Entah
ceritanya tadi bagaimana, tiba-tiba semua komentar mengarah pada upaya
mengadakan musyawarah besar (mubes), seperti yang pernah digelar di Kota Malang
tahun 2017. Tepatnya di Hotel Pelangi, kidulnya alun-alun. Hasil mubes kala itu
diantaranya, secara aklamasi memasrahkan
nasib Forum-PRB Jawa Timur kepada Rurid Rudianto sebagai Sekretaris jendral,
menggantikan Syaiful (Alm).
“Wes
monggo saja segera diatur, yang pasti Alhamdulillah semangat dulur-dulur untuk
ber-FPRB-ria masih menyala. Monggo gimana baiknya, yang pasti sesuai statute,
bulan april 2020 kemaren itu waktunya MUBES III,” Kata Simbah Dharmo, dari
Padepokan Jangkar Kelud, menyemangati dengan penuh semangat.
Gayung pun
bersambut. Bermacam komentar bebas menghiasi grup whatsApp ‘Membangun Forum PRB
JATIM’. Walaupun tidak semua berkomentar, namun beberapa komentator yang rajin
berkomentar itu sudah cukup mewakili 114 anggota. Mereka diam itu bukan karena
tidak kritis menjaga marwah Forum. Tinggal bagaimana mengkondisikannya agar
nanti saat mubes digelar, semua bisa hadir.
Komentar cerdas
dan bijak datang dari Achmad khusairy. Dia bilang, mungkin ada baiknya
dibuatkan tulisan singkat tentang keperluan musyawarah, terus ditawarkan ke
anggota forum, siapa yang mau musyawarah secara daring. Menurut hemat saya
bukan soal sekjen secara personal yang akan dibahas, tapi musyawarah itu bisa
kita gunakan berdiskusi tentang arah eksistensi FPRB ke depan.
Untuk
kondisi sekarang yang realistis ya via daring, yang penting nanti prosesnya
mewakili teman-teman forum, dan hasil musyawarahnya sesuai visi misinya forum.
“Menurutku
begitu mbah. Mungkin bisa disepakati kira-kira kapan, trus dilist siapa yg bisa
ikut ditanggal itu. Kalau sebagian besar bisa kan bagus. Plusnya, Kalau daring
wis nggak mikir biaya dan akomodasi,” Ujarnya.
Gagasan
dari dosen Unair ini sangat menarik untuk dicermati sebelum memutuskan bermusyawarah
secara daring. Seperti perlunya dibuatkan tulisan singkat dan keterwakilan
anggota forum. Apakah tulisan evaluatif atau harapan kedepan yang perlu
dirumuskan sebagai materi musyawarah atau yang bagaimana, perlu ada kejelasan.
“Kalau
keterwakilan forum dalam mewadahi berbagai elemen pentahelix, ya jelas wajib. Agar
tidak terkesan forum hanya mewakili kelompok tertentu saja,” Kata yang lain.
Tampaknya
arah menuju musvida (musyawarah via daring) semakin kongkrit, tinggal
pembulatan dengan jalan mengintensifkan komunikasi untuk membangun kesepahaman
bahwa kita perlu segera musyawarah sesuai amanah 2017.
“Kurangnya
cuma setunggal Mbah .... Yang bikin apapun rencana sepetinya ambyar di tengah
jalan, yaitu kurang ngopi bareng dalam FPRB.
Kalaupun ada kegiatan sebagaimana dinyatakan Pak Sekjen, basisnya
lembaga masing-masing,” Kata Yosua.
Apa yang
dikatakan Yosua itu senada dengan komentarnya Pak Sekjen. Dimana beliau
mengatakan bahwa sejelek apapun peningkatan kapasitas yang di lakukan oleh
lembaga & relawan penanggulangan bencana, walaupun niatnya untuk antisipasi
bencana alam. Mosok se ora ono gunane kangge nanggulangi covid?.
“Sakjane
akeh sing wes di lakoni poro lembaga
karo organisasi relawan. Tapi kok seolah-olah tidak ada jejaknya ya?,”
Ujar penikmat kopi khas malangan. Mungkin pertanyaan itu juga dimiliki oleh
anggota yang lain, hanya tidak sempat keluar.
Ya,
senyatanyalah pandemi dari Kota Wuhan ini telah melahirkan banyak relawan baru
dengan berbagai aktivitasnya untuk turut
serta memutus rantai sebaran covid-19. Saking bersemangatnya, sehingga
merekalah yang tampak menguasai panggung. Apalagi jika kelompok relawan itu
kelahirannya didukung oleh “kepentingan”,
maka pergerakannya sangat cepat. “Gas Pol Rem Blong, Los Gak Rewel”, begitulah
istilah milenialnya.
“Ayo,,ayo,,ayo,,
didandani bareng-bareng. Yang selama ini
kurang pas, ayo dipaskan agar semua kegiatan bisa tercatat dan bisa digunakan
disegala cuaca dan kondisi serta segala hazard,” Kata Simbah Dharmo, menyemangati
para komentator dengan usulan cerdasnya.
Kalau tidak
salah ingat, alumni civitas UPN ‘Veteran’ Jokja ini dalam kepengurusan FPRB
JATIM, dipercaya membidangi peningkatan kapasitas anggota. Jelas programnya
menyelenggarakan pelatihan, lokalatih, seminar, sarasehan, diskusi dan
rapat-rapat mengkritisi kebijakan yang bersentuhan dengan kebencanaan. Ya,
bidangnya Simbah Dharmo memang lekat dengan O3 (Olah raga, Olah pikir dan Olah
Rasa). Sayang belum terwujut karena rapat pengurus tidak pernah berlanjut.
Sementara
komentar dari kaum hawa diwakili oleh mBakyu Eka. Wanita karier ini gayanya
seperti Srikandi, dalam dunia pewayangan. Tegas, lugas dan cerdas. Apalagi menghadapi
Lontong balap dan Tahu campur, beliaunya sangat trengginas dan tuntas. Termasuk
dalam mengomentari kerinduan anggota untuk ber-musvida-ria sambil nyruput kopi.
Bagi yang belum kenal, pasti nggreweli
bertatapan dengannya, seperti kena sihir aji samandiman. Lain lagi jika sudah
kenal (seperti penulis).
“Ngobrong
dulu Dul, ngopi daring rapapa. Quo vadis forum butuh berjembung-jembung kopi. Nek
kebutuhan ringbes kita bincang ndik situ ae. Seberapa urgensi dibanding ngasih
napas buatan ke forum yg senen kemis ini?. Mengko kesusu ringbes pancet
engkrik-engkrik’en napas kari rong jumat, ya repot Dul,” Komennya penuh makna
dengan nada agak pesimis.
Yups,
artinya disini, tidak semua anggota punya greget seperti Simbah Dharmo untuk
ber-musvida-ria dengan berbagai alasan. Seperti kesibukan sehari-hari dan ganasnya
pandemi.
Yang jelas
bola musvida telah ditendang kesana kemari. Harus diupayakan tetap bergerak di
lapangan. Ditendang oleh libero, beralih ke sayap kiri dioper ke kanan dalam,
direbut striker, mental menyentuh bokongnya wasit. Semoga bola tidak keburu
keluar lapangan sebelum membuahkan gol. [eBas/ndleming dini hari-25Juli2020]