Selasa, 27 Juli 2021

RAPAT VIRTUAL DI ERA PANDEMI ALA SRPB JATIM

Sebagai wadah organisasi relawan penanggulangan bencana, sekretariat bersama relawan penanggulangan bencana  (SRPB) Jawa timur harus tetap ada aktivitas di era pandemi covid-19, yang semakin mematikan dengan munculnya varian baru dari India.

Ini penting untuk menjaga alur komunikasi diantara para organisasi mitra yang tersebar dimana-mana. sehingga tidak terjadi kemandegan pertukaran informasi diantara para pihak, yang ujung-ujungnya dapat menimbulkan miskomuniksi dan kasak kusuk yang tidak berarti.

Pertemuan rutin (termasuk rapat pengurus) yang menjadi agenda organisasi, adalah media komunikasi yang wajib dilakukan untuk menjaga eksistensinya. Namun, di era pageblug ini, pertemuan tatap muka langsung sangat tidak disarankan dalam rangka mentaati protokol kesehatan, sebagai upaya memutus sebaran covid-19.

Mau tidak mau, komunitas relawan (termasuk SRPB) harus mulai mengakrabkan diri dengan internet sebagai sarana komunikasi tidak langsung. Semua aktivitas tatap muka diupayakan beralih ke model daring, termasuk membiasakan melakukan rapat secara online (virtual) dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Semua harus dilakukan, agar agenda yang telah disepakati lewat kongres tetap menggeliat, sekecil apapun agar, tidak diam di tempat.

Ya, sesungguhnyalah pertemuan secara tatap muka langsung (offline) sudah sangat dirindukan. Salah satunya Ocha, yang sangat rindu suasana bersemuka secara langsung. Disana semua yang berkesempatan datang bisa berjabat tangan tanpa jarak, saling senyum dan sapa tanpa terhalang masker, makan bersama dengan menu ala rumahan yang biasa dibuat oleh Koordinator SRPB Jawa Timur, Dian Harmuningsih.

Ya, Ocha rindu ngincipi aneka jajanan yang dibawa masing-masing peserta, untuk kemudian dinikmati bersama sambil bercanda. Sayang, pandemi belum menujukkan tanda akan berakhir, sehingga semua rindu untuk bertemu, perlu kiranya dipendam dulu.

Agar keadaan tidak semakin mengharu biru dengan banyaknya berita lelayu yang menghentak kalbu. Maka, mau tidak mau, untuk menjalankan programnya harus memanfaatkan kecanggihan teknologi untuk berkomunikasi secara virtual. Dengan syarat, gawai harus memadai, tersedianya wifi dan koneksi internet.

“Alhamdulilah, meski ditengah kondisi pandemi covid 19 kami pengurus SRPB Jatim tetap menjalankan amanah kongres dan rakor. Salah satunya melakukan rapat pengurus secara virtual, melalui google meeting yang telah disiapkan oleh bidang kemitraan, Aslichatul Insiyah,” Kata Dian Harmuningsih, saat rapat pengurus, selasa (27/07/2021) malam.

Masih kata Ocha, rapat virtual dibuka oleh Wakil Koordinator SRPB Jawa Timur, Rachmad Subekti Kimiawan dengan gayanya yang khas. Kemudian pimpinan rapat langsung dikendalikan oleh oleh Koordinator SRPB Jawa Timur, dengan agenda rapat mereview hasil rapat lalu, arahan Koordinator SRPB Jatim terkait program masing-masing bidang, masukan saran dan laporan per bidang, termasuk laporan Keuangan secara transparan sebagai upaya menghindari sakwa sangka dari mereka yang tidak suka.

Beberapa kegiatan yang mungkin perlu dicermati lagi adalah, jalinan kerjasama dengan SIAP Siaga (Paladium) yang telah dilakukan itu kiranya bisa dijadikan sarana peningkatan kapasitas SDM SRPB. Termasuk Tim satuan pendidikan aman bencana (SPAB) yang mendapat tugas dari BPBD Provinsi Jawa Timur, harus semakin solid dan kreatif dalam mengemas pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan bagi sasaran program.

Program lain yang tidak kalah pentingnya adalah membuka rekruitmen relawan anggota mitra yang siap (sehat jiwa raga) untuk kerjasama dengan pihak KKP di Asrama Haji Surabaya yang sudah berjalan selama tiga bulan, dengan tugas melakukan entry data para pekerja migran indonesia (PMI), terkait dengan penanganan covid-19.

Dalam rapat yang berlangsung akrab bersahabat ini, muncul rencana membentuk tim Arisan Ilmu Nol Rupiah (AINR) dengan menggandeng organisasi mitra yang mumpuni di bidangnya. Bahkan, jika memungkinkan akan menggelar AINR di daerah, agar kegiatan peningkatan kapasitas SDM para relawan bisa terselenggara rutin dan memberikan manfaat.

Sementara itu, bidang humas SRPB Jatim, yang dikendalikan oleh Rizki dan Lusi, berencana mengadakan media visit secara virtual, dengan mengundang rekan-rekan jurnalis yang selama ini membantu SRPB Jatim. termasuk upaya memperbaiki tampilan Web SRPB Jatim dengan bantuan kawan-kawan yang mumpuni di bidangnya.

Rapat yang dilaksanakan dalam situasi PPKM Darurat yang diperpanjang (nama barunya Level 4), muncul rencana membentuk tim pendukung isoman bagi relawan (#pedulirelawanisoman) atau tim pemulasaran jenazah, serta akan mengaktifkan kembali Tim Imunitas Corona (TIC) juga inisiasi TIC di wilayah Magetan. Semoga tidak ada aral melintang yang bisa menghambat realisasi rencana rapat virtual.

Sungguh, rapat virtual yang dibatasi waktu, dan tanpa bisa ngopi bersama itu banyak menelorkan gagasan inovatif yang hanya bisa dilaksanakan jika ada komitmen yang kuat dan kerjasama yang solid diantara para aktornya untuk mengeksekusi gagasan tesebut.

Tentu gagasan ini harus dikomunikasikan kepada seluruh organisasi mitra melalui berbagai media secara terus menerus, agar dipahami untuk kemudian disepakati sebagai program bersama yang melibatkan semua mitra SRPB Jawa Timur, tanpa ada yang tertinggal.

Dipenghujung rapat, terselip doa, semoga pandemi segera terkendali, agar bisa berjumpa kembali dengan tetap mentaati protokol kesehatan. Karena, sesungguhnyalah mengkomunikasikan gagasan baru itu lebih efektif jika dilakukan secara tatap muka langsung, dari pada virtual yang rawan distorsi. Salam sehat, salam literasi, terus berbagi. [eBas/RabuKliwon-28072021]

Kamis, 22 Juli 2021

RELAWAN ITU WAJIB KREATIF

Konon, jagongan adalah salah satu aktivitas yang mudah dilakukan untuk mengisi waktu luang di malam hari. Peserta jagongan tidak harus banyak. Namun semakin banyak peserta akan semakin seru, dalam rangka berbagi pengalaman dan mempererat ikatan paseduluran.

Begitu juga dengan Mukidi, yang tergabung dalam komunitas relawan penanggulangan bencana, tampak diantara peserta jagongan, di sebuah warkop yang menjadi langganan komunitasnya. Malam itu dia sedang menikmati mie rebus kesukaannya.

Tidak ada ketua, tidak ada moderator. Semuanya bebas bercerita. Baik cerita pengalaman terlibat dalam kegiatan tanggap darurat, ikut rapat dengan pejabat, berkesempatan menjadi peserta pelatihan, maupun saat menjadi nara sumber webinar. Semua diceritakan dan lainnya mendengarkan. Tentu dengan gaya yang berbeda dan mengundang canda.

Dalbo, seorang relawan yang sering terlibat dalam berbagai acara penting yang diselenggarakan oleh BPBD dan BNPB, mengatakan bahwa, dalam pasca bencana, relawan harus kreatif membantu masyarakat yang terdampak bencana, dengan tetap sepengetahuan BPBD sebagai “penguasa” Pos Komando.

“Relawan tidak hanya melakukan evakuasi, pendampingan psikososial dan membantu memperbaiki rumah warga serta infrastruktur yang ada. Namun juga mampu memotivasi para pengungsi untuk segera bangkit kembali menata kehidupannya yang telah diporak porandakan bencana,” Katanya dengan wajah serius, sambil menggigit singkong goreng. Sementara yang mendengarkan tidak ada yang serius.

Mukidi mendengar cerita Dalbo di atas, jadi ingat Perka BNPB nomor 17 tahun 2011 tentang Pedoman Relawan Penanggulangan Bencana. Disana dijelaskan tentang peran relawan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat, diantaranya membantu evaluasi, mendirikan tenda untuk pendidikan darurat, pendistribusian logistik dan lainnya. Sedang pada saat pascabencana, relawan dapat berperan dalam kegiatan rehab rekon dan pemulihan psikososial.

Mungkin, yang dimaksud Dalbo, saat melakukan pemulihan psikososial inilah relawan bisa mengajak dialog para pengungsi untuk menggali potensi yang bisa dikembangkan menjadi kegiatan positif. Ini penting agar mereka tidak hanya diam di pengungsian, menunggu datangnya jatah konsumsi, sambil terus meratapi deritanya karena bencana.

Misalnya, kaum perempuan diajak menyiapkan konsumsi di dapur umum, sementara yang pria diajak untuk membersihkan rumahnya, ladangnya, dan fasilitas umum lainnya. Baik secara mandiri maupun menggunakan konsep cash for work yang pernah digagas BNPB.

Tidak ada salahnya pula jika relawan dengan kreativitasnya, memberi contoh memanfaatkan “sampah” (puing-puing kayu bekas bangunan) yang diakibatkan bencana, menjadi barang yang berguna, misalnya untuk huntara. Mengajari keterampilan sederhana yang bisa dijadikan mata pencaharian sampingan.

Paling tidak aktivitas yang diberikan oleh relawan itu bisa “menghibur” pengungsi dengan kegiatan yang produktif, agar tidak larut dalam kesedihan yang bisa berujung stress, bahkan depresi.

Apa yang dikatakan Dalbo ada benarnya. Idealnya, relawan tidak hanya memiliki kemampuan dibidang evakuasi dan sejenisnya saja. Namun perlu juga memiliki keterampilan hidup (life skills), yaitu  kemampuan untuk beradaptasi dan menunjukkan perilaku positif yang pada akhirnya memampukan  individu untuk menghadapi tuntutan dan tantangan kehidupan sehari-hari dengan efektif (WHO, 1997).

Keterampilan yang dimiliki itu bisa menjadi sarana untuk memberdayakan para pengungsi agar kehidupannya bisa cepat kembali pulih seperti sebelum terjadinya bencana. Bahkan bisa lebih baik lagi sesuai konsep build back better and safer yang ada di dalam Perka BNPB nomor 06 tahun 2017, tentang Penyelenggaraan Rehabilitas dan Rekonstruksi Pascabencana.

Build back better and safer, diartikan sebagai upaya rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana pada saat pembangunan kembali, baik aspek kerusakan  maupun kerugian akibat bencana, harus dilakukan agar menjadi lebih baik dan lebih aman serta berpedoman pada upaya mengurangi risiko bencana di masa yang akan datang.

Mukidi manggut-manggut. Mencoba mencerna harapan Dalbo agar relawan itu memiliki kreativitas yang bisa memberdayakan para pengungsi sambil melakukan kegiatan pemulihan psikososial.

“Artinya, dengan peran yang baik dari relawan tentunya penanggulangan bencana dapat dilaksanakan secara cepat, tepat, terpadu, efektif, efisien, transparan dan bertanggung jawab,” Gumam Mukidi sambil menghabiskan kopinya sebelum undur diri dari jagongan di warkop langganan komunitasnya.

 Malam itu Mukidi harus segera memberi makan malam maggot, yaitu serangga pemakan bahan organik limbah rumah tangga yang bisa diternak untuk pakan unggas dan ikan. Ya, Mukidi bersama Jamaah LC sedang mencoba belajar ternak maggot untuk kemadirian financial komunitasnya. Salam Sehat SalamLiterasi [eBas/KamisWage-22072021]

 

 

 

 

Senin, 19 Juli 2021

PANEN PERDANA UJICOBA TERNAK MOGGOT

Panen perdana maggot di basecamp Jamaah LC pada minggu Kliwon (18/7/2021) sangat menyenangkan.  Setelah menunggu sekitar 23 hari merawat maggot, dengan segala suka dukanya. Panen maggot pertama hasil ujicoba ini sebanyak lima kilogram, dan langsung dibeli oleh Eko Suyatno, peternak lele yang datang ke basecamp.

Sementara, sebagian maggot sengaja tidak ikut dijual agar bisa menjadi kepompong untuk kemudian berubah menjadi BSF, kependekan dari black soldier flay. Untuk keperluan itu maka Alfin, yang didampingi bapak maggot, panggilan dari Bang Erick, membuat kandang untuk tempat bertelurnya BSF.

Pada kesempatan itu, si pembeli bilang bahwa dia siap membeli maggot setiap minggu, minimal sepuluh kilogram maggot yang sudah bersih. Bahkan lebih pun dia siap menampung.

“Paling baik maggot itu dikasih makan limbah rumah tangga. Tapi buah juga baik, termasuk kotoran kelinci. Yang penting harus dijaga agar tikus dan semut tidak mendekat,”. Katanya memberi masukan.

Selesai panen perdana, bang Erick sibuk menata ulang bayi maggot ke dalam biopond dengan diberi makanan yang diambilkan dari sisa makanannya maggot dewasa yang baru dipanen, dengan tambahan sedikit kulit nanas, hasil minta dari penjual pinggir jalan.

“Kayaknya kita perlu mengadakan evaluasi setelah panen perdana ini, terkait dengan harapan mas Eko yang siap membeli maggot seminggu sekali, ini sebuah peluang yang harus dibahas bersama,” Kata Alfin.

“Paling tidak harus menambah jumlah biopond untuk tempat penetasan telur dan tempat pembesarannya. Mengingat ini kegiatan bersama, tentu perlu melibatkan sebanyak mungkin anggota agar tampak warna guyubnya,” Kata Bang Erick sambil bersiap diri meninggalkan basecamp, karena ada acara lain yang sudah menunggunya.

Apa yang dikatakan pria berkacamata yang memiliki banyak aktivitas itu, kiranya perlu ditindak lanjuti dan dipahami bahwa usaha bersama ini sebagai upaya belajar berwirausaha dan pemandirian financial Jamaah LC untuk kebersamaan. Apalagi pasar maggot masih sangat terbuka.

Dari hasil panen perdana ini diharapkan dapat menumbuhkan semangat kebersamaan dalam belajar berwirausaha, yang akan berguna pada saatnya nanti. Bang Erick yakin bahwa dengan semangat bersama seluruh Jamaah LC, ujicoba ternak maggot di basecamp pasti bisa menguntungkan, dan bisa dikembangkan di daerahnya masing-masing. Salam Sehat, Salam Literasi. [eBas]

Senin, 12 Juli 2021

RELAWAN MENIKMATI IKAN CUKIL BAKAR

Komunitas Jamaah LC punya mimpi besar untuk membekali anggotanya dengan keterampilan beternak maggot. Ini penting untuk bekal, jika suatu saat relawan dilibatkan dalam sosialisasi pengurangan risiko bencana.

Bertempat di basecampnya di daerah Keputih, Surabaya timur, salah seorang anggotanya, Bang Erick, yang mumpuni dibidang per-maggot-an berkenan membagi ilmunya kepada Jamaah LC akan pentingnya ternak maggot sebagai usaha sampingan yang bila ditekuni akan sangat menguntungkan.

Konon, usaha maggot ini juga berkontribusi dalam upaya pengurangan sampah rumah tangga. Di sisi lain, modal untuk mengawali usaha tidak banyak. Cukup memanfaatkan barang bekas. Beberapa barang yang harus beli karena anggota jamaah tidak ada yang punya. Seperti kayu lis, jaring kasa nyamuk (insect net), dan asbes.

Mengawali kegiatan pengenalan ternak maggot, Bang Erick mengajak Jamaah LC membuat kandang di halaman depan basecamp. Tentunya dalam suasana santai, sambil menikmati wedang herbal buatan Cak Alfin. diharapkan nanti bisa panen dua kali dalam sebulan.

Kegiatan yang dilakukan pada hari minggu pon (11/7/2021) juga dihadiri oleh Cak Ari dari Bangkalan dan dua orang anggota pelopor perdamaian dinsos Sampang, yang kebetulan juga anggota Forum PRB Kabupaten Sampang.

Semoga kegiatan seperti ini dapat menginspirasi kepada relawan akan pentingnya memiliki keterampilan yang bisa dijadikan usaha sampingan untuk mendukung aktivitasnya. kegiatan diakhiri dengan makan ikan cukil bakar bersama. [eBas]

Selasa, 06 Juli 2021

RELAWAN BELAJAR MEMBUAT KANDANG MAGGOT

Terdorong oleh rasa kepedulian ingin meningkatkan ketrampilan relawan dibidang usaha, Bang Erick, salah satu pengurus INAVOR, mengadakan ujicoba ternak maggot, yaitu serangga yang bisa mengurai sampah organik dengan baik dan menjadi sumber protein bagi ikan dan burung karena kandungan proteinnya tinggi.

Keterampilan ini, disamping bisa dijadikan mata pencaharian alternatif, juga bisa dimanfaatkan untuk melakukan pendampingan kepada para korban bencana di tempat pengungsian, dengan memberikan kesibukan beternak maggot sebagai usaha sampingan agar kondisi ekonomi keluarga segera pulih pasca bencana.

Acara dilaksanakan di Base Camp Jamaah LC, daerah Keputih, Surabaya Timur, minggu (4/7/2021), sebagai upaya mengenalkan sebuah usaha alternatif untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak yang menguntungkan, mengingat biaya perawatannya murah. Yang diperlukan disini adalah semangat yang tinggi untuk mengawali usaha ternak maggot

Acara diawali dengan pembuatan kandang maggot, memanfaatkan kayu bekas yang ada di Base Camp. Bahkan, paku pun juga menggunakan paku bekas. Namun berkat kreativitas dan atas nama kerjasama yang guyub, kandang itupun siap ditempati maggot.

“Kandang sudah siap, bibit maggot pun siap menghuni kandang. Selanjutnya, sambil berjalan kita nanti belajar bersama tentang pengelolaan permaggotan,” Kata Bang Erick sambil mempraktekkan cara penetasan telur maggot dengan menggunakan media seadanya.

Mengingat pertumbuhan maggot itu cepat, maka yang perlu segera disiapkan adalah bak plastik, tempat maggot berkembang, kain kasa dan bahan pendukung lainnya yang harus beli atau pinjam ke anggota Jamaah LC.

Sedang untuk pakan maggot, tinggal mencari sampah organik yang mudah didapat, seperti sisa makanan, sayur, dan buah. Tapi jangan yang sudah busuk, agar baunya tidak menyengat. Buah jeruk konon tidak disukai maggot.

“Untuk pemasarannya, tidak perlu khawatir, INAVOR siap menampungnya. Yang penting usaha ini bisa berjalan dan bermanfaat bagi Jamaah LC, sebagai alternatif kemandirian financial untuk mendukung program komunitas,” Ujarnya, sambil menikmati bakso daging buatan Cak Alfin. [eB]