Kamis, 29 Februari 2024

ARISAN ILMU DI CLOSED

     Ditengah kesibukan  menjalankan program satuan pendidikan aman bencana (SPAB) di berbagai sekolah yang ada di beberapa Kabupate/Kota, pengurus SRPB tetap melaksanakan program rutin yang menjadi ikon SRPB, yaitu Arisan Ilmu Nol Rupiah (AINR).

     Acara rutinan ini sebagai wadah bertemunya relawan dari berbagai komunitas dan daerah, untuk berkumpul berbagi cerita dan melepas kangen untuk mempererat tali silaturahmi. Sekaligus untuk menjajaki kemungkinan membuat kegiatan kolaboratif antar komunitas sebagai upaya peningkatan kapsitas relawan.

     Kegiatan AINR yang akan diselenggarakan pada hari minggu (03/03/2024) di arena Tenda Pendidikan Bencana (TENPINA), BPBD Provinsi Jawa Timur, menghadirkan nara sumber yang mumpuni di bidangnya.

     Adi Pangab dari Galena Rescue, yang akan bicara masalah Manajemen Dapur Umum. Dini Prastyo Wijayanti, Dosen Poltekes Kerta Cendekia, yang akan memaparkan masalah Respon Gizi Pada Situasi Tanggap Darurat.

     Sementara, materi Basic Vertical Rescue, akan di sampaikan oleh Bambang Sumantri, dan Prasetyo, dari TRC BPBD Provinsi Jawa Timur.

     Saking menariknya materi AINR kali ini, termasuk Bapak-bapak nara sumber yang berwajah tegas namun murah senyum dan baik hati, serta Ibu dosen yang lemah lembut, cantik dan wangi, membuat pengumuman yang disampaikan oleh Tim Publikasi, direspon dengan sat set, wat wet.

     Dalam sekejap, kuota 100 peserta yang ditargetkan terpenuhi (full book). sehingga panitia pun langsung mengambil langkah cepat, meng-closed.

     “Laris manis. Cuma 3,5 jam langsung abiss,” Kata Cak Bud, seorang relawan senior yang suka humor.

     Sementara Wawan Kim, Koordinator SRPB Jatim bilang, “Tak tinggal playon sedilut langsung tutup,”.

     Sungguh di luar dugaan. Baru kali ini kuota terpenuhi dalam waktu sekejab. Hal ini menyebabkan, mereka yang terlambat menyimak postingan undangan AINR, “agak gimana gitu”, karena tidak dapat ikut kegiatan ikonik SRPB Jatim.

     “Terimakasih kakak Wawan yang sudah mengedukasi kita semua tentang strategi marketing dengan melakukan personal branding untuk kegiatan SRPB,” Kata Mak Cik, sambil membandingkan dengan kegiatan yang diadakan oleh komunitas lain, yang menurutnya lebih siap, lebih baik dan profesional.

     “Wah kok cepat ditutup ya, mungkin ada kendala dari pihak penyelenggara,” Kata Lukman Hafit. Entah apa yang dimaksud dengan ‘kendala’ itu.

     “Alhamdulillah antusias relawan Jawa Timur sangat besar terhadap AINR. Namun sayangnya kami hanya memiliki kuota yang terbatas, jadi kami tutup saat kuota itu terpenuhi,” Kata Ning Ocha.

     Seseorang yanag menamakan diri Newhope, mengatakan bahwa, Rekan-rekan LPBI NU Kabupaten Mojokerto, mencoba daftar, sudah full, kuota terpenuhi.

     Komentar dari Newhope itu, menurut Mak Cik, namanya personal branding, bahwa hanya orang pengangguran sahaja yang bisa hadir.

     “Plis deh Kak Wawan dan SRPB Officers, belajarlah etika sosialisasi yang lebih baik lagi, serta hargailah para relawan penanggulangan bencana Jawa Timur,” Harapnya.

     Dikatakan pula bahwa kegiatan AINR itu bukan asli ciptaan SRPB, karena sebelumnya linux sudah membuat program open source yang dilakukannya sejak tahun 2004, dan google tahun 1996.

     Sungguh para penggagas lahirnya AINR waktu itu tidak pernah menyinggung apa itu Linux, Open source, maupun google dengan segala kecanggihannya. Niatnya hanya satu, bagaimana membuat wadah untuk mengumpulkan relawan yang menarik, bermanfaat, dan tidak membebani. Wis ngunu thok thil. Jika kemudian dianggap njiplak, nyolong konsep dan lainnya, ya monggo saja.

     Ya, memang masing-masing komunitas punya istilah sendiri-sendiri terkait upaya berbagi ilmu dan pengalaman kepada sesamanya. Kalau tudak salah di Jokja pernah ada komunitas yang memakai istilah akademi berbagi, PSBL-UNITOMO pernah meluncurkan kegiatan Shodakoh Ilmu, FPRB Jakarta punya NGOBRAS.

     Sementara Jamaah LC yang di nahkodai Alfin, punya agenda JAGONG BAKAR LC, Jagongan bareng karo Jamaah LC. Sedangkan F-PRB Jatim, punya program yang namanya SDSB (Sambang Dulur Sinau Bareng). Sungguh beda konsep dengan Sumbangan Dana Sosial Berhadiah, yang sebagian orang menganggap itu judi.

     Begitu juga komunitas lain, pasti punya program khas sebagai media mengumpulkan “anggotanya” untuk berkomunikasi bertegur sapa saling berbagi informasi dan pengalaman.

     Semoga pengurus SRPB tidak patah semangat mengdapat “sentilan cerdas” dari seorang observer sekaligus researcher. Segala masukan dari seorang intelektual sekaligus praktisi kemanusiaan, jadikanlah sebagai bahan pembelajaran yang berharga.

     Bahkan, jika memungkinkan, pengurus yang membidangi pengembangan SDM, perlu belajar apa itu branding, Society 5.0, All Artificial Intelegency 247, dan istilah lain yang Mak Cik uraikan panjang lebar dalam mengomentari kegiatan AINR yang di closed.

     Namun demikian, biasanya walaupun Arisan sudah  di closed, Mukidi diam-diam datang “amping-amping” di pintu, kemudian membantu menata aneka jajanan yang dibawa peserta untuk dimakan bersama. Salam Tangguh, Panitia tahu tapi tidak ditegur dengan pasang muka garang, apalagi dipulangkan. Jadi kalau mau datang, ya datang saja. Paling tidak diberi jajan dan piagam, Tetap jaga keWarasan. [eBas/KamisLegi-29022024, pas ulang tahun perkawinan saya yang ke emboh, lupa saya]

 

.

 

  

  

 

 

Rabu, 21 Februari 2024

PERAN RELAWAN PADA MASA DARURAT BENCANA, ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN

    Kemarin, hari selasa (20/02/2024) kawan-kawan dari HFI (Humanitarian Forum Indonesia) bersama USAID (United States Agency for International Development), menggelar webinar peran relawan pada masa kedaruratan bencana. Tujuannya memperkuat kapasitas relawan untuk penanganan darurat bencana.

    Webinar yang diikuti oleh berbagai komunitas relawan dan pekerja kemanusiaan itu ada yang mengusulkan tentang perlunya ada panduan manajemen relawan, serta diadakan sertifikasi relawan dalam rangka standarisasi kompetensi di semua klaster.

    Ada juga yang bilang perlunya pendataan relawam melalui Desk Relawan BNPB, untuk kemudian relawan yang sudah terdaftar diajak mengikuti jambore relawan sebagai media meningkatkan kapasitas dan memudahkan koordinasi.

    Konon, disamping ada Desk Relawan, juga ada pihak yang membuat E-Volunteer. Dualisme aplikasi ini juga membingungkan. Enaknya pilih DR atao EV ?. Senyatanyalah keduanya ini belum jelas kebermanfaatannya bagi relawan.

    Terkait dengan pendataan, sebelum turun ke lokasi bencana, hendaknya relawan lapor diri di posko induk agar keberadaannya terdaftar dan memudahkan berkoordinasi serta pemerataan sebaran relawan untuk menangani korban di seluruh lokasi pengungsian.

    Dalam webinar kali ini masih juga muncul keluhan tentang aktivitas relawan di lokasi bencana kurang di perhatikan dan didukung oleh pemerintah daerah. Bahkan ditanya kapasitas yang dimiliki, apakah sudah punya sertifikat penanggulangan bencana atau belum, dan diperingatkan agar tidak menjadi beban di lokasi bencana.

    Walaupun sifatnya kasuistik, Sesungguhnyalah apa yang disampaikan di atas itu merupakan bentuk kekurang pahaman para pihak dalam melihat keterlibatan relawan di masa darurat. Bahkan tidak tertutup kemungkinan si oknum yang sok tanya itu tidak tahu tentang masalah bencana. Apalagi ikut sertifikasi bidang penanggulangan bencana yang harganya dua jutaan lebih dikit.

    Pada kenyataannya, di banyak kasus, relawan datang ke lokasi bencana itu hanya berbekal niat tulus membantu sesamanya yang mengalami musibah bencana, tanpa harus melihat kemampuannya, apalagi membawa sertifikat. Bawa dompet saja isinya pas-pasan, kadang memprihatinkan. Yang penting punya waktu dan merasa mampu langsung berangkat dulu, lainnya dipikir nanti di lokasi sambil ngopi

    Sungguh seandainya saat tiba di lokasi, relawan ditanya tentang kompetensi, sertifikasi, surat tugas, kelengkapan peralatan, dan lainnya, pasti banyak relawan yang akan balik kanan, pulang tidak jadi membantu.

    Jika itu terjadi maka pemerintah, dalam hal ini BPBD dan Dinas Sosial akan kewalahan menangani banyaknya pengungsi. Belum lagi menangani kerusakan rumah warga, fasum dan fasos yang berantakan. Pasti termehek-mehek.

    Yang jelas, webinar ini sebagai upaya memadukan antara teori dan konsep yang ada, dengan kondisi bencana di lokasi. Bisa saja jenis bencananya sama, namun berbeda penanganannya karena berbagai faktor yang mengikutinya. Termasuk keberadaan SDM yang menangani.

    Alangkah eloknya jika keberadaan relawan di lokasi bencana itu dikoordinasikan dengan baik, diberi arahan agar upaya penanggulangan bencana dapat berjalan efektif, lancar dan terkendali. Wallahu a’lambishowab.[eBas/KamisWage-22022024]]

Selasa, 20 Februari 2024

MUKIDI BUKAN KOLEKTOR PIAGAM PELATIHAN

    Beberapa teman Mukidi, melalui postingan di grup whatsapp mengatakan bahwa dirinya telah mengikuti berbagai pelatihan di bidang penanggilangan bencana. Seperti pelatihan manajemen dapur umum, pelatihan manajemen kebencanaan, dan sejenisnya.

    Teman Mukidi juga bercerita, setiap mengikuti pelatihan selalu mendapat piagam (ada yang menyebut sertifikat). konon, jumlah piagam/sertifikat yang berhasil dikumpulkan jumlahnya banyak sekali. Ya banyak sekali dalam berbagai ukuran dan warna. Belum lagi yang berupa e-sertifikat.

    Mukidi suka minder dengan teman-temannya yang memiliki banyak piagam/sertifikat, yang dikeluarkan oleh panitia, sebagai tanda pernah ikut kegiatan tertentu sebagai peserta. Terlepas dia paham dan menguasai materi atau tidak, yang penting punya piagam/sertifikat.

    Ya, Mukidi pantas minder karena dialah anggota grup whatsapp yang paling sedikit memiliki piagam/sertifikat. Sebenarnya Mukidi sering juga mengikuti pelatihan dan diskusi yang diadakan oleh berbagai pihak, dan biasanya juga diberi piagam/seretifikat di akhir kegiatan.

    Sayangnya Mukidi bukanlah tipe orang yang suka mengkoleksi piagam/sertifikat yang sering dianggap sebagai bentuk pengakuan dan kemampuan, sehingga kertas yang membanggakan itu sering kali hilang tidak terurus.

    Ya, Mukidi memang tergolong orang yang abai terhadap piagam/sertifikat. Karena menurutnya, yang penting itu penguasaan materi dan peningkatan wawasannya. Namun yang terjadi, Mukidi pun masih sering malas untuk mempraktekkan ilmu baru yang di dapat dari pelatihan. Sehingga lupa dan tidak paham, seperti sebelum ikut pelatihan.

    Beberapa hari yang lalu, ada teman Mukidi, yang dengan bangganya memamerkan piagam/sertifikat tentang pelatihan jurnalistik yang pernah diikuti. Dia bercerita bahwa nara sumbernya adalah pakar jurnalistik kenamaan. Materinya pun juga sangat berbobot. Diantaranya, cara menulis berita yang baik, dan bagaimana membuat esai/feature yang menarik.

    Sayangnya, teman Mukidi itu hanya dapat bercerita saja, namun tidak pernah mencoba membuat tulisan jenis berita. Apalagi tulisan esai. Rupanya teman Mukidi itu lupa, bahwa keterampilan menulis itu harus dipraktekkan dengan belajar menulis dan terus menulis.

    Memang, penyakit menulis itu adalah malas, dan malu karena merasa tulisannya jelek. Padahal semua penulis terkenal itu, awalnya juga belajar menulis dengan segala kekurangannya. Banyak juga yang belajar secara otodidak. Namun karena kegigihannya, mereka terus belajar dan selalu belajar menulis, tanpa kenal lelah dan menyerah.

    mBah Google bilang, belajar otodidak adalah belajar mandiri tentang pengetahuan/keterampilan tertentu dengan mengumpulkan materi sendiri untuk dipelajari melalui berbagai media yang ada. Seperti buku, internet, koran, dan pergaulan hidup. Temasuk berbagai komentar di grup whatsapp sebagai pengayaan tata bahasa untuk menghidupkan rangkaian kalimat dalam tulisan jurnalistik.

    Sesungguhnyalah Mukidi juga pernah mengikuti pelatihan jurnalistik. Namun karena tidak dapat menunjukkan bukti berupa piagam/sertifikat, maka tidak ada yang percaya. Karena tidak mau mengkoleksi piagam/sertifikat, maka Mukidi harus sadar diri jika tidak dihargai.

    Namun Mukidi tetap saja belajar menulis secara otodidak. Sak nulis-nulisnya, sesuai dengan ide dan gagasan yang muncul. Tidak peduli tulisan itu baik sesuai kaidah jurnalistik, maupun babar blas tidak sesuai, bodo amat.

    Yang penting terus belajar menulis dan selalu mencoba menulis sejadi-jadinya. Kemudian di posting di media sosial tanpa berfikir ada yang mau membaca, atau malah maido karena tulisannya tidak layak baca. Yang penting berkarya dan berani mempraktekkan, tidak hanya berteori sambil pamer piagam/sertifikat. 

     Alangkah eloknya jika tulisan yang dihasilkan dan di posting di media sosial itu kemudian dibukukan sebagai kenangan yang terindah sebagai bukti fisik bahwa Mukidi pernah belajar menulis dan selalu gagal menulis seperti yang dimuat di media massa. Salam Waras, Salam Literasi. [eBas/SelasaPahing-20022024]

 

 

 

 

 

 

  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Rabu, 14 Februari 2024

MUKIDI SOSOK RELAWAN HEBAT DISEGANI SAHABAT

    Memasuki bulan februari 2024, hujan deras membersamai perayaan tahun baru imlek, menyebabkan banjir di berbagai daerah. Sungai (termasuk selokan) yang dangkal akibat sampah dan endapan lumpur menyebabkan airnya meluber kemana-mana. Ke jalan raya, pekarangan, sawah dan rumah warga.

    Bahkan saking lebatnya hujan, derasnya air sungai mampu menjebol tanggul. air pun liar kemana-mana, di beberapa daerah terjadi longsor. Jembatan pun banyak yang terendam untuk kemudian hanyut bersama pepohonan dan aneka sampah. Di beberapa titik, lalu lintas macet total karena banyak kendaraan terendam.

    Dampaknya, warga banyak yang harus mengungsi. Baik secara mandiri maupun dibantu petugas dan relawan. Beberapa gedung digunakan untuk tempat pengungsian. Berbagai lembaga kemanusiaan, dan relawan turun tangan membantu.

    Begitu juga dengan Mukidi, sebagai relawan pemberani, melalui media sosial, dia berteriak lantang mengajak relawan untuk segera turun ke lokasi, menolong korban bencana banjir.

    Ya, Mukidi memang selalu berkesempatan turun langsung ke lokasi, ketika ada bencana. Di manapun dan kapanpun, Mukidi selalu tampil dengan gagah berani,penuh keikhlasan menolong sesama yang menjadi penyintas.

    Saat ini, ketika di beberapa daerah di Provinsi Jawa Tengah dilanda banjir, Mukidi pun sudah beraksi disana, tidak lupa dia juga berteriak lantang mengajak relawan untuk segera turun ke lokasi. Lho ...lho gak bahaya ta ?.

    Pertanyaannya, apakah di daerah yang terkena bencana itu, tidak ada komunitas relawan yang membantu BPBD setempat menanggulangi bencana ?. apakah BPBD tidak memiliki TRC dan agen bencana, sehingga Mukidi yang bukan orang lokal harus datang turun tangan mengambil alih peran relawan lokal ?. wow... Betapa hebatnya Mukidi.

    Saking hebatnya, sehingga dia menyangka semua relawan harus seperti dirinya. Sat set... wat wet, bras bres dan beres. Padahal, tidak semua relawan seperti Mukidi yang siap berlaga dimana saja sebagai bentuk ibadah sosial.

    Dalam Perka BNPB nomor 17 tahun 2011, dikatakan bahwa relawan penanggulangan bencana adalah seorang atau sekelompok orang yang “memiliki kemampuan” dan kepedulian untuk bekerja secara sukarela dan ikhlas dalam upaya penanggulangan bencana.

    Kata kemampuan disini, tidak hanya terkait dengan penguasaan keterampilan teknis saja, tetapi tidak kalah pentingnya adalah  kemampuan soal dana dan ijin dari tempat kerja dan keluarga. Tanpa itu, dapat mempengaruhi kinerja sebagai anggota tim di lapangan.

    Jelas, masalah di atas tidak pernah terpikirkan oleh Mukidi, karena semua aktivitasnya didukung fasilitas prima dari mana-mana, termasuk dari keluarga. Sementara, relawan yang lain, tidak selalu bisa berbuat seperti Mukidi. Ada kendala pribadi yang tidak diketahui Mukidi.

    Usut punya usut, ternyata Mukidi dapat beraktivitas  tanpa batas itu karena ada yang mendukung. Istilah kerennya ‘ono dekengan pusat’. Pantesan Mukidi seperti kutu loncat. Loncat kesana kemari melaksanakan aksi kemanusiaan dari satu bencana ke bencana yang  lain.

    Kondisi yang seperti itu jelas tidak dapat disamakan antara Mukidi dengan relawan lain yang tidak seperti Mukidi. ‘Ojo dibanding bandingke, yo mesti kalah, yo jelas ora mampu’. Karena Mukidi bernaung di sebuah lembaga yang bergerak di bidang sosial kemanusiaan, maka Mukidi memang harus kesana kemari menjalankan misi lembaganya.

    Dengan demikian, peran yang disandang Mukidi bukan sebagai relawan, namun lebih tepat sebagai pekerja kemanusiaan yang ada nilai nominalnya masuk ke dompet Mukidi.

    Sebagai pekerja kemanusiaan, wajar jika Mukidi dapat bergerak kemana-mana, karena dia dibayar untuk itu. bahkan seringkali dia datang ke lokasi lebih awal dari pada yang lain.

    Ingat lho, relawan itu pemain pembantu. Pemain utamanya adalah BPBD yang memiliki pasukan TRC dan Agen Bencana. Sebagai pemain pembantu, tentu harus berkoordinasi dengan BPBD sebelum turun ke lokasi bencana, dan membantu sesuai kemampuan. Jangan memaksakan diri, nanti malah celaka sendiri.

    Semoga Mukidi masih ingat guyonan lama yang mengatakan bahwa, relawan itu berhasil dalam tugas tidak dipuji, Gagal dalam tugas langsung dicaci maki, dan Sakit dalam tugas, itu salah sendiri. Wallahu a’lam bishowab. [eBas/KamisPahing-15022024]  

 

 

 

 

 

Jumat, 09 Februari 2024

BANJIR YANG TIDAK BIASA

Sungguh, baru pertama kali ini hujan turun dengan derasnya, mengguyur Kota secara merata. Termasuk daerah Kecamatan Waru, Kabupaten Sidoarjo, yang berbatasan dengan Kota Surabaya.

Ya, hari selasa pon (06/02/2024). Sejak siang, di beberapa daerah sudah mulai turun hujan. Semakin sore info hujan deras bersahutan dari berbagai daerah di kawasan Kabupaten Sidoarjo maupun Kota Surabaya.

Genangan dimana-mana semakin banyak, karena selokan dan sungai yang sudah tidak mampu lagi menampung air hujan. Termasuk minimnya daerah resapan sebagai dampak pembangunan. Sementara kemacetan lalu lintas semakin panjang dan parah di beberapa titik akibat genangan yang semakin dalam. Salah satunya perkampungan di sekitar Kantor BPBD Provinsi Jawa Timur, Wilayah Kecamatan Waru,Kabupaten Sidoarjo.

Sebenarnya, di daerah Waru, seputaran Kantor BPBD itu sudah biasa kebanjiran jika musim hujan. Apalagi jika Kali Buntung sudah tidak mampu menampung air karena aneka sampah yang melimpah.

Namun di tahun politik yang bershio Naga ini, luapan air begitu cepat memasuki perkampungan dengan ketinggian di luar perkiraan. Kemacetan pun juga terjadi dimana-mana mewarnai berita di media sosial.

Hujan semakin deras, genangan pun mulai menenggelamkan jalan kampung, untuk kemudian memasuki rumah warga golongan menengah ke bawah. Air semakin tinggi, warga sibuk mengungsi ke tempat yang aman dengan membawa barang seadanya. Semoga barang berharga seperti surat-surat penting dapat diselamatkan dan disimpan dalam Tas Siaga Bencana. Masjid yang ada di komplek Kantor BPBD, sempat menjadi tempat pengungsian sementara..

Begitu juga dengan karyawan Kantor BPBD Provinsi Jawa timur, sibuk menyiapkan segala sesuatunya untuk mengantisipasi hal-hal yang mungkin akan muncul di luar perkiraan.

Mobil dapur umum juga digelar untuk memasak. Paling tidak, sesegera mungkin menyiapkan “wedang panas” untuk memberi semangat mereka yang sedang sibuk di lokasi BPBD Provinsi Jawa Timur.

Ya, konon baru pertama kali ini BPBD benar-benar sibuk. Biasanya hanya mengirim bantuan logistik ke lokasi bencana. Kini Kantor BPBD membuka dapur umum untuk melayani warga yang membutuhkan. Mereka dibantu relawan dan tagana untuk menyiapkan konsumsi berupa nasi bungkus, yang jumlahnya ratusan bungkus, untuk didistribusikan ke masyarakat yang membutuhkan.

Mungkin karena panik atau kaget karena tidak menyangka dan tidak biasa, maka wajar jika disana sini terjadi kelucuan, kewalahan dan keterlambatan dalam penyajian nasi bungkus karena kesulitan proses membungkusnya.

Bahkan semua yang terlibat di dapur umum, termasuk mereka yang bagian ‘mbungkusi’ belum menerapkan materi flowchart standar operasional prosedur palayanan dapur umum lapangan tagana jawa timur (kata Ivonne MakCik dalam komentarnya di grup WA Relawan PB Jawa Timur).

Namun semua dapat diatasi dalam waktu singkat, berkat kerjasama disemua bagian, tanpa kenal lelah tanpa kena marah. Perlu juga dipahami, kadang-kadang di saat darurat dan keterbatasan tenaga, semua teori dan aturan, termasuk SOP terpaksa “dilanggar tipis-tipis”, yang penting semua dapat ditangani dan terpenuhi.

Sungguh, relawan yang datang membantu dengan ikhlas dan riang gembira itu tidak semua punya ilmu “per-dapur umum-an”, dan “ke-posko-an”. Alangkah eloknya jika yang tidak berkesempatan hadir di lokasi, cukup memberi semangat dan doa. Jika punya rejeki berlebih, bolehlah berdonasi semampunya.

Ya, hujan dan banjir hari selasa pon, menjelang perayaan imlek itu kiranya layak untuk dijadikan pembelajaran bagi semua pihak. Diantaranya, belajar kembali masalah pengelolaan dapur umum sesuai SOP, sekaligus menyiapkan relawan dapur umum yang mumpuni.

Kemudian, mencoba mewujudkan jargon “Kita jaga alam, alam jaga kita”, dalam kehidupan. termasuk menjaga kelancaran saluran air sungai/got dari sampah dan endapan. Namun itu tidak mudah, karena belum menjadi kebiasaan kolektif. Wallahu a’lam bishowab. [eBas/Sabtupahing pas imlek-10022024]

  

 

 

 

 

  

 

 

BUDI CAHYONO DATANG JAMAAH LC SENANG BERTAMBAH WAWASAN

    “Sungguh, sebenarnya kedatangan saya ke Basecamp LC itu dalam rangka dolan sambung seduluran dengan Pak Ebas dan anggota Jamaah LC. Namun si Alfin menodong saya agar berkenan berbagi cerita tentang etika berkomunikasi melalui Handy Talky (HT) kepada relawan yang masih awam tentang penggunaan HT,” Kata Budi Cahyono.

    Ya, hari kamis kliwon (08/02/2024), Abah Budi, panggilan akrab dari ketua FRPB Kabupaten Pamekasan, yang datang dengan kendaraan perangnya, disambut riang gembira oleh Jamaah LC, bagai saudara yang lama menghilang kembali pulang.

    Pembawaannya yang menyenangkan (padahal wajahnya sekilas tampak garang karena kumisnya yang njaplang), membuat anggota Jamaah LC cepat akrab saling sapa tanpa sungkan. Padahal banyak yang baru kenal dan bertatap muka. Itulah Budi Cahyono, pria Pamekasan yang menyenangkan dan tidak dapat menolak permintaan Alfin.

    Diantara kepulan asap rokoknya, berbagai pengalaman terkait radiokomunikasi, diceritakan dengan santai. Sementara pendengarnya menyimak penuh perhatian, sambil menikmati jajanan ala kadarnya. Ada tahu isi, roti goreng, dadar jagung serta kopi jahe dan bakpia khas Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur, kirimannya mbakyu Puspita yang sedang bekerja disana.

    Mengawali materinya, Pak Brengos, begitu Gus Yoyok biasa memanggil, mengatakan bahwa aktivitas komunikasi udara menggunakan Handy Talky, jika tidak hati-hati dapat terjebak dalam ‘perselingkuhan’.

    Dalam arti, menyalahgunakan jalur frekwensi untuk kegiatan di luar aturan. Misalnya pacaran, jual beli dan percakapan pribadilainnya yang dapat mengganggu kepentingan umum. Khususnya terkait dengan kegawat daruratan.

    Untuk itulah, sebagai pemula, Budi memberikan materi prinsip dan etika berkomunikasi lewat udara. Salah satunya adalah perlunya memahami tentang arti komunikasi secara umum, yang dikaitkan dengan komunikasi udara lewat radio (handy Talky).

    Dikatakan bahwa komunikasi merupakan sebuah aspek penting dalam kehidupan manusia. Memahami komunikasi, berarti memahami apa yang terjadi selama proses komunikasi berlangsung. Termasuk mentaati aturan berkomunikasi.

    Sedangkan kegagalan mengoperasionalkan alat komunikasi dapat mengakibatkan informasi penting tidak dapat diterima dengan jelas sehingga dapat menimbulkan miskomunikasi.

    Perbedaan menggunakan istilah saat berkomunikasi lewat udara juga dapat menyebabkan miskomunikasi. Untuk itulah perlu memahami istilah yang digunakan dalam berkomunikasi. Termasuk dengan siapa berkomunikasi.

    Hal ini tampak saat peserta mencoba mempraktekkan berkomunikasi dengan menggunakan Handy Talky, yang dipandu oleh Gilang Rizky Alexander. Saat praktek inilah terjadi kelucuan disana sini karena tidak terbiasa berbicara lewat Handy Talky. Dan harus dipelajari sendirioleh peserta.

    Masih banyak materi yang disampaikan. Baik oleh pria berkacamata, maupun oleh Gilang. Semua harus dipelajari sendiri agar peserta pemula ini semakin paham bagaimana mengoperasionalkan alat komunikasi untuk mendukung tugas-tugas kemanusiaan di lapangan.

     “Saran saya kegiatan pengenalan dan praktek komunikasi terus dilakukan dan nantinya bisa dilanjutkan dengan simulasi di lapangan bersama Tim lengkap,”  Katanya. mungkin, maksudnya kegiatan ini dapatjuga diduplikasikan ke pengurus dan anggota F-PRBtingkat Kabupaten/Kota sebagai salah satu program pengurus F-PRB Jatim masa bakti 2023- 2026. Wallahu a'lam bishowab. [eBas/JumatLegi-09022024]

 

 

  

 

 

 

Sabtu, 03 Februari 2024

NIKMATNYA BERKAT RAPAT DARI RUMAH MBAK RATNA

    Alfin, salah satu pengurus ForumPRB Jatim, pulang dari rapat membawa berkat, untuk kawan-kawannya di Basecamp LC. Dengan penuh semangat, penghuni Basecamp menikmati masakannya mbakyu Sifa CS dengan lahap. Dadar jagungnya empuk dan gurih.

    Alhamdulillah, walau tidak hadir, namun sempat kecipratan menu rapat. Itu artinya, pengurus ingat kepada anggotanya (mitranya) yang tidak terlibat rapat (tidak ikut kegiatan). Sebuah pembelajaran yang sangat berharga, bahwa sebagai pengurus harus selalu ingat kepada anggotanya (mitranya).

    Janganlah rejeki yang diterima itu dinikmati sendiri, (bahkan di beberapa kasus, ada oknum yang tanpa rasa bersalah berusaha mengangkangi sendiri tidak mau diganti).

    Ingatlah bahwa penugasan dalam kegiatan itu atas nama organisasi. Maka berbagilah. Anggota (mitra) itu sudah senang kecipratan, walau sedikit, karena itu merupakan bentuk perhatian, apalagi diberi kesempatan. Lain lagi jika penugasan atas nama pribadi, tidak perlu dibahas.  

    Ya, hari Sabtu (03/02/2024) siang, pasaran kliwon, di rumah mbak Ratna, pengurus Forum PRB Jatim mengadakan rapat  yang ke dua, sebagai tindak lanjut rapat perdana di Kantor BPBD Provinsi Jawa Timur, beberapa waktu yang lalu.

    Dari berbagai sumber, diketahui bahwa rapat di rumah bendahara ini membahas rencana kegiatan masing-masing bidang. Salah satunya pelatihan bahasa isarat oleh bidang peningkatan kapasitas. Tentunya bidang yang lain juga tergelitik untuk membuat program, sehingga harapan Sekjen agar kepengurusan masa bhakti 2023 – 2026 berbeda dengan masa sebelumnya, dapat terwujud.

    Artinya, semua program yang akan dilaksanakan itu hasil kesepakatan rapat. Bukan program dadakan yang tetiba muncul dan dilaksanakan sendiri, untuk kemudian di klaim sebagai program organisasi. Sungguh itu tidak elok.

    Sayangnya Alfin, malam itu hanya membawa berkat untuk disantap Jamaah LC yang sempat merapat di Basecamp. Dia tidak bercerita apakah saat rapat juga dibahas hasil laporan pertanggungjawaban pengurus dan rumusan hasil musyawarah besar tahun 2023.

    Dimana, menurut mBakyu Anis Nadhiroh, hasil tersebut dapat menjadi bahan masukan dalam menyusun kebijakan dan agenda kegiatan pengurus masa bhakti 2023 – 2026. Paling tidak, dengan berkaca pada catatan dan peristiwa mubes di Sampang, program yang disusun di tahun yang bershio Naga ini, dapat berjalan dengan lebih baik, sesuai tagline “Kuat, Bermanfaat, dan Bermartabat”.

    Sambil menikmati berkat rapat di rumah mbak Ratna, Alfin hanya bercerita, bahwa warga kampungnya mbak Ratna sempat heboh karena Abah Budi dari Pamekasan membawa mobil ambulance. Disangkanya ada apa-apa dengan kesehatan mbak Ratna.

    Untungnya, sebagai seorang relawan yang sering terjun di lapangan, mbak  Ratna bergerak cepat, sehingga warga tidak ada yang datang “menengoknya”. Andai warga berdatangan, tentu akan mengganggu stabilitas hidangan peserta rapat, yang disiapkan oleh Tim Dapur Umum pimpinan Mak Yem, yang belum ikut sertifikasi profesi yang biayanya tiga juta rupiah, tanpa jaminan uang kembali. SalamWaras. [eBas/MingguLegi-04022024]