Ternyata, upaya penanggulangan
bencana itu tidak mudah. Banyak aturan yang harus difahami agar tidak
bertentangan dengan aturan yang ada. Namun, dibanyak kasus, tidak sedikit yang
belum faham. Termasuk mereka yang diberi amanat oleh Negara untuk melakukan
penanggulangan bencana dengan segala kewenangan dan keuangannya.
Begitu juga dengan relawan. Bermodal
logistik dan sarana prasarana yang cukup sambil membawa bantuan untuk pengungsi
hasil swadaya, mereka langsung datang ke lokasi hasil assessment mandiri dari
jejaring kemitraan yang dipunyai.
Ada yang lapor dulu ke Posko, memberitahukan
kedatangannya. Namun, masih ada yang tidak melapor. Menurut mereka, melapor itu
tidak penting. Anggapannya, “Arep
nulung wae kok ndadak lapor. Sing
penting langsung nulung kanthi ikhlas, sak mampune tur ora ngrepoti,”.
Padahal, lapor ke Posko itu penting agar diketahui keberadaannya sebagai
antisipasi jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Inilah mungkin, kita
perlu belajar bersama lagi tentang manajemen posko sesuai aturan yang ada.
Yang jelas pada saat darurat bencana, selalu
muncul masalah. Seperti, Pemerintah Daerah terkesan tdk berdaya, Banyak lembaga (NGO, Swasta dan
masyarakat) ingin membantu dengan caranya sendiri, Ego sektoral, Kewenangan
komando sering tdk jelas dan banyak Posko didirikan, Respons
terkesan lambat, dan Distribusi bantuan dan penanganan tdk merata.
Masalah inilah yang selalu
diupayakan untuk diatasi melalui berbagai pertemuan. Karena, penanganan bencana
harus sesuai dengan perundangan/peraturan yang berlaku. Apalagi jika menyangkut
penggunaan anggaran Negara. Jika salah ‘membelanjakan’ akan bisa berlanjut ke meja hijau.
Untuk itu jangan sampai
menangani masalah bencana alam berubah menjadi bencana hukum karena menjadi
tersangka. Paling tidak ada sanksi moral juga sanksi social yang akan membebani
perasaan karena dianggap wan prestasi.
Sugeng
Yanu, berkenan berbagi ilmu tentang Sisitem Komando Penanganan Darurat Bencana
(SKPDB) di Joka, bersama puluhan relawan yang ingin tahu. Walau gerimis, mereka
tetap antusias untuk saling bertemu sambil menikmati pisang rebus dan nasi
bungkus. Mereka duduk bersila dalam kesetaraan mendengarkan pemaparan materi.
Mantan Kasi Kesiapsiagaan, BPBD
Provinsi Jawa Timur ini mengatakan bahwa dalam Perka nomor 3 tahun 2016, SKPDB
adalah satu kesatuan upaya terstruktur dalam satu komando yang digunakan untuk
mengintegrasikan kegiatan penanganan darurat secara efektif dan efisien dalam
mengendalikan ancaman/penyebab bencana dan menanggulangi dampak pada saat
keadaan darurat bencana.
Dalam paparannya, dijelaskan pula
tentang tahapan pembentukan SKPDB, seperti, (1) Informasi awal kejadian
bencana, (2) Penugasan Tim Reaksi Cepat (TRC) BNPB/BPBD, (3) Hasil kaji cepat
dan masukan dari para pihak terkait disampaikan kepada Kepala BPBD
Kab/Kota/Provinsi/BNPB, (4) Masukan dan usulan dari BPBDKab/Kota/Provinsi/BNPB kepada
Bupati/Walikota/Gubernur/Presiden untuk menetapkan status/tingkat bencana. (5)
Penetapan status/tingkatan bencana oleh Bupati/Walikota/Gubernur/Presiden. (6) Penunjukkan
Komandan Penanganan Darurat Bencana oleh Bupati/Walikota/Gubernur/Presiden, (7)
BPBD Kab/Kota/Provinsi/BNPB meresmikan pembentukan Komando Tanggap Darurat
Bencana yang dilakukan dengan mengeluarkan Surat Keputusan Pembentukan Komando
Tanggap Darurat Bencana serta melakukan mobilisasi SDM, Peralatan, logistik,
dan dana Dari instansi/lembaga terkait dan/atau masyarakat.
Sebagai langkah awal upaya
penanggulangan bencana adalah mengumpulkan informasi awal kejadian bencana.
Pokok-pokok informasi awal ini meliputi (1) Apa (jenis bencana), (2) Kapan
(waktu kejadian bencana), (3) Dimana (lokasi kejadian bencana), (4) Berapa
(besaran dampak kejadian bencana), Penyebab kejadian bencana, dan (5) Bagaimana
penanganannya. Sebagai sumber informasi adalah pelaporan instansi/lembaga
terkait, media massa, masyarakat, internet, dan informasi lain yang dapat
dipercaya.
Gerimis tetap setia membasahi seputaran
Perum Permata Juanda, Kecamatan Sedati, Sidoarjo. Sugeng Yanu yang ditemani
Dian Harmuningsih dan Hamid, tetap lincah menjelaskan hal ihwal SKPDB. Sementara pesertanya pun antusias
menyimak dan bertanya, serta menceritakan pengalamannya terjun di bencana
Pacitan. Konsep berbagi dalam kebersamaan sangat terasakan.
Sungguh, apa yang dipaparkan oleh
Asesor dari LSP-PB ini, tidak bisa dikupas sampai tuntas dalam semalam dalam
acara Arisan Ilmu Nol Rupiah. Harus berseri dan diulangi agar relawan paham
tentang upaya penanggulangan bencana, sehingga “tidak ada dusta diantara kita” dalam fase tanggap darurat.
Berharap, pria berkacamata ini memakluminya dan tetap bersedia membagi ilmunya
dalam acara yang diinisiasi oleh SRPB JATIM, bertempat di Joka. [eBas]