Bolehlah
penulis mengartikan
bahwa Logo merupakan suatu bentuk gambar tertentu yang menarik, mudah dikenali dan mempunyai
makna tertentu, yang dibuat sebagai identitas kominitas tertentu. Biasanya logo ditempel di baju seragam. Bisa juga di
jaket, kaos, topi maupun rompi. Bahkan dijadikan bendera yang membanggakan.
Jadi, tidak salah jika saat ada kegiatan pertemuan antar
komunitas, berkibarlah aneka bendera komintuas yang tertata rapi, mengusik
hasrat untuk ber-selfi-ria megabadikan moment penting yang jarang bisa diikuti
kembali.
Begitu pula saat ada acara Halal bi Halal sekaligus
rakornis bencana gempa, yang diadakan oleh pengurus Forum PRB Jawa Timur, pada
hari minggu (23/05/2021), di Obis Camp, Trawas, Kabupaten Mojokerto. Hampir semua komunitas yang
menghadiri undangan, memamerkan logo komunitasnya agar semakin dikenali
keberadaannya.
Bahkan, tidak menutup kemungkinan, ada yang sengaja memanfaatkan
pertemuan untuk saling tukar menukar stiker bergambar logo komunitasnya. Ini
adalah bagian dari promosi keberadaannya agar dikenal.
Apalagi, dalam kegiatan di Obis Camp ini, panitianya
kreatif mendesain panggung dengan memasang berbagai logo komunitas yang sangat
menarik untuk diabadikan dalam sebuah foto penuh gaya, sebagai kenangan yang indah.
Disamping itu (mungkin) pemasangan logo komunitas ini
dalam rangka menguatkan komunitas anggota forum agar terus bergerak
meningkatkan kapasitas SDM maupun keberadaan lembaganya, agar tidak sekedar
menjadi organisasi papan nama.
“Keanggotaan Forum sebagai rumah besar dari para pegiat
kebencanaan yang tergabung dalam pentahelix sangatlah terbuka. Bersama saling
bersinergi, saling menguatkan, tidak saling melemahkan,” Kata mBah Dharmo,
Sekjen Forum yang aktif menebar virus PRB yang bermanfaat bagi masyarakat.
Melihat kiprah forum yang mengedepankan kemandirian dalam
soal dana kegiatan, membuat BPBD (dan juga BNPB) berkenan terus “memfasilitasi”, demi suksesnya program yang dirumuskan dalam rapat pengurus
yang didampingi dewan penasehatnya.
Pak Papang, yang datang mewakili BNPB mengingatkan kepada
seluruh komunitas yang hadir, agar memahami keberadaan forum yang sesuai dengan UU 24 tahun
2007 dan PP 21 tahun 2008, khususnya pasal 8. Termasuk paham akan visi forum
yang harus tampak dalam programnya (bukan
terus menjadi wacana).
“Bagaimana forum mengkoordinasikan seluruh elemen
pentahelix dalam sebauh kegiatan penaanggulangan bencana. Bisakah forum
memengaruhi politik lokal agar kebijakan pemda yang pro pengurangan risiko
bencana?,” Tanya pria asli Jokja ini.
Pak Papang berdiri di depan backdrop yang dipenuhi logo organisasi, mengatakan bahwa anggota
forum juga harus ‘merangkul’ kelompok marginal. Seperti kelompok
rentan/disabilitas, keterwakilan jenis kelamin/gender dan sebagainya, agar
suara mereka juga terdengar.
Diakhir arahannya, beliau mengingatkan tentang empat
mandat Kerangka Sindai. Yaitu, Kurangi jumlah kematian saat terjadi bencana,
Kurangi jumlah orang terdampak, Kurangi kerugian ekonomi, dan Kurangi kerusakan
akibat bencana.
Dengan demikian, menjadi tugas pengurus forum untuk
meningkatkan SDM anggotanya melalui berbagai program yang memberdayakan.
diantaranya melalui gerakan literasi bencana untuk menumbuhkan budaya sadar
bencana. Tinggal bagaimana memformat bentuk kegiatannya yang lebih operasional.
Sudah menjadi sunatullah, ada pertemuan pasti akan
berakhir dengan perpisahan. Semilir angin gunung menyapa peserta yang berkemas
meninggalkan arena, dengan membawa selaksa kenangan dan harapan akan program
kedepan yang bermartabat dan melibatkan komunitas setempat.
Mereka beriringan pulang. Ada yang bermotor, juga ada
yang bermobil. Tidak lupa saling
berfotoria dan tukar nomor whatsApp. Semua
tetap mengenakan pakaian kebesaran dengan logo kebanggaan. Selamat berpisah,
semoga masih ada masa untuk bersua dilain acara. Salam tangguh salam
kemanusiaan. [eBas/KamisPon-27052021]