Mereka
datang dalam rangka turut memeriahkan kegiatan “Eiger Mangrove Adoption 2019” bekerjasama dengan mapala
Palasdhika, STIE Mahardhika, Surabaya, dalam rangka penanaman bibit mangrove sebagai
langkah partisipasi dalam pelestarian mangrove di pantai timur Surabaya.
Konon,
kegiatan ini merupakan yang pertama di Surabaya, dalam rangka ‘mengingatkan’ kepada komunitas pecinta
alam agar tidak bosan untuk belajar cinta lingkungan dan upaya pelestarian
daerah pesisir dalam arti sebenarnya. Karena, sesungguhnyalah, upaya
pelestarian alam itu tidak bisa lepas dari keterlibatan komunitas. Untuk itulah
sudah waktunya pemerintah lebih erat lagi merangkul para relawan lingkungan.
Ini
penting, karena pantai yang ditumbuhi oleh mangrove dapat menjaga ekosistem, mencegah
abrasi, memecah gelombang serta menahan kecepatan tsunami. Disisi lain, hutan
mangrove bisa menjadi tempat perkembang biakan berbagai jenis unggas. Khususnya
burung dan hewan pantai lainnya.
Kegiatan
yang dihelat di alam terbuka di kawasan hutan mangrove ini juga diisi dengan
acara “Sharing Session” tentang
darurat mangrove yang dipandu oleh Lulut Sri Yuliani, pakar mangrove yang
pernah memperoleh hadiah kalpataru tingkat Kota, tingkat Provinsi dan tingkat
Nasional. Seluruh peserta khidmat mendengarkan tausyiah seputar mangrove.
Ditangan
alumni Unesa ini, mangrove yang banyak jenisnya itu dibudidayakan menjadi bahan
olahan yang bernilai ekonomi. seperti sirup, tepung, kopi, minyak urut, bahan
pewarna untuk membatik dan lainnya. Termasuk sedang diteliti untuk bahan obat
pencegah stunting.
Dikatakan
darurat mangrove, karena saat ini banyak hutan mangrove yang meranggas menuju
kematiannya dikarenakan musim kering, dan banyaknya sampah plastik yang
menutupi tunas mangrove sehingga mengganggu pertumbuhan mangrove sekaligus
kehidupan flora fauna di sekitarnya. Belum lagi ulah manusia mengalih fungsikan
pasisir pantai untuk kepentingannya.
“Ingat
ya, menanam pohon bakau itu bukan untuk pamer. Tapi harus tulus dan dijaga
sampai benar-benar tumbuh subur,” Kata Lulut bersemangat. Disamping itu, dalam
menanam mangrove juga harus memperhatikan kondisi pesisir. Apakah termasuk pantai
berlumpur, berpasir atau pantai karang.
Dengan
mengetahui kondisi pesisir bisa disesuaikan dengan jenis bibit mangrove yang
cocok. Sehingga pertumbuhannya bisa maksimal. Sementara Cak Roy, dari komunitas
relawan Surabaya, mengatakan bahwa menanam bibit mangrove harus diberi pemberat
di bagian akarnya atau batangnya diberi tegakan bambu., agar tidak hanyut oleh
gelombang pasang surut.
Diakhir
paparan tentang darurat mangrove, muncul keinginan mendirikan ‘Sekolah Mangrove’ kerjasama antara
pihak eiger dengan pakar mangrove. Hal ini dikarenakan masih minimnya edukasi
tentang tanaman mangrove yang banyak jenisnya sekaligus menyimpan manfaat yang
tidak sedikit untuk kehidupan manusia.
Kegiatan
yang juga diramaikan dengan aneka kuis dan musik akustik ini, tidak terlepas
dari partisipasi pihak eiger yang peduli terhadap upaya peningkatan kapasitas
berbagai komunitas pegiat alam.
Sungguh,
ucapan terimakasih patutlah disampaikan kepada eiger atas segala fasilitas yang
diberikan demi suksesnya acara penanaman bibit mangrove untuk membangun habitat
flora dan fauna pantai yang rusak akibat kekeringan. Harapannya, pihak eiger
bisa melestarikan kegiatan semacam ini sebagai tempat berkumpulnya aneka
komunitas untuk saling bersilaturahmi, dan berkoordinasi, Sudah waktunya
meninggalkan ritual penanaman mangrove sekedar acara seremonial untuk
kepentingan pencitraan semata. Salut untuk manajemen eiger, semoga barokah.
Rembang
malam pun menjelang, satu satu peserta memasuki tenda yang telah disiapkan sebagai tempat melepas penat seharian, tidur sejenak untuk menghimpun tenaga. Karena esok
ritual penanaman bibit mangrove dimulai. Ingat, tindak lanjut dari penanaman
adalah pemeliharaan, karena disitulah titik awal awal hidup matinya pohon mangrove. Salam Lestari, Salam Literasi, tetap menginspirasi.
[eBas/08123161763].