Sabtu, 25 Januari 2020

KONGRES SRPB JATIM MEMILIH PENGURUS BARU


Beberapa minggu kedepan, SRPB JATIM akan menggelar kongres ke dua. Entah tempatnya dimana dan tanggal berapa, kongres harus tetap berjalan sesuai dengan amanat kongres pertama tahun 2017.  Bahkan, jika terpaksa, sambil kemping di alam terbuka dengan penyelenggaraan seadanya pun, tidak apa-apa. Yang penting segera ada pergantian pengurus. Ada penyegaran pengurus pasca kongres ke dua.

Semua itu harus dilakukan oleh pengurus lama sebagai penanda bahwa, sebagai organisasi, SRPB JATIM itu dinamis dengan segala programnya. Termasuk upaya menyiapkan kader yang memiliki dedikasi dan loyalitas tinggi sehingga layak dijadikan pengurus yang dapat melaksanakan program-program yang telah disepakati dalam kongres.

Konon, organisasi yang baik itu adalah organisasi yang terus mengalir. Seiring berjalannya sang waktu, ada generasi yang pergi dan ada generasi yang datang. Ingat, Aristoteles dalam bukunya yang berjudul La Politic, mengatakan bahwa setiap imperium yang tidak mampu memberikan pendidikan bagi generasi berikutnya maka tunggu saja waktunya imperium itu akan mengalami masa kehancuran. Disinilah pentingnya SRPB JATIM menyiapkan kadernya dalam rangka regenerasi organisasi, yaitu proses pergantian dari generasi lama ke generasi baru, termasuk adanya pembaruan semangat sesuai kehendak jaman.

 Ya, banyak orang bilang bahwa kader hendaknya memiliki komitmen dan tanggung jawab untuk melanjutkan visi dan misi organisasi ke depan. Karena jatuh-bangunnya organisasi terletak pada sejauh mana komitmen dan keterlibatan mereka secara intens dalam dinamika organisasi.  Untuk itulah beberapa hal yang perlu diketahui oleh kader, diantaranya sejarah kelahiran SRPB JATIM, struktur, visi misi dan bidang kerjanya, alur koordinasi dengan pihak terkait, relasi eksternal, dan pengembangan jejaring kemitraan.

 Melalui kongres itulah, akan tampak kader-kader milenial yang layak meneruskan estafet kepemimpinan untuk menggerakkan roda organisasi berjalan sesuai khittahnya. Tanpa kaderisasi, rasanya sangat sulit dibayangkan sebuah organisasi dapat bergerak dan melakukan tugas-tugas keorganisasiannya dengan baik dan dinamis.

Secara sederhana, Kader artinya, orang dilatih dan dipersiapkan sebagai pengganti dalam kepengurusan. Bung Hatta pernah menyatakan kaderisasi dalam kerangka kebangsaan, “Bahwa kaderisasi sama artinya dengan menanam bibit. Untuk menghasilkan pemimpin bangsa di masa depan, pemimpin pada masanya harus menanam.” (Syaiful,2017). Sementara menurut kamus besar bahasa Indonesia, kader adalah orang yang dipercaya mampu melanjutkan dan melaksanakan tugas-tugas yang ada dalam suatu organisasi.

Ya, kedepan SRPB JATIM harus memiliki koordinator yang minimal seperti sosok saat ini, Dian Harmuningsih. Dimana, sebagai koordinator, emaknya Falain bisa menyelami perasaan dan pikiran anggotanya serta memberi inspirasi dan memberi motivasi untuk selalu belajar agar mampu berkreasi secara maksimal dalam rangka menghidupi SRPB JATIM.

Pertanyaannya kemudian, siapakah dia ?. apakah sudah ada yang siap dimunculkan saat kongres nanti?. atau, masing-masing telah memiliki jago yang siap diadu di arena kongres nanti ?. semoga melalui kongres ke dua, yang bertepatan dengan tahun bershio tikus ini, akan muncul sosok pengurus yang semakin bisa memainkan perannya sekaligus bisa mengantisipasi perubahan yang dibawa oleh semangat revolusi industry 4.0. Wallahu A’lam. [eBas/sabtu kliwon-25012020]



.

Kamis, 23 Januari 2020

MASALAH SAMPAH MASALAH KESADARAN


“Nggak main-main, Sudah ngawur. Inilah yang harus dijelaskan kepada masyarakat. Ayo, jaga ini sungai kita.” Kata Heru Tjahjono, Sekda Provinsi Jatim (Jawa Pos, 21/1), saat melihat kegiatan kerja bakti bersih-bersih sungai Buntung, Waru, Sidoarjo. Sungguh, tumpukan sampah yang begitu banyak itu tanda kurang adanya kesadaran dalam menjaga kebersihan sungai.

Segala jenis sampah dibuang di sungai Buntung. Ada spring bed, kasur kapuk, ban bekas, kursi, kayu gelondongan, sepatu, baju, pembalut, dan sampah domestik yang dibungkus tas kresek aneka warna. Belum lagi buangan material bangunan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab. Hal ini menyebabkan percepatan pendangkalan. Konon kedalaman sungai yang semula sekitar 3 meter, kini tinggal 50 centi meter. Sehingga wajar jika hujan deras beberapa jam saja, air langsung meluap menggenangi jalan dan pemukiman. Siapa yang salah ?.

Biasanya, jika terjadi banjir, warga terdampak langsung teriak menyalahkan pemerintah yang dianggap tidak peduli terhadap wilayahnya, dianggap abai terhadap pembangunan yang bisa mengurangi banjir, dan sumpah serapah lainnya. Sementara mereka tetap membuang sampah sembarangan. Mereka tidak sadar bahwa sungai bukan tempat sampah. Mungkin mereka juga belum tahu sungai dan "penghuninya" sangat bermanfaat menjaga keberlangsungan ekosistem yang ada dan menguntungkan kehidupan manusia sesuai konsep simbiosa mutualisma.

Masalah rendahnya kesadaran akan kebersihan dan membuang sampah pada tempatnya, tampaknya berkaitan dengan enggannya warga membayar iurang ke tukang angkut sampah dan memilih membuang sampah di sungai karena dianggap praktis. Untuk itulah relawan (termasuk kader pemerintah setempat), didampingi tokoh dan perangkat desa/kelurahan setempat melakukan upaya-upaya penyadaran melalui penyuluhan untuk menumbuhkan rasa peduli sungai bersih yang bebas sampah.

Termasuk menggunakan dana desa untuk upaya pencegahan dan kesiapsiagaan dalam rangka pengurangan risiko bencana. bentuknya terserah sesuai kesepakatan warga. Misalnya membangun tanggul, normalisasi bantaran sungai mengadakan penghijauan, membangun tempat pegungsian yang representatif untuk ‘mengamankan’ seluruh warga serta mengadakan pelatihan kebencanaan bagi warga.

Sesungguhnyalah, masalah sampah yang memang sering merepotkan. Dimana, saat musim kemarau sampah yang dibuang sembarangan menjadikan pemandangan yang tidak sehat, apalagi baunya yang cukup menyengat, bahkan jika teledor, dapat menimbulkan kebakaran yang menyesakkan pernafasan, tidak jarang akibat membakar sampah sembarangan menyebabkan musnahnya harta benda, bahkan kematian. Kemudian jika musim penghujan, seringkali menimbulkan genangan yang dapat menjadi sumber penyakit (diantaranya diare, gatal-gatal, dan demam berdarah serta tidak jarang menimbulkan banjir yang merugikan. Belum lagi masalah sampah plastik. 

Salah satu cara tradisional yang praktis memusnahkan sampah adalah dengan dibakar (dengan catatan harus ditunggui agar tidak kemana-mana dan terbakar dengan sempurna, tidak tersisa). Namun konon, membakar sampah itu dilarang, karena sudah ada undang-undangnya. Lha, terus apakah harus ditimbun ?. bisa-bisa malah akan mengganggu kesuburan tanah.

Beberapa komunitas ada yang menaruh kepedulian terhadap upaya mendaur ulang sampah menjadi sesuatu yang bermanfaat. Sementara sampah yang sudah tidak bisa didaur ulang harus diapakan ?. Mungkin itulah salah satu pekerjaan rumah para relawan yang perlu dicarikan solusi.

Sesungguhnyalah di Sidoarjo ada forest, forum relawan sidoarjo tangguh, yang bisa diajak bekerjasama oleh BPBD Kabupaten Sidoarjo untuk melakukan aksi. Baik itu berupa kerja bakti membersihkan sampah, melakukan evakuasi terhadap bencana puting beliung, banjir, dan kebakaran. Maupun dilibatkan dalam upaya sosialisasi mitigasi dan pengurangan risiko bencana yang menjadi agenda rutin BPBD, termasuk melibatkan banyak pihak dan warga setempat untuk bersama melakukan kerja bakti membersihkan sungai seperti yang dilakukan secara masal pada hari senin, tanggal 20 Januari 2020, sehingga masyarakat memiliki kesadaran akan potensi bencana yang ada di daerahnya yang disebabkan karena sampah. Namun perlu disadari bahwa upaya penyadaran masyarakat itu tidak gampang, perlu waktu panjang. Wallahu a’lam bishowab. [eBas/kamis pon-23102020]
   








Senin, 20 Januari 2020

RESOLUSI SRPB JATIM UNTUK TIGA TAHUN KE DEPAN


         Konon, kata berita burung, kongres SRPB JATIM yang ke dua itu dipercepat pelaksanaannya. Karena sesuatu hal, maka yang seharusnya kongres diselenggarakan bulan april, digeser ke akhir bulan februari (kemungkinan juga bisa bergeser ke awal bulan maret). Dalam kongres ke dua nanti agenda besarnya adalah pergantian pengurus dan penyempurnaan statuta (AD/ART) Organisasi.

Sudah selayaknya SRPB JATIM sebagai wadah organisasi relawan yang dinamis, melakukan suksesi kepengurusan sebagai tanda berjalannya proses kaderisasi. Sayangnya sampai saat ini kasak kusuk kemunculan calon pengganti koordinator SRPB JATIM belum ada. Mengapa begitu ?.

Perlu disadari oleh semua, termasuk oleh para calon pengganti petahana, bahwa SRPB JATIM adalah organisasi nirlaba. Sehingga dalam menjalankan semua kegiatan harus didanai sendiri, tidak menunggu datangnya subsidi. Menurut andiblogku (2010), organisasi nirlaba itu adalah suatu organisasi mandiri yang menekankan pada kerja pelayanan sosial dengan tidak bermaksud untuk menarik keuntungan yang bernilai bisnis dari usaha yang dilakukan, dan bersifat mandiri dalam segi pembiayaan dan pengelolaannya.

Artinya, ke depan pengurus SRPB JATIM yang terpilih (mau dipilih dan mau kerja sebagai pengurus) harus siap-siap berkorban. Baik korban waktu, tenaga, dana, dan mungkin juga harus korban perasaan dalam menjalankan roda organisasi. Ini yang sulit, dan tidak semua orang bisa menjalaninya.

Apalagi di dalam menjalankan organisasi nirlaba itu, walaupun tidak tertulis, ada prasyarat yang harus dimiliki oleh pengurus. Seperti Kober, yaitu pengurus harus punya waktu untuk menjalankan program organisasi dan memotivasi anggota untuk aktif mengikuti aturan main yang telah ditetapkan.

Bener, pengurus harus benar dalam mengelola organisasi dengan mengedepankan transparansi dan penuh tanggungjawab menjalankan amanah. Leader, yaitu pengurus mampu memimpin, bisa memotivasi, menginspirasi dan menguatkan anggota agar tetap bersemangat memajukan organisasi melalui programnya.

Banter, maksudnya adalah pengurus organisasi harus cepat dalam berkreasi, berinovasi sesuai dengan situasi dan kondisi serta aktif membangun jejaring kemitraan. Sehingga keberadaannya akan menjadi tolehan khalayak ramai. Akan lebih baik lagi jika pengurusnya juga pinter. Khususnya pinter membuat konsep, pinter menyusun proposal, pinter negosiasi, pinter mencari, membuat dan menangkap kesempatan.

Paling tidak, pengurus itu minimal harus kober dan bener. Sementara yang lainnya bisa dibenahi bersama-sama sambil berjalan, tentu diperlukan komitmen yang tinggi. Apalagi SRPB JATIM itu sebuah wadah berbagai organisasi relawan.

Diharapkan pengurusnya nanti harus beragam terdiri dari wakil-wakil organisasi yang dipilih  secara demokratis dan memiliki komitmen melestarikan keberadaan SRPB JATIM, serta mau dan mampu menjalankan program secara kolektif kolegial, agar semakin berwarna sesuai visi misi masing-masing oraganisasi. Pertanyaannya kemudian, bisakah pengurus SRPB JATIM pasca kongres ke dua nanti membuat resolusi tiga tahun ke dua ?.  

Sukur-sukur dalam resolusi nanti pengurusnya memiliki semangat untuk menjalankan SRPB JATIM pada dua jalur. Pada jalur pertama ia melakukan pekerjaan sosial. Sedangkan lainnya, mampu melakukan kegiatan komersial, dimana keuantungan yang diperoleh digunakan untuk membiayai kegiatan sosialnya. Sungguh resolusi ini tidak mudah.

Disamping itu, ke depan, diharapkan pengurusnya diambilkan dari unsur organisasi mitra yang berada di seputaran Surabaya, agar mudah berinteraksi dalam sebuah rapat rutin untuk menjalankan program SRPB JATIM yang lebih maju dan bermanfaat bagi relawan maupun masyarakat.

Jika calon baru pengganti petahana belum ada, maka mau tidak mau pengurus lama harus legowo untuk berbenah mengemban amanah meneruskan langkah, agar SRPB JATIM tidak bubrah ditangan yang salah. Tentunya harus melibatkan relawan milenial dalam kepengurusan sebagai upaya regenerasi.

Memang, ada suara yang mengharapkan agar pengurus pasca kongres ke dua nanti masih tetap dihuni oleh muka-muka lama ditambah dengan muka baru agar lebih seru dalam menyusun program yang semakin bermutu. Termasuk rencana baru berikutnya. Namun perlu disadari bahwa garis takdir pengurus ada batasnya.

Sehingga, manakala tiba waktunya, maka wajib ada pergantian pengurus. Untuk itulah, tugas pertama yang harus dikerjakan pasca kongres adalah membagi tugas dan memberi tanggungjawab serta kesempatan yang lebih kepada relawan milenial sebagai upaya menyiapkan mereka melanjutkan estafet kepemimpinan dan kelestarian SRPB JATIM yang dibangun dengan susah payah penuh suka duka. Wallahu a’lam bishowab. [eB/21012020]






  





BERKENALAN DENGAN JITUPASNA


Konsistensi pengurus SRPB JATIM melaksanakan agenda rutin yang digelar setiap bulan, patut diacungi jempol. Ya, acara Arisan Ilmu Nol Rupiah (AINL) bulan Januari 2020 ini digelar dengan membahas materi tentang jitupasna. Yaitu kegiatan yang konon dilakukan saat pasca bencana yang dilakukan oleh bidang rehabilitasi dan rekonstruksi.

Konon jitupasna itu adalah suatu rangkaian kegiatan pengkajian dan penilaian akibat, analisis dampak, perkiraan kebutuhan, dan rekomendasi awal terhadap strategi pemulihan yang menjadi dasar penyusunan Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca bencana.

Gelaran Arisan Ilmu episode ke 30 ini disampaikan oleh Gunarso, staf bidang rehabilitasi dan rekonstruksi BPBD Provinsi Jawa Timur. sebuah upaya mengenalkan program-program yang dilakukan oleh bidang RR kepada relawan. Mungkin ke depan ada lagi materi yang terkait dengan rehab rekon yang perlu disampaikan. Termasuk mendalami jitupasna. Karena, sesungguhnyalah materi yang disampaikan pada hari sabtu pon (18/1) masih tahap pengenalan dan itu perlu diperdalam agar semakin paham.

Dalam prakteknya, tidak semua relawan bisa melakukannya. Namun, paling tidak dengan belajar materi ini mereka bisa membantu menjelaskan kepada masyarakat tentang betapa rumitnya upaya melakukan rehab rekon. Karena banyak foktor yang bermain di dalamnya. Sehingga wajarlah jika terkesan lambat dalam penangannya.

kegiatan yang menempati Gedung Siaga ini diikuti oleh 150 relawan dari berbagai organisasi yang ada di Jawa Timur. Mereka datang dari berbagai daerah. Ada yang dari Kota Jember, Malang, Blitar, Kediri, dan Kecamatan Bangil, Pasuruan. Ada yang nekat naik motor berboncengan, juga ada yang membawa mobil ambulance. Semua membawa bekal sendiri bukan disubsidi. Tujuannya satu, menambah wawasan dan mempererat paseduluran.

Seperti biasanya, masing-masing peserta membawa ‘jajanan’ ala kadarnya untuk dinikmati bersama sambil bercerita dan berkenalan. Sementara, Bukaji Rukiyati, seorang relawan senior nekat membawa segalon “Wedang Kemaruk”. Yaitu minuman segar kombinasi antara daun kemangi dengan buah jeruk. Segarnya minta ampun, semua kebagian, tidak ada yang manyun karena kehabisan. Juga ada lentho, keripik tempe dan roti bolu. Semuanya halal dikonsumsi.

Ada yang istimewa dalam kegiatan ini, ditengah tengah kesibukan menyiapkan kegiatan “Resik2 Kali Sinir dan Kali Buntung, Waru, Sidoarjo”, Pinky Hidayati dari bidang pencegahan dan  kesiapsiagaan BPBD Provinsi Jawa Timur, berkenan hadir memberikan pencerahan dan nasi kotak buat makan siang relawan. Harapannya relawan yang ada di Jawa timur terus belajar menambah wawasan serta meningkatkan kapasitas dan kesiapsiagaan menghadapi ancaman bencana hidrometeorologi yang mulai menampakkan ancamannya diawal tahun ini.

Di penghujung acara Arisan Ilmu dengan materi jitupasna, tidak lupa panitia menyerahkan ‘tanda mata’ kepada nara sumber, yang dilanjutkan foto bersama sebagai kenangan bahwa relawan pernah berkumpul di BPBD Provinsi Jawa Timur, belajar bersama Pak Gun tentang jitupasna. 

Harapannya ke depan, diadakan lagi pendalaman tentang jitupasna dalam bentuk diklat yang diadakan oleh bidang rehabilitasi dan rekonstruksi. Sehingga relawan bisa dilibatkan dalam penyusunan jitupasna, paling tidak sebagai pengumpul data kerusakan dan kerugian akibat bencana. Salam Tangguh, Salam Kemanusiaan. [eBas/minggu wage-19012020] 


















Rabu, 15 Januari 2020

SUSANTO SANG KOMANDAN RNPB-LAZNAS-LMI


Sebagai relawan yang cukup berpengalaman di berbagai operasi penanggulangan bencana, Susanto merupakan sosok yang turut mewarnai perjalanan SRPB JATIM. Pria yang bisa dipanggil Mas Santo ini, banyak berkontribusi dalam perjalanan SRPB JATIM sampai menjadi seperti ini. Sumbangan pemikiran dan kesediaannya berbagi pengalaman dalam arisan ilmu adalah salah satu bukti peran sertanya.

Dalam sebuah postingan di Facebook, Pria yang berdomisili di Tulungagung ini mengatakan bahwa, Menjadi volunteer adalah hal yang anomali, dimana kebanyakan orang sibuk memikirkan dirinya sendiri, para volunteer meluangkan waktunya untuk menolong sesama makhluk hidup. Kami yang terpanggil hatinya untuk rela melakukan kebaikan dengan rasa senang.

“Sering kali apa yang kami lakukan tidak bisa dimengerti oleh orang kebanyakan, Menolong orang bukanlah hal yang mudah. Setidaknya harus memiliki sesuatu yang berlebih untuk bisa membantu orang yang membutuhkan. Entah itu waktu, tenaga, materi ataupun pemikiran,” Katanya.

Selain itu, masih kata Mas Santo, relawan harus memiliki keberanian untuk melakukan hal-hal yang tidak umum, siap berkorban dan menanggung resikonya sendiri. Meski tidak mudah, namun tidak menyurutkan para sukarelawan melakukan aksi sukarela menolong sesama.

Apa yang dikatakan di atas itu merupakan ajakan kepada relawan agar selalu belajar menambah wawasan dan keterampilan terkait dengan upaya penanggulangan bencana, termasuk dapat berperan sebagai fasilitator dalam melakukan edukasi kepada khalayak ramai tentang upaya pengurangan risiko bencana. Disamping itu, relawan harus menjaga kesehatannya agar tidak bermasalah ketika di lapangan. Jangan sampai niatnya mau mengevakuasi korban malah dievakuasi.

Sebagai komandan RNPB Laznas LMI, dia juga terjun langsung memimpin pasukannya untuk melakukan aksi “penyelamatan” pada bencana banjir di sedaerah Lebak, Banten. Dimana pada hari Ahad, 12 Januari 2020 kondisi lalu lintas di lokasi bencana sering terjadi kemacetan akibat wisata bencana, termasuk bencana Banjir Lebak Banten.

‘Hari ini Tim RNPB Laznas LMI kembali menyalurkan 36 paket kebersihan dan logistik di Desa Bungurmekar, Kampung Bolang dan Kampung Susukan. Jalur sungai masih menjadi jalur alternatif menggunakan perahu karet dan rakit. Alhamdulillah jalan menuju kedua Desa tersebut sudah bisa dilalui sepeda motor, tetapi tetap hati hati karena jalan masih berlumpur,” Begitu ujarnya.
Ya, bapak yang punya usaha bubur ayam itu selalu melaporkan kegiatannya di lapangan, dari waktu ke waktu. Dengan demikian koleganya bisa mengetahui kondisi lapangan yang terbaru serta perkembangan penanganan bencana di lokasi bersama-sama relawan lain yang datang dari berbagai daerah membantu BPBD setempat yang senyatanya memang memerlukan bantuan dari relawan.

Seperti diketahui, RNPB Laznas LMI merupakan salah satu komunitas relawan yang memiliki personil berkualitas dan mumpuni diberbagai klaster, didukung sarana prasarana dan pendanaan yang memadai. Hal ini sangat memudahkan dalam melakukan quick response.

Misalnya, setelah melakukan kajian, mereka dengan cepat bisa mendirikan dapur umum untuk meringankan korban banjir bandang di Kabupaten Lebak, tepatnya di Balai Desa Sukarame kecamatan Sajira.

"Setiap harinya tim dapur umum Laznas LMI mendistribusikan ribuan makanan siap saji, makanan ringan dan minuman kepada korban banjir bandang. Dapur Umum menjadi kebutuhan mendesak, karena terdapat ribuan warga yang menjadi korban yang terdampak langsung maupun tidak langsung tidak lagi memiliki harta benda dan bahan makanan" ujar Asep Sahrudin selaku Kepala Desa Sukarame, ketika mengetahui kesibukan di dapur umum yang didirikan RNPB Laznas LMI.

Begitulah sebagian kiprah Susanto menjalani takdirnya sebagai relawan penanggulangan bencana dengan istiqomah. Pengalamannya banyak dan patut diteladani. Tidak ada salahnya jika sepak terjang Mas Santo dalam kerja-kerja kemanusiaan itu dibagikan kepada relawan muda untuk diambil hikmahnya.  

Tinggal bagaimana pengurus SRPB JATIM merayu beliau agar mau berbagi ilmu. Namun perlu diingat bahwa kesibukannya sangatlah padat, seperti kutu loncat. Loncat sana, loncat sini untuk memenuhi panggilan tugas. Semoga Mas Santo tetap sehat, bisa berbagi waktu dengan keluarga. Salam Tangguh, Salam Kemanusiaan. [eBas/15012020]





Sabtu, 11 Januari 2020

JALAN TERJAL MENYUSUN DIREKTORI RELAWAN JAWA TIMUR


Salah satu harapan dari kongres pertama SRPB tahun 2017 adalah menyusun direktori relawan se Jawa Timur. Andiny Utary, dari Universitas Negeri Padang, mengatakan bahwa  direktori adalah sebuah buku petunjuk yang berisikan informasi seperti nama, alamat, instansi atau organisasi lain sebagainya yang disusun secara alfabetis. Direktori sangat berguna dalam membantu seseorang atau instansi dalam menemukan suatu informasi yang dibutuhkannya dengan cepat dan tepat

Untuk direktori relawan, idealnya di dalamnya berisi data lengkap keberadaan organisasi relawan. mulai dari nama organisasi, alamat, nara hubung, susunan pengurus, akta pendirian organisasi, jumlah anggota, program kerja, pengalaman lapangan, peralatan yang dimiliki, klaster yang diminati, jenis diklat yang pernah diikuti dan data lain yang mendukung. Nantinya direktori ini diserahkan kepada BPBD, yang bisa digunakan untuk penyusunan kebijakan, terkait dengan upaya pembinaan kepada relawan.

Tujuan dibuatnya direktori ini untuk mempermudah mencari relawan yang sudah menguasai bidangnya maupun yang belum, untuk dilibatkan dalam sebuah kegiatan. Saat ini, masih sering terjadi dalam setiap diklat hanya diikuti oleh orang itu-itu saja, seakan tidak ada yang lain. Sementara anggota yang lain tidak pernah diikutkan. Sehingga tidak terjadi pemerataan kapasitas relawan.

Kondisi ini tidak sehat. Untuk itulah SRPB JATIM sebagai wadah organisasi relawan harus bisa menjembatani agar terjadi pemerataan dalam upaya peningkatan kapasitas relawan. Baik dalam fase pra bencana, tanggap darurat bencana, maupun fase pasca bencana. Salah satunya melalui penyusunan direktori relawan.

Namun ternyata, upaya menyusun direktori ini tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Karena tidak semua organisasi relawan berkenan saat dimintai data tentang keberadaan lembaganya. Ada saja alasannya, bahkan ada yang curiga data tersebut akan dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu.

Bagi mereka yang tidak senang dengan keberadaan SRPB JATIM (umumnya mereka yang merasa senior, merasa hebat kaya pengalaman, kaya harta, kaya koneksi dan mungkin kaya perlengkapan pendukung operasi penanggulangan bencana), kesempatan ini dijadikan bahan fitnah dengan ditambahi bumbu iri, dengki dan sejenisnya. Jelas harapannya timbul rasa tidak percaya kepada SRPB JATIM. 

Ya, begitulah sifat sipenyebar fitnah. selalu saja menggunakan taktik “Lempar batu sembunyi Tangan”. Hanya menyebar issue bin gossip untuk kemudian tiarap tanpa berani bertanggungjawab. Karena dasarnya sudah tidak suka, maka mereka ini tidak mau diajak dialog, ngobrol musyawaroh sinambi ngopi agar paham dan tidak sesat selamanya.

Pelan tapi pasti, upaya membuat direktori relawan semakin menampakkan hasil, bahkan sudah dalam proses siap cetak, walau belum lengkap. Apalagi, konon rencana realisasinya akan difasilitasi oleh BPBD Provinsi Jawa Timur. Dari sekitar 227 organisasi relawan yang telah mendaftar, hanya 60 persen yang sudah berkenan menyerahkan datanya (walaupun belum lengkap).

Untuk direktori edisi pertama, mungkin data organisasi relawan masih seadanya. Mungkin nanti setelah tahu guna dan manfaatnya, mereka akan segera mengumpulkan. Tentu hal ini bisa dilanjutkan untuk penyusunan direktori edisi berikutnya yang lebih lengkap. Sehingga, tidak menutup kemungkinan direktori ini akan menjadi program tahunan. Karena secara berkala, direktori itu harus divalidasi ulang untuk melihat apakah organisasi yang ada masih aktif atau sudah bubar karena tidak ada regenerasi.

Semoga fasilitasi yang dijanjikan BPBD benar adanya (cepat cair anggarannya) sehingga upaya penyusunan direktori ini bisa selesai sebelum SRPB JATIM melaksanakan kongres, yang di dalamnya ada moment pergantian pengurus sekaligus menyelaraskan statutanya sesuai dengan perkembangan di era milenial 4.0. Wallahu a’lam bishowab. [eBas/Mimggu paing-12012020]









Minggu, 05 Januari 2020

PEMBELAJARAN DARI BANJIR CILEDUK DI AWAL TAHUN 2020


Konon ceritanya, di awal tahun 2020, saat terjadi bencana banjir yang memakan banyak korban jiwa di wilayah jabodetabek. Di wilayah Kecamatan Cileduk pun juga kebanjiran. Banyak warga yang panik, sibuk menyelamatkan diri, keluarga, dan harta bendanya, mengungsi dengan caranya sendiri. Sementara bantuan dari luar belum banyak karena kondisi cuaca dan kendala lain yang tidak memungkinkan mempercepat gerak.

Di tengah kesibukan warga yang melakukan evakuasi mandiri, muncullah seseorang (akhirnya diketahui bahwa dia adalah relawan dari yayasan yang bergerak dibidang sosial kemasyarakatan). Dengan keterampilan yang dimiliki, dia membantu masyarakat terdampak. Mendata jumlah korban, kerugian harta benda, mengatur proses evakuasi dan distribusi logistik. Semua dilakukan tanpa pamrih, untuk meringankan derita sesama. Karena saat itu belum banyak tenaga penolong dari luar (mungkin termasuk BPBD setempat, mungkin lho ya).

Kemudian, datanglah dengan tiba-tiba Bapak Pejabat Penguasa Cileduk berbaju biru, dengan muka kecut.

“Siapa kamu?!. Datang malah ngatur-ngatur,” Teriaknya penuh kemarahan. Dia murka karena merasa lebih bertanggungjawab terhadap wilayahnya.

Banyak orang kaget. Termasuk anggota rombongannya. Untungnya seseorang itu hanya diam mendapat hardikan yang menjengkelkan. Sebuah kesabaran tingkat dewa dipertontonkan. Dalam kondisi capek, badan basah kuyup dan situasi semrawut, seseorang itu malah memilih menghindar daripada melayani pejabat berbaju biru yang sedang dilanda emosi.

Rupanya Pak Pejabat berbaju biru itu belum pernah membaca Perka nomor 17tahun 2011 tentang peran serta relawan (masyarakat terlatih) dalam penanggulangan bencana. ya, Pak Pejabat berbaju biru ini rupanya menggunakan teori “Bentak dulu baru mencari tahu”. Artinya, marah dulu agar kelihatan berwibawa, baru kemudian tanpa rasa malu meminta maaf dengan alasan dia sedang lelah. (ya, mungkin tugas pejabat itu diantaranya adalah marah-marah dan nyuruh-nyuruh bawahan).

Inilah sikap arogansi yang seharusnya tidak perlu terjadi, jika pak pejabat berbaju biru itu mau berkomunikasi dan memahami apa yang telah diperbuat oleh seseorang itu. Malah seharusnya pak pejabat berbaju biru itu merasa senang karena dibantu tanpa mbayari. Harusnya pak pejabat berbaju biru itu berterimakasih warganya ada yang mengurusi sebelum bantuan dari luar berdatangan, sehingga bisa mengurangi risiko bencana.

Sesungguhnyalah, saat bencana banjir melanda jabodetabek, banten dan jawa barat. Banyak sekali para relawan berdatangan dari berbagai daerah untuk membantu sesamanya, tanpa menunggu permintaan dari pak pejabat setempat, yang mungkin pada saat itu masih sibuk rapat, sibuk berkoordinasi sebelum turun melakukan inspeksi, melihat pengungsi untuk kemudian pergi lagi (tentunya sambil selfie sebagai bukti telah turun ke lokasi).

Pertanyaannya kemudian, mampukan pak pejabat berbaju biru itu beserta anak buahnya menangani sendiri para pengungsi tanpa dibantu masyarakat?. jelas tidak mampu, karena kualitas SDM nya kita sudah pada tahu. Makanya jangan keburu marah. Jangan mengumbar emosi kepada relawan yang sibuk membantu evakuasi, menyelamatkan pengungsi tanpa digaji.

Ingat. relawan yang datang itu ingin menolong sesamanya dengan sekuat kemampuannya. Bahkan ada yang membawa sarpras sendiri dengan SDM yang mumpuni dibidangnya, membawa obat-obatan sekaligus tenaga kesehatan, membawa logistik untuk dimakan sendiri maupun untuk didistribusikan ke posko pengungsian. Ada juga yang membuka dapur umum yang bisa menyiapkan ratusan bungkus untuk konsumsi para pengungsi dan petugas yang mengurusi pengungsi.

Semoga peristiwa marahnya pak pejabat penguasa wilayah Cileduk yang berbaju biru itu tidak menular ke lain daerah dan bisa menjadi pembelajaran kita semua (ya pejabatnya, ya relawannya), bahwa kerja-kerja kemanusiaan itu tujuannya hanya satu, menyelamatkan sesama. (jika ada kepentingan yang mengikuti, itu soal lain).

Mereka, para relawan itu telah bekerja dengan ikhlas, patut dihargai, jangan malah dibentak-bentak. Ingatlah, dijaman keterbukaan informasi ini semua kejadian bisa diviralkan dengan dampak yang mencengankan. Salam tangguh, tetap bersemangat.[eBas/senin-06012020]



Sabtu, 04 Januari 2020

TULISAN FAUZAN MUKRIM PERLU DIVIRALKAN UNTUK PEMBELAJARAN


Disclaimer.
Ini cerita subjektif saya saja, dan semoga tidak dijadikan bahan untuk mendiskreditkan siapa pun. (mungkin tulisan ini cocok di beri judul “Bapak Berbaju Biru Belagu”, red)

Mari bersama kita simak cerita Fauzan mukrim untuk pembelajaran bagi kita para pegiat kemanusiaan (ya relawannya, ya pejabatnya), agar bisa saling memahami, bahwa kerja-kerja kemanusiaan itu tujuannya satu, menyelamatkan sesamanya.

Sesungguhnyalah, pejabat itu harus ngerti bahwa tanpa bantuan seseorang (relawan) dalam menangani bencana, pastilah akan keteteran dan korban akan semakin banyak. Karena dibeberapa kasus, pejabat itu kalau ada bencana akan disibukkan dengan urusan administrasi sehingga tidak bisa fokus pada upaya penyelamatan korban. Makanya perlu kehadiran seseorang untuk membantu dengan ikhlas dan sukarela. Untuk itu hargailah jerih payahnya. Jangan dibentak-bentak, jangan disuruh-suruh karena dia bukan bawahanmu ……

Ayo kita mulai membaca dengan hati, jangan lupa siapkan secangkir kopi ……
………

Ketika saya sampai di Perumahan Wisma Tajur, saya melihat anak muda berbaju merah pudar itu sudah sibuk di dekat gapura kompleks. Ia bersama seorang warga bernama Pak Hendri dan seorang ketua RT, mengatur evakuasi dan distribusi logistik. Di tangannya ada sebuah buku yang berisi catatan warga di mana saja yang belum dievakuasi. Hanya ada satu perahu karet milik BNPB. Satu perahu karet lagi barusan ditarik untuk dipindahkan ke Pondok Bahar.

Perumahan Wisma Tajur ini salah satu wilayah banjir terparah di Tangerang. RW 07 yang terdiri dari sekitar 600 rumah, semua terendam. Tadi malam air mencapai atap, tapi Kamis siang sudah surut sampai sedada. Lokasinya hanya berjarak sekitar 1 kilometer dari kompleksku. Saya melipir ke situ karena permintaan kantor untuk live report, setelah mengungsikan keluargaku ke tempat yang aman. Kompleksku juga kebanjiran, tapi tidak separah Wisma Tajur. Di tempatku "cuma" sepinggang.

Dari obrolan sekilas dengan anak muda itu, saya tahu kalau dia bukan warga setempat. Ia pekerja NGO dan kebetulan ibu mertuanya juga terjebak di dalam kompleks. Dia mengaku pengantin baru. Sudah dari semalam di situ. Entah perintah kantor atau karena inisiatifnya sendiri, dia mengambil peran sebagai "kordinator". Saya mengenal beberapa anak muda seperti ini. Mereka yang gampang tergerak tanpa harus menunggu birokrasi. Bleeding heart, sebutannya.

Saya perhatikan dia memang cukup berperan. Dia mengkordinir pemasangan jalur tambang supaya warga bisa masuk sendiri membawa logistik atau mengevakuasi keluarga tanpa perlu menunggu perahu.

Saya lihat dia agak keteteran, jadi saya putuskan untuk membantunya, sambil saya mengumpulkan bahan liputan untuk kantor. Saya bantu mengumpulkan logistik yang mau diantar per blok. Untungnya, tak lama kemudian, 5 orang tentara datang. Saya jelaskan kondisinya dan mereka bersedia membantu mengantar logistik untuk warga yang masih bertahan di dalam. Tapi data siapa yang harus dievakuasi dan diantarkan logistik, tetap dipegang oleh anak muda itu. Kita sebut saja namanya R.

"Baru gue lihat ada wartawan abis kerja turun ngebantu, Bang," katanya.
Saya bilang rumah saya juga kebanjiran, dan secara geografis ini masih wilayah tetangga saya juga.
"Biasanya langsung ngopi," katanya lagi. Saya tertawa.

Semua lancar dan baik saja, sampai kemudian datang seorang bapak berbaju biru itu.
"Siapa kamu? Datang malah ngatur-ngatur!" teriaknya. Dia marah dan kelihatannya merasa dilangkahi wewenangnya oleh R.

Ia memarahi R dengan kata-kata keras dan menyebut dirinya sebagai pejabat kecamatan yang lebih bertanggungjawab.

Saya menarik R mundur dan menenangkannya. Istri R yang juga ada di situ menunggu ibunya dievakuasi, memeluk R. "Tenangin suamimu, Mbak." Saya bilang begitu.
Beberapa orang, termasuk petugas Babinsa, menarik si bapak pejabat.

R mengangkat tangannya yang menggenggam buku itu ke atas.
"Saya buang ini sekarang!" katanya menahan marah.
Dan memang, catatan siapa yang sudah dan masih harus dievakuasi itu, cuma R yang pegang. Perangkat RW mempercayakan padanya.

Ketika kemudian petugas Tagana Baznas datang, R menyerahkan catatannya itu kepada rescuer dan dia sendiri menepi entah ke mana. Mungkin menenangkan diri.
Saya berusaha memahami situasinya. Beberapa warga yang saya tanya, jelas membela R.

"Dia sudah dari semalam bantu kita," kata seorang ibu.
"Tak apa, Mas, warga juga tau kok siapa yang kerja," kata seorang remaja yang sedari tadi saya lihat memandu perahu karet. Badannya basah kuyup.

Saya sempat merekam ketika pejabat itu memarahi R dengan kata-kata keras sambil menyebut siapa dirinya. Tapi saya simpan untuk diri sendiri saja.

Saya juga tak tahu lagi ke mana sang pejabat pergi setelah itu. Saya baru bertemu dia lagi di posko ketika Wakil Walikota datang meninjau.

Saya beli sebotol teh Pucuk Harum. Meminum tegukan pertama.
Pak Wawali disambut para perangkat, yaitu ketua RW, Lurah, dan oh juga bapak yang marah-marah tadi. Setelah itu mereka berfoto dengan mandatory style: memberi jempol atau mengepalkan tangan.

Barangkali di tegukan keempat atau kelima teh pucukku, rombongan itu sudah pamit pergi lagi.

Saya dengar seseorang berteriak. Hidup, Pak Wakil! Tahun depan Wali Kota!"
Saya mengerjakan tugasku live by phone ke kantor, dan setelah itu pergi mencari R. Saya melihat ia menggendong bayi yang tampak lemah. Ibu si bayi mengikut di belakangnya. Bayi itu demam dan butuh bantuan medis.

Saya arahkan ke posko tempat tadi para bapak pejabat itu berfoto.
"Lo naik apa, Bang?" tanyanya. Bayi yang dia gendong itu tersingkap sarungnya. Mungil sekali. Saya jadi ingat Rain, dan hampir menangis lagi setelah tadi melihat anak kecil yang popoknya penuh itu.
"Motor," kataku.
"Ntar gue nebeng lo pulang ya."

Saya iyakan. Saya menunggunya di dekat motorku terparkir, tapi dia tak juga muncul. Kepalaku agak pening dan pertigaanku mulai terasa lembab setelah terendam sepaha tadi.
Saya memutuskan pulang duluan. Saya berharap, mudah-mudahan nanti kami bisa berjumpa lagi di tempat yang lebih kering dan tak ada orang teriak-teriak. [fm]