Senin, 26 Februari 2018

TINDAK LANJUT MUSKER SRPB JATIM 2018


Sudah menjadi kehendak alam, sebuah pertemuan pasti akan diakhiri dengan perpisahan. Begitu pula dengan kegiatan musyawarah kerja secretariat bersama relawan penanggulangan bencana (SRPB JATIM) yang digelar ala kadarnya, namun penuh makna akan nilai-nilai kebersamaan.

Sebuah upaya menyusun rencana kerja untuk menampakkan eksistensi dan meningkatkan kompetensi relawan jawa timur. Berbagai usulan bermunculan dalam diskusi malam yang panjang, diantara rindangnya pepohonan hutan Trawas yang basah disapa gerimis, sabtu dan minggu (24 - 25/3). 

Adu argumentasi pun tak terhindarkan untuk merumuskan program kerja yang benar-benar bisa dikerjakan untuk kebermanfaatan bersama. Sungguh dinamis sebagai cerminan bahwa semua peserta merasa ‘Melu Handarbani” terhadap maju mundurnya SRPB JATIM.

Di kesejukan pegunungan Penanggungan itulah beberapa agenda kerja tahun 2018 berhasil disepakati untuk segera dilaksanakan guna meningkatkan kapasitas relawan dalam kegiatan penanggulangan bencana dan pengurangan risiko bencana. termasuk juga meningkatkan tali silaturahim di antara relawan se jawa timur.

Mungkin yang perlu segera ditindak lanjuti adalah membangun pola relasi antara SRPB dan BPBD terkait penugasan (deploy) relawan saat ada bencana. Termasuk mendorong BPBD untuk "memfasilitasi" aktivitas relawan sesuai dengan yang termaktub dalam Perka BNPB nomor 17 tahun 2011.

Yang jelas, pasca musker harus segera bergerak menterjemahkan agenda dalam aksi nyata. Jangan sampai menunda agar semangat yang dibangun di Obis Camp tidak hilang begitu saja. paling tidak, jalinan silaturahim yang telah dirajut selama dua hari itu bisa terus berlanjut lewat media sosial yang telah ada dengan laporan situasi dan potensi bencana di daerahnya masing-masing, maupun postingan lain yang menginspirasi.

Pengurus juga harus segera beraudiensi dan menyerahkan laporan kegiatan ke BPBD dan lembaga lain yang mendukung. Sekaligus mengawal pernyataan Kepala BPBD Provinsi Jawa timur tentang rencana mengumpulkan relawan di Kantor BPBD untuk diajak bincang-bincang santai, serta mengatur pembiayaan kegiatan relawan melalui bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan.

Berharap, pertemuan kali ini membawa kesan tersendiri bagi peserta, sehingga tergerak untuk melakukan pengimbasan kepada sesama relawan yang belum sempat berpartisipasi dalam MUSKER tahun ini. Tidak ada salahnya jika kawan-kawan juga mulai mendekat ke BPBD di daerahnya masing-masing untuk mendorong terbentuknya sekber di daerah. Itulah arti kebermaknaan pertemuan ini.

Semoga mimpi indah yang dibangun di tepi hutan mojokerto bisa segera terwujud menjadi kegiatan nyata, bukan sekedar indah di dalam dokumen. Ingat, tanpa peran serta serta kawan-kawan relawan dari berbagai komunitas, SRPB JATIM itu tidak ada apa-apanya. Sejatinyalah, kekuatan SRPB JATIM itu terdapat di dalam semangat kebersamaan untuk menumbuh kembangkan SRPB JATIM. Salam tangguh. [eBas]*








  

Minggu, 18 Februari 2018

TAMAN HUTAN HARMONI KEPUTIH

Sungguh, para relawan pegiat lingkungan pasti sepakat jika taman hutan Kelurahan Keputih, Sukolilo, Surabaya timur, yang diberi nama Taman Harmoni itu segera dihijaukan dengan aneka tanaman keras yang mudah tumbuh tanpa perawatan yang njlimet, seperti halnya hutan bambu yang telah ada di sebelahnya.

Ya, mumpung masih musim penghujan, tidak ada salahnya jika ‘penguasa kota’ memobilisasi masyarakat dan dunia usaha untuk bersama, bergandeng tangan, gotong royong melakukan gerakan penghijauan di taman harmoni dan sekitarnya sebagai upaya pelestarian lingkungan flora dan fauna khas pesisir.

Ini penting, mengingat kawasan taman harmoni Keputih itu dekat dengan pantai timur Surabaya (pamurbaya), maka upaya penghijauan layak digalakkan dengan melibatkan warga setempat, karena merekalah yang akan menerima dampak langsung dari keberadaan taman yang teduh, rindang dan nyaman.

Jika daerah Wonorejo dan Gunung Anyar Tambak, yang juga terletak di kawasan pamurbaya digalakkan dengan mangrovisasi sekaligus memberdayakan ekonomi warga setempat dengan produk khas setempat. Tidak ada salahnya jika warga di seputaran Kelurahan Keputih juga disentuh upaya “pemberdayaan” untuk mengangkat potensi lokal.

Apalagi, daerah Keputih itu ‘dikepung’ oleh berbagai perguruan tinggi yang menjadi pusat intelektual dengan beragam disiplin keilmuan. Seharusnya keberadaan taman harmoni menjadi lebih semarak sebagai media pengkajian dan penelitian oleh mahasiswa. Dimana hasilnya bisa memberi solusi untuk keberkahan warga sekitar Keputih.

Begitu juga para relawan pemerhati flora dan fauna pun hendaknya memanfaatkan keberadaan taman harmoni dengan kegiatan-kegiatan ‘pengamatan’ flora dan fauna khas pesisir yang konon semakin punah karena habitatnya banyak direbut manusia untuk kepentingan ekonomi.


Sayang, sampai saat ini, tampaknya aktivitas mereka belum menyentuh taman harmoni. Semetara keberadaannya masih digunakan sebatas untuk ‘santai’ bagi sebagian warga. Sedangkan pengelola taman masih sibuk merawat tanaman yang ada dari kematian serta memanfaatkan sebagian lahan untuk usaha parkir kendaraan pengunjung. Dimana hasilnya lumayan untuk ngopi setiap hari. [eBas/minggu wage di hutan bambu] 

Jumat, 16 Februari 2018

SEMANGAT BERBAGI TAK PERNAH HENTI

         Semangat relawan untuk saling berbagi dan saling peduli, tak pernah berhenti menggeliat, walau di musim penghujan. Tak pernah bosan beraksi menebar kebermanfaatan untuk sesama. Dimana saja, bisa menjadi tempat untuk berinteraksi membagi informasi tentang penanggulangan bencana maupun pengurangan risiko bencana.

Secara berkala, anggota komunitas berkumpul untuk membahas rencana kegiatan, sekedar berbagi informasi sambil ngopi, atau membahas materi tertentu untuk meningkatkan wawasan sambil mempererat pertemanan menikmati cemilan.

Namun, saat berkumpul itu tidak harus bicara yang berat-berat, bisa juga sekedar bersemuka untuk berbagi cerita tentang hidup dan kehidupan. Ya, ini menandakan manusia itu adalah makhluk sosial yang selalu ingin berkumpul dengan sesamanya untuk beraktualisasi diri.

Menurut Kertajaya Hermawan (2008), Arti Komunitas adalah sekelompok orang yang saling peduli satu sama lain lebih dari yang seharusnya, dimana dalam sebuah komunitas terjadi relasi pribadi yang erat antar para anggota komunitas tersebut karena adanya kesamaan interest atau values.

Ada banyak hal yang menjadi tujuan komunitas, diantaranya adalah, Sebagai tempat untuk menyalurkan bakat dan kemampuan seorang dalam bidang tertentu, Menjadi tempat belajar dan mempelajari hal-hal yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan, Membuka diri terhadap hal-hal baru, dan saling membantu satu sama lain untuk menghasilkan sesuatu.

Sementara, manfaatnya diantaranya, semuanya akan mendapatkan informasi dan berkesempatan untuk membagi pengalaman, Bisa menjalankan program dengan arah yang sama dan dapat saling memberikan informasi ter-update satu sama-lain, serta dapat menjalin hubungan yang baik dengan orang-orang yang memiliki pemikiran dan tujuan yang sama.

Sekretariat bersama relawan penanggulangan bencana jawa timur (SRPB JATIM), adalah salah satu komunitas relawan yang berkomitmen untuk merealisasikan jargon “Seduluran Sak Lawase” melalui kegiatan Arisan Ilmu Nol Rupiah. Alhamdulillah, kelakuan sederhana ini bisa saling menginspirasi diantara komunitas yang bergerak dibidang kemanusiaan dan juga lingkungan.

Rupanya, konsep yang komunikatif seperti ini diyakini bisa menumbuhkan rasa saling percaya, memupuk sikap jujur, bertanggungjawab dan mengedepankan nilai-nilai kebersamaan. Mitreka satata, istilah dalam bahasa sansekerta, yang berarti pertemanan yang sederajat.

Namun, perlu diingat, Komunitas semacam ini tidak akan pernah berjalan dengan baik jika anggotanya tidak dapat mematuhi pada ketentuan yang disepakati, dan tidak berinteraksi secara langsung satu sama lain. Karena komunitas itu bisa berjalan jika ada komunikasi yang sehat. Wallahu ‘alam bishowab.[eBas/liburan imlek,2018]




Selasa, 06 Februari 2018

SEPENGGAL CATATAN SITUS KADIPATEN TERUNG DI SIDOARJO

Mungkin sudah waktunya pelajaran sejarah di semua jenjang pendidikan yang membahas tentang jaman kejayaan kerajaan beserta jejak peninggalannya di nusantara ini, direvisi. Dikaji ulang sesuai dengan penemuan artefak baru, juga bukti-bukti temuan baru yang akan melengkapi informasi tentang kebudayaan nusantara yang begitu kaya dan beragam.

Di berbagai daerah di Indonesia, yang dulunya berdiri kerajaan atau ‘Kota Penting’,. Banyak komunitas masyarakat peduli budaya, yang secara swadaya dan otodidak, mencoba melakukan penggalian di tempat-tempat tertentu yang dianggap situs bersejarah, peradaban masa lalu, hasil informasi dari berbagai pihak. Sesepuh desa, cerita dari mulut ke mulut, maupun hasil bisikan dan wangsit yang di dapat dari lelaku tirakat. 

Konon, banyak peradaban lama hilang. Diantaranya karena tertimbun oleh endapan dan bencana, juga terjadinya perluasan lahan untuk perumahan dan lahan pertanian dan perkebunan. Contohnya, seperti di Desa Terung Wetan, Kecamatan Krian, Kabupaten Sidoarjo.

Katanya, komunitas yang peduli situs Kadipaten Terung adalah Lakon Jagat, Laskar Bala Setya, Garda Wilwaktita, Satriyo Puser Mojopahit, Pergerakan Pemuda Indonesia, dan Komunitas Sendang Urang Agung. Mereka bekerja secara swadaya dan saling mencari informasi dari berbagai sumber untuk menambah wawasan budaya masa lalu.

Ya, merekalah relawan pemerhati peninggalan kerajaan jaman mojopahit. Mereka berkolaborasi dengan kelompoknya Amien Widodo, dosen ITS yang peduli pada sejarah nusantara. Mereka berkonsentrasi pada penemuan artefak Terung berupa tumpukan batu bata kuno dan sebuah batu berbentuk buah manggis, serta beberapa sumur tua.

Bangunan itu memanjang, satu sisi nampak dari luar, sementara ujung sisinya masih terpendam dalam tanah. Di seputaran situs yang sedang digali, ada makam Raden Ayu Putri Ontjat Tondo Wurung dan makam Adipati Terung, yang berada di masjid kampung. 

Menurut Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Trowulan Jawa Timur, Kadipaten Terung dulu disebut-sebut sebagai kota Sidoarjo kuno. Mereka percaya bahwa Terung merupakan nama kadipaten yang sering disebut dalam  Babad Tanah Jawa ataupun kitab Negara kertagama.

Sayangnya, peran pemerintah, dalam hal ini BP3 trowulan, Jawa Timur, terkendala oleh aturan dan dana yang njelimet, sehingga kesulitan untuk menindak lanjuti situs yang ditemukan masyarakat. Sementara masyarakat sendiri, melalui berbagai komunitas, ketika akan berswadaya menuntaskan penggalian situs, terkendala status kepemilikan lahan dan biaya, tentunya.

Untuk itulah, melalui komunitas pemerhati peninggalan purbakala, juga Paguyuban Masyarakat Tangguh Indonesia Surabaya ini diharapkan bisa mengkomunikasikan situs-situs yang baru ditemukan, kepada khalayak ramai melalui berbagai media, termasuk melalui kelompok sadar wisata.

Hasil penggalian situs pun hendaknya didokumentasikan dan dijadikan bahan untuk diskusi, seminar, maupun sarasehan budaya. Kemudian dijadikan rekomendasi ke pihak-pihak terkait agar bisa dilanjutkan oleh pemerintah (siapa tahu).

Semoga penggalan catatan hasil kunjungan ke situs Kadipaten Terung, yang diinisiasi Kang Amien dan kawan-kawan itu ada tindak lanjutnya. Tentunya masing-masing peserta juga punya catatan kecil selama menikmati penggalan sejarah mojopahit, minggu kliwon (3/2).

Sungguh jika aneka catatan kecil itu di jadikan satu pasti akan muncul tulisan rasa nano-nano yang mengispirasi anggota MTI untuk dijadikan bahan diskusi sambil ngopi di kantornya Bu Dani.  Wallahu’alam bishowab. [eBas]
    









Kamis, 01 Februari 2018

SERTIFIKASI RELAWAN PENANGGULANGAN BENCANA

Lembaga sertifikasi profesi penanggulangan bencana (LSP-PB) saat ini sedang punya program mensertifikasi relawan secara gratis. Masing-masing BPBD Provinsi menyelenggarakan uji kompetensi di tempat uji kompetensi yang telah ditentukan. Begitu juga asesor yang menguji pun telah siap dengan seperangkat borang yang harus diisi oleh relawan yang berkesempatan mengikuti program ini.

Uji kompetensi adalah sebuah kegiatan Ujian untuk mengukur kompetensi dasar yang dimiliki oleh relawan sesuai bidang okupasinya. Uji kompetensi ini pun bisa digunakan BNPB dan BPBD untuk melakukan pembinaan kepada relawan penanggulangan bencana untuk meningkatkan kompetensinya.

Hasil uji kompetensi pun sudah diumumkan, dan sertifikat tanda lulus pun juga telah bisa diambil di kantor BPBD Provinsi setempat dimana relawan diuji oleh asesor. Ya, kini BNPB dan BPBD telah mempunyai relawan penanggulangan bencana yang bersertifikat. Kapasitasnya pun mumpuni untuk terjun langsung melakukan upaya penanggulangan bencana secara cepat, tepat dan terukur, seperti yang sering disuarakan dalam diklat di gedung bertingkat oleh Pak pejabat.

Artinya, jika ada bencana, BPBD sudah bisa memobilisasi relawan bersertifikat secara cepat untuk berangkat membantu “Pekerja Kemanusiaan” yang tergabung dalam tim reaksi cepat. Sehingga tidak ada lagi alasan terlambat datang ke lokasi gara-gara surat perintah perjalanan dinas belum ditanda tangani.

Beberapa relawan yang baru dinyatakan lulus dan menerima sertifikat bertanya, setelah mendapat sertifikat ini kemudian akan diapakan ya?. Hak dan kewajiban sebagai relawan bersertifikat itu apa ya?. Karena tidak tahu, maka dijawab saja dengan diplomatis, silahkan tunggu saja informasi lebih lanjut.

Sayang info tentang sertifikasi relawan ini masih terbatas dan kurang sosialisasinya, sehingga banyak relawan yang benar-benar berjibaku dalam upaya penanggulangan bencana, belum banyak yang berkesempatan mengikuti sertifikasi relawan. Rasanya, ke depan sosialisasi itu memang perlu diadakan lewat berbagai media, juga media sosial yang saat ini sangat digandrungi.  

 Semoga kebanggaan mereka yang telah lulus ujian kompetensi itu tidak keburu layu sebelum berkembang. Jangan sampai kebanggaan sebagai relawan bersertifikasi itu luntur oleh ketidak pastian sebagai relawan bersertifikasi.

Mungkin, BNPB dan BPBD perlu segera mengumpulkan ‘relawan pilihan’ itu untuk diberi pembinaan agar meningkat kompetensinya sebagai relawan professional yang dituntut selalu mengembangkan diri untuk meningkatkan keterampilan, Pengetahuan, dan informasi kebencanaan yang semakin sering terjadi di negeri ini. Ya, dengan adanay sertifikasi, tentunya harus ada pembedaan antara relawan yang telah bersertifikat dengan relawan yang belum tersentuh program ini.

Sungguh, jangan sampai relawan sebagai tenaga potensial yang telah bersusah payah mengikuti uji kompetensi dihadapan asesor (yang juga baru lulus sebagai asesor penanggulanan bencana) itu dibiarkan begitu saja, berhalusinasi sendiri dengan sertifikatnya. Karena, situasi yang demikian bisa memunculkan kekecewaan yang berujung pada ketidak percayaan.

Berbicara sertifikasi relawan, jadi ingat beberapa tahun yang lalu, BNPB pernah menggelar program pemberian sertifikat kepada relawan. Saat itu di beberapa daerah diselenggarakan pelatihan untuk relawan dan dipenghujung acara, semua peserta diberi sertifikat tanpa ada tindak lanjut. Waktu itu, relawan pemegang sertifikat dari BNPB pun bertanya, akan dibawa kemana relawan yang telah memegang sertifikat, dan tidak ada jawaban yang melegakan karena programnya memang tidak berkelanjutan.

Semoga program sertifikasi relawan jaman now berbeda dengan pemberian sertifikat relawan jaman old. Semoga pula BNPB dalam penyusunan anggaran tahun 2018 juga memprogramkan pembinaan kepada relawan bersertifikat lewat diklat berjenjang. Wallahu a’lam bishowab. Salam tangguh. [eBas/mendung di awal februari jum’ad pon].