Minggu, 28 November 2021

MUKIDI IKUT PROGRAM SAPA DESTANA

Betapa senangnya hati Mukidi, setalah mengetahui dirinya sebagai salah satu personil yang terpilih (dipilih) menjadi peserta program sapa destana. Sebuah program baru yang dicetuskan, sebagai upaya peningkatan kapasitas pengurus destana pasca pendampingan yang dilakukan oleh fasilitator destana.

Sekali lagi, Mukidi terpilih (dipilih) itu karena kesengajaan, boleh juga disebut keterpaksaan. Bahkan Mukidi mengakui bahwa program ini belum jelas konsepnya. Semuanya masih meraba-raba, mencari bentuk pembinaan dalam rangka pelestarian. Yang jelas, Mukidi terpilih (dipilih) itu karena belum ada personil yang mau dan mampu ikut program, dikarenakan tidak ada kecocokan waktu antara program organisasi dengan program instansi dimana mereka mengais rejeki.

Beberapa daerah menjadi sasaran program ini. Semuanya memiliki potensi bencana yang perlu diwaspadai dengan meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi bencana, yang bisa datang setiap waktu seiring musim penghujan, dan adanya fenomena La Nina yang salah satunya berdampak pada ketahanan pangan dan roda ekonomi rakyat kecil.

Sambil cangkruk di warkop, Mukidi bercerita bahwa dia mendapat bagian di beberapa daerah. Nantinya, saat di lokasi, Mukidi akan banyak menggali informasi dari pengurus destana yang disapa. Dia ingin mengetahui kegiatan apa saja yang telah dilakukan pasca pendampingan. Apakah sudah melakukan seperti yang disarankan oleh fasilitator destana. Sudahkah pengurus destana membuka jejaring kemitraan dengan pihak lain.

“Saya juga akan bertanya, apakah ada dukungan dari pihak desa dan tokoh masyarakat setempat dalam rangka menjalankan semua program yang telah direncanakan, apa kendala yang ditemui dalam menjalankan programnya membangun kesadaran akan pentingnya budaya tangguh,” Ujarnya bersemangat, sambil nyruput kopi. Sedangkan Dalbo, teman Mukidi hanya sebagai pendengar setia sambil menikmati pisang goreng.

Menurut Mukidi, dari beragam informasi yang terkumpul itulah, akan dijadikan bahan dialog dengan pengurus destana. Mukidi juga akan mengingatkan tentang Perka BNPB nomor 3 tahun 2008, tentang Pedoman Pembentukan BPBD.

Di sana dikatakan bahwa pemerintah daerah bertanggung jawab untuk, antara lain, melindungi masyarakat dari ancaman dan dampak bencana, melalui beberapa kegiatan, antara lain, pendidikan, pelatihan, dan peningkatan keterampilan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.

Apa yang disebutkan dalam Perka di atas, menurut Mukidi sejalan dengan tujuan khusus pengembangan destana. Diantaranya adalah melindungi masyarakat yang tinggal di kawasan rawan bahaya dari dampak-dampak merugikan bencana, dan meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya dan pemeliharaan kearifan lokal bagi pengurangan risiko bencana.

Saat pelaksanaan sapa destana nanti, Mukidi juga akan mengingatkan kembali kepada berbagai pihak yang terlibat dalam destana bahwa, intervensi pemerintah dan pihak-pihak non pemerintah haruslah bersifat sesedikit mungkin dan lebih sebagai stimulan (penyemangat/motivasi).

“Masyarakat sendirilah yang harus berperan aktif sebagai inisiator, perencana dan pelaksana. Program ini haruslah besifat “dari, oleh dan untuk” masyarakat, terkait dengan kegiatan pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, penanganan darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi,” Ucap Mukidi mensitir Perka BNPB nomor 1 tahun 2012, tentang pedoman umum destana.

Sambil nyruput kopi, terbersit tanya dibenak Mukidi, Bisakah pengurus destana mengamalkan Perka di atas setelah disapa oleh personil yang terpilih (dipilih) melaksanakan program sapa destana ?.

Hari semakin siang, warkop pun mulai ramai pengunjung kelas wong cilik. Mukidi pun beringsut dari warkop menyiapkan “ubo rampe” yang akan dibawa melaksanakan tugas sapa destana. Sementara, si Dalbo, sahabat Mukidi hanya diam dalam ketidak pahamannya tentang program sapa destana yang didengar sedari tadi. Semoga Sukses dan berdampak nyata untuk membangun budaya tangguh bencana.[eBas/ndleming dewe seninwage-29112021]

Minggu, 21 November 2021

UPAYA PEMBENTUKAN FPRB KOTA SURABAYA

Salah satu mata acara jambore forum pengurangan risiko bencana (FPRB) Jawa timur, yang digelar di Obis Camp, Mojokerto, selama tiga  hari,  Jumat sampai minggu, tanggal 17 – 19 september 2021, adalah focus group discussion, yang membahas berbagai agenda.

Salah satu bahasan yang menarik adalah perlunya mempercepat terbentuknya FPRB di seluruh Kabupaten/Kota di Jawa timur. termasuk Kota Surabaya yang belum punya forum PRB. Bahkan Kota Surabaya adalah satu-satunya Kota yang tidak memiliki BPBD tapi punya BPB Linmas (Badan Penanggulangan Bencana dan Perlindungan Masyarakat).

Saat diskusi tentang pembentukan forum itulah, delegasi relawan dari Surabaya, dengan lantang dan percaya diri, mengatakan bahwa mereka siap membentuk FPRB Kota Surabaya di pertengahan bulan November 2021. (mungkin, maksudnya agar punya semangat hari pahlawan).

Sayangnya, sepulang dari jambore di Obis, delegasi relawan Surabaya, tidak segera ‘umeg’ menyiapkan upaya pembentukan FPRB sesuai janjinya. Sebagai mahasiswa, mereka langsung tenggelam dalam kesibukan kampus. Lupa untuk segera mengkomunikasikan ke berbagai komunitas relawan di Kota Surabaya, untuk diajak terlibat dalam upaya pembentukan forum.

Kini, November telah merangkak menuju bulan Desember. Sementara mereka tidak merasa bersalah akan janjinya. Tidak ada sama sekali inisiatif untuk ngobrol bareng lintas komunitas untuk merealisasikan janjinya.

Ya, perlu dimaklumi, disamping mereka sibuk belajar di Kampus, tampaknya mereka belum tahu ‘peta komunitas relawan’ Surabaya yang sangat beragam dengan kepentingan dan dinamikanya. Karena ketidak tahuannya itulah, mereka abai dengan janjinya. Hanya sekedar menyatakan siap tapi tidak sigap.

Karena dianggap ‘wan prestasi’ itulah, maka berbagai komentar muncul di grup whatsapp. Maksudnya baik. Tidak bermaksud membully, namun lebih sebagai motovasi agar janjinya cepat terrealisasi.

Salah satunya adalah Fatoni, sosok relawan berpengalaman dari Kota Malang ini bilang, FPRB Surabaya, mana suaramu. katanya bulan November sudah terbentuk forum PRB Kota Surabaya?.

“Wah, ternyata mbleset. Apa nunggu bencana besar datang ke Surabaya,  baru Fprum PRB terbentuk?, Katanya di Surabaya banyak relawannya, namun mengapa tidak segera terbentuk  forum, ” Katanya.

Masih kata Fatoni, yang terdaftar dibanyak organisasi ini, bahwa siapapun yang mewakili Surabaya, itulah yang patut kita tunggu prosesnya, jangan sampai semua disuruh menunggu entah sampai kapan, tanpa batas waktu.

Komentar Fatoni yang ‘menggigit’ itu dibalas oleh Alfin, salah seorang pengurus Forum PRB Jawa timur, bahwa teman-teman relawan Surabaya sedang berproses, tidak serta-merta berdiam diri, kebingungan harus berbuat apa. Tapi memang sedang berproses.

Masih Kata pria berdarah Madura ini, memang pada saat Jambore di Obis Camp kemarin,  perwakilan dari Mahagana UNAIR spontanitas menyanggupi akan terbentuknya FPRB dalam waktu dekat, akan tetapi mereka belum paham betul apa yang diutarakan, bahkan saat itu mereka baru mengenal apa itu FPRB.

“Beda dengan pean yang sudah paham seluk beluk FPRB. Belum lagi kondisi politik dan birokrasi di Surabaya, Namun, pelan tapi pasti, di nantinya juga akan terbentuk FPRB kok. Tenang saja, kita tunggu dan hargai proses dari semua itu”, Kata Alfin, yang juga aktif menjadi pengasuh Jamaah LC.

Sedangkan Rurid, yang pernah merasakan pahit getirnya menahkodai Forum, mengatakan bahwa pembentukan Forum itu tidak bisa di paksakan. Dia bilang bahwa, dulu FPRB Jatim perlu waktu dua tahun untuk merumuskannya dengan melibatkan berbagai pihak.

Sing temping fungsi forum di jalankan sambil menggeret aktor Penthahelix agar turut aktif berforum,” Ujarnya dengan dialek daerah Kepanjen, Kabupaten Malang.

Masih kata Sekjen yang terpilih di Hotel Pelangi, Kota Malang, tahun 2017 itu, bahwa Relawan Surabaya itu  sak arat-arat, akademisinya  sak bajek, dan media yang ada pun sak korap, Kate opo meneh ?. Monggo di rumuskan pembentukan FPRB Kota Surabaya dengan riang gembira dan canda serta tawa.

Sepakaaat ... Proses terus dijalankan, keputusan diusahakan,” Kata Khusairi, akademisi dari Unair. Entah proses apa yang telah dijalankan dan keputusan apa yang tengah diusahakannya. Yang penting semua masih dalam koridor saling menguatkan tanpa melemahkan.

Sementara, dalam menyikapi pertanyaan kritis dari pria yang sedang menyelesaikan program doktoralnya di Unair, Ki Rebo, nama panggilan Prijoko Utomo dari SAR SER, hanya bilang bahwa  keberadaan FPRB Kota Surabaya, memang belum terdengar keras, masih bisik-bisik optimis.

Sementara Suprayogi, dari Posko Relawan Surabaya sepakat dengan komentarnya Ki Rebo. Dia bilang, bahwa  Surabaya memang belum punya BPBD. Sementara ini, yang ada adalah BPB linmas yang berdasar pada Permendagri. Padahal, seharusnya sesuai dengan perka BNPB no 3 tahun 2008 tentang pembentukan BPBD.

Sejak hampir 10 tahun lebih surabaya tanpa adanya BPBD. Namun seluruh elemen relawan yang tergabung tetap berusaha bergerak bergiat sesuai aturan yang ada dan insyaallah FPRB kota surabaya segera terbentuk,” Ujarnya optimis.

Sungguh menarik membahas upaya pembentukan Forum PRB di Kota Surabaya (bahkan mungkin daerah lain yang senasib dengan Surabaya). Termasuk permasalahan ikutan yang menggelayut setelah forum terbentuk. Hal ini terjadi karena masing-masing daerah memiliki perbedaan dalam berbagai aspek, juga dalam memahami regulasi yang ada.

Bang Yos, mengingatkan, agar berhati-hati dalam merangkai kata dan menambah kata, yang diposting di grup whatsapp. Karena risiko kepleset sangat besar.

Alangkah tidak eloknya jika upaya mendokumentasikan komentar kritis tentang pembentukan Forum PRB Kota Surabaya, tidak disudahi. Ya, lebih baik diakhiri, dari pada nanti kepleset beneran.

Terimakasih Bang Yos, sudah berkenan mengingatkan untuk berhati-hati dalam beropini dan membuat framming, agar tidak kepleset nantinya.

Yang jelas, lewat tulisan kita belajar bernarasi dan berbagi. Baik itu berbagi ide, gagasan dan pengalaman. Semoga pengurus Forum yang didapuk menggawangi bidang media, sudah menyiapkan forumnya untuk belajar menulis. Baik secara luring maupun daring di era pandemi, agar relawan berani menulis. Namun ingat kata Pramudya Ananta Toer, bahwa menulis itu perlu keberanian. Termasuk berani terpeleset. Siapa tahu dari situ bisa menginspirasi untuk menyusun aksi yang diberkati Illahi. *[eBas/ndleming sore minggu legi-21112021]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  

Jumat, 05 November 2021

KESIAPSIAGAAN MENGHADAPI MUSIM HUJAN

Di awal musim penghujan ini, beberapa wilayah diguyur hujan deras. Sungai pun tidak mampu menampung derasnya air. Banjir pun meluap melanda apa saja. Aneka sampah, potongan kayu dan rumpun bambu terbawa semua, Sawah dan rumah warga banyak yang rusak. Harta, benda, dan nyawa pun menjadi korban keganasan alam.

Konon, yang menjadi penyebab, diantaranya adalah banyaknya endapan sampah di dasar sungai, onggokan sampah yang menggunung di sekitar jembatan. Ada juga yang bilang karena terjadinya alih fungsi lahan pegunungan, sehingga banyak lereng gunung yang telanjang tanpa tutupan yang mampu menahan/menyimpan air tanah.

Relawan pun cepat tanggap menyumbangkan tenaganya menolong sesama sesuai kemampuannya. Mereka berbondong-bondong mendatangi lokasi. Berkoordinasi dan berbagi peran agar tidak saling tumpang tindih pekerjan.

          “Itu penting lho, ben gak kabeh melu umek, disik-disikan postang posting, eh ternyata sumbernya gak jelas dan malah membingungkan,” Kata Masiku, temannya Masini, di grup whatsapp relawan.

Beberapa relawan yang sudah di lokasi membagikan foto kejadian dengan narasi yang cukup informatif. Harapannya bisa segera diketahui oleh khalayak agar segera bergerak, tidak hanya berteriak.

“Konco-konco monggo serius ini grup pengurus. Kira-kira dukungan apa yang dapat membantu BPBD dalam penanganan darurat banjir, sekaligus menentukan status tanggap darurat, Agar berjalan cepat, tepat, efektif dan efisien,” Kata Mukidi dalam komentarnya di grup whatsapp,

“Ayok dirembug yang serius, jangan hanya pamer foto-foto rapat dan sarasehan took. Saat ini perlu action cepat,” Teriak yang lain. Sementara itu masih banyak yang membagikan foto warga yang dievakuasi di pengungsian, pembagian bantuan dari komunitas tertentu, peninjauan pejabat dan relawan yang sedang menikmati bermacam hidangan, tanpa menghiraukan ajakan Masiku yang jarang berkomentar di grup.

Sementara Cak Kaspo, dalam komentarnya bilang, “Lha yang dibutuhkan BPBD apa ya, sedangkan untuk penyusunan jitupasna dan sejenisnya itu tentulah relawan yang memiliki kapasitas. Apalagi, ada prasyarat tertentu untuk bisa melakukan. Artinya, tidak semua relawan bisa dan boleh melakukan.

“Ingat lho, relawan itu sifatnya hanya membantu. Ya, hanya sebagai pemain pembantu, bukan pemeran utama dalam penanggulangan bencana. Jadi, sebaiknya menunggu komando BPBD yang memiliki kewenangan sesuai amanat UU 24 tahun 2007,” Ujarnya saat menyimak beragam komentar di grup.

Menurut Cak Kaspo, dalam fase tanggap darurat, Kadang kala memang ada sosok relawan yang siap berjibaku membantu karena punya waktu (dan sangu). Ada juga yang karena keahlian tertentu sehingga kedatangannya diharapkan (dan dianggarkan). Juga ada sosok yang pekerjaannya mengharuskan turun ke lokasi bencana. Mereka itulah yang sering kali lebih dulu berada di lokasi untuk beraksi, mendahului mereka yang memegang regulasi.

Jadi, kalau Cak Kaspo dan relawan lain yang senasib Cak Kaspo, belum bisa berbuat seperti jenis relawan di atas, ya jangan dipaido, jangan dibully dan dimaki beramai-ramai. Karen, sesungguhnyalah turun ke lokasi itu perlu bekal yang memadai, dan itu belum tentu dimiliki oleh masing-masing pribadi.

Ini masih awal musim penghujan, bencana sudah menyapa beberapa wilayah dengan memakan korban. Tanda bahwa semua harus meningkatkan kesiapsiagaan. Pemerintah, dalam hal ini BPBD harus siap-siap mengaktivasi renkon menjadi renop. Sehingga jelas siapa mengerjakan apa dengan siapa sambil membawa apa. Begitu juga dengan komunitas relawan, harus siap dimobilisasi untuk aksi kemanusian, sesuai dengan kemampuan yang dapat diperankan. Tentu relawan yang telah memenuhi syarat tertentu. Minimal sehat jiwa raga dan dana.

Tanpa itu, jangan coba-coba nekat. Ingat bahwa relawan itu berhasil tidak dipuji, gagal di bully dan di caci, sedangkan jatuh sakit, salah sendiri karena tidak ada asuransi. Salam Tangguh, Salam kemanusiaan saling menguatkan tanpa melemahkan. [eBas/JumatKliwon-05112021]

 

 

 

Kamis, 04 November 2021

MEMBAKAR SAMPAH MENGURANGI POTENSI BANJIR

Musim penghujan telah datang. Walaupun masih sporadis dan tidak lama, namun warga perlu segera  mengantisipasi, karena dibeberapa daerah, banjir dan longsor telah muncul menyertai datangnya musim hujan. Bahkan, banjir diawal musing penghujan sudah menimbulkan kerusakan yang parah, termasuk korban meninggal.

Ramalan BMKG mengatakan bahwa antara bulan Oktober 2021 hingga Februari 2022 akan ada La Nina yang dapat menimbulkan bencana hidrometeorologi seperti banjir, angin kencang dan tanah longsor. Jelas ramalan ini harus diwaspadai, termasuk meningkatkan kesiapsiagaan di daerah yang memiliki potensi bencana di atas.

Kemudian, apa yang harus dilakukan oleh warga?. Paling tidak bisa berpartisipasi untuk mengurangi terjadinya bencana (khususnya banjir) dengan menjaga kebersihan lingkungan dari tumpukan sampah, membantu membersihkan saluran air (got, sungai/kali kecil) dari sedimentasi.

Warga juga diharapkan untuk melaporkan ke petugas terkait tentang adanya tanggul sungai yang rusak, saluran box culvert yang buntu dan berbau karena sampah yang dibuang oleh oknum tertentu. Termasuk melaporkan besi penutup bak kontrol saluran air yang hilang dicuri.

Terkait dengan sampah, khususnya sampah plastik, kiranya perlu kesadaran untuk mengelolanya. Bisa menggunakan cara  Reuse, yaitu menggunakan kembali sampah yang masih dapat digunakan untuk fungsi yang sama ataupun fungsi lainnya. Reduce yang berarti mengurangi segala sesuatu yang mengakibatkan sampah, dan Recycle berarti mengolah kembali (daur ulang) sampah menjadi barang atau produk baru yang bermanfaat. Namun tidak mudah melakukannya, perlu prasyarat tertentu.

Seperti diketahui, plastik (styrofoam) itu sangat sulit diurai oleh mikroorganisme di dalam tanah. Perlu waktu puluhan tahun. Sementara sampah plastik terus bertambah setiap hari tanpa henti. Bahkan warga semakin tergantung kepada plastik karena praktis dan murah. Sementara, tumpukan sampah warga, kadang tidak terangkut oleh tukang sampah secara ajeg karena faktor tertentu.

Senyampang hujan belum datang dengan intensitas tinggi, tidak ada salahnya jika warga bergotong royong “memusnahkan” sampah yang ada di sekitr pemukiman warga secara mandiri. Cara yang paling murah dan mudah adalah dibakar.

Namun, sebelum membakar sampah, perlu dipastikan bahwa lokasinya aman dan saat bakar sampah harus ditunggui sampai sampah habis tanpa sisa, untuk kemudian dipastikan juga, bahwa api sudah benar-benar mati tanpa ada bara yang masih menyala.

Memang, konon ada larangan membakar sampah, bahkan bisa dikenai sanksi pidana. Namun bagimana jika sampah sampai menumpuk tidak segera diangkut, sehingga dieker-eker oleh anjing, kucing, tikus dan pemulung. Belum lagi bau busuk yang ditimbulkan serta berpotensi menjadi sumber penyakit.

Mari, semua warga berpikir jernih untuk menangani masalah sampah secara bergotong royong agar tidak berpotensi banjir (genangan) yang bikin susah banyak pihak. Sungguh, tanpa partisipasi warga, jelas pemerintah akan “termehek-mehek” menangani sampah. Tanpa peran serta warga dalam menghadapi bencana, tentu potensi banjir saat hujan deras, hanya menunggu waktu. Salam Lestari. [eBas/KamisWage-04112021]