Konon, kata
Sugeng Yanu, salah seorang staf BPBD Provinsi Jawa Timur, pada tahun 2016, ada
pertemuan antara Kalaksa BPBB Provinsi
Jawa Timur dengan beberapa perwakilan organisasi relawan, diantaranya,
K.R.I (Komunitas Relawan Indonesia), yang diwakili Cak Kabul. Disana mereka
bicara tentang perlunya sekretariat bersama (sekber) untuk relawan. Masih kata
Sugeng, gagasan tersebut tindak lanjutnya agak lambat karena kesibukan yang
silih bergani tanpa henti.
Baru kemudian,
dipenghujung Januari 2017 ini, Kalaksa memberikan tempat di BPBD untuk
dijadikan sekber. Dengan harapan, keberadaannya bisa memberi nilai tambah bagi
relawan, BPBD, dan masyarakat dalam sinergitas pengabdian dibidang
Penanggulangan Bencana.
Secara
sederhana, sekber itu merupakan wadah relawan untuk berkumpul, berbagi
informasi tentang program Penanggulangan Bencana, Pengurangan Risiko Bencana,
dan Adaptasi Perubahan Iklim, berdasarkan konsep ‘dari kita, oleh kita, dan untuk kita’ terkait upaya peningkatan kapasitas relawan
(sekitar 26 komponen), sejak masa pra bencana, tanggap bencana, dan pasca
bencana.
Dari berbagai
informasi yang terkumpul itu, bisa menjadi bahan masukan buat BPBD dalam
merumuskan kebijakan serta menyusun program yang berkaitan dengan pembinaan dan
mobilisasi relawan untuk aksi kemanusiaan.
Dengan kata
lain, keberadaan sekber bisa diarahkan untuk membantu BPBD dalam melaksanakan
programnya. Melalui jaringan pertemanan antar organisasi relawan di berbagai
daerah, dapat memperkuat BPBD di lapangan, khususnya kecepatan informasi, serta
tindakan darurat yang harus segera diambil sebelum BPBD dan pihak luar datang
dengan segala bantuan dan sarana prasarana yang diperlukan. Tinggal bagaimana
merumuskan aturan mainnya. Itu bisa didiskusikan sambil ngopi di sekber.
Ya, idealnya, langkah
awal meramaikan sekber adalah melakukan konsolidasi organisasi relawan yang
datanya sudah terkumpul di BPBD (konon, ada sekitar 137 organisasi yang telah
menyetorkan datanya), untuk membahas program sekber. Seperti, menyusun jadwal
piket, merencanakan peningkatan kapasitas relawan melalui diklat dan sarasehan.
Juga menggagas program sekolah aman, sekolah sungai, sekolah gunung, sekolah
laut, penyuluhan PRBBK dan API, maupun menggagas pengadaan seragam dan lain
kegiatan kebersamaan. Harapannya bisa menyatukan langkah dan memperkuat tali
silaturahim antar relawan Penanggulangan Bencana, berdasarkan saling asih, saling asah, dan saling asuh.
Namun perlu
diketahui, tidaklah mudah menyamakan langkah berbagai ragam organisasi, baik
yang senior, yunior, apalagi organisasi dadakan. Semuanya karena beda
kepentingan dan pengalaman. Melalui diskusi panjang yang dinamis sambil
menikmati nasi kotak, terbentuklah pengurus sementara ‘Sekber Forum Relawan
Jawa Timur’, yang bertugas menyiapkan pertemuan lanjutan sampai terpilihnya
pengurus tetap dengan segala kelengkapannya.
Djoko Utomo,
seorang peserta yang senior dengan segudang pengalamannya, berharap pada
kesempatan pertemuan yang akan datang, rekan-rekan relawan di manapun berada di
Jatim, khususnya para koordinator, ketua, pemangku, dan sesepuh, dapat hadir
untuk membantu pemikiran agar keberadaan Sekber memberi dampak positif terhadap
Operasi Penanggulangan Bencana.
“Tidak usah
sungkan atau ewuh pakewuh karena keberhasilan Sekber ini tergantung peran kita
semua. Saatnya yang muda memimpin dan yang tua menasehati dalam rangka
pelaksanaan kerja kemanusiaan dan pelestarian alam,” Ujarnya penuh semangat.
Yang jelas,
keberadaan Sekber yang difasilitasi BPBD harus tetap mengikuti aturan yang
tersurat didalam Perka nomor 17 tahun 2011, dan UU nomor 24 tahun 2007, dalam
rangka meningkatkan kapasitas relawan Penanggulangan Bencana, guna menyongsong
era sertifikasi relawan yang digagas oleh LSP-PB (Lembaga Sertifikasi Profesi Penanggulangan
Bencana).
Tentu, untuk
menuju terbentuknya Sekber yang ‘berdaya’
diperlukan proses panjang yang tidak mengenal lelah, dalam rangka terciptanya
Sekber yang berperan dalam membangun budaya masyarakat tangguh bencana,
khususnya mereka yang berdiam di kawasan rawan bencana.
Yang perlu
dicatat, bahwa BPBD tidak selalu bisa memfasilitasi pertemuan yang digelar oleh
Sekber. Untuk itulah perlu mendorong tumbuhnya rasa ‘melu handarbeni’, sehingga bisa tumbuh kesadaran bersama untuk
memfasilitasi sendiri secara gotong royong, sambil berharap BPBD tetap bisa
mengupayakan fasilitasi pertemuan….(ehm…).
Sebagai embrio,
kiranya pertemuan awal ini membawa berkah dan dapat menginspirasi pertemuan
selanjutnya, dengan harapan banyak relawan yang diundang untuk datang untuk
memberikan sumbang saran. Salam tangguh, salam kemanusiaan. [eBas].