Betapa senangnya hati Mukidi, setalah
mengetahui dirinya sebagai salah satu personil yang terpilih (dipilih) menjadi
peserta program sapa destana. Sebuah program baru yang dicetuskan, sebagai
upaya peningkatan kapasitas pengurus destana pasca pendampingan yang dilakukan
oleh fasilitator destana.
Sekali lagi, Mukidi terpilih
(dipilih) itu karena kesengajaan, boleh juga disebut keterpaksaan. Bahkan
Mukidi mengakui bahwa program ini belum jelas konsepnya. Semuanya masih
meraba-raba, mencari bentuk pembinaan dalam rangka pelestarian. Yang jelas,
Mukidi terpilih (dipilih) itu karena belum ada personil yang mau dan mampu ikut
program, dikarenakan tidak ada kecocokan waktu antara program organisasi dengan
program instansi dimana mereka mengais rejeki.
Beberapa daerah menjadi sasaran
program ini. Semuanya memiliki potensi bencana yang perlu diwaspadai dengan
meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi bencana, yang bisa datang setiap waktu
seiring musim penghujan, dan adanya fenomena La Nina yang salah satunya berdampak
pada ketahanan pangan dan roda ekonomi rakyat kecil.
Sambil cangkruk di warkop, Mukidi
bercerita bahwa dia mendapat bagian di beberapa daerah. Nantinya, saat di
lokasi, Mukidi akan banyak menggali informasi dari pengurus destana yang
disapa. Dia ingin mengetahui kegiatan apa saja yang telah dilakukan pasca
pendampingan. Apakah sudah melakukan seperti yang disarankan oleh fasilitator
destana. Sudahkah pengurus destana membuka jejaring kemitraan dengan pihak
lain.
“Saya juga akan bertanya, apakah ada
dukungan dari pihak desa dan tokoh masyarakat setempat dalam rangka menjalankan
semua program yang telah direncanakan, apa kendala yang ditemui dalam
menjalankan programnya membangun kesadaran akan pentingnya budaya tangguh,”
Ujarnya bersemangat, sambil nyruput kopi. Sedangkan Dalbo, teman Mukidi hanya
sebagai pendengar setia sambil menikmati pisang goreng.
Menurut Mukidi, dari beragam
informasi yang terkumpul itulah, akan dijadikan bahan dialog dengan pengurus
destana. Mukidi juga akan mengingatkan tentang Perka BNPB nomor 3 tahun 2008,
tentang Pedoman Pembentukan BPBD.
Di sana dikatakan bahwa pemerintah
daerah bertanggung jawab untuk, antara lain, melindungi masyarakat dari ancaman
dan dampak bencana, melalui beberapa kegiatan, antara lain, pendidikan,
pelatihan, dan peningkatan keterampilan dalam penyelenggaraan penanggulangan
bencana.
Apa yang disebutkan dalam Perka di
atas, menurut Mukidi sejalan dengan tujuan khusus pengembangan destana.
Diantaranya adalah melindungi masyarakat yang tinggal di kawasan rawan bahaya
dari dampak-dampak merugikan bencana, dan meningkatkan kapasitas kelembagaan
masyarakat dalam pengelolaan sumber daya dan pemeliharaan kearifan lokal bagi
pengurangan risiko bencana.
Saat pelaksanaan sapa destana nanti,
Mukidi juga akan mengingatkan kembali kepada berbagai pihak yang terlibat dalam
destana bahwa, intervensi pemerintah dan pihak-pihak non pemerintah haruslah
bersifat sesedikit mungkin dan lebih sebagai stimulan (penyemangat/motivasi).
“Masyarakat sendirilah yang harus
berperan aktif sebagai inisiator, perencana dan pelaksana. Program ini haruslah
besifat “dari, oleh dan untuk” masyarakat, terkait dengan kegiatan pencegahan,
mitigasi, kesiapsiagaan, penanganan darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi,”
Ucap Mukidi mensitir Perka BNPB nomor 1 tahun 2012, tentang pedoman umum
destana.
Sambil nyruput kopi, terbersit tanya
dibenak Mukidi, Bisakah pengurus destana mengamalkan Perka di atas setelah
disapa oleh personil yang terpilih (dipilih) melaksanakan program sapa destana
?.
Hari semakin siang, warkop pun mulai
ramai pengunjung kelas wong cilik. Mukidi pun beringsut dari warkop menyiapkan “ubo rampe” yang akan dibawa
melaksanakan tugas sapa destana. Sementara, si Dalbo, sahabat Mukidi hanya diam
dalam ketidak pahamannya tentang program sapa destana yang didengar sedari
tadi. Semoga Sukses dan berdampak nyata untuk membangun budaya tangguh bencana.[eBas/ndleming
dewe seninwage-29112021]