Senin, 19 Desember 2016

MAPALA JONGGRING SALAKA (SEBUAH CATATAN)

Keberadaan mapala  Jonggring Salaka, Universitas Negeri Malang (d/h IKIP Malang) kiranya sudah tidak asing lagi di ranah ke-pecintaalam-an. Ini karena sejak lahir, dari tahun ke tahun, dari generasi ke generasi kepengurusan, selalu ambil peran aktif terlibat dalam berbagai kegiatan ke-pencintaalam-an. Baik di local Kota Malang, maupun regional, bahkan nasional. Baik atas nama organisasi maupun pribadi (karena sesungguhnyalah anggota JS itu punya potensi berprestasi diberbagai bidang …ehm).

Aneka lomba, kegiatan seminar, gladian nasional, pertemuan mapala dan diklat serta latgab, selalu saja JS mengirimkan wakilnya. Semua ini untuk menambah pengalaman dan memperkaya wawasan, sekaligus menjalin silaturahim memperluas jejaring pertemanan dari berbagai organisasi mapala. Mapala JS dengan jaket kebanggaan berwarna biru, juga aktif di kampus dengan berbagai programnya, sesuai kreatifitas pengurus dan tuntutan kampus.

Namun demikian, ciri khas dari mapala JS yang ‘ngangeni’ diantaranya adalah kerukunan anggotanya dalam mengamalkan sesanti “Sekata Sehati Setujuan”. Itulah yang patut diacungi jempol. Itulah kata sakti yang mampu mengikat dan mempererat anggotanya dari generasi ke generasi. Termasuk acara kumpul-kumpul reuni, buka bersama, halal bi halal dan anjang sana sini spontanitas pun menjadi obat rindu dalam suasana akrab bersahabat.

Estafet kepengurusan dari senior ke yunior pun selalu berjalan mulus walau melalui proses yang seru penuh liku, berjibaku dengan waktu melalui musyawarah anggota (musang) yang menharu biru, untuk memilih susunan pengurus yang bermutu sesuai kesepakatan yang saling membantu untuk maju.

Ciri khas lainnya, adalah warisan lama tentang perilaku santai, rodok kemproh, jarang mandi, lingkungan secretariat agak kumuh dipenuhi peralatan kemping dan baju sepatu yang belum dicuci sehingga semriwing baunya. Kopi segelas disruput bergantian, kadang juga teh tubruk yang memerah, cangkruk’an gitaran dengan lagu sak karepe dewe sambil mengitari unggun, tampaknya masih dipertahankan, walau sedikit ada perubahan. Ya itulah dunia mapala dimana pun berada, juga di Jonggring Salaka.

Namun sesuai konstelasi jaman, kini orientasinya telah berbeda. JS bukan lagi tempat mahasiswa biasa, tapi luar biasa. Walau tampak santai cengengesan, namun prestasi anggota JS dalam studi patut dibanggakan. Kini generasi JS semakin cakep dan cerdas, banyak yang meneruskan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, juga berhasil dalam bekerja.

Mereka pun, sejalan dengan trend yang ada, banyak yang mencoba berwirausaha dengan berbisnis online dan usaha lain yang mendatangkan hasil sebagai media belajar menggali potensi diri, bekerja secara mandiri. Ya, jaman memang telah berubah, dan JS pun masih bisa menyesuaikan diri sehingga eksistensinya mampu bertahan sampai kini, entah nanti.

Karena, disadari atau tidak, kini banyak mahasiswa yang enggan aktif di organisasi kampus. Mereka sibuk berkutat dengan perkuliahan agar cepat lulus, kemudian bekerja dan berumah tangga. Mahasiswa pun kini juga semakin asik dengan dirinya sendiri memainkan telepon pintarnya. Enjoy berselancar di dunia maya, chatting bebas sepuasnya membangun relasi untuk bersosialita, bergaya maupun berniaga, tanpa peduli sesamanya.

Anggota JS pun juga ada yang ikutan arus memulai usaha lewat dunia maya namun tetap berkegiatan mengasah nyali lewat pendakian, jelajah hutan dan rimba, panjat tebing, susur goa, orad, konservasi dan pelestarian lingkungan. Baik yang diprogramkan maupun dilakuakn secara mandiri sesuai kesempatan dan kemampuan, namun tetap dalam koordinasi dengan induk organisasi.

Dipertengahan desember 2016, mapala JS mengadakan musang untuk yang kesekian kalinya disetiap tahunnya, sebagai bentuk reorganisasi. Entah siapa yang akan terpilih menjadi ketua umum, selamat menjadi ketua, selamat mengendalikan anggota menuju cita-cita organisasi yang telah disepakati bersama tanpa cela, agar semakin jaya.

Mungkin yang perlu dipikirkan, usulan ini sebagai bahan membuat kebijakan organisasi (jika masih menerima usulan masukan). Bahwa sekarang ini dengen trend bencana yang semakin sering, apakah mapala JS tidak perlu juga tergerak untuk bergerak dibidang penanggulangan bencana?. Sungguh mapala JS dengan potensi yang ada bisa terlibat dalam kegiatan penanggulangan bencana.


Seperti melakukan mitigasi, membantu sosialisasi pengurangan risiko bencana dan dampak perubahan iklim, turut membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya mengenali kerawanan dan potensi bencana dalam rangka menciptakan ketangguhan bangsa menghadapi bencana, serta turut serta mendorong tumbuhnya kesiapsiagaan masyarakat di daerah rawan bencana. Monggo tawaran ini kiranya bisa dijadikan bahan masukan saat mengawali rapat pengurus dengan ketua umum yang terpilih di musang 2016. Salam lestari. *[gep’83]   

Senin, 05 Desember 2016

RELAWAN KEMANUSIAAN

Konon, Perserikatan Bangsa Bangsa (melalui Resolution 40/212 tanggal 17 Desember 1985) menetapkan tanggal 5 Desember sebagai International Volunteer Day atau Hari Relawan International. Hari itu dikhususkan untuk menghargai para organisasi, komunitas, maupun individu yang secara konsisten memberikan kontribusi sosial nyata bagi masyarakat yang karena sesuatu masih terpuruk dalam upaya mengakses hasil pembangunan. Mereka beraksi baik saat ada bencana maupun tidak. Merekalah yang biasa disebut Relawan Kemanusiaan.

Berdasarkan harkatnya, manusia adalah makhluk sosial yang suka membantu sesamanya, mempunyai rasa saling peduli, dan saling berbagi sesuai konsep masyarakat gotong royong. Selain itu didalam agama manapun diajarkan untuk saling tolong menolong. Adalah manusia yang baik jika dia bermanfaat untuk manusia lainnya. Oleh karena itulah para relawan hadir menjalankan aksinya demi sesama. Pejuang kemanusiaan yang memberikan tenaganya untuk membantu semampunya, melakukan kerja bhakti dengan keikhlasan atas dasar kemanusiaan. 

Pertanyaannya kemudian, Sudahkah Kita dengan sepenuh hati (tanpa pamrih embel-embel imbalan ekonomi) memberikan kontribusi positif bagi masyarakat atau lingkungan di sekitar?. Tak harus melakukan sesuatu yang besar, melakukan hal kecil secara konsisten pun sudah lebih dari cukup. Jika di sela-sela kesibukan masih bisa meluangkan waktu untuk berbuat sesuatu bagi sesama yang butuh pertolongan, itulah jiwa seorang relawan. Menjadi relawan, berarti siap dengan segala konsekuensi,  rela berkorban, tidak egois dan mau berbagi tenaga untuk membantu. Sebuah konsep berlomba mengejar kebajikan dengan membantu sesama. Relawan wajib memiliki rasa solidaritas yang tinggi dan memiliki tanggung jawab besar dalam kerja-kerja kemanusiaan

Dalam beberapa postingan di sosial media, dikatakan bahwa saat ini, PBB melalui badan pekerjanya terus memotivasi gerakan kesukarelawanan dari masyarakat sipil yang berfokus pada 8 Sasaran Pembangunan Milenium (Milennium Development Goals) . Kedelapan sasaran itu adalah: memberantas kemiskinan dan kelaparan,  mencapai pendidikan untuk semua, mendorong kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan, menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya, memastikan kelestarian lingkungan hidup, dan mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan.

Disinilah, partisipasi para relawan dalam mendukung program pemerintah untuk mensejahterakan warganya, menjadi penting. Dengan kata lain, relawan bukan hanya sekedar asset buat organisasi namun juga merupakan asset Negara, yang bisa digerakkan untuk membantu pemerintah. Tinggal bagaimana membina dan memfasilitasinya agar peran yang dimainkan relawan benar-benar sejalan dengan arah pembangunan yang dicanangkan oleh pemerintah, tentunya dengan spesifikasi dan kopentensi yang dipersyaratkan.

Tidak heranlah jika kini setiap saat banyak ditemui relawan bekerja dan hadir di tengah masyarakat, dari yang bersifat membantu sesama sampai ke penegakan demokrasi dan kepedulian terhadap pelestarian lingkungan. Baik yang didukung oleh kementerian tertentu maupun swadaya sendiri dengan menggandeng berbagai pihak yang ‘punya dana dan kepedulian’ untuk bergerak membangun kehidupan yang lebih baik.

Bersamaan dengan itu, kini organisasi kerelawanan mulai berbenah menuju organisasi non profit yang professional dalam bidangnya. Sehingga perlu secara berkala mengadakan pertemuan dan berlatih untuk meningkatkan kapasitas serta memperluas jejaring kemitraan, karena hal ini diperlukan untuk pencarian sponsor operasional, baik yang berasal dari pemerintah maupun donatur.

Pengalaman di lapangan membuktikan bahwa menjadi relawan kemanusiaan adalah sebuah lahan subur untuk menumbuhkan kepribadian yang tangguh dan mandiri, mengasah kepekaan sosial dan nurani serta kemampuan bertahan hidup dalam segala situasi. Banyak pengetahuan dan ketrampilan yang dapat dipetik selama berkegiatan  yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain

Ya, menjadi relawan kemanusiaan tidak hanya diperlukan ketika bencana terjadi. Pada situasi normal kita dapat belajar melakukan sosialisasi pengurangan risiko bencana, penyuluhan bahaya narkoba, pemberdayaan perempuan terkait dengan trafficking, gender dan kesehatan reproduksi, dan kegiatan lain dalam rangka upaya meningkatkan kapasitas sebagai relawan seperti yang ada dalam perka 17 tahun 2011. 

Dalam postingan lain, PBB punya perhatian khusus untuk relawan yang perlu diperhatikan oleh semua pihak yang berkecimpung dalam dunia kerelawanan. Pada intinya ada tiga hal yang dilakukan oleh PBB untuk menjamin relawannya, yakni, pertama, kesehatan, ini adalah program utama yang dilakukan PBB untuk relawannya agar terhindar dari penyakit untuk daerah-daerah paska tragedi. Kedua, pendidikan, membekali relawannya dengan pengetahuan mengenai daerah bencana kepada relawannya, dan yang ketiga, komunikasi, membuat jalur komunikasi yang lancar agar selalu dapat diketahui keberadaannya. Semua ini demi keselamatan relawan saat melakukan aksi-aksi kemanusiaan.

Semoga dengan peringatan hari relawan se dunia serta semakin seringnya bencana datang silih berganti menyapa komunitas masyarakat (di daerah terdampak), semakin banyak pula tim relawan kemanusiaan yang terbentuk, karena bencana yang tidak bisa dipediksi datangnya itu bisa segera ditangani oleh banyaknya tim relawan lokal sebelum bantuan dari luar berdatangan. Tidak terlalu salah jika BPBD setempat berkenan melakukan pendataan, pembinaan dan pendampingan kepada semua unsur relawan, agar bisa digerakkan sewaktu-waktu dengan koordinasi yang jitu. Salam Kemanusiaan.[eBas]






Jumat, 02 Desember 2016

BPBD SIDOARJO MENGADAKAN SOSIALISASI PRB

Dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, mengatakan bahwa penanggung jawab bencana (PB) bukan hanya pemerintah saja, tetapi juga dunia usaha dan masyarakat. Sehingga upaya penanggulangan bencana benar-benar ditangani oleh seluruh masyarakat, seperti amanat UU nomor 24 tahun 2007.
Masyarakat pun, khususnya yang berdiam di daerah terdampak, dapat berpatisipasi aktif dalam operasi kemanusiaan sebagai relawan Penanggulangan Bencana, baik saat pra bencana, tanggap bencana, dan pasca bencana. Oleh karena itu meningkatkan kapasitas relawan menjadi sangat penting dilakukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Untuk itulah BPBD Kabupaten Sidoarjo melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan peningkatan kapasitas relawan, yaitu kegiatan Sosialisasi Pengurangan Risiko Bencana, tanggal 22 - 24 Novenber 2016. Kegiatan ini diikuti oleh perangkat desa, babinsa, babinkamtibmas, dan relawan Srikandi Tangguh. Dimana, nantinya mereka akan dijadikan Tim Reaksi Cepat (TRC) di tingkat Kecamatan.
Diharapkan kegiatan sosialisasi ini dapat mendorong relawan yang mempunyai dedikasi yang tinggi dalam PB sehingga bukan hanya kwantitas namun kwalitas relawan Kabupaten Sidoarjo dapat diandalkan dalam membantu kegiatan Penanggulangan Bencana. Seperti diketahui potensi bencana yang ada di Sidoarjo itu diantaranya adalah Banjir dan angin putting beliung. Namun selama ini bencana yang terjadi itu tidak sampai menimbulkan pengungsian yang besar dan berlangsung lama. Apalagi ketinggian genangan antara 20 cm – 70 cm, dan itu pun cepat surut.
Materi yang diberikan oleh nara sumber dari lembaga PUSPPITA adalah Pengurangan Risiko Bencana, Desa Tangguh, Manajemen Penanganan Kedaruratan, Kerelawanan dan Mitigasi Bencana. Kemudian dilanjutkan dengan praktek pembuatan Peta terdampak yang meliputi zonasi, evakuasi, dan titik kumpul, dengan mengutamakan kearifan lokal yang sudah biasa dilakukan masyarakat setempat jika terjadi bencana (banjir).
Fatimah, dari relawan Srikandi Tangguh, mengatakan bahwa Sampai saat ini jika ada bencana banjir, warga tidak ada yang mengungsi. Karena genangan airnya tidak lama, maka aktivitas hidup kesehariannya tidak terganggu, termasuk dalam hal pemenuhan kebutuhan konsumsi.
“Saya senang bisa mengikuti pelatihan ini. Banyak pengetahuan yang berguna untuk menunjang kegiatan kerelawanan dalam membantu BPBD Sidoarjo di bidang kebencanaan. Berharap ada pelatihan lagi dengan materi yang baru serta ada kegiatan pembinaan dari BPBD setelah pelatihan, agar relawan yang dijadikan TRC tingkat Kecamatan tetap semangat dan kompak,” Pungkasnya.
Artinya, dalam rangka peningkatan kapasitas, berharap kawan-kawan yang menjadi Tim Reaksi Cepat harus sering latihan sendiri serta bermain ke BPBD untuk mendapatkan informasi sekaligus bisa bertanya langsung tentang segala hal yang berhubungan dengan upaya penanggulangan bencana, seperti pengenalan alat rescue, perau karet, tenda, mobil dapur umum dan sebagainya.*[ebas]