Senin, 31 Agustus 2020

RELAWAN PEDULI TEMPAT IBADAH

Assalamualaikum...semoga kita semua selalu dalam lindungan Alloh SWT. Jika berkenan, mohon kehadirannya rekan, senior, kakak utk berpartispasi pada Sabtu, /29/08/2020, Jam 07.30 sd selesai. Acara: Giat sosial peduli bersih-bersih Masjid Ahmad, di Klampis Ngasem III. Dimohon peserta membawa sendiri snack n botol air minum. Demikian pemberitahuan dari kami, sebelumnya kami sampaikan Terima kasih.

Begitulah bunyi pengumuman yang diposting di grup whatsApp relawan peserta rakor SRPB Jawa Timur 2020, di Obis Camp, Trawas, Mojokerto. Sebuah kegiatan peduli kebersihan rumah ibadah yang sangat bermanfaat untuk menggalang silaturahmi antar para pegiat lingkungan alam, menumbuhkan semangat gotong royong, dan tentunya turut serta menjaga kebersihan rumah ibadah, sebagai perwujudan “Kebersihan sebagian dari Iman”.

Begitulah, pagi hari, sabtu pahing, relawan dari berbagai komunitas berdatangan ke Masjid Ahmad, yang cukup besar di tengah perkampungan Klampis. Sambil membawa logistik sendiri-sendiri sebagai bentuk kemandirian. Serta tetap mengindahkan protokol kesehatan.

Setelah berbasa basi, mereka langsung mengerjakan apa yang bisa dikerjakan. Nyapu lantai sekaligus ngepel, nyemprot disinfektan di seluruh lingkungan Masjid, membersihkan kamar mandi, membersihkan debu yang menempel di kipas angin, kaca dan dinding. Begitu juga tower masjid, tidak luput dari pembersihan dengan menggunakan peralatan lengkap, ‘full body harness’ untuk bekerja di ketinggian.

Tidak lupa, ditengah kesibukan bersih-bersih Masjid, masih sempat memainkan cameranya untuk mengabadikan kegiatan bersama yang indah untuk kemudian di share ke berbagai grup whatsApp. Begitu juga dengan bagian dokumentasi, hilir mudik membidikkan lensanya ke berbagai sudut Masjid yang sedang dibersihkan.

Ternyata, kerja keroyokan membersihkan Masjid tanpa ada yang mengomando itu cukup efektif. Buktinya menjelang waktunya adzan duhur, semuanya beres. Tinggal mengemasi peralatan untuk kemudian menjalankan solat dzuhur berjamaah. Sayangnya, pewangi ruangan kurang terasa segarnya.

Seperti biasanya, untuk mengakhiri kegiatan selalu ada acara ngobrol santai sambil evaluasi. Ditemani nasi bungkus dan segelas kopi, pertukaran informasi mengalir silih berganti. Semua punya hak mendengarkan dan menyampaikan pendapat, informasi dan pengalamannya. Ya, apa saja boleh disampaikan, termasuk rencana kegiatan bersih-bersih tempat ibadah selanjutnya.

 Konon kegiatan yang baru pertama dilakukan di masa pandemi covid-19 ini, akan segera ditindak lanjuti dengan melibatkan komunitas yang lebih banyak lagi. Begitulah harapan mulia dari penggagasnya. Semoga komunitas lain berkenan mendukung sehingga tampak keguyubannya dalam melakukan kerja-kerja sosial secara mandiri. Semoga kegiatan ini menjadi ladang pahala bagi yang percaya. [eBas/SeninWage-31082020]

  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Senin, 24 Agustus 2020

BUDI CAHYONO BICARA TENTANG EKSISTENSI ORGANISASI RELAWAN

       "Anggota saya sementara ini yang tercatat ada 74 orang, namun yang aktif sekitar 21 orang. Lainnya sibuk dengan pekerjaan, namun mereka tetap berkontribusi terhadap organisasi. Aktif mengikuti pertemuan serta membantu doa, dan kadang juga dana agar yang aktif selalu sehat dan bersemangat,” Kata Budi Cahyono, Ketua forum relawan penanggulangan bencana (FRPB) Kabupaten Pamekasan.

Pria berkacamata ini tergolong ahli hisap. Perokok kelas berat, tapi tetap sehat, bahkan dan terkesan angker bagi yang belum mengenalnya. Padahal, sesungguhnya Pak Bud, begitu panggilan akrabnya, sangat humoris dan enak diajak ngobrol. Apalagi ngobrol tentang kerja-kerja kemanusiaan dibidang kebencanaan, sambil rokok’an.

Ditemui di acara pengimbasan informasi tentang keterlibatan relawan dalam program Masjid Tangguh, dan Pasar Tangguh yang diinisiasi oleh BNPB, kepada relawan di wilayah Kabupaten Mojokerto dan peserta rapat koordinasi (rakor) SRPB Jawa Timur. Pak Bud mampu menghipnotis peserta dengan gayanya, sehingga materi yang disampaikan mudah dipahami.

Kegiatan pengimbasan itu merupakan rangkaian dari Rakor yang diselenggarakan SRPB Jawa Timur sebagai salah satu mandat kongres yang difasilitasi oleh BPBD Provinsi Jawa Timur. Kegiatan ini mengambil tempat di Obis Camp, Trawas, Kabupaten Mojokerto. Pada hari jum’at sampai dengan minggu (21 23 agustus 2020).

Saat ngobrol usai memberikan materi, beliau bilang bahwa masukan salah satu peserta dari relawan Kota Pasuruan sangat menarik untuk dikaji dan di-ujiterap-kan di masing-masing organisasi. Masukannya itu berupa ajakan agar organisasi relawan berani berinovasi dan kreatif mencari terobosan financial untuk mendukung kegiatan organisasi.

“Usulan ini menarik. Saya kira perlu dijadikan materi arisan ilmu atau dibahas saat jagongan sambil ngopi. Duh nyaman ongguh tak iye,” Katanya sambil memainkan asap rokoknya.

Ya, peserta dari Kota Pasuruan itu mengatakan bahwa sudah waktunya relawan berinovasi mengemas kegiatan yang bisa mendatangkan keuntungan untuk mendukung kegiatan.

Relawan juga harus kreatif memperluas jejaring kemitraan dengan berbagai komunitas dan organisasi perangkat daerah (OPD) yang ada hubungannya dengan penanganan kebencanaan. Ini penting, agar keberadaan dan kegiatannya tidak dipandang sebelah mata.

“Sebenarnya saya sudah menjalankan ajakan tersebut. Contohnya, kegiatan selama pandemi ini mendapat dukungan dari anggota yang tidak ikut turun ke lapangan. Baik berupa doa dan dana. Mereka juga aktif menggalang bantuan dari ‘Hamba Allah’, sehingga memudahkan gerakan teman-teman di lapangan,” Ujarnya lagi.

Konon, masih kata Pak Bud, sejak pandemi masuk ke Madura, mereka turut sibuk membantu pemerintah menanganinya dengan melakukan penyemprotan disinfektan ke berbagai fasilitas umum, fasilitas sosial, dan rumah warga. Bakti sosial pembagian masker dan hand sanitizer, pembagian paket sembako bagi warga yang ekonomi rumah tangganya terpapar pandemi. Mereka juga terlibat dalam penanganan korban covid-19.

Kegiatan yang dilakukan Pak Bud beserta pasukannya itu tanpa pamrih dan murni swadaya. Kesungguhan mereka pun akhirnya juga diapresiasi oleh berbagai pihak, termasuk Bupati Pamekasan dan pihak Angkatan laut, dalam bentuk dukungan.

Salah satu terobosan yang dilakukan adalah menggandeng beberapa media online untuk meliput semua kegiatan FRPB sehingga diketahui oleh khalayak ramai. Termasuk keterlibatannya dalam rakor SRPB Jawa Timur di masa pandemi ini.

Terkait dengan upaya regenerasi agar eksistensi organisasi tetap lestari, menurut pria berkumis ini harus dilakukan secara bertahap dengan memberi kesempatan kepada anggota yang muda untuk tampil melaksanakan tugas dan tanggungjawab organisasi. Sukur-sukur bisa bekerjasa sama dengan BPBD mengadakan diklat kebencanaan bagi relawan.

Dalam beberapa literatur dikatakan bahwa regenerasi dapat dikatakan sebagai sutu perpindahan tongkat estafet tanggung jawab keorganisasian dari generasi sebelumnya ke generasi yang baru. Regenerasi organisasi dilakukan agar adanya penerus perjuangan dari perwujudan tujuan organisasi yang harus selalu dipertahankan dan ditingkatkan di tiap generasinya.

Adanya regenerasi dalam sebuah organisasi menjadi sebuah rantai penghubung yang akan terus terkait dan membuat suatu organisasi mempertahankan keberadaannya. Dengan kata lain, regenerasi tidak boleh terlambat agar eksistensi organisasi tetap diakui oleh khalayak ramai.

          “Menurut saya secara berkala harus diadakan pertemuan anggota dalam bentuk sarasehan, jagongan bareng dalam rangka pengimbasan informasi dan pengalaman dari yang tua kepada yang muda sebagai upaya peningkaan kapasitas secara informal,” Katanya.

Sungguh, ngobrol dengan Pak Bud ini menyenangkan. Begitu juga dengan pasukannya, juga ramah dan enak diajak bicara. Apalagi salah satu anggotanya ada yang jagoan bergoyang atarktif nonstop selama gelaran elekton di malam keakraban. Banyak pelajaran yang dapat dipetik. Terimakasih Pak Bud, partisipasi panjenengan sangat menginspirasi. Salam Tangguh, Bersatu Bersinergi Untuk Peduli. [eBas/nDemingParakIsuk/SelasaPon-25082020]

SAYA HANYALAH PESERTA RAKOR

Konon, rapat koordinasi (rakor) adalah salah satu media komunikasi yang wajib ada di dalam sebuah organisasi. Rakor seringkali juga menjadi wahana reunian untuk menjalin silaturahmi, tukar pengalaman dan informasi tentang kegiatan yang telah dan sedang dikerjakan. Siapa tahu bisa menginspirasi mereka yang terlibat dalam rakor.

Begitu juga dengan SRPB JATIM, yang merupakan wadah berkumpulnya organisasi relawan, juga memiliki agenda rakor sebagai salah satu programnya. Rakor yang digelar di Obis Camp, Trawas, Mojokerto, 21 – 23 Agustus 2020, merupakan upaya menyamakan langkah untuk membahas program yang dimandatkan oleh Kongres ke -2 di Grand Park Hotel, Surabaya, di penghujung februari 2020.

Seperti diketahui, dengan munculnya pandemi, maka banyak program yang telah disusun pasca kongres, terpaksa ditunda demi keselamatan dan kesehatan sesuai protokol kesehatan.

Melalui rakor inilah, diharapkan muncul ide baru bagaimana mensikapi program yang telah disusun dan belum dilaksanakan. Masing-masing organisasi diwakili oleh satu orang utusan dari unsur pengurus, dengan membawa surat mandat. Hal ini penting guna memutuskan program strategis yang harus segera diambil. Sehingga masing-masing organisasi mitra SRPB JATIM bisa melaksanakan program bersama yang telah disepakati.

Ya, rakor memang penting untuk menghindari konflik yang tidak sehat. Dengan rakorlah diharapkan akan terjadi Koordinasi, Integrasi, Sinkronisasi dan Simplifikasi program agar pencapaian tujuan bersama seefektif serta seefisien mungkin.

Namun sayang, atas nama kesibukan, tidak semua pengurus organisasi mitra dapat menghadiri. Banyak yang terpaksa diwakilkan kepada anggotanya. Bahkan ada yang baru sekali ini ikut kegiatannya SRPB JATIM, sehingga babar blas belum paham tentag SRPB dengan segala aktivitasnya, dan lebih banyak diam dan bertanya tentang hal-hal di luar materi rakor. Itu wajar karena ketidak tahuan. Perlu dimaklumi dan menjadi pelajaran bersama..

Ini tampak saat berlangsungnya sidang-sidang komisi yang membahas program kerja amanat kongres. Peserta rakor dibagi dalam tiga komisi. Ada komisi A yang membahas anggaran, komisi B membahas Pengembangan kapasitas, Organisasi dan Kebencanaan. Sementara komisi C membahas Kemitraan dan bidang advokasi.

Semua program yang dirumuskan dalam kongres dicermati dan dibahas dengan berbagai masukan dan catatan untuk penyempurnaan. Namun ada yang belum berani menyepakati program karena merasa perlu dikonsultasikan ke pimpinan organisasi masing-masing. Mereka hanya mencatat kegiatan rakor yang akan dilaporkan ke pimpinan organisasinya.

“Mohon maaf, saya hanyalah anggota biasa yang mendapat tugas untuk mengikuti rakor. Surat mandat yang saya bawa sekedar menjelaskan bahwa saya benar-benar anggota yang ditugasi secara resmi oleh organisasi untuk mengikuti rakor, bukan untuk mengambil keputusan,” kilahnya.      

Padahal, semua peserta rakor itu telah dibekali surat mandat sebagai wakil resmi organisasi, seharusnya bisa aktif berkontribusi untuk ‘membedah’ program yang dibahas di dalam komisi demi ketercapaian program sesuai situasi kondisi saat ini. Sehingga saat sidang pleno sudah bisa menjadi kesepakatan yang oleh tim perumus tinggal ‘diselaraskan’ untuk dilaksanakan oleh pengurus.

Semua hasil bahasan sudah diplenokan, harapannya semua peserta sidang memahami hasil yang sudah dibahas dalam sidang-sidang komisi. Kini, semua sudah ditangan tim perumus untuk diselaraskan, yang nantinya akan menjadi salah satu bahan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan rakor.

Kemeriahan rakor semakin lengkap dengan permainan elekton yang memaksa diri ikut bergoyang sambil menikmati kambing guling, wedang kemaruk dan rebusan polo pendem. Wallahu a’lam bisshowab. Tetap semangat bersatu bersinergi untuk peduli. Jangan lupa protokol kesehatan. [eBas/ndleming SeninPahing-24082020]

  

Kamis, 20 Agustus 2020

KETIKA SUNGAI SEMAKIN TERCEMAR

Seiring bertambahnya jumlah penduduk yang mengadu nasib ke Kota, berebut pekerjaan, maka kebutuhan akan tempat tinggal menjadi problema tersendiri. Khususnya masyarakat miskin yang nekat mengadu nasib tanpa dibekali keterampilan yang layak jual.

Sehingga yang terjadi mereka menggelandang di sudut-sudut Kota, bahkan di kuburan dan di kolong jembatan. Sudah menjadi bagian wajah Kota jika daerah sempadan sungai kini berubah fungsi menjadi hunian kaum 4T (tempat tinggal tidak tetap). Ya mereka terpaksa tinggal disitu karena tidak mampu kontrak rumah (nge kos).

Walhasil bibir sungai dipadati oleh rumah liar. Karena penghuninya sibuk dengan urusan perut, mereka tidak peduli dengan lingkungannya. Sungai pun menjadi multi fungsi. Ya untuk mandi, mencuci, kakus sekaligus tempat buang sampah. Segala macam sampah.

Disamping sampah rumah tangga dan barang bekas, sungai pun diam-diam juga dimanfaatkan oleh oknum sebagai tempat pembuangan limbah pabrik. Yang terjadi kemudian adalah, sungai semakin dangkal akibat cepatnya proses sedimentasi oleh aneka sampah, kualitas air sungai rendah karena dicemari aneka limbah berbahaya, dan tentu saja merusak keindahan Kota karena kumuh dan bau yang tidak sedap akibat onggokan sampah. Tentu ekosistem sungai pun menjadi rusak karenanya.

Berbagai komunitas yang peduli terhadap lingkungan alam, flora dan fauna, telah lama berteriak akan pentingnya menjaga alam, dan melestarikan lingkungan. Bahkan mereka melakukan demo ke berbagai instansi yang berwenang. Termasuk ke perusahaan yang diduga membuang limbahnya.

Mereka juga melakukan penelitian tentang lingkungan sungai dan hasilnya dipublikasikan. Namun nyatanya belum banyak pihak (terutama pemegang kebijakan) yang memperhatikan.

Gerakan bersih-bersih sampah domestik (plastik, popok dan pembalut) juga dijadikan agenda bersama. Menyelamatkan sempadan sungai dengan menanami tanaman pelindung untuk mencegah tumbuhnya pemukiman liar. Ada pula yang mencoba mengedukasi masyarakat sekitar sungai agar tumbuh kesadarannya untuk turut menjaga sungai agar bersih, sehat dan nyaman.

Mengusir mereka ?. Tentu tidak semudah membalik kedua telapak tangan. Karena banyaknya kepentingan yang bermain disana. Mereka juga manusia yang punya hak untuk hidup di Kota. Di sini, yang diperlukan adalah kepemimpinan yang kuat untuk menegakkan peraturan daerah. Paling tidak, sekarang sudah ada beberapa daerah yang berusaha menata pemukiman sekitar sungai agar tidak kumuh.

Apa yang dilakukan oleh berbagai komunitas itu merupakan bentuk kepedulian terhadap upaya mencegah (mengurangi) tingkat pencemaran yang mengakibatkan kerusahan alam.

Suara kepedulian itulah seharusnya ditangkap oleh pemerintah untuk menata ulang sempadan sungai agar tidak dimanfaatkan oleh oknum yang nakal demi kepentingannya. Sehingga konsep pembangunan berwawasan lingkungan menjadi nyata.

Pertanyaannya kemudian, akan dikemanakan onggokan sampah plastik, popok, pembalut dan lainnya yang berhasil dikumpulkan dalam acara bersih-bersih sungai?. Cara praktisnya adalah dibakar sampai benar-benar habis terbakar. Tapi ini bisa mengakibatkan polusi udara dan sesak napas dan penyakit lainnya.

Salah satu yang sering dilakukan untuk mengoalh onggokan sampah adalah menggunakan sistem 3R (ReuseReduce, dan Recycle).

Reuse berarti menggunakan kembali sampah yang masih dapat digunakan untuk fungsi yang sama ataupun fungsi lainnya. Reduce berarti mengurangi segala sesuatu yang mengakibatkan sampah. 

Sementara Recycle berarti mengolah kembali (daur ulang) sampah menjadi barang atau produk baru yang bermanfaat.

Sedangkan Reduce berarti kita mengurangi penggunaan bahan-bahan yang bisa merusak lingkungan. Reduce juga berarti mengurangi belanja barang-barang yang anda tidak “terlalu” butuhkan seperti baju baru, aksesoris tambahan atau apa pun yang intinya adalah pengurangan kebutuhan.

Mungkin inilah yang perlu dijadikan bahan edukasi kepada masyarakat, khususnya yang mendiami sempadan sungai untuk memanfaatkan sampah menjadi berkah. Konsep bank sampah juga perlu di sosialisasikan.

Namun, membangun kesadaran untuk hidup bersih dan tidak membuang sampah sembarangan, itu bukan perkara mudah. Beberapa komunitas telah melakukan itu dan berhasil, hanya dampaknya belum signifikan.

Yang jelas gerakan peduli alam dan upaya pelestarian lingkungan itu akan terus bergaung, termasuk ajakan untuk tidak membuang sampah di sungai, agar tidak semakin tercemar. Walaupun lirih, akan terus disuarakan oleh para pengabdi lingkungan tanpa kenal lelah dan menyerah. Wallahu a’lam bisshowab. [eBas/JumatWage-21082020]

 

 

Rabu, 19 Agustus 2020

GELIAT AWAL FORUM PRB JAWA TIMUR DI MASA PANDEMI

“Perlu diketahui bahwa kepengurusan kali ini semakin berwarna, karena berbagai unsur pentahelix ada di dalamnya, Ada tukang tambal ban, akademisi, pengusaha, juga ada unsur media.” Kata mBah Dharmo kepada Gatot Soebroto, Kepala bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan, BPBD Provinsi Jawa Timur, saat membuka acara jumpa pertama pengurus baru forum pengurangan risiko bencana Jawa Timur (F-PRB JATIM) periode 2020 – 2023, Rabu (19/8/2020).

Pertemuan yang digelar di Markaz sekretariat bersama relawan penanggulangan bencana Jawa Timur (SRPB JATIM), Gedung Siaga, BPBD Jawa timur, dihadiri sekitar 24 pengurus ini, berlangsung meriah penuh canda, padahal baru bersua. Sambil memperkenalkan diri masing-masing untuk menyamakan ‘chemistry’, pertukaran informasi dan gagasan pun bergulir silih berganti.

Gatot mengingatkan agar pengurus F-PRB JATIM bisa bekerjasama membangun sinergi dengan BPBD dan SRPB dalam melakukan kegiatan kebencanaan. Baik itu upaya sosialisasi pengurangan bencana maupun operasi penanggulangan bencana, serta program peningkatan kapasitas anggotanya.

“Sungguh, sejak saya menjabat, tidak pernah tahu kegiatan forum. Saya tahunya hanya SRPB. Untuk itu, kedepan silahkan berkontribusi positif. Beri kami masukan. Jika memungkinkan nanti kegiatan forum akan kami bantu, seperti SRPB yang akan mengadakan rakor di Obis Camp,” Kata Gatot, yang didampingi Dhany, Kasie Rehabilitasi.

Masih kata pria yang murah senyum ini, forum hendaknya membuat program yang langsung bersentuhan dengan masyarakat. Edukasi yang dilakukan harus bermanfaat dalam rangka menumbuhkan budaya sadar bencana. Termasuk program peningkatan kapasitas relawan, serta pelibatan unsur pentahelix dalam kegiatan forum.

“Tapi ingat, melakukan komunikasi pentahelix itu mudah diomongkan, namun sulit dilakukan. Contoh, BPBD sudah memberi saran tentang sebuah perencanaan, tapi OPD lain belum tentu mau melaksanakan karena ada kepentingan yang berbeda,” tambahnya.

Sungguh, Pertemuan yang ditemani nasi kotak ini, masing-masing pengurus belum mempunyai program, bahkan ada yang belum saling kenal. Maka, di sinilah semua bisa menyampaikan gagasan, usulan dan harapan agar mbah Dharmo dan kabinetnya bisa mewujudkan amanat mubes online yang digelar minggu lalu.

Ada usulan tentang penggunaan dana desa untuk kegiatan kebencanaan, juga harapan melakukan advokasi kepada Forum PRB tingkat Kabupaten/Kota, serta mengenalkan diri ke dinas terkait untuk melakukan kajian bencana di wilayahnya. Bahkan ada usulan membuat seragam organisasi yang mbois dalam rangka menumbuhkan jiwa korsa yang solid.

“Saya pikir pertemuan yang pertama ini jangan langsung memberikan banyak pekerjaan kepada pengurus. Sebaiknya kita isi dengan kenalan dan saling tukar informasi agar semakin kenal,” Kata Cak Khusairi, dari unsur Kata akademisi.

Apa yang dikatakan CaK Khus, panggilan akrab dosen Unair ini ada benarnya. Program gak usah ‘ndakik-ndakik’. Sederhana saja yang penting mudah dilaksanakan untuk kemudian dikomunikasikan lewat media agar diketahui khalayak ramai bahwa forum besutan mbah Dharmo telah mulai berbuat untuk mewujudkan syahwat berforum bagi anggotanya.

Pertemuan awal ini diakhiri dengan ajakan membangun relasi untuk merencanakan program. Bahkan, jika mungkin, bersama mengatur strategi untuk berkomunikasi dengan berbagai pihak agar keberadaan forum tidak dipandang sebelah mata.

Semoga pertemuan yang indah ini akan terus berlanjut agar semua gagasan, usulan dan harapan bisa terwujud. Tidak harus luring, lewat daring pun bisa (walau kadang bikin pusing karena koneksi putus nyambung akibat pulsa kurang mendukung). Wallahu a’lam bisshowab. Salam Sehat, Salam Kemanusiaan, tetap ikuti protokol kesehatan. [eBas/KamisPon-20082020]

 

 

 

 


Selasa, 18 Agustus 2020

RADIO KOMUNITAS SEBAGAI JURNALISTIK WARGA

Dalam sebuah diskusi online tentang ‘jurnalistik warga’ yang diselenggarakan oleh SEJAJAR (Sekretarian Jaringan antar Jaringan), dikatakan bahwa jurnalaistik harus menyuarakan kebenaran berdasar fakta dan data yang dikemas sedemikian rupa menjadi sebuah tulisan jurnalistik (baik berbentuk berita maupun artikel lainnya) sehingga pembacanya mudah memahami pesannya.

Salah satu bentuk jurnalistik warga yang dibahas dalam diskusi online adalah radio komunitas. Oleh nara sumbernya, dikatakan bahwa UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, memberi peluang bagi masyarakat marginal untuk menggunakan frekuensi penyiaran sebagai media untuk memberdayakan warga setelah menerima informasi baru yang disiarkan.

Di dalam Wikipedia, dikatakan Radio komunitas adalah stasiun siaran radio yang dimiliki, dikelola, diperuntukkan, diinisiatifkan dan didirikan oleh sebuah komunitas. Radio komunitas menyajikan tema-tema yang dibutuhkan warga setempat, acapkali bahasa yang digunakan oleh penyiar mengikuti dialek lokal sehingga mudah dipahami.

Sementara itu, menurut Lucio N. Tabing, radio komunitas adalah suatu stasiun radio yang dioperasikan di suatu lingkungan, wilayah atau daerah tertentu yang diperuntukkan khusus bagi warga setempat, berisi acara dengan ciri utama informasi daerah setempat (local content), diolah dan dikelola warga setempat.

Pendapatnya Lucio N. Tabing, seperti yang disitir Masduki, dikatakan bahwa ada lima karakteristik radio komunitas dalam konteks sosial yaitu: (1) Ia berskala lokal, terbatas pada komunitas tertentu; (2) Ia bersifat partisipatif atau memberi kesempatan setiap inisiatif anggota komunitas tumbuh dan tampil setara sejak proses perumusan acara, manajerial hingga pemilikan; (3) Teknologi siaran sesuai dengan kemampuan ekonomi komunitas bukan bergantung pada bantuan alat pihak luar; (4) Ia dimotivasi oleh cita-cita tentang kebaikan bersama dalam komunitas bukan mencapai tujuan komersial; dan (5) Selain mempromosikan masalah-masalah krusial bersama, dalam proses siaran radio komunitas harus mendorong keterlibatan aktif komunitas dalam proses mencari solusinya (Tabing, 1998).

Dalam jurnal terbitan Universitas Atma Jaya, Juni tahun 2004, dikatakan bahwa tujuan media komunitas (dalam hal ini radio) menurut Denis McQuail adalah (1) memberikan pelayanan informasi isu-isu dan problem universal, tidak sektoral dan primordial (2) pengembangan budaya interaksi yang pluralistik, (3) penguatan eksistensi kelompok minoritas dalam masyarakat, (4) bentuk fasilitasi atas proses menyelesaikan masalah menurut cara pandang lokal (McQuail, 2000).

Apa yang diungkap oleh para ahli diatas, tampaknya sejalan dengan paparannya Sinam, ketua jaringan radio komunitas Indonesia, bahwa fungsi radio komunitas itu mendidik dan memajukan masyarakat dalam mencapai kesejahteraan, dengan melaksanakan program acara yang meliputi budaya, pendidian dan informasi yang menggambarkan identitas bangsa.

Fungsi lain adalah membantu pemerintah mengkomunikasikan pesan-pesan pembangunan sesuai bahasa lokal agar warga mudah memahami untuk kemudian mau berbuat menuju perubahan yang diinginkan.

Disamping itu juga memberitahukan kepada khalayak bahwa keberadaan organisasi masyarakat sipil mempunyai tujuan mulia, ingin memberdayakan masyarakat melalui materi siarannya lewat radio komunitas.

Memberdayakan disini, termasuk mengajak masyarakat terlibat dalam menyusun materi siaran, memberi kesempatan kepada warga menyampaikan gagasannya, dan pendapatnya untuk disiarkan sehingga diketahui oleh warga lainnya. sehingga materi siarannya benar-benar partisipatif interaktif.

Media  lain yang bisa digunakan untuk menyampaikan informasi yang memberdayakan (menginspirasi) warga adalah melalui media online, dan weblog. Yang memungkinkan digunakan oleh komunitas adalah weblog karena gratis dan mudah diakses.

Masalahnya kita belum memiliki budaya baca, masih terlena oleh budaya tutur (budaya lisan). Masalah lemahnya kemampuan baca tulis kiranya juga menjadi perhatian para pegiat jurnalistik warga. Salah satunya melalui gerakan literasi baca tulis dengan membentuk komunitas taman bacaan masyarakat dengan segala variannya.

Ini penting agar semangat jurnalistik warga benar-benar menyuarakan kepentingan warga untuk semakin berdaya. Bukan hanya menyuarakan kepentingan sang actor dengan mengatas namakan masyarakat. Salam Tangguh, Salam Literasi, terus menginspirasi. [eBas/SelasaLegi-18082020]

 

  

 

 


Senin, 17 Agustus 2020

SILATURAHMI DI ERA PANDEMI

 

Konon, dalam hadits Sholih Bukhori dikatan bahwa, Silaturahmi bisa melapangkan rejeki. Silaturahmi juga bisa menjadi sebab seorang masuk ke dalam surga. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia silaturahmi bermakna tali persahabatan atau persaudaraan.

Sementara, pada budaya Indonesia sering ditemui kata silaturahmi sebagai kata yang menggambarkan aktivitas hubungan antar sesama manusia dalam rangka saling mempererat tali persaudaraan dan kekerabatan. Adapun bentuk silaturahmi diantaranya  kegiatan kunjung-mengunjungi, saling bertegur sapa, saling menolong, dan saling berbuat kebaikan.

Begitulah yang dilakukan oleh Abah Budi yang didampingi Wahyudi, pimpinan FRPB Pamekasan. Mereka dengan senang hati melakukan perjalanan dari Pamekasan ke Sidoarjo, minggu (16/8) untuk bersilaturahmi dengan sesama aktivis kemanusiaan. Tentu dengan tetap mentaati protokol kesehatan.

Kegiatan silaturahmi (ke rumah tetangga, saudara, kawan lama, sahabat) erat kaitannya dengan proses interaksi sosial. yaitu hubungan antara satu individu dengan individu lain, individu dengan kelompok sosial, atau kelompok sosial dengan kelompok sosial lainnya. (Suhardiyono,2017).

Dalam acara silaturahmi ala aktivis kemanusiaan itu, dilakukan secara santai, grapyak semanak dan tanpa membedakan status sosial diantara mereka. Semuanya mengalir penuh keakraban dan canda tawa. saling tertawa dan kadang juga gablok-baglokan penuh rindu karena lama tidak bertemu.

Mereka, tanpa dikomando, saling bercerita tentang apa saja. memberi informasi dan pengalamannya di masa ‘pageblug’ dari Kota Wuhan. Ada juga yang memberi usulan cerdas tentang program pasca pandemi nanti, atau program lain untuk diversifikasi kegiatan organisasi. Tetap dalam suasana riang gembira sambil menikmati makanan yang ada.

Tidak tertutup kemungkinan, di dalam kegiatan silaturahmi itu tercetus gagasan membuat agenda bersama. Atau, membahas program untuk peningkatan kapasitas relawan dan mempererat tali silaturahmi. Yang jelas, di dalam silaturahmi itu terjalin interaksi yang sehat untuk membangun sinergi.

Apa yang dilakukan Abah Budi itu sejalan dengan pendapat Bapak sosiologi dunia, Auguste Comte, yang mengatakan bahwa interaksi sosial (yang dibungkus dalam silaturahmi) itu timbul sebagai upaya pemenuhan kebutuhan, kepentingan, dan keinginan individualnya. Hal ini sejalan dengan pendapatnya Shaw, pakar sosiologi, bahwa interaksi sosial adalah suatu proses hubungan, pertukaran ide, dan perilaku yang memengaruhi satu sama lain.

Memengaruhi disini adalah upaya mengkongkritkan gagasan menjadi sebuah agenda bersama sebagai sebuah organisasi yang dinamis, dimana masing-masing anggotanya memiliki beragam karakter yang dicoba disatukan untuk kemaslahatan bersama.

Konon, hasil silaturahmi yang mengambil tempat di Omah Ngarep Sawah, kediaman mbak Dian, Koordinator SRPB Jawa Timur, telah melahirkan kesepakatan menyelenggarakan Rapat Koordinasi BPBD Provinsi Jawa Timur Bersama Organisasi Mitra SRPB Jawa Timur, bertempat di Obis Camp, Mojokerto, Jumad sampai dengan Minggu, 21-23 Agustus 2020.

Mungkin inilah yang dimaksud hadist di atas, bahwa silaturahmi akan melapangkan rejeki (dalam hal ini rejekinya berupa program organisasi bisa berjalan di era pandemi). Wallahu a’lam bishowab. Semoga kebiasaan silaturahmi ini menjadi kunci kebersamaan seluruh relawan mitra SRPB Jawa Timur. Salam Tangguh, Salam Sehat. [eBas/SeninKliwon17082020]

 

Jumat, 14 Agustus 2020

CERITA LUCU DIHARI MINGGU

“Sing Penting adoh soko nyowo lan ora mengaruhi rekeningku, wis ora opo-opo, los gak rewel, nglamak sentak, lek perlu keplak,” Begitulah gaya mbak Pus, panggilan akrab Puspita Ningtyas Anggraini, menceritakan sesuatu yang seru.

Di ‘Lorong Café” milik Cak Alfin, minggu (9/8) siang, mbak Pus ditemani Ocha, menyempatkan diri mampir melihat kawan-kawan KTGD (komunitas tanggap gawat darurat) yang sedang berencana rapat menyusun program sekaligus kosolidasi ke dalam.

Siang itu mbak Pus bercerita tentang pengalaman mengikuti kegiatan Pos Gabungan Pencegahan Dukungan Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Jawa Timur. Katanya, semula hanya ingin menjadi peserta biasa, duduk diam mendengarkan dan mencatat apa-apa yang perlu dicatat.

Namun, karena diajak membantu panitia menyiapkan “Ubo Rampe” kegiatan yang berskala nasional, dan dia punya kemampuan untuk itu, maka Ketua RPBI (relawan penanggulangan bencana Indonesia) ini siap membantu sebisanya.

Sementara yang lain, seperti Cak nDaru, Pak Budi, Suneo, dan Alfin hanya senyam senyum menyimak cerita yang seru dan tidak semua orang mampu melakukan. Betapa tidak, dalam ceritanya, mbak Pus mengatakan sering kali menjadi tumpuan pertanyaan yang seharusnya bukan kapasitas dia untuk menjawab. Misalnya pertanyaan tentang berapa jumlah relawan yang hadir, siapa nara sumber yang akan mengisi materi dan bagaimana kesiapan konsumsi dan pertanyaan lain yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan.

“Pertanyaan datang bertubi-tubi dari segala arah. Dari kiri belum dijawab, sebelah kanan sudah bertanya. Semua saya layani secara proporsional, semampu saya. Kadang saya dibantu Ocha, begitu juga sebaliknya. Namun kadang Ocha nyebelin juga. Mosok Tanya, mulainya jam berapa mbak, tempatnya dimana mbak. Duh, kudu tak kruwes ae arek iki,” Katanya bersemangat, sambil sesekali ngremus es batu yang disuguhkan Cak Alfin. Sementara yang lain tertawa melihat gesture mbak Pus yang lucu.

Ocha pun tak ketinggalan berbagi cerita tentang seseorang yang minta jatah nasi kotak, padahal dia bukan peserta. Termasuk ada seorang Ibu cerewet minta dilayani. Sebagai relawan yang diperbantukan di kepanitiaan, maka Ocha pun menolak semua permintaan di luar prosedur.

“Saya dengan sabar dan sopan memberikan penjelasan terkait dengan permintaan itu. Tapi mereka masih menganggap saya tidak sopanlah, tidak bijak sanalah dan sebagainya. Nah, kalau sudah begitu maka langkah aman yang saya ambil adalah mempersilahkan menghubungi mbak Pus. Semuanya pasti klir,” Kata Ocha, yang disambut tawa peserta jagongan.

Masih kata Ocha, orang kalau ke saya masih nego-nego, tapi kalau sudah ke mbak Pus, langsung net. Jadi gak bisa ditawar lagi. Sementara si orang itu pasti mati kutu, kemudian berlalu meninggalkan tempat (mungkin sambil mengumpat gaya Suroboyoan, jancuk’an arek iki).

Terkait dengan masalahnya Ocha, mbak Pus mencontohkan, suatu saat ada orang yang mengatakan disuruh panitia untuk minta ‘souvenir’ dalam jumlah banyak. Puspita tidak banyak cingcong langsung telpun atasannya panitia dan berkata, jika praktek main belakang diperbolehkan maka semua akan rusak.

Setelah itu orang yang tadi belagu, berlalu begitu saja tanpa babibu (mungkin sambil mbatin kok tegas banget ya, dia itu orang BPBD apa BNPB ya). Namun, sebagai wanita, dia juga sambat bebannya begitu berat, namun ada Pak Budi yang setia memberi nasehat sehingga mbak Pus selalu semangat.

Yang jelas, dari cerita ngalor ngidul sambil ketawa ketiwi tadi,  banyak hikmah yang bisa dijadikan pembelajaran. Seperti, perlunya paham tentang pengelolaan sebuah acara atau kegiatan agar tidak kepothok’an dan keponthal-ponthal mencari personil yang siap. Jejaring kemitraan pun kiranya perlu diperluas agar semakin banyak relawan yang terlibat dalam sebuah acara.

Masalah komunikasi dan koordinasi juga perlu dipahami dan dilakukan sesering mungkin agar tidak terjadi miskomunikasi yang bisa membuat babak belur sendiri. Termasuk menyiapkan diri untuk menjadi nara sumber dadakan, jika diperlukan. Karena relawan itu harus bisa menjadi nara sumber dalam diklat kebencanaan. makanya harus mau belajar.

Sepertinya, semua personil yang mengikuti kegiatan ini pasti punya pengalaman tersendiri. Seandainya ragam pengalaman itu di tulis untuk kemudian di dokumentasikan ke dalam sebuah buku, agar kenangan indah itu tidak begitu saja berlalu, pastilah akan menjadi materi tersendiri yang bisa dibedah dalam acara arisan ilmu khas SRPB Jawa timur.  Salam Sehat, Salam Tangguh Bersatu Bersinergi Untuk Peduli. [eB]

 

 

 

 

Kamis, 13 Agustus 2020

F-PRB JATIM PUNYA NAHKODA BARU

            Akhirnya, forum pengurangan risiko bencana (F-PRB) Jawa Timur, memiliki nahkoda baru. Harusnya pemilihan nahkoda baru itu dilakukan di bulan April 2020. Namun karena waktu itu semua perhatian tertuju pada pageblug covid-19, maka perhelatan musyawarah besar (mubes) itu pun harus tertunda.  

           Akhirnya dengan bermodal semangat, beberapa aktivis forum menggagas untuk mengadakan mubes online. Ya dengan menggunakan aplikasi daring, seperti yang marak digunakan saat ini untuk berkomunikasi dalam bentuk rapat, seminar, diskusi, termasuk pembelajaran jarak jauh sebagai upaya mematuhi protokol kesehatan dimasa pandemi.

Persiapannya relatif pendek, namun karena semangatnya los gak rewel, dan didukung dokumen lama yang lengkap sebagai acuan, maka mubes online itupun berjalan lancar. Hanya pulsa dan koneksi internet saja, yang kadang mengganggu.

Walaupun ada perdebatan disana sini sebagai sebuah kewajaran dari musyawarah untuk mencapai mufakat. Akhirnya mubes dengan mengusung tema, ‘Membangun Gerakan PRB dalam Sinergi Pentahelix Menuju Masyarakat Jawa Timur Tangguh dan Inovatif’, memilih mBah Dharmo secara aklamasi sebagai nahkoda baru, menggantikan Gus Rurid, yang saat ini sedang serius menggeluti bidang per-kopi-an, disamping aktif mendampingi gerakan PRB di daerahnya.

Selamat atas Mbah Dharmo atas terpilhnya sebagai Sekjen FPRB Jatim masa bakti 2020-2023 dan pengurus lainnya yg terpilih,, semoga amanah dan bisa membawa perubahan bagi Jatim yg lebih baik, aman, dan Tangguh, serta FPRB Jatim bisa berkontribusi lebih banyak lagi terkait Pengurangan Risiko Bencana...

Begitulah salah satu postingan ucapan selamat kepada mBah Dharmo, sekaligus harapan akan keberadaan dan kiprah F-PRB saat ini, ditengah pandemi yang belum diketahui kapan berhenti.

Sungguh, perhelatan yang langka ini perlu kiranya diabadikan. Sebagai upaya pendokumentasian mubes dengan aplikasi daring yang bersejarah ini, panitia mengharapkan agar semua peserta menulis nama dan gelar akademik dengan benar, serta  alamat whatsApp dan email untuk pengiriman sertifikat kepesertaan dan sertifikat keanggotaan lembaga  di Forum PRB Jatim.

Paling tidak, sertifikat yang akan diterbitkan itu bisa menjadi kenangan bahwa pada tanggal 12 dan 13 Agustus 2020, telah diselenggarakan mubes F-PRB Jawa timur yang ke-3 secara online gegara pandemic covid-19. 

Hal ini dilakukan untuk memenuhi amanat ‘kesepakatan’ mubes tahun 2017 di Kota Malang. Disamping itu, mubes virtual ini juga untuk mematuhi himbauan social and physical distancing sebagai upaya memutus rantai sebaran covid-19, agar tidak lahir ‘cluster mubes’.

Mungkin, program jangka pendek yang harus dilakukan oleh rezim baru besutan mBah Dharmo adalah, melakukan Konsolidasi internal pengurus. Kemudian segera menyusun laporan mubes dan dikirimkan ke BPBD Provinsi Jawa Timur dan beberapa lembaga terkait lainnya yang dipandang perlu. Serta memanfaatkan grup whatsApp untuk menjaring aspirasi/usulan dari anggota untuk dijadikan bahan rapat pengurus.

Tidak terlalu salah jika di dalam konsolidasi internal pengurus, juga mencermati hasil sidang komisi satu dan dua, sebagai bahan pijakan melangkah.

Ada beberapa hal yang menarik dari hasil sidang komisi satu. Seperti,  untuk VISI perlu ada penambahan dengan unsur-unsur penthahelix, karena yang lama cuma Pemerintah, Lembaga Usaha, dan Masyarakat. Ini perlu ditambah Akademisi dan Media. Untuk Tujuan yang nomer 5, perlu direvisi menjadi, ‘melakukan advokasi, memberikan rekomendasi, diseminasi, sosialisasi dan pendampingan teknis kepada semua pihak tentang PRB untuk mewujudkan Jatim yang siaga, tanggap, dan tangguh.

Fungsi forum juga perlu diubah menjadi, melakukan diseminasi dan sosialisasi tentang kebijakan, pengetahuan, dan segala hal yang terkait dengan PRB kepada semua pihak. Sementara untuk keanggotaan, redaksinya perlu diubah menjadi Keanggotaan bersifat terbuka dengan syarat tertentu, misalnya aktif di dalam kebencanaan serta memiliki sikap toleransi yang tinggi.

Sedangkan hasil sidang komisi dua yang perlu segera dilakukan diantaranya, ada anggapan bahwa dari pihak BPBD yang kurang keseimbangan dalam mempercayai/memperhatikan kinerja F-PRB. Padahal terbentuknya FPRB akan memperingan kerja BPBD.

Membangun kesepahaman semua pihak atau stake holder : 1) belum terbentuknya sinergitas yang kuat antara pemangku kepentingan (formal/non formal) atau pentahelix). Belum kuatnya strategi penguatan kapasitas pada kelompok aggregate kelompok rentan (lansia/anak/difabel/ibu hamil)  dan tempat-tempat berkumpul banyak orang (tempat ibadah, sekolah, mall, pasar dan lainnya)

Belum termainstreamkan perspektif pengurangan risiko bencana di setiap tahapan pembangunan. Mengapa bisa begitu ?.

Semua terjadi karena kurangnya komunikasi diantara elemen pentahelix, dalam rangka melakukan koordinasi membangun sinergi. Inilah tugas berat  mBah Dharmo beserta pengurus untuk membuka kebuntuan komunikasi dan memperluas jejaring kemitraan.

Tentunya harus disadari, dimasa pandemi ini semua gerak dibatasi. Sehingga gerakan mBah Dharmo untuk merealisasikan amanat yang dihasikan dalam sidang-sidang komisi, akan banyak kendala yang ditemui. Untuk itulah mBah Dharmo harus cerdik memilah dan memilih mana yang perlu didahulukan dan bisa ditangani.

Mari bersama menunggu irama apa yang akan dimainkan oleh ‘orkestra’ yang di pimpin mBah Dharmo. Harapannya jelas, alumni pasca sarjana UPN Jokja ini bisa menyuguhkan irama baru tentang peran forum pengurangan risiko bencana yang bisa terasakan kehadirannya di berbagai lapisan masyarakat, khususnya mereka yang berdiam di kawasan rawan bencana. Salam Tangguh, Salam Sehat, tetap semangat melaksanakan protokol kesehatan. [eBas/ndleming parak isuk-JumatPahing/14082020].