Gus Ipul, panggilan akrab wakil gubernur Jawa Timur,
dalam beritalima.com, hari senin (27/3), mengatakan bahwa, di Jawa Timur,
terdapat 125 kelompok relawan yang masih berdiri sendiri, belum terwadahi. Ke
depan kelompok relawan tersebut akan diwadahi dalam satu kesekretariatan
(sekber), sehingga tindakan yang dilakukan akan terintegrasi dan akan terjadi
penguatan kapasitas. Dengan demikian, penanganan bencana dipastikan akan lebih
terstrukutur dan terorganisasi baik.
Dengan kata lain, Sekber
dibentuk dengan tujuan, diantaranya
untuk (1) mengkoordinasikan serta mengkonsolidasikan organisasi relawan
dalam satu wadah untuk memudahkan komunikasi dan tukar informasi, (2) melakukan
kegiatan-kegiatan dalam rangka peningkatan kapasitas dan kompetensi relawan
menghadapi program sertifikasi berdasar pengklasteran.
Sekber diharapkan menjadi media untuk
mempublikasikan kegiatan relawan dalam penanggulangan bencana, sehingga
diketahui oleh khalayak ramai. Sekber pun juga menjadi wadah saling belajar
serta membangun jaringan dengan para pemangku kepentingan lain
(Kementerian/Lembaga, LSM Nasional/International, Donor, Dunia Usaha dan
Komunitas) yang bergerak dibidang kebencanaan.
Memang, kendalanya adalah, masih kentalnya rasa
ego sektoral. Masing-masing merasa sok pintar, sok berpengalaman, sok senior, merasa
punya dana banyak sehingga tidak mau diatur apalagi diajak bekerjasama. Kendala
inilah yang perlu dibongkar jika ingin gagasannya Gus Ipul tentang rencana
pembentukan sekber sebagai wadah relawan membawa barokah bagi sesama.
Dalam UU 24 tahun 2007 dikatakan bahwa Relawan Penanggulangan Bencana, yang
selanjutnya disebut relawan, adalah seorang atau sekelompok orang yang memiliki
kemampuan dan kepedulian untuk bekerja secara sukarela dan ikhlas dalam upaya
penanggulangan bencana.
Sudah terbukti, bahwa, dalam banyak kejadian bencana, relawan telah memainkan
peran penting. Bersama masyarakat terdampak, mereka bekerja cepat bergotong
royong mengevakuasi korban, mendirikan dapur umum, dan upaya penanggulangan
bencana lainnya secara mandiri, memanfaatkan potensi yang ada sebelum bantuan
dari pemerintah (dalam hal ini BPBD) datang. Pinjam istilah yang muncul di
diskusi publik di Hotel Santika, Surabaya dengan tema, Membedah Tata kelola Bencana Provinsi Jawa Timur,
bahwa dalam menangani korban bencana haruslah cepat, tepat dan humanis.
Hal ini sejalan dengan tujuan penanggulangan bencana, diantaranya
adalah memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana, menjamin
terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu,
terkoordinasi, dan menyeluruh, membangun partisipasi dan kemitraan publik,
serta mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan, dan kedermawanan.
Apalagi, masih menurut wagub jatim, bahwa Sebanyak 29 kabupaten/kota di Jatim merupakan daerah yang berisiko
tinggi bencana. Risiko tinggi bencana yang dihadapi 29 daerah itu tidak sama.
Ada yang rawan bencana tanah longsor, banjir, puting beliung, gempa dan gunung
berapi. Bencana terbanyak adalah banjir. Ada juga bencana kekeringan dan kebakaran
hutan.
Ke-29 daerah itu adalah Lumajang, Malang, Jember,
Banyuwangi, Pacitan, Pasuruan, Blitar, Sumenep, Tulungagung, Trenggalek,
Probolinggo, Pamekasan, Kediri, Tuban, Gresik, Lamongan, Situbondo, Surabaya,
Bondowoso, Bangkalan, Mojokerto, Ponorogo, Madiun, Jombang, Sampang, Nganjuk,
Magetan, Bojonegoro dan Sidoarjo.
Dengan banyaknya daerah rawan bencana itu, relawan melalui sekber
bisa berperan lebih dalam satu komando. Dengan kata lain, pengurus sekber
bergandengan tangan dengan BPBD, mendorong relawan berpartisipasi aktif
mensukseskan program BPBD, serta membangun kapasitas relawan berbasis kearifan
lokal dalam melaksanakan upaya-upaya PRBBK. mensosialisaikan perkembangan
konsep PRBBK dan kegiatan penanggulangan bencana kepada khalayak ramai di
daerah rawan bencana.
Sekber pun bisa sebagai sarana menjalin komunikasi dan koordinasi
berkelanjutan antar relawan. Komunikasi antar relawan merupakan hal yang
penting, terutama untuk saling berbagi pengalaman, dan bertukar informasi dalam
menjalankan tugas penanggulangan bencana.
Upaya meningkatkan komunikasi antar relawan dapat dicapai melalui
pengembangan buletin, WhatsApp, dan milis relawan penanggulangan bencana, atau
media lainnya yang mudah diakses relawan. Semoga upaya mewadahi relawan
penanggulangan bencana dalam sekretariat bersama segera terwujud dan terdukung
anggarannya. Salam kemanusiaan. [eBas].