahabat ini, secara aklamasi pesertanya memilih Moch. Hasan Jailani  (Gus Mamak) Sebagai (Sekjen) Ketua FPRB Kab. Sampang, dan Budi Cahyono sebagai (Sekjen) Ketua FPRB Kabupaten Pamekasan. Ke dua tokoh ini dipercaya bisa merangkul semua elemen pentahelix dalam membangun gerakan bersama pengurangan risiko bencana di daerahnya masing-masing.

Semua berharap, semoga sukses selalu dan di berikan kekuatan, kesehatan dan kelancaran menjalankan tugas dengan penuh amanah. Sementara mBah Dharmo, sangat mengapresiasi kepada para relawan di Sampang dan Pamekasan yang cepat merespon mandat untuk segera membentuk FPRB di daerahnya. Apalagi pemerintahnya juga mendukung.

“Semua pihak pasti memiliki kelemahan, maka bagaimana kelemahan tersebut disatukan menjadi kekuatan, karena urusan bencana adalah tanggung jawab seluruh elemen masyarakat dan pemerintah,” Ujarnya.

Selanjutnya, silahkan dipilih anggota pengurus dari berbagai elemen yang mumpuni di bidangnya, dengan memperhatikan azas pemerataan. Untuk kemudian bersama-sama menyusun rencana program yang diselaraskan dengan programnya BPBD setempat. Hal ini penting untuk memudahkan koordinasi.

Apa yang dilakukan oleh mBah Dharmo dan kawan-kawan, menurut istilah orang Bojonegoro, sangat matoh. Bahkan, Program SDSB pun mendapat apresiasi dari Kabid Pencegahan dan Kesiapsiagaan, BPBD Provinsi Jawa Timur, Gatot Soebroto, SE,M.PSDM, dengan harapan tahun ini akan terbentuk FPRB se jatim dengan segala kiprahnya, sesuai hasil rakor di Hotel Mercure, Surabaya, tanggal 26-27 November 2020.

Sebagai Sekjen yang bertanggungjawab penuh terhadap maju mundurnya Forum, mBah Dharmo berharap keberadaan FPRB Kabupaten/Kota mampu membangun sinergitas pentahelik yang semakin meningkat, ego sektoral mulai ditinggalkan, terwujudnya Gerakan Pengurangan Risiko Bencana dan Peruban Iklim di jawa timur.

Karena, sesungguhnyalah pembentukan FPRB adalah perwujudan partisipasi masyarakat dalam penanggulangan bencana. Dari situlah akan muncul budaya tangguh terhadap bencana. termasuk tuju objek ketangguhan. Seperti, ketengguhan rumah/hunian, sekolah/madrasah, puskesmas/RS, pasar, rumah ibadah, kantor, dan prarasana vital lainnya. namun semua itu tidaklah mudah. Perlu ada gerakan yang massif melalui edukasi, sosialisasi dan advokasi. Semua itu perlu proses panjang.

Sekali lagi, gelaran perdana SDSB yang dicetuskan oleh bidang peningkatan kapasitas, FPRB Jawa Timur, telah menuai hasil yang signifikan. Mungkin, sebelum menggelar acara serupa selanjutnya, perlu ada evaluasi kegiatan selama dua hari, Sabtu – Minggu (9 – 10 Januari 2021), di Bumi Arek Lancor.

Sementara masih ada 36 Kabupaten/Kota yang menjadi target program SDSB. Ini tidak mudah. Perlu ada sinergi dan kebersamaan semua elemen setempat dalam pelaksanaannya. Jelas kendala utama adalah pandemi covid-19 yang masih mengancam. Belum lagi kendala koordinasi dengan aktor lokal dengan nuansa politik yang kental, tentunya tidak mudah.

Untuk itulah dalam merencanakan kegiatan SDSB, Teguh PK, dalam postingannya berharap jangan dipaksakan. Tunggu moment yang tepat. Tidak perlu mengejar matahari, karena, rembulan pun tak pernah sanggup mendekapnya. Sebuah kalimat sarat makna. Perlu diresapi sambil ngopi bersama menyok goreng, guna merencanakan program muhibah SDSB selanjutnya.

Masalahnya akan lain jika ada fasilitasi dari pemerintah setempat untuk menggelar SDSB di daerahnya. Artinya kegiatan ini bisa dimasukan dalam anggaran penanggulangan bencana, seperti yang diharapkan dalam visi forum, yang ingin memastikan adanya anggaran yang cukup digunakan dalam penanggulangan bencana sesuai dengan risiko bencana yang ada di daerahnya.[eBas/Senin11012021]

 

 

 

 

Senin, 04 Januari 2021

FORUM PRB JATIM PUNYA PROGRAM SDSB

Diakui atau tidak, geliat forum pengurangan risiko bencana (FPRB) Jawa Timur semakin tampak nyata, ketika mBah Dharmo di dapuk secara aklamasi di era pandemi menjadi Sekjen Forum. Sungguh, pilihan peserta musyawarah online tidak keliru.

Terbukti, pria dari Desa Pondok Agung, kecamatan Kasembon, Kabupaten Malang ini langsung tancap gas menggerakkan organisasi dengan berbagai aktivitas. Semua dilakukan guna konsolidasi internal sekaligus membangun chemistry anggotanya.

Gayung pun bersambut, semua anggota mengimbangi semangat Sudarmanto, S.Sos, M.MB, nama lengkap mBah Dharmo. Salah satunya adalah Gus Yoyok, Ketua LPBI-NU Kota Bangil, yang siap menggerakkan anggotanya untuk mensukseskan seluruh program FPRB Jawa timur.

Salah satu program ikonik adalah SDSB (Sambang Dulur Sinau Bareng). Program ini dimunculkan oleh Bang Endik, Pembina Dirgantara Rescue, dalam rangka membangun kebersamaan terkait dengan upaya pengurangan risiko bencana berbasis komunitas. Gagasan ini muncul saat rakor bersama BPBD Provinsi Jawa Timur dan SRPB Jawa Timur, di Hotel Singgasana, Surabaya, beberapa waktu yang lalu

“Dalam kegiatan SDSB ini prinsipnya tidak ada yang pintar, tidak ada yang hebat. Semua sama sehingga perlu belajar bareng saling mengisi dalam rangka penguatan kapasitas anggota forum di semua tingkatan,” Katanya saat dihubungi.

Masih kata Bang Endik, diharapkan program SDSB ini bisa merawat keberadaan forum di daerah, serta mendorong tumbuhnya forum di tingkat Kabupaten/Kota. Hal ini sesuai dengan harapan BPBD Provinsi Jawa timur bahwa  di tahun 2021 seluruh Kabupaten/Kota terbentuk forum dengan segala aktivitasnya.

Alfin, salah seorang pengurus bidang peningkatan kapasitas, FPRB Jatim, mengatakan bahwa SDSB memang merupakan salah satu program dari bidang peningkatan kapasitas. Tujuannya untuk menyambung silaturahmi dengan semua pihak, khususnya FPRB di tingkat daerah. Harapannya FPRB Jatim bisa lebih di kenal oleh semua  pihak. Baik terkait dengan visi, misi, tujuan dan programnya.

“Program SDSB ini bertujuan meningkatan kapasitas masyarakat/relawan/komunitas, atau lembaga lain dalam bidang kebencanaan, dengan harapan pemahaman masyarakat dalam bidang kebencanaan semakin luas, sehingga pada akhirnya terbangunnya ketangguhan dan kemandirian masyarakat dalam respon bencana baik di fase pra, saat maupun pasca,” Kata penilik Lorong Cafe.

Sementara, mBah Dharmo mengatakan bahwa program SDSB merupakan role model hasil mubes III FPRB JATIM periode 2020-2023. Dalam prakteknya, Forum tidak mengundang, tapi mendatangi lokasi yang dituju. Karena, selain berbagi ilmu, Forum juga ingin berbagi beban, tdak hanya saat terjadi bencana, namun di segala waktu, sehinga ada upaya pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, kedaruratan dan pemulihan, semua bisa terlaksana secara bersama-sama.

Walaupun pandemi covid-19 masih cukup ganas, pengurus FPRB Jawa Timur berencana mengawali tahun 2021 dengan menggelar SDSB di Pulau Madura. Tepatnya di Kabupaten Sampang dan Kabupaten Pamekasan, dengan sasaran komunitas relawan yang ada disana. Agendanya, Diskusi sambil Ngopi dan Bakti Sosial dengan pembagian masker, sembako serta penghijauan.

Mengingat sebagian Jawa timur sedang menerapkan protokol kesehatan dengan ketat, dihimbau peserta yang akan mengikuti kegiatan SDSB di Pulau Garam harus benar-benar dalam kondisi sehat, agar tidak mudah tertular atau menulari peserta lainnya. Ingat, maskerku melindungimu, dan maskermu melindungiku. Jaga iman, imun dan aman.

Sejalan dengan itu, Ibu Gubernur jawa Timur, saat rakor virtual menyambut datangnya 77.760 vaksis covid-19, memohon warga jatim patuh protocol kesehatan dan jangan lengah untuk terus melaksanakan 3M, memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak. Saat ini penularan virus belum berhenti. (jatimmedia.com/04-01-2021).

Ya, inilah salah satu greget mBah Dharmo dalam menggerakkan organisasi di awal tahun dengan program SDSB. Sementara relawan daerah pun juga menyambut dengan antusias kedatangan Sekjen beserta rombongan dalam rangka bersemuka sambung paseduluran dalam rangka menambah wawasaan tentang pengurangan risiko bencana. Apalagi di kedua tempat SDSB itu disaat musim penghujan ini rawan banjir, sehingga bisa dijadikan bahan praktek langsung, jika memungkinkan..

  “Harapan saya, program SDSB ini menjadi ajang saling belajar, sharing ilmu dan pengalaman terkait kebencanaan, serta saling menguatkan dan memotivasi relawan, sehingga mampu berperan dalam pra, saat, dan pasca bencana. Sekaligus media golek pahala sesuai konsep hablum minan nas,” Kata Alfin, sohibnya budhe Anin Faros, dengan penuh semangat. Semoga gelaran SDSB yang diagendakan tanggal 9 dan 10 Januari 2021 dapat berjalan dengan aman terkendali tanpa ekses yang berarti. Salam Tangguh, Salam Sehat. Terus menginspirasi sepenuh hati tanpa iri hati. [eBas/SeninKliwon-04012021]