Rabu, 19 Februari 2020

HARAPAN TERHADAP SRPB JATIM PASCA KONGRES KE DUA


Mendekati pelaksanaan kongres ke dua SRPB JATIM, pengurusnya sibuk semua. Mereka sibuk mempersiapkan ‘ubo rampe’ nya kongres agar sukses. Ya, sukses pelaksanaan dan sukses pemilihan pengurus serta sukses pula upaya memperbaharui ‘statuta’ sebagai payung hukum yang mengatur dalam menjalankan program-programnya.

Dalam pada itu banyak harapan yang disandarkan kepada pengurus SRPB ke depan. Mulai dari program-program yang semakin menggigit agar semangat relawan dalam berorganisasi tetap bangkit dengan mengesampingkan ego sektoral yang sempit. Kemudian juga muncul sebuah pinta agar pengurusnya semakin solid dalam membangun sinergi dengan unsur pentahelix lainnya. Khususnya kalangan akademisi, praktisi, dan media massa, dengan membuat kegiatan bersama dibidang edukasi, advokasi dan promosi membangun budaya sadar bencana.

Bahkan ada pihak yang berharap agar personil SRPB JATIM turun langsung saat terjadi bencana (fase tanggap darurat). Karena, di mata mereka, selama ini SRPB JATIM tidak pernah turun langsung ke lokasi bencana dengan nama besarnya, seperti halnya komunitas relawan yang lain. Ini penting, agar kesannya tidak hanya menjadi potensi serap dari BPBD Provinsi Jawa Timur.

Ya, seperti biasanya, setiap terjadi bencana, masyarakat terdampaklah yang sibuk duluan, kemudian dibantu relawan terdekat yang punya “kemampuan” untuk cepat merapat memberikan bantuan. Baru, beberapa jam kemudian bantuan dari luar daerah berdatangan.

Sementara SRPB JATIM tidak pernah tampak. Kok bisa begitu ya, Tanya mereka, yang biasanya disusul dengan aneka sumpah serapah, dan ejekan dari mereka yang belum mengerti tentang keberadaan SRPB JATIM. bahkan ada yang bilang, apa out put SRPB JATIM selama ini ?. ingat, kata relawan itu sangat kental dengan orang lain yang menerima manfaat dari diri relawan. apalagi ada anggapan SRPB itu sumber daya manusianya diatas rata-rata.

Dian Harmuningsih, sebagai koordinator  SRPB JATIM, seringkali bilang bahwa SRPB itu beranggotakan relawan dari berbagai organisasi yang mempunyai visi misi sendiri. Sehingga emaknya Falain ini, jika ingin menggerakkan relawan harus berkoordinasi dengan induk organisasinya. Tidak bisa main perintah seenaknya. SRPB tidak punya anak buah, semua relawan yang tergabung itu adalah mitra yang mewakili organisasinya dalam berkiprah bersama membesarkan SRPB JATIM.

Artinya, SRPB JATIM sebagai wadah berbagai organisasi relawan itu, sejatinya hanya berperan dijalur koordinasi, dan komunikasi, membangun sinergi untuk beraksi meningkatkan kapasitas relawan (yang mau diwadahi sebagai mitra SRPB). Dan hal itu tidak mudah, sampai saat ini aturan yang telah disepakati belumlah berjalan seperti harapan mereka yang selalu berharap banyak.

Bahkan, seorang Dian Harmuningsih yang berpengalaman di berbagai organisasi dan dengan segala kecerewetaannya pun belum bisa sepenuhnya mengendalikan relawan yang menjadi mitra SRPB karena beda pengalaman, motivasi dan latar belakang organisasi induknya. Ya, mengelola organisasi itu memang tidak mudah.

Jadi wajar jika saat terjadi bencana, SRPB JATIM tidak turun, karena semua relawan yang menjadi mitranya sudah turun membawa bendera organisasi sendiri sesuai visi misi, dan instruksi induk organisasi.

Namun tetap, sesuai komitmen, mereka yang berkesempatan turun di lapangan selalu melaporkan perkembangan penanganan bencana secara berkala kepada SRPB JATIM untuk dikomunikasikan dengan pihak-pihak terkait. Ini dilakukan untuk menjaga validitas data kejadian di lapangan yang terus berubah dengan cepat.

Memang sudah menjadi komitmen bersama bahwa setiap anggota mitra SRPB JATIM dimanapun berada selalu menginformasikan situasi dan kondisi daerahnya terkait dengan masalah bencana dan upaya penanggulangannya melalui edukasi mitigasi maupun simulasi. Seperti sosialisasi pengurangan risiko bencana dan satuan pendidikan aman bencana. Informasi seperti ini sangat bermanfaat bagi instansi terkait untuk bahan penyusunan kebijakan yang akan dieksekusi.

Harapan lain pasca kongres ke dua adalah terpilihnya pengurus yang mumpuni menggerakkan roda SRPB JATIM secara mandiri (khususnya dibidang pendanaan kegiatan rutin) dan meningkatnya kapasitas relawan yang mumpuni saat difasilitasi mengikuti sertifikasi yang diadakan oleh LSP-PB. Ke depan, SRPB hendaknya semakin banyak menebar manfaat sampai ke ‘akar rumput’ melalui berbagai kegiatan yang di infokan lewat grup WhatsApp yang ada.

Bahkan ada pihak yang berharap SRPB semakin terlibat dalam kegiatan penyusunan kebijakan. Seperti menyusun rencana penanggulangan bencana, terlibat dalam pembuatan renkon, kegiatan jitupasna dan sejenisnya. Termasuk semakin aktif melakukan edukasi kebencanaan kepada masyarakat dalam rangka membangun budaya sadar bencana.

Harapan-harapan itu muncul saat penulis berinteraksi dengan berbagai pihak yang selama ini diam-diam ‘memperhatikan’ kiprah SRPB JATIM. Tentu tidak terlalu salah jika pengurus terpilih nanti memperhatikan harapan-harapan yang muncul untuk dijadikan penyemangat dan inspirasi dalam menyusun agenda ke depan, dan tetap berkonsentrasi dalam aktivitas kebencanaan sesuai khittohnya.

Salah satu tugas berat pengurus ke depan adalah memahamkan keberadaan SRPB JATIM kepada khalayak ramai melalui media agar tidak selalu muncul gossip yang tidak sehat dalam setiap pelaksanaan programnya. Harapannya agar mereka yang tidak suka dengan SRPB JATIM, tetap bisa seiring sejalan dalam menunaikan tugas-tugas kemanusiaan dengan tetap menjaga independensi masing-masing tanpa ada dusta diantara kita. Selamat berkongres, Pilihlah Wakilmu Yang Dapat Dipercaya, Pengemban Amanah Kedaulatan Anggota. Salam Tangguh. [eBas/KamisLegi-20022020]

 


Minggu, 16 Februari 2020

SRPB JATIM SEBAGAI RUMAH SINGGAH RELAWAN


         Mencermati komentar Cak nDaru di salah satu grup WhatsApp Arisan Ilmu, sungguh sebuah ajakan yang bijak dari seorang nDaru kepada anggota grup. Ketika itu ada salah seorang anggota grup yang minta ijin keluar grup dengan alasan HP nya lemot tidak support karena kebanyakan mengikuti grup.

Saat itu Cak nDaru bilang dalam komennya yang menggunakan bahasa campuran, “Nanti yen podo metu, opo gak gelo nek onok informasi gae relawan Jatim yang penting, seperti info tentang kegiatan tertentu yang menambah wawasan dan menyenangkan”. Apa yang disampaikan Cak nDaru itu ada benarnya. Karena seringkali pengumuman penting itu sifatnya mendadak dan disampaikan lewat grup Arisan Ilmu. Sehingga yang tidak nyimak akan ketinggalan.

Kenyataannya, banyak pihak yang tiba-tiba muncul minta ikut kegiatan, padahal sebelumnya tidak pernah terdengar, pamer jempol pun tidak pernah. Ya begitulah, Tuhan menciptakan manusia dengan berbagai gayanya. Seperti gaya suka minta jatah tanpa mau berdarah-darah. Itu tidak salah dan tidak berdosa. Hanya fatsun organisasi yang tidak mengajarkan begitu.

“Ingat lur kita bukan anggota dari SRPB. karena SRPB itu bukan organisasi. organisasi kita bermitra dengan SRPB. SRPB itu gudangnya ilmu, tempat menimba ilmu untuk kita laksanakan berbuat kebajikan untuk peduli terhadap sesama,” Kata anggota senior Papalas, yang sering dipanggil nDaru Bogang.

Apa yang dikatakan Cak nDaru itu benar. Bahwa SRPB itu sekedar wadah berbagai organisasi relawan untuk membangun kepedulian, memudahkan koordinasi, komunikasi untuk membangun sinergi dalam rangka meningkatkan kapasitas relawan dibidang penanggulangan bancana maupun sosialisasi pengurangan risiko bencana kepada masyarakat, khususnya mereka yang berdiam di daerah rawan bencana.

Jadi salah besar jika ada pihak yang mengatakan bahwa SRPB akan “mengkerdilkan” organisasi lain dan meninggalkannya dalam berkegiatan. Makanya, upaya pendataan dan pembuatan direktori relawan itu sangat penting untuk mengetahui kapasitas relawan yang ada di masing-masing organisasi dan pembinaan yang bagaimana yang akan dilakukan sesuai dengan tingkat pengetahuan, keterapilan dan sikap yang telah dimiliki relawan. sehingga pembinaan yang diagendakan itu akan berhasil guna dan berdaya guna untuk pengembangan diri.

Dian Harmuningsih, yang punya ‘Omah Ngarep Sawah’, pernah bilang bahwa keberadaan SRPB itu bisa dianalogikan dengan puskesmas. Dimana orang datang ke puskesmas itu dipastikan mempunyai kepentingan tertentu. Seperti  minta surat keterangan dokter untuk berbagai keperluan, sekedar konsultasi kesehatan dan kontrol sesuai anjuran dokter, atau mereka yang memang sakit dan ingin sembuh setelah berobat di puskesmas yang bayarnya agak murah.

Ya begitulah, dengan mengambil analogi puskesmas, SRPB dengan program Arisan Ilmu Nol Rupiah (AINR) menjadi wadah yang terbuka bagi semua relawan yang berkeinginan berbagi informasi, tukar pengalaman, dan menambah sedulur (memperluas jejaring kemitraan). Setelah merasa terpuaskan kepentingannya, mereka balik kanan. Entah akan datang lagi atau menghilang membawa kenangan. Semua bisa terjadi dan tidak ada yang melarang, dan begitulah kenyataannya. Datang dan pergi silih berganti

Relawan yang terdaftar di buku absensi SRPB banyak sekali, ratusan jumlahnya. Namun tidak semua saling kenal secara mendalam, karena hanya sekali bertemu dalam acara Arisan Ilmu. Itupun hanya saling melempar senyum dan tegur sapa sekenanya. Sehingga wajar jika tidak diketahui mutu loyalitas dan dedikasinya. Itulah konsekwensi dari wadah berkumpulnya berbagai organisasi relawan yang mengedepankan keterbukaan tanpa ikatan.

Apakah kondisi yang demikian ini bisa disebut bahwa SRPB sebagai rumah singgah bagi relawan untuk memuaskan kepentingannya ?. Rosihan (2016) mengatakan bahwa dalam Konferensi Nasional II mengenai Masalah Pekerja Anak di Indonesia pada Juli 1996, mendefinisikan rumah singgah sebagai tempat pemusatan sementara yang bersifat non formal, dimana anak-anak dapat bertemu untuk memperoleh informasi dan pembinaan awal sebelum dirujuk ke dalam proses pembinaan lebih lanjut. Apakah pengertian rumah singgah ini sama dengan keberadaan SRPB ?. mari direnungkan bersama sambil nyeruput kopi tipis-tipis.

Mungkin, SRPB sebagai rumah singgah disini lebih pada tempat bertemunya relawan dari berbagai latar belakang untuk saling tukar informasi seperti dalam jargonnya, ‘bersatu bersinergi untuk peduli’ yang pada akhirnya bersama mencoba merancang kegiatan peningkatan kapasitas relawan melalui pembinaan dan memberi kesempatan kepada relawan yang telah siap mengikuti sertifikasi yang diadakan oleh LSP-PB.

Konon, telah tercatat 200 lebih organisasi relawan yang terdokumentasikan di pengurus SRPB. Namun yang selalu kebagian menikmati berbagai kegiatan SRPB hanya beberapa relawan saja yang aktif berkomunikasi dan sering bersemuka di sekretariat. Untuk itulah, seperti yang diharapkan Cak nDaru, agar anggota grup WhatsApp Arisan Ilmu selalu aktif ‘nengok’ grupnya. Paling tidak dengan memamerkan jempolnya sebagai tanda masih hidup. Agar tidak ketinggalan informasi.

Berharap, pasca kongres ke dua nanti, terbentuk kepengurusan baru yang militan. Dengan semangat milenial mampu mengemas menu program yang semakin menampakkan keberadaan SRPB  sebagai rumah singgah relawan se jawa timur sebagai ruang terbuka untuk berdialog dalam rangka membongkar kebuntuan koordinasi, dan kesalahpahaman komunikasi yang selama ini membersamai perjalanan SRPB dalam menjalankan amanah kongres pertama. Selamat berkongres, Pilihlah Pengurus yang Dapat Dipercaya dan Bertanggungjawab. Wallahu a’lam. [eBas/SeninPon-17022020]     




Jumat, 07 Februari 2020

FORUM KOMUNIKASI RELAWAN PENANGGULANGAN BENCANA KABUPATEN KEDIRI


Ternyata di Kabupaten Kediri, BPBD setempat telah memfasilitasi berdirinya forum komunikasi relawan penanggulangan bencana (FKRPB). Sejak tahun 2017, mereka dibina oleh bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan dengan berbagai kegiatan. Salah satu program pembinaannya adalah berupa fasilitasi pertemuan FKRPB agar pengurusnya kompak menjalankan amanah forum dengan penuh tanggungjawab.

Kegiatan fasilitasi forum komunikasi relawan di akhir bulan Januari 2020 ini bertempat di ruang kilisuci, di lingkungan kantor pemerintah daerah Kabupaten Kediri, dibuka oleh Plt Kalaksa BPBD setempat. Dalam arahannya beliau bilang bahwa jangan sampai kegiatan seperti ini hanya terhenti sampai disini saja, namun harus ada tindak lanjutnya dalam bentuk program peningkatan kapasitas relawan.

Seperti halnya SRPB JATIM, FKRPB ini juga merupakan wadah berkumpulnya berbagai organisasi relawan untuk saling bersilaturahim, berkoordinasi dan membangun sinergi untuk meningkatkan kapasitas relawan. Hal ini penting. Mengingat Kabupaten Kediri yang luas itu juga memiliki kompleksitas ancaman bencana. Dengan demikian, ketika relawan dan masyarakat berdaya dalam hal mitigasi bencana, maka akan banyak membantu BPBD dalam upaya penanggulangan bencana secara cepat dan tepat. Sehingga bisa meminimalisir dampak bencana.

Seperti diketahui jika terjadi bencana maka yang menjadi korban pertama adalah masyarakat setempat. Mereka pun juga berperan menjadi penolong yang pertama, sebelum pertolongan dari luar berdatangan. Untuk itulah keberadaan forum diharapkan bisa dilibatkan dalam upaya edukasi pengurangan risiko bencana kepada masyarakat, seperti yang tersirat dalam Perka BNPB nomor 17 tahun 2011. Khususnya melakukan sosialisasi (bahkan jika perlu mengadakan pendampingan) kepada masyarakat yang berdomisili di daerah rawan bencana, seperti yang diharapkan oleh program keluarga Tangguh bencana yang baru diluncurkan.

Dengan demikian, relawan itu harus bisa memberdayakan korban bencana agar tidak ‘tenggelam dalam kesedihan’ di pengungsian. Misalnya diajak membantu di dapur umum, terlibat dalam kegiatan psikososial, pembersihan lingkungan pasca bencana, pembangunan huntara maupun huntap, dan kegiatan lain yang melibatkan masyarakat terdampak untuk mempercepat pemulihan (menumbuhkan daya lenting).

Tentu, untuk membangun sebuah forum komunikasi relawan itu tidaklah mudah. Banyak sekali rintangan dari kalangan relawan sendiri yang tidak senang dengan kehadiran forum yang dianggap membahayakan eksistensinya. Untuk itu pengurus forum harus mampu dengan sabar meyakinkan bahwa pendirian forum tidak seperti yang dibayangkannya.

Kini saatnya pengurus membuktikan dengan menyusun program peningkatan kapasitas bagi relawan, kemudian dikonsultasikan ke BPBD agar difasilitasi. Seperti diketahui bahwa seseorang mau menjadi relawan itu disamping karena panggilan jiwa untuk menolong sesamanya, juga dalam rangka mengaktualisasikan dirinya, belajar berjejaring dengan sesama relawan di berbagai daerah untuk meningkatkan kapasitas sebagai relawan penanggulangan bencana. Tentunya tetap memperhatikan kepentingan keluarga dan masyarakat dimana dia tinggal, agar tetap bahagia. [eBas/Jum’at Pon-07022020]




 

Sabtu, 01 Februari 2020

RELAWAN DAN CANGKRUKAN (SEBUAH OBROLAN IMAJINER)


Setiap relawan berkumpul dengan komunitasnya atau lintas komunitas. Pasti akan ada diskusi seru tentang apa saja tanpa ada moderatornya. Ya, diskusi disini lebih tepatnya adalah ngobrol bareng sembil ngopi. Sementara, diskusi adalah bahasa kerennya saja, biar relawan itu dianggap keren.

Begitulah, sambil nyakot rondo royal, sebutan untuk tape goreng, Mukidi, Seorang peserta cangkruk’an mengatakan bahwa saat ini paradigma penanggulangan bencana telah berubah. Dari responsif menjadi preventif atau pengurangan risiko bencana. Maka dari itu relawan harus selalu terlibat dari mulai fase pra bencana, tanggap darurat dan pasca bencana. Jadi relawan tidak boleh hanya ikut menangani satu fase saja dalam penanggulangan bencana.

“disamping itu dalam melakukan pertolongan kepada korban harus didasari rasa ikhlas dan tanpa pamrih. Jadi, kalau ada relawan yang bekerjanya berdasar pamrih tertentu dan menerima upah itu sudah bukan relawan.” Katanya bersemangat membuka diskusi malam. Sementaraa peserta cangkruk’an yang lain kurang memperhatikan karena sibuk melihat berita TV tentang wabah corona yang sudah masuk Kota Semarang.

“Kalau bukan relawan, terus disebut apa dong, kan sama-sama menolongnya?,” Kata Kaspo sedikit bingung.

“Coba Cak Muk, sampiyan buka Perka BNPB nomor 17 tahun 2011. Disana jelas disebutkan apa itu relawan penanggulangan bencana, termasuk hak dan kewajibannya. Juga peran-peran yang bisa dikerjakan relawan dalam setiap fasenya. Mungkin kita beda mentafsirkan saja Cak Muk, Benar relawan itu harus ikhlas dan tanpa pamrih. Tapi sampiyan harus tahu juga bahwa relawan itu juga makhluk sosial yang harus memenuhi kewajibannya, baik kepada keluarganya, maupun kepada masyarakatnya” Kata Kang Dalbo mencoba 'memblokir' pernyataan Mukidi.

Artinya, masih kata Dalbo, sampiyan harus tahu kapan berkegiatan sebagai relawan, dan kapan rehat sejenak untuk ngurusi hidup dan kehidupan pribadinya. Jangan sampai terlena dalam kegiatan kerelawanan saja, namun harus ingat juga akan masa depan dan usia yang semakin menua.

Sambil nyruput kopi, Kang Dalbo juga menjelaskan kepada Kaspo, bahwa yang namanya relawan itu adalah mereka yang mempunyai kepekaan sosial yang tinggi dan mau berbuat sesuatu untuk menolong sesamanya. Masalah dibayar, menerima upah dan gratisan itu tidak usah dibicarakan disini. Pasti tidak akan ketemu. Jadi biarkan saja. rasakan dengan nuranimu, apakah kamu sudah layak disebut relawan atau belum.

Sementara Kaspo, sambil nyruput Es Josua, mencontohkan konsep pentahelix yang sampai sekarang masih sebatas pada diskusi dan rapat-rapat terbatas untuk  mematangkan konsep serta meningkatkan pertukaran informasi terkait dengan masalah bencana. sementara keterlibatan masyarakat (relawan) dalam konsep pentahelix itu belum tampak mesra.  

Dalam benaknya Kaspo, Pentahelix itu upaya kerja sama untuk mewujudkan sinergi dan kolaborasi antara pemerintah regulator), akedemisi (konseptor inovator), dunia usaha (pendorong), media massa (komunikator) dan masyarakat (akselerator), dalam rangka  mengakselerasi upaya sosialisasi pengurangan risiko bencana. Dari kegiatan itu diharapkan tumbuh kesadaran masyarakat akan kesiapsiagaan menghadapi bencana.

“Oalah Cak Kaspo iki ngomong apa to kok kemelipen banget. Kuwi dudu urusane relawan. wis ono bagiane dewe-dewe. Sudahlah, begini saja, relawan itu bekerjanya berbasis kemauan dan kemampuan. Sementara pentahelix itu bukan urusan relawan. pasti suatu saat relawan akan dikasih tau apa itu tugas dan fungsi pentahelix serta akan diajak ikutan rapat dan diskusi dengan mereka. Percayalah.” Kata Kang Dalbo sambil terkekeh mendengar penjelasan Kaspo tentang pentahelix.

“Kok diketawain to, emangnya saya salah membuat diskripsi tentang keterlibatan relawan yang belum terasakan dalam konsep pentahelix.” Kata Kaspo dengan wajah melas.

“Benar salahnya saya tidak tahu, wong aku iki mung relawan amatiran yang ikut arus saja, bukan relawan professional yang paham tentang siklus penanggulangan bencana, seperti siaga darurat, tanggap darurat, bantuan darurat, masa transisi, pemulihan, rehab rekon, pencegahan, mitigasi, peringatan dini, dan kesiapsiagaan. Karena, senyatanyalah sampai saat ini menurut ceritanya, antara teori dan praktek di lapangan masih sangat jauh berbeda, bahkan sering tumpang tindih sesuai pemahaman dan kepentingan.” Kata Kang Dalbo sambil memesan mie goreng dobel.

"Rasanya, apa yang dikatakan Kang Dalbo ada benarnya. Relawan itu lebih sering sibuk saat tanggap darurat. sementara untuk kegiatan penyusunan renkon, nyusun RPB, Jitupasna, dan yang berhubungan dengan penyusunan konsep penanggulangan bencana, kurang terlibat (dilibatkan), Mungkin dianggap bukan maqomnya." Kata Mukidi sok paham.

Tanpa kesimpulan, obrolan pun berlanjut ke rencana berangkat berjamaah ke Sentul International Convention Center, Bogor naik bus eksekutif, hari senin (3/2). Ya, relawan yang tergabung dalam SRPB JATIM kiranya patut berterimakasih kepada Kalaksa BPBD Provinsi Jawa Timur yang berkenan memfasilitasi 100 relawan dari perwakilan organisasi yang terdaftar di dalam direktori yang disusun Ning Ocha dan kawan-kawan, untuk ikut meramaikan kegiatan rakornas BNPB yang mengambil tagar “Penanggulangan Bencana Urusan Bersama”.

“Jangan lupa membawa baju seragam, sepatu, payung, jaket, obat pribadi, klethikan, uang saku yang banyak untuk beli souvenir khas rakornas BNPB, charger HP, thumbler, dan lainnya sesuai peruntukannya,” Kata Mukidi diakhir cangkruk’an. Kali ini Mukidi yang kebagian 'ngebosi' teman-temannya.

Begitulah obrolan tanpa kesimpulan selalu mewarnai Cangkruk’an relawan yang durasi waktunya tidak ditentukan. Lamat-lamat suara koko ayam bersahutan, tanda waktu solat subuh kan menjelang. Asholatu khoirum minan naum. [eb/minggu pon-02022020]