Jumat, 24 Juli 2020

BANGKITLAH AYO BANGKIT F-PRB JATIM


Entah ceritanya tadi bagaimana, tiba-tiba semua komentar mengarah pada upaya mengadakan musyawarah besar (mubes), seperti yang pernah digelar di Kota Malang tahun 2017. Tepatnya di Hotel Pelangi, kidulnya alun-alun. Hasil mubes kala itu diantaranya, secara aklamasi memasrahkan nasib Forum-PRB Jawa Timur kepada Rurid Rudianto sebagai Sekretaris jendral, menggantikan Syaiful (Alm).

“Wes monggo saja segera diatur, yang pasti Alhamdulillah semangat dulur-dulur untuk ber-FPRB-ria masih menyala. Monggo gimana baiknya, yang pasti sesuai statute, bulan april 2020 kemaren itu waktunya MUBES III,” Kata Simbah Dharmo, dari Padepokan Jangkar Kelud, menyemangati dengan penuh semangat.

Gayung pun bersambut. Bermacam komentar bebas menghiasi grup whatsApp ‘Membangun Forum PRB JATIM’. Walaupun tidak semua berkomentar, namun beberapa komentator yang rajin berkomentar itu sudah cukup mewakili 114 anggota. Mereka diam itu bukan karena tidak kritis menjaga marwah Forum. Tinggal bagaimana mengkondisikannya agar nanti saat mubes digelar, semua bisa hadir.

Komentar cerdas dan bijak datang dari Achmad khusairy. Dia bilang, mungkin ada baiknya dibuatkan tulisan singkat tentang keperluan musyawarah, terus ditawarkan ke anggota forum, siapa yang mau musyawarah secara daring. Menurut hemat saya bukan soal sekjen secara personal yang akan dibahas, tapi musyawarah itu bisa kita gunakan berdiskusi tentang arah eksistensi FPRB ke depan.

Untuk kondisi sekarang yang realistis ya via daring, yang penting nanti prosesnya mewakili teman-teman forum, dan hasil musyawarahnya sesuai visi misinya forum.

“Menurutku begitu mbah. Mungkin bisa disepakati kira-kira kapan, trus dilist siapa yg bisa ikut ditanggal itu. Kalau sebagian besar bisa kan bagus. Plusnya, Kalau daring wis nggak mikir biaya dan akomodasi,” Ujarnya.
     
         Gagasan dari dosen Unair ini sangat menarik untuk dicermati sebelum memutuskan bermusyawarah secara daring. Seperti perlunya dibuatkan tulisan singkat dan keterwakilan anggota forum. Apakah tulisan evaluatif atau harapan kedepan yang perlu dirumuskan sebagai materi musyawarah atau yang bagaimana, perlu ada kejelasan.

“Kalau keterwakilan forum dalam mewadahi berbagai elemen pentahelix, ya jelas wajib. Agar tidak terkesan forum hanya mewakili kelompok tertentu saja,” Kata yang lain.

Tampaknya arah menuju musvida (musyawarah via daring) semakin kongkrit, tinggal pembulatan dengan jalan mengintensifkan komunikasi untuk membangun kesepahaman bahwa kita perlu segera musyawarah sesuai amanah 2017.

“Kurangnya cuma setunggal Mbah .... Yang bikin apapun rencana sepetinya ambyar di tengah jalan, yaitu kurang ngopi bareng dalam FPRB.  Kalaupun ada kegiatan sebagaimana dinyatakan Pak Sekjen, basisnya lembaga masing-masing,” Kata Yosua.

Apa yang dikatakan Yosua itu senada dengan komentarnya Pak Sekjen. Dimana beliau mengatakan bahwa sejelek apapun peningkatan kapasitas yang di lakukan oleh lembaga & relawan penanggulangan bencana, walaupun niatnya untuk antisipasi bencana alam. Mosok se ora ono gunane kangge nanggulangi covid?.

“Sakjane akeh sing wes di lakoni poro lembaga  karo organisasi relawan. Tapi kok seolah-olah tidak ada jejaknya ya?,” Ujar penikmat kopi khas malangan. Mungkin pertanyaan itu juga dimiliki oleh anggota yang lain, hanya tidak sempat keluar.

Ya, senyatanyalah pandemi dari Kota Wuhan ini telah melahirkan banyak relawan baru dengan berbagai aktivitasnya  untuk turut serta memutus rantai sebaran covid-19. Saking bersemangatnya, sehingga merekalah yang tampak menguasai panggung. Apalagi jika kelompok relawan itu kelahirannya didukung oleh “kepentingan”, maka pergerakannya sangat cepat. “Gas Pol Rem Blong, Los Gak Rewel”, begitulah istilah milenialnya.

“Ayo,,ayo,,ayo,, didandani bareng-bareng.  Yang selama ini kurang pas, ayo dipaskan agar semua kegiatan bisa tercatat dan bisa digunakan disegala cuaca dan kondisi serta segala hazard,” Kata Simbah Dharmo, menyemangati para komentator dengan usulan cerdasnya.

Kalau tidak salah ingat, alumni civitas UPN ‘Veteran’ Jokja ini dalam kepengurusan FPRB JATIM, dipercaya membidangi peningkatan kapasitas anggota. Jelas programnya menyelenggarakan pelatihan, lokalatih, seminar, sarasehan, diskusi dan rapat-rapat mengkritisi kebijakan yang bersentuhan dengan kebencanaan. Ya, bidangnya Simbah Dharmo memang lekat dengan O3 (Olah raga, Olah pikir dan Olah Rasa). Sayang belum terwujut karena rapat pengurus tidak pernah berlanjut.

Sementara komentar dari kaum hawa diwakili oleh mBakyu Eka. Wanita karier ini gayanya seperti Srikandi, dalam dunia pewayangan. Tegas, lugas dan cerdas. Apalagi menghadapi Lontong balap dan Tahu campur, beliaunya sangat trengginas dan tuntas. Termasuk dalam mengomentari kerinduan anggota untuk ber-musvida-ria sambil nyruput kopi. Bagi yang belum kenal, pasti nggreweli bertatapan dengannya, seperti kena sihir aji samandiman. Lain lagi jika sudah kenal (seperti penulis).

“Ngobrong dulu Dul, ngopi daring rapapa. Quo vadis forum butuh berjembung-jembung kopi. Nek kebutuhan ringbes kita bincang ndik situ ae. Seberapa urgensi dibanding ngasih napas buatan ke forum yg senen kemis ini?. Mengko kesusu ringbes pancet engkrik-engkrik’en napas kari rong jumat, ya repot Dul,” Komennya penuh makna dengan nada agak pesimis.

Yups, artinya disini, tidak semua anggota punya greget seperti Simbah Dharmo untuk ber-musvida-ria dengan berbagai alasan. Seperti kesibukan sehari-hari dan ganasnya pandemi.

Yang jelas bola musvida telah ditendang kesana kemari. Harus diupayakan tetap bergerak di lapangan. Ditendang oleh libero, beralih ke sayap kiri dioper ke kanan dalam, direbut striker, mental menyentuh bokongnya wasit. Semoga bola tidak keburu keluar lapangan sebelum membuahkan gol. [eBas/ndleming dini hari-25Juli2020]








Rabu, 22 Juli 2020

SRPB JAGONGAN DI JW. MARRIOTT SURABAYA


Begitulah nyatanya, senin pahing (20/07/2020) malam selasa pon, atas undangan Lilik Kurniawan, salah satu orang penting di jajaran badan nasional penanggulangan bencana (BNPB). Beberapa pengurus SRPB hadir njagong di Lobby Hotel JW. Marriott. Di sana juga ada pengurus PUSPPITA dan staf BPBD Provinsi Jawa Timur.

Terletak di jantung bisnis dan perbelanjaan Surabaya, JW Marriott merupakan salah satu hotel yang mewah dan nyaman. Beruntung SRPB berkesempatan menikmati kenyamanannya. Semua itu berkat kebaikan Pak Lilik, begitu sapaan akrabnya, mengundang jagongan saat melakukan kunjungan kerja ke Surabaya.

Pria asli Jokja ini memang tergolong sangat dekat dengan relawan. orangnya baik, pendiam dan agak pelit senyum (bagi mereka yang belum kenal). Jika sudah kenal baik, maka barikade status sosial tidak berlaku. Semua obrolan bebas berseliweran, namun tetap pada koridor kebencanaan. Beliau juga tidak pelit informasi.

Jika ada guyonan yang menyangkut politik, biasanya akan segera kembali ke jalan yang benar (tentunya setelah nyruput kopi tipis-tipis). Dengan demikian jagongan yang dibangun sangat mencerahkan, bahkan kadang menginspirasi untuk membangun aksi di kemudian hari.

Konon, jabatan beliau ini setingkat eselon satu, tapi tidak canggung bergurau dengan relawan biasa tanpa eselon. Apalagi jabatan, karena relawan itu memang bukan pekerjaan. Sesungguhnyalah alumni UGM ini humoris, kata-katanya penuh makna dan jagoan nyanyi. Suaranya lumayan, tergantung dari sudut mana kita mendengarnya. Nyanyi apa saja beliau bisa, yang penting berani nyanyi tanpa takut salah.

Sambil menikmati apa yang ada, jagongan berlangsung gayeng tanpa ada moderator. Cerita apa saja untuk kemudian tertawa bersama. Hendro dari PUSPPITA bercerita tentang pengalaman dan program-program yang bersinggungan dengan bidang kesiapsiagaan. Termasuk siap membantu edukasi kebencanaan kepada masyarakat melalui tenda pendidikan bencana (tenpina).

Ada juga yang menyinggung tentang perlunya pelibatan seluruh elemen pentahelix dalam upaya penanggulangan bencana (dalam hal ini penanganan covid-19). Karena selama ini pembahasan pentahelix masih sebatas di dalam ruang rapat, belum sampai tahap operasional.

Padahal di dalam SE Kemendagri tentang penanganan covid-19, jelas disebutkan peran dan keterlibatan masyarakat (termasuk organisasi masyarakat sipil, dunia usaha, akademisi dan media) dalam gugus tugas. Mengapa bisa begitu ?. sementara, jika ditanyakan, dapat dipastikan jawabnya masih sedang dipelajari.

Menurut Wawan, yang sempat mencatat materi jagongan di Lobby Hotel mewah itu. Diantaranya adalah rencana mendirikan posko gabungan pencegah penyebaran covid-19 tingkat provinsi Jawa timur di lapangan Makodam Brawijaya, Surabaya. Semua aktivitasnya dipimpin langsung oleh Pangdam Brawijaya.

Untuk mendukung posko gabungan, akan didirikan beberapa tenda. Seperti tenda Logistik, Dapur Umum, Tenda Istirahat sekaligus mushola, Tenda VIP, Tenda rapat, Tenda Jaga dan Tenda Kelas. Durasi kerjanya hanya 14 hari untuk kemudian di evaluasi, perlu tidaknya diperpanjang lagi.

Direncanakan, relawan yang akan dilibatkan sekitar 150 personil. Dimana 80 personil akan disebar di 40 Kecamatan. (31 Kecamatan di Kota Surabaya, 5 Kecamatan di Kabupaten Sidoarjo, dan 4 Kecamatan di Kabupaten Gresik).  

Apa yang direncanakan itu merupakan respon BNPB untuk membantu Provinsi Jawa Timur agar segera keluar dari cengkeraman pandemi covid-19 menuju zona hijau. Sehingga segera bisa menerapkan konsep New Normal agar roda kehidupan berjalan, tentu dengan tetap mematuhi protokol kesehatan.

Tidak lupa, sambil jagongan masing-masing partisipan mencoba mencatat apa-apa yang menurutnya menarik untuk dicatat, sesuai selera masing-masing sambil sesekali berswafoto, mengabadikan pertemuan yang langka ini. Pertemuan antara relawan dengan salah satu orang penting di jajaran BNPB dalam suasana santai jauh dari protokoler.

Waktu pun terus berjalan menuju pagi. Satu persatu peserta jagongan mohon diri dengan selaksa harap, agar apa yang telah dibahas tadi bisa terrealisasi dalam sebentuk aksi. Mengingat, diwaktu yang bersamaan telah terjadi perubahan. Gugus tugas berganti nama menjadi satuan tugas.

Dengan masuknya muka-muka baru dalam struktur baru, tentu akan lain pula kebijakannya. Termasuk titik tekan program yang baru. Dus berarti acara jagongan di Lobby Hotel JW. Marriott bersama Pak Deputi itu, dalam rangka mempererat tali silaturahmi dan saling bertukar informasi untuk bekal membangun sinergi. Salam Tangguh, Salam Kemanusiaan. Bersatu Bersinergi untuk Peduli. [eBas/ndleming sendiri pasca ikut webinar penanganan covid-19 di jatim/22072020] 






Senin, 20 Juli 2020

SRPB GELAR ARISAN ILMU ONLINE DIMASA PANDEMI COVID-19


Pandemi covid-19 telah memasuki bulan yang ke lima, dengan segala dampak yang ditimbulkannya. Beberapa daerah silih berganti mendapat predikat zona merah, zona orange, zona kuning dan zona hijau. Itu tandanya potensi ancaman untuk terpapar dan terkapar masih ada.

Semua aktivitas hidup juga harus mengikuti protokol kesehatan. Itu dilakukan sebagai upaya memutus sebaran pandemi yang mematikan ini. Sementara itu pemerintah telah menyiapkan konsep New Normal, agar roda kehidupan (ekonomi) tidak berantakan yang dampaknya bisa berkepanjangan.

Pemerintah, melalui gugus tugas percapatan penanganan covid-19 dengan gencar melakukan sosialisasi penggunaan masker, cuci tangan dan jaga jarak. Bahkan ada yang sampai memberlakukan pembatasan sosial berskala besar agar warganya patuh.

Konsep bekerja dari rumah bagi pegawai dan belajar dari rumah bagi peserta didik pun digaungkan oleh pemerintah dengan memanfaatkan aplikasi daring sebagai media pembelajaran jarak jauh. Termasuk komunikasi dan koordinasi antar berbagai pihak.

Begitu juga dengan relawan yang tergabung di dalam sekretariat bersama relawan penanggulangan bencana (SRPB) Jawa Timur. Sejak pandemi mulai merajalela, semua aktivitas pertemuan tatap muka dibatasi, sesuai konsep social and physical distancing.

Jika terpaksa bersemuka, seperti kegiatan koordinasi dengan BPBD, pengepakan sembako di Posko Grahadi, perakitan face shield di Kampus ITS, kegiatan penyemprotan disinfektan, pembagian sembako dan kegiatan lain yang bisa dilakukan relawan, harus tetap memenuhi prosedur kesehatan.

Yang jelas, relawan pun rawan terpapar covid-19. Karena wabah dari Wuhan ini tidak pernah memilih korban. Untuk itulah disarankan agar mereka yang akan berkegiatan di luar haruslah benar-benar sehat. Jangan sampai menyandang gelar ODP, PDP, dan OTG. Apalagi positif, pasti matinya berstatus korban covid-19. naudzu billah.

Arisan Ilmu sebagai media pengimbasan informasi dan berbagi pengalaman antar relawan pun sempat terhenti karena pandemi. Padahal keberadaan Arisan Ilmu itu penting sebagai upaya peningkatan kapasitas relawan dibidang kebencanaan. Namun, karena semua sepakat mementingkan keselamatan dan kesehatan, maka program rutinan itu harus ditunda sementara.

Mengingat sekarang ini musim webinar, beberapa pengurus SRPB Jawa Timur, mencoba berinovasi menggunakan Zoom Meeting untuk kegiatan Arisan Ilmu. Sebelum itu sudah dicoba menyelenggarakan rapat online. Secara keseluruhan rapat online SRPB boleh dibilang sukses. Kendala umum adalah koneksi internet dan ketersediaan pulsa.

Minggu legi (19/07/2020), jam 08.30  pagi, persiapan gelaran Arisan Ilmu Nol Rupiah Online pun dimulai. Tema yang diambil adalah Penilaian Ketangguhan Desa/Kelurahan. Satu persatu partisipan hadir saling menyapa secara virtual. Mereka datang dari mana-mana. Hanya ada satu tujuan, saling belajar dan mempererat tali silaturahmi dimasa pandemi.

Sigit Purwanto, dari Fellaw Researcher di Pusat Studi Manajemen Bencana, Kampus UPN Veteran Jokja, ditunjuk sebagai pemateri  utama yang akan memberi pencerahan kepada partisipan yang ingin tahu lebih jauh tentang desa tangguh bencana dan kiprahnya dalam menangani covid-19.

Alhamdulillah gelaran Arisan Ilmu Online yang pertama ini, panitia berhasil menghadirkan Profesor Syamsul Maarif, guru besar Universitas Pertahanan Jakarta, yang juga sebagai Kepala BNPB tahun 2006 – 2015, untuk memberi sambutan pembukaan sekaligus arahan yang mencerahkan. Tentu harapannya, kehadiran beliau akan terus menemani upaya relawan meningkatkan kapasitas dimasa pandemi dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi.

Diantara tausyiah yang diberikan Pak Prof, begitu panggilan akrabnya. Ada pesan yang harus dilakukan oleh relawan, bahwa segala kegiatannya haruslah sepengetahuan BPBD yang memiliki fungsi komando dan koordinasi, seperti amanat UU 24 tahun 2007. Tinggal bagaimana BPBD mau merangkul relawan dalam kegiatan penanganan covid-19.

Salah satu kuncinya adalah membuka jalur komunikasi yang akrab bersahabat diantara keduanya (istilah yang pernah dipopulerkan oleh Prof Syamsul adalah sapalibatisme). Yang bagaimanakah itu ?. semoga jawabnya ada di Arisan Ilmu online berikutnya. Wallahu a’lam bishowab. Salam Tangguh. Bersatu Bersinergi untuk Peduli. [eBas/20072020]  




Senin, 13 Juli 2020

PENDIDIKAN BENCANA MASUK SEKOLAH ITU TIDAK MUDAH


Dalam webinar yang diselenggarakan oleh konsorsium pendidikan bencana (KPB) Indonesia, senin (13/07/2020), bermaksud untuk melihat perkembangan kebijakan pendidikan kebencanaan, termasuk program satuan pendidikan aman bencana (SPAB). Apakah sudah dilaksanakan disemua jenjang pendidikan atau masih tahap diskusi untuk mematangkan rencana sambil menunggu petunjuk dan alokasi anggaran.

Sejak beragam kejadian bencana besar muncul di Indonesia, pendidikan pengurangan risiko bencana dianggap penting untuk dilaksanakan melalui satuan pendidikan dengan pendekatan partisipasi peserta didik.

Hal ini selain tujuan jangka panjang untuk menciptakan generasi yang memiliki budaya keselamatan, diharapkan anak merupakan jalur yang efektif untuk memberikan dampak bagi orang terdekat terutama keluarganya.

Namun nyatanya di lapangan, masih banyak kendala dalam pelaksanaannya. Utamanya adalah kebijakan yang dikeluarkan oleh penguasa tingkat lokal sesuai amanat otonomi daerah. Sesungguhnyalah banyak pihak yang telah mencoba berkomunikasi dengan pihak sekolah. Namun semua masih harus menunggu petunjuk.

Beberapa peserta webinar mengatakan bahwa keberadaan KPB ini dalam rangka membangun jejaring untuk merintis praktek pengurangan risiko bencana (PRB) berbasis komunitas sesuai kearifan local, yang salah satunya adalah penyelenggaraan SPAB.

KPB juga menginisiasi komunitas untuk membuka ruang diskusi antar pegiat kemanusiaan membahas PRB dan SPAB, untuk kemudian mereplikasikannya ke tempat lain sebagai upaya nyata praktek PRB, khsususnya yang berada di daerah rawan bencana.

Terkait masalah bencana, Wakil dari kemdikbud dalam webinar ini mengatakan bahwa Permendikbud Nomor 33 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Program Satuan Pendidikan Aman Bencana merupakan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk memberikan pelindungan dan keselamatan kepada peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan dari risiko bencana serta untuk menjamin keberlangsungan layanan pendidikan pada satuan pendidikan yang terdampak bencana.

Dikatakan pula bahwa SPAB adalah satuan pendidikan yang menerapkan standar sarana dan prasarana yang aman dan memiliki budaya keselamatan yang mampu melindungi warganya dari bahaya bencana, dengan mengacu pada tiga pilar: pilar pertama mengenai fasilitas belajar yang aman, pilar ke dua mengenai manajemen penanggulangan bencana di sekolah, pilar ke tiga mengenai pendidikan pencegahan dan pengurangan risiko bencana.

Dalam Permendikbud Nomor 33 tahun 2019 itu bertujuan untuk: Meningkatkan kemampuan sumber daya di Satuan Pendidikan dalam menanggulangi dan mengurangi Risiko Bencana; Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana Satuan Pendidikan agar aman terhadap Bencana; Memberikan pelindungan dan keselamatan kepada Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan dari dampak Bencana di Satuan Pendidikan; Memastikan keberlangsungan layanan pendidikan pada Satuan Pendidikan yang terdampak Bencana; Memberikan layanan pendidikan yang sesuai dengan karakteristik Risiko Bencana dan kebutuhan Satuan Pendidikan; Memulihkan dampak Bencana di Satuan Pendidikan; dan Membangun kemandirian Satuan Pendidikan dalam menjalankan Program SPAB.

Sementara itu, ruang lingkup penyelenggaraan program SPAB meliputi: Penyelenggaraan program SPAB pada saat prabencana; Penyelenggaraan layanan pendidikan dalam situasi darurat bencana; dan pemulihan layanan pendidikan pasca bencana.

Apa yang disampaikan oleh wakil dari Kemdikbud itu sangat luar biasa konsepnya yang tertuang dalam SPAB. Artinya, jika semua sekolah, khususnya yang berada di daerah rawan bencana ini benar-benar difasilitasi menyelenggarakan SPAB secara berkala. Pastilah akan banyak yang terselamatkan jika terjadi bencana.

Sayangnya di lapangan masih berkata lain. Jalur pendidikan formal dan jalur pendidikan non formal masih belum banyak yang mengamalkan Permendikbud 33 tahun 2019 dengan berbagai alasan. Kalau pun ada sifatnya hanya pengenalan saja tanpa tindak lanjut.

Bahkan mungkin, tugas Sekretariat Nasional SPAB melaksanakan pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan program SPAB yang dilaksanakan oleh Sekretariat Bersama SPAB Daerah dan satuan pendidikan. Juga belum dilaksanakan. Apalagi yang di daerah.

Begitu juga dengan dana penyelenggaraan program SPAB bersumber dari APBN dan APBD, masyarakat dan sumber lain yang tidak mengikat dan sesuai ketentuan, tampaknya belum di masukkan dalam angaran rutin.

Termasuk pembentukan Pos Pendidikan yang tersurat di dalam SE nomor 15 tahun 2020 tentang pedoman penyelenggaraan belajar dari rumah dalam masa covid-19. Disana disebutkan tentang pembentukan pos pendidikan yang salah satu anggotanya dari unsur organisasi kemasyarakatan. Namun masih belum direalisasikan entah karena apa.

Sedangkan komunitas relawan, dengan segala kebisaannya, telah mencoba mensosialisasikan masalah PRB dan PB kepada masyarakat. Mereka juga aktif jagongan antar sesame relawan untuk merancang aksi peningkatan kapasitas. Bahkan ada pula yang telah rutin mengadakan pendampingan dan memberikan sembako ala kadarnya. Semuanya dilakukan secara mandiri dengan jargon “Ada uang program jalan. Tidak ada uang, ya berhenti sambil ngopi cari inspiransi untuk beraksi”.  

Kendala-kendala inilah yang sebaiknya segera dibahas oleh aktivis KPB yang banyak dari anggotanya punya koneksi di tingkat pengambil kebijakan. Mungkin dalam webinar selanjutnya atau dalam pertemuan-pertemuan tertutup lainnya hendaknya KPB bisa ‘menekan’ mereka agar menjalankan segala aturan yang dibuat dengan melibatkan masyarakat sebagai salah satu elemen pentahelix dalam upaya penanggulangan bencana serta membangun budaya tangguh. [eBas/SelasaLegi-14072020]





Rabu, 08 Juli 2020

WARGA MARINA IKUT LOMBA KAMPUNG TANGGUH SEMERU


Edibasuki,Keputih:
Konon, pembentukan kampung tangguh semeru itu sebagai upaya memutus rantai sebaran covid-19 agar tidak membahayakan kehidupan warga kampong yang sampai saat ini masih ‘kesulitan’ mentaati protokol kesehatan, dengan berbagai alasan.

Untuk itulah semua peran elemen masyarakat sangat diperlukan disini, baik aspek pengembangan maupun pemikiran kritis membangun agar membuat masyarakat sebagai individu tangguh dalam menghadapi persoalan-persoalan sosial maupun menciptakan kondusifitas dan bebas Covid-19.

Begitulah gambaran warga perumahan marina yang begitu kompak bergotong royong membangun kerjasama untuk ikut menangani pagebluk covid-9. Warga dipandu para pengurus kampung bersepakat membangun posko tangguh.

Adapun susunan keanggotaan posko tangguh dibagi dalam beberapa satuan tugas (satgas). Satgas Wani Sehat, Satgas Wani Sejahtera, Satgas Wani Jogo, dan Satgas Wani Ngandani.

Mereka bertugas melakukan sosialisasi kepada masyarakat di lingkungan RW setempat terkait dengan pencegahan covid-19; melakukan koordinasi dengan ketua TR, Kelurahan/kecamatan, puskemas atau lembaga yang berkaitan dengan pencegahan dan penanggulangan covid-19 dalam rangka pelaksanaan tugas; meningkatkan kesiapan dan kemampuan dalam mencegah, mendeteksi, dan merespon terhadap pencegahan dan penanggulangan covid-19; mendorong kesiapan dan partisipasi masyarakat untuk melakukan upaya kebersihan personal dan kebersihan rumah sebagai bagian dari perwujudan gerakan masyarakat hidup sehat; mendorong partisipasi masyarakat dalam melaksanakan pembatasan kontak fisik sebagai upaya nyata pencegahan penularan covid-19.

Untuk lebih memantapkan lagi keberadaan satgas covid-19 yang dibentuk dengan surat keputusan dari Kecamatan Sukolilo, nomor 3601/165/436.9.9/2020, mereka sepakat untuk sering berkomunikasi. Baik luring maupun daring, yang dipimpin langsung oleh Ketua RW 06 dan beberapa tokoh masyarakat penggerak warga.

Dari situlah biasanya terjadi pertukaran informasi. Khususnya info situasi warga dan wilayah masing-masing RT yang berhubungan dengan kesehatan warga. Hal ini sebagai upaya deteksi dini untuk dilaporkan agar cepat ditangani oleh Gugus Tugas Covid-19 Kota Surabaya.

Sungguh, membangun kesadaran warga untuk mau bergotong royong, bekerjasama sebagai makhluk sosial, tidaklah mudah. Semua ini adalah kerja keras dari pengurus yang diberi amanah warga untuk mengkoordinasikan langkah warga untuk kerukunan, kekompakan, kenyamanan dan keamanan warga perumahan bumi marina emas.

Seperti diketahui, warga perumahan marina sangat beragam. Berbagai suku, agama, ras, jenis pendidikan, pekerjaan, status sosial ada di dalamnya. Tetapi mereka sangat kompak dalam kegiatan kebersamaan, saling menghargai dan bertutur sapa saat berpapasan.

Kondisi warga marina yang guyub itulah, yang membuat beberapa pengurus RW berkomunikasi dengan pihak polsek Kecamatan Sukolilo agar diberi kesempatan untuk mengikuti lomba kampung tangguh semeru. Gayung pun bersambut. Tanpa banyak cakap, warga dibantu beberapa polisi sektor Sukolilo bergandeng tangan menyiapkan pernak-pernik yang dipersyaratkan untuk memenangi lomba kampung tangguh semeru. [eBas/Rabu-08072020]