Siang itu, selasa (22/3) di ruang Rapat badan penanggulangan
bencana daerah Jawa Timur (BPBD Jatim), digelar acara temu relawan dalam rangka
membangun komunikasi, koordinasi antar kelompok relawan yang sering bergiat di
dalam operasi penanggulangan bencana, guna meningkatkan kapasitas. Belum semua
elemen relawan yang diundang, tapi oleh panitia sudah dianggap mewakili,
disamping itu juga terkait dengan anggaran yang harus disediakan jika berminat
mengundang seluruh elemen relawan yang jumlahnya puluhan. Baik yang aktif
maupun yang keberadaannya insidental manakala dibutuhkan.
Dalam pertemuan yang dibarengkan dengan ulang
tahun dinas pemadam kebakaran itu, disampaikan matetri tentang Sistem Komando
Tangap Darurat dam Klaster dalamTanggap Darurat oleh Prapti dari Unsur Pengarah
BPBD Jatim, Optimalisasi Relawan dalam Penanggulangan Bencana oleh Sudarmawan,
Kepala pelaksana BPBD Provinsi Jawa Timur, dan Peran Forum Pengurangan Risiko
Bencana Inklusi Disabilitas oleh Arna, pengurus Forum PRB Jatim.
Sungguh informasinya sangat menarik untuk
menambah wawasan relawan, sehingga perlu diperdalam lagi lewat
pertemuan-pertemuan lanjutan dalam bentuk diklat, seminar dan diskusi, baik yang
beranggaran maupun mandiri dalam bentuk ‘bantingan’
seperti konsep kumpul uwul yang
digagas Kang ET.
Dalam paparannya, mantan sekda Kabupaten
Bangkalan itu juga mengatakan bahwa relawan harus bersikap kritis, memberi masukan
atau sumbangan pemikiran yang bisa digunakan sebagai bahan penyusunan
kebijakan, bahan melakukan bimbingan teknis serta monitoring program ke BPBD
Kabupaten/Kota, serta bahan evaluasi untuk perbaikan pelaksanaan operasi
tanggap darurat diwaktu-waktu mendatang yang disusun dalam dokumen rekon maupun
renop.
Sikap kritis relawan itu berdasarkan pengalaman atau
kejadian yang dilihat dan dialami di lapangan. Seperti distribusi logistik yang
tidak merata atau salah sasaran, posko masih kosong tanpa ada staf BPBD,
sarpras yang tidak mencukupi, koordinasi antar relawan dan posko yang masih
lemah, keluar masuknya bantuan yang tidak dicatat sehingga bisa menimbulkan
sakwa sangka yang kurang sehat, serta kejadian konyol lain yang dipicu karena
lemahnya pemahaman manajemen bencana oleh staf BPBD setempat.
Ada usulan menarik yang diamini semua peserta
dan direspon positif adalah perlunya BPBD Jatim menyediakan tempat khusus untuk
dijadikan sekretariat bersama (SEKBER) relawan penanggulangan bencana. Ini penting
dalam rangka mewujudkan koordinasi dan komunikasi antar berbagai elemen
relawan. Untuk mengurangi kesenjangan, rivalitas dan dominasi yang selama ini,
tanpa disadari, sering dipraktekkan dalam rangka membangun popularitas dan
pencitraan tertentu.
Andai benar usulan pembentukan SEKBER ditindak
lanjuti, pasti akan berdampak positif dalam rangka pendataan, pembinaan dan
mobilisasi relawan saat BPBD membutuhkan dalam melaksanakan tugas-tugas
kemanusiaan, baik itu saat pra, tanggap dan pasca bencana, sesuai dengan peran
relawan yang tersurat dalam perka nomor 17 tahun 2008.
Sekber pun akan menjadi pusat tukar informasi
dan pangkalan data bagi relawan sekaligus sebagai tempat berinteraksi dengan unsur
pengarah, guna menambah wawasan dan pengetahuan tentang konsep penanggulangan
bencana, adaptasi perubahan iklim dan pengurangan risiko bencana itu sendiri. Siapa
tahu dari situ akan muncul kajian kritis tentang bencana yang bisa dijadikan
bahan penelitian.
Sebagai wadah saling sinau yang dikemas secara
nonformal, tanpa disadari akan meningkatkan kapasitas dan kapabilitas relawan
guna menyongsong era sertifikasi relawan oleh lembaga sertifikasi profesi
penanggulangan bencana (LSP-PB) bentukan BNPB yang sekarang sedang
disosialisasikan di berbagai pertemuan formal oleh BNPB.
Gayung pun bersambut, adalah Suhartoyo, salah
satu penasehat Forum PRB yang bersedia rumahnya dijadikan sekretariat Forum
PRB, jika BPBD tidak berkenan salah satu ruangan kantornya dijadikan SEKBER dengan
berbagai alasan, seperti yang diungkap Sekjen Forum PRB dalam postingannya.
Namun, jika nanti rumah Suhartoyo benar-benar dipinjamkan
untuk Kantor Sekretariat Forum PRB, maka relawan yang lain yang nota bene bukan
anggota Forum PRB, harus tetap mendorong agar bisa memanfaatkan salah satu
ruangan di BPBD menjadi SEKBER Relawan Penanggulangan Bencana, karena ada beban
psikologis tersendiri ketika relawan harus ‘ndompleng’
dengan Kantor Sekretariat Forum PRB.
Untuk itu relawan harus memblatkan tekat untuk tetap
berharap agar pihak BPBD tidak ingkar lagi untuk membentuk SEKBER yang sudah
lama diwacanakan, apalagi menurut informasi masih banyak ruangan kosong yang
belum dimanfaatkan. Salam kemanusiaan.*[eBas].