Senin, 30 Mei 2022

PERLUNYA MEMBANGUN KESEPAHAMAN ANTAR BPBD DAN FPRB

Kemarin, hari senin (30/05/2022). Sebagian pengurus FPRB Jawatimur, didampingi unsur pengarah dan staf Siap Siaga, berkesempatan audiensi dengan kepala BPBD Provinsi Jawa Timur beserta beberapa pejabat lainnya, di Ruang Tangguh yang dingin.

Snack dan makan siangnya dikemas dalam kotak yang menarik, membuat peserta rapat nyaman untuk berdialog membangun kesepahaman tentang kerja-kerja pengurangan risiko bencana yang bisa dikolaborasikan dan dikoordinasikan antar pihak.

Dalam kesempatan itu Mbah Darmo, sebagai Sekjen FPRB, menyampaikan program forum yang sudah dan sedang dikerjakan. Termasuk menjelaskan tentang dana operasional yang digunakan, agar tidak ada dusta diantara mereka.

“Saya sampaikan disini bahwa dana program didapatkan melalui urunan dari sebagian honor saat menjadi nara sumber, serta penjualan souvenir. Sampai saat ini belum pernah meminta sumbangan suka rela dari anggota,” Tegasnya.

Mungkin, pertemuan keakraban ini akan semakin bermakna jika Mbah Darmo juga menyampaikan 10 hal yang harus diketahui tentang FPRB, seperti yang pernah dikatakan oleh Lilik Kurniawan, yang sekarang menjabat sebagai Sestama, BNPB, dan bergelar Doktor. Sehingga masing-masing pihak memahami akan keberadaan forum.

Adapun 10 hal yang pernah disampaikan di Hotel Grand Mercure Mirama, Surabaya, senin (26/10/2020), itu diantaranya adalah FRPB sebagai perwujudan partisipasi masyarakat dalam penanggulangan bencana di daerahnya, FRPB dibentuk berdasarkan UU No. 24 Tahun 2007, PP No. 21 Tahun 2008, serta secara spesifik  diatur dalam Perka BNPB  yang dalam proses penyelesaian.

Selanjutnya, FPRB memiliki Visi: Memastikan Pembangunan Daerah Berbasis Pengurangan Risiko Bencana, Memastikan kebijakan yang diambil dapat mengurangi risiko bencana saat ini, tidak menambah risiko bencana baru, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat, Memastikan kelembagaan penanggulangan bencana dapat bersinergi dengan baik, antara BPBD  dengan OPD, antara pemerintah daerah dengan masyarakat dan lembaga usaha.

FPRB juga memastikan anggaran penanggulangan bencana cukup digunakan dalam penanggulangann bencana sesuai dengan risiko bencana di daerahnya, dan memastikan pemberdayaan masyarakat  dilakukan di daerah dalam membangun ketangguhan terhadap bencana.

Guna merealisasikannya, tentu perlu sering duduk bersama membahas agenda bersama antar pihak (multihelix). Termasuk saat BPBD menyusun program kerja yang ada hubungannya dengan relawan, hendaknya forum dilibatkan, agar programnya tepat sasaran dan manfaatnya terasakan oleh penerima manfaat.

Begitu juga saat forum akan mengadakan rapat dengan berbagai pihak, hendaknya BPBD yang mengundang, selanjutnya yang presentasi tentang program terkait dengan PRB adalah forum. Karena OPD tidak mungkin mau datang jika yang mengundang rapat itu forum. Hal ini telah dilakukan oleh FPRB Provinsi Bali (hasil ngobrol dengan Ketuanya di arena Rumah Resiliensi Indinesia saat penyelenggaraan GPDRR di Nusa Dua, Bali, 25/05/2022).

    Dalam kesempatan yang langka itu, Amin Widodo, berharap agar semua kegiatan relawan dalam pengurangan risiko bencana maupun aksi penanggulangan bencana divideokan dengan menarik untuk kemudian disebarkan melalui media sosial agar dikenal oleh khalayak ramai.

    Dengan kata lain, Jika pengalaman dan praktek baik yang telah dikerjakan itu hanya didokumentasikan dalam bentuk buku, jelas kurang menarik pembacanya. Sehingga pesan pembelajaran tidak sampai. Akibatnya kejadian bencana itu akan terulang dan terus berulang tanpa penyelesaian, dengan mempelajari kejadian yang telah dialami.

     Apa yang disampaikan oleh dosen ITS ini benar dan perlu ditindaklanjuti. Sekarang ini era milenial yang memanfaatkan vlog sebagai media pembelajaran untuk mengkomunikasikan suatu pesan akan pentingnya kesiapsiagaan, dan ketangguhan kepada masyarakat.

       Ya, peristiwa bencana hendaknya dijadikan bahan pembelajaran yang dikomunikasikan kepada masyarakat. Baik secara daring maupun luring dalam rangka upaya penyadaran untuk membangun budaya tangguh bencana, dengan strategi jauhkan bencana dari masyarakat, jauhkan masyarakat dari bencana, dan living harmony with risk.

    Konon, ketangguhan itu bisa dilihat dari kemampuan masyarakat untuk mencari informasi tentang potensi bencana yang ada, kemudian memiliki kemampuan mengantisipasi, proteksi, adaptasi dan memiliki daya lenting dalam rangka pemulihan pasca bencana.

    Sedangkan Cak Su’ud dari Siap Siaga mengharapkan agar BPBD semakin peduli melibatkan keberadaan forum dalam berbagai kegiatan untuk membangun kolaborasi antar pihak yang saling menguntungkan.  

    Sedangkan Budi Santoso, sebagai kepala BPBD Provinsi Jawa Timur  akan berusaha mencarikan sumber dana dari CSR untuk mendukung kegiatan kesiapsiagaan dalam bentuk edukasi, sosialisasi kebencanaan. Termasuk upaya pelestarian alam melalui penanaman pohon di daerah rawan bencana.

    Acara ramah tamah ini diakhiri dengan foto bersama. Tentu masing-masing pihak berharap agar semua obrolan itu ada tindak lanjutnya dalam bentuk program keroyokan antar pihak dalam rangka membangun ketangguhan berkelanjutan, seperti yang direkomendasikan dalam GPDRR ke-7 tahun 2022 di Nusa Dua, Bali, baru-baru ini. [eBas/SelasaPahing-31-05-2022]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Sabtu, 28 Mei 2022

MENUNGGU REALISASI REKOMENDASI UNTUK RESILIENSI

             Pada acara penutupan gelaran Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) ke-7, di Bali Nusa Dua Convention Centre pada Jumat (27/5/2022). Indonesia berkesempatan untuk menyampaikan tujuh rekomendasi terkait Agenda Bali untuk Resiliensi Berkelanjutan.

Tujuh rekomendasi itu dihasilkan lewat berbagai masukkan dari diskusi dan berbagi pengalaman praktik baik upaya pengurangan risiko bencana, selama gelaran GPDRR berlangsung, sejak tanggal 23 sampai 28 Mei 2022.

Tinggal bagaimana pemerintah, dalam hal ini BNPB/BPBD mensikapi rekomendasi tersebut. Apakah segera beraksi dengan merangkul berbagai pihak atau abai, menunggu arahan dan petunjuk dari atasannya, yang entah kapan akan memberi instruksi.

Pertanyaannya kemudian adalah, dari tujuh rekomendasi hasil GPDRR itu, mana yang bisa segera ditindak lanjuti oleh komunitas relawanyang dirupakan dalam programnya, sebagai bentuk partisipasi nyata membantu pemerintah membangun ketangguhan masyarakat menghadapi bencana.

Penulis mencoba meminta pendapat beberapa orang anggota F-PRB Jawa Timur terkait dengan tujuh rekomendasi, yang mungkin bisa dikerjakan sesuai kapasitas, terkait dengan rekomendasi yang dirumuskan di Pulau Dewata.

Anin Faros, sebagai fasilitator Desa Tangguh Bencana, yang sering bersentuhan dengan masyarakat, mengatakan bahwa rekomendasi nomor empat dan lima yang mungkin bisa dikaitkan dengan program forum.  

Rekomendari ke empat itu mengatakan bahwa, bencana memberikan dampak berbeda kepada setiap orang. Untuk itulah perlunya pendekatan partisipatif dan berbasis HAM untuk memasukkan semua, sesuai prinsip "Tidak ada apa-apa tentang kita tanpa kita" dalam perencanaan pengurangan risiko bencana dan implementasinya pada masyarakat yang berisiko. 

Rekomendasi itu juga berharap dapat melibatkan generasi muda dan profesional muda sebagai bentuk investasi yang harus ditingkatkan untuk merangsang inovasi dan solusi kreatif. 

Sedangkan rekomendasi ke lima, intinya ingin memastikan setiap orang di muka bumi dilindungi oleh sistem peringatan dini dalam jangka waktu lima tahun ke depan.  Respons terhadap seruan tersebut harus mempertimbangkan rantai nilai peringatan dini yang berpusat pada masyarakat secara menyeluruh dari ujung ke ujung – mulai dari penilaian risiko hingga infrastruktur dan menjangkau tujuan akhir. 

“Upaya ini tentunya bisa disampaikan oleh forum saat melakukan program sambang desa sianu bareng dan sapa destana,” Katanya melalui sambungan seluler.

Sementra itu, Cak Anam, disamping sebagai pengurus FPRB, juga aktid di LPBI-NU Kabupaten Mojokerto, mengatakan bahwa apa yang dihasilkan diacara GPDRR itu semuanya baik, jika semua pihak berkomitmen untuk mencoba memulai melaksanakannya.

“Rekomendasi pertama bisa dilakukan dengan mendekati pemegang kebijakan lokal. Upaya ini memang berat, tapi harus dicoba lakukan dengan melibatkan para pihaak,” Tambahnya.

Untuk rekomendasi yang ke dua, masih kata Cak Anam, bisa dilakukan dengan mendekati masyarakat secara langsung. Upaya ini juga berat, karena mainstream masyarakat kita terhadap program pengurangan risiko bencana, masih jauh panggang dari api.

Sedangkan yang ke empat, bisa dilakukan dengan melanjutkan apa yang sudah dilakukan forum bersama masyarakat (diantaranya pembentukan dan pendampingan destana, serta program sapa destana)

“Terkait rekomendasi yang terakhir, forum bisa mendorong melalui keseriusan stakholder yang membidangi administrasi kebencanaan, terkait perhitungan IRBI bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Bukan hanya seremonial belaka,” Kata pria berkulit sawo matang yang humoris ini.

Tentu masih akan banyak lagi pendapat yang muncul bagaimana merealisasikan tujuh rekomendasi yang dihasilkan di Pulau Bali ini, untuk membangun budaya tangguh, berdasarkan kapasitas dan kepentingan masing-masing pihak. Ya, para pihak memang boleh menterjemahkannya kedalam programnya.

Jika memungkinkan, diperlukan sinergitas dan kerja-kerja kolaboratif antar pihak untuk merealisasikan tujuh rekomendasi. Dengan kata lain, masing-masing pihak turut berkontribusi aktif mengawal tujuh rekomendasi.

Mengingat pentingnya masalah ini, Kepala BNPB mengatakan, harus ada komitmen ulang terhadap keterlibatan masyarakat, dan pengurangan risiko bencana yang digerakkan oleh masyarakat, serta mendukung struktur lokal yang ada dan membangun resiliensi.

Beberapa waktu yang lalu, saat penyelenggaraan Konfrensi Nasional Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Komunitas XIV tahun 2021, juga menghasilkan beberapa rekomendasi.

Namun sampai saat ini gaungnya semakin menghilang terbawa kesibukan lain yang harus segera diselesaikan. Akankah tujuh rekomendasi yang dihasilkan di Sofitel Bali Nisa Dua Beach Resort, Provinsi Bali itu, akan mengalami nasib yang sama ?. [eBas/mingguKliwon-29052022] 

Selasa, 17 Mei 2022

HALAL BIHALAL LINTAS KOMUNITAS RELAWAN

Konon, hasil dari jagongan hari sabtu (07/05/2022), beberapa hari pasca Idul Fitri, di Basecamp Jamaah LC, diantaranya adalah menyepakati untuk mengadakan acara halal bihalal lintas komunitas relawan di Surabaya.

Sejak itu, masing-masing personil yang terlibat mulai membagi diri sesuai kemampuan. Siapa membawa apa, siapa melakukan apa dan siapa membeli apa. Semua berkontribusi dalam suasana gotong royong guyub rukun, tanpa melihat besar kecilnya kontribusi yang diberikan.

Semua anggota Jamaah LC bergembira. Karena kegiatan ini merupakan yang pertama diselenggarakan oleh mereka yang masih miskin pengalaman berorganisasi. Hanya semangat kebersamaanlah yang membuat semua berjalan.

Karena kesibukan anggota, maka semua koordinasi dan komunikasi dilakukan secara daring. Termasuk menu apa yang akan ditampilkan saat halal bihalal pun dibahas dan disepakati secara virtual. Menu lontong sayur terpiih sebagai hidangan wajib. Mereka berbagi diri. Siapa membawa lontong, tahu, cecek, manisa, santan, bumbu, sambel, ceker ayam, telur, dan kerupuk.

Ada juga yang berkenan menyumbang air gelas dalam kemasan, buah, aneka jajanan, dan lainnya yang mendukung suksesnya acara. Semua dilakukan sebagai salah satu bentuk gotong royong yang dikembangkan Jamaah LC.

Dalam kegiatan yang digelar secara lesehan itu, di Basecamp Jamaah LC Keputih, senin (16/05/2022), masing-masing yang hadir memperkenalkan diri serta aktivitas komunitasnya. Dari situlah akan diketahui kapasitasnya sebagai modal untuk membangun kegiatan bersama yang bermanfaat langsung bagi masyarakat yang menjadi sasarannya.

Mereka juga menceritakan bagaimana perjalanan komunitasnya sejak awal berdiri sampai sekarang dengan segala aktivitasnya. Bukan hanya bergerak dibidang kebencanaan saja. Namun juga dibidang pendakian, penjelajahan, terlibat dalam pencarian dan evakuasi pendaki yang mengalami kecelakaan di gunung. Tak lupa mereka juga melakukan upaya konservasi alam dengan melakukan penghijauan di daerah yang gundul akibat penebangan liar dan kebakaran.

Halal bihalal yang dikemas dalam suasana santai ini menampilkan masakan dari relawan yang biasa teribat di dapur umum. Ada ceker ayam bumbu kecap, sayur manisah berkolaborasi dengan tahu dan cecek, lontong yang kenyal menggemaskan, dan kerupuk yang kemriyuk.

Jajanan sisa lebaran pun turut tampil meramaikan mereka yang asih ngobrol berbagi cerita pengalaman. Rengginang khas madura dan pisang lumajang yang digoreng  tanpa gosong itu, sangat pas dinikmati sambil ngopi. Terima kasih mbakyu Anin, yang jauh-jauh dari Senduro, Lumajang datang membawa pisang.

Paling tidak, pada jumpa pertama ini mereka yang datang telah paham akan kiprah masing-masing komunitas, dan rajutan tali silaturahmi pun semakin erat berjabat. Tinggal bagaimana merawat dalam bentuk menggarap program bersama.

Misalnya mengadakan pertemuan (bahasa kerennya sarasehan), dengan mengundang komunitas yang lebih banyak lagi. Tidak seperti kegiatan kali ini yang belum mampu mengundang semua komunitas relawan Surabaya, dikarenakan adanya keterbatasan penyelenggaraan.

Ya, harap dimaklumi bahwa langkah kecil yang telah diayunkan oleh Jamaah LC perlu ditindak lanjuti agar semakin sempurna dan bermakna.

Malam kian larut, mendung pun menggelayut di kawasan Kelurahan Keputih. Satu satu peserta halal bihalal meninggalkan tempat sambil membawa kesan tersendiri. Tidak lupa juga membawa hidangan yang masih tersisa banyak, agar tidak mubazir.

Tim Sapu Jagat” pun mulai beraksi membersihkan lokasi. Mengamankan semua peralatan agar tidak kesingsal, dan membuang sampah agar tidak meninggalkan bau yang mengundang lalat, semut dan tikus.

Setelah semua beres, barulah melepas lelah sambil memandangi aneka foto kegiatan, yang sempat diabadikan dan dibagikan di grup whatsapp. Alhamdulillah kegiatan halal bihalal lintas komunitas yang mengusung tema “Tingkatkan Kebersamaan Melalui Ikatan Silaturahmi”, berjalan sesuai rencana. Tinggal melakukan evaluasi sebagai bahan pembelajaran untuk menyelenggarakan kegiatan selanjutnya. Salam Sehat Salam Kemanusiaan. [eBas/SelasaPon-17052022]