Rabu, 23 Agustus 2017

SEKOLAH SUNGAI MENGOLAH LINGKUNGAN

          Edi Basuki, nulis sambil ngopi:
Kemarin, Cak Orien Haryono, sesepuh Pecinta Alam Kota Malang memberitahu bahwa dia sedang menyelamatkan sumber mata air yang ada di sungai, yang mengalir di daerah Wendit Lanang, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang.

Secara swadaya, berbekal rasa kepedulian terhadap pelestarian alam, Cak Orien Haryono beserta kawan-kawannya, ‘cancut tali wondo’, membersihkan sungai dari sampah domestik. Sampah plastik yang paling banyak. Hasilnya pun signifikan. Pertanyaannya kemudian, akan diapakan sampah itu ?, dana apakah kelakuan Cak Orien Haryono itu akan diteruskan oleh warga setempat dengan menjaga kebersihan lingkungan sungai ?.

Sungguh, apa yang dilakukan Cak Orien Haryono, dan mungkin komunitas lain yang peduli pelestarian alam, merupakan upaya nyata penyelamatan lingkungan dari ancaman krisis air tanah yang berdampak pada krisis pangan, krisis energi dan lain-lain.

Tampaknya kelakuan mereka itu mirip dengan Sekolah Sungai yang digagas BNPB. Bedanya mungkin hanya pada dukungan dana. Cak Orien Haryono dan kawan-kawan dananya berdasar urunan swadana dan kesadaran, sementara BNPB berdasar program kerja yang dianggarkan jutaan rupiah dalam APBN.

Dalam Sekolah Sungai, konon, yang ditekankan adalah mengedukasi  untuk mengubah kultur, yaitu bagaimana merubah budaya agar masyarakat menghargai dan mengelola sungai dengan baik, penyadaran perilaku membuang sampah, dan pemukiman liar di bantaran sungai. Inilah tantangan yang komplek, yang dihadapi Sekolah Sungai, dan tidak mudah mengatasinya. 

Sekolah Sungai pun bertujuan menumbuhkan komitmen dan meningkatkan kapasitas dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya air dan sungai di daerahnya dalam rangka gerakan pengurangan resiko bencana. Terciptanya jejaring komunitas pinggir sungai dengan berbagai pihak serta pengkaderan dalam memperkuat dan mengembangkan gerakan pengurangan resiko bencana.

Untuk itulah, Lilik Kurniawan, S.T., M.Si, Direktur Pengurangan Risiko Bencanaseorang pejabat di BNPB,  mengatakan, gerakan Sekolah Sungai harus melibatkan ketokohan untuk implementasinya, serta pemerintah setempat dalam mengawal program pemberdayaan masyarakat  untuk melakukan gerakan pengurangan risiko bencana, serta meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dan pelaku kebencanaan (relawan).

Dalam sebuah seminar yang diselenggarakanoleh BNPB dikatakann bahwa, masalah penanggulangan bencana bukanlah masalah sektoral, tetapi masalah multi sektor karena terkait dengan kemiskinan, budaya, dan lingkungan hidup. Sementara di Indonesia, tidak ada tempat yang benar-benar aman dari bencana. 

Ya, Hujan, Kekeringan, Banjir, Kebakaran hutan, Longsor, Angin puting beliung, Gelombang tinggi, adalah beberapa contoh bencana Hidrometeorologi. Penyebab utamanya adalah kerusakan lingkungan yang masif akibat penurunan daya dukung dan daya tampung lingkungan karena pesatnya pembangunan dan pertambahan penduduk.

Untuk itu, upaya penurunan indeks resiko bencana melalui program pengurangan risiko bencana terus digalakkan melalui upaya nyata, yakni dengan gerakan yang melibatkan semua pihak berbasis masyarakat lokal, diantaranya melalui program Sekolah Sungai dengan aksi nyata memelihara sumber mata air dan budi daya daerah bantaran sungai dengan berbagai tanaman pelindung yang bermanfaat.

Bisa juga mengusahakan perikanan air tawar dengan sistem karamba yang dikelola kelompok masyarakat sekitar untuk meningkatkan gizi jika dikonsumsi. Bisa juga menjadi komoditi desa yang bisa menambah pendapatan keluarga dan menggerakkan ekonomi kerakyatan.

Sungguh, apa yang dilakukan Cak Orien Haryono  dan komunitas peduli linkungan itu, sangat mendukung program Sekolah Sungai. Sehingga perlu dirangkul untuk bersama-sama melakukan pendampingan, mempercepat tumbuhnya kesadaran akan pentingnya menjaga sungai, menjaga sumber mata air demi keberlangsungan hidup.

Hal ini penting, karena banyak contoh program pemerintah yang berbau pemberdayaan masyarakat, berantakan di tengah jalan manakala pemerintah berhenti menyusui dengan anggaran APBN/APBD. Tidak menutup kemungkinan program sekolah gunung, sekolah hutan dan mungkin desa tangguh bencana, juga akan bernasib sama.

Padahal, konon program membangun ketangguhan bangsa menghadapi bencana itu tidak mungkin dibangun secara instan. Perlu komitmen berbagai pihak, guna memupuk semangat gotong royong, menuju masyarakat mandiri dan tidak selalu tergantung pada pihak lain. Tentunya, dengan dukungan dana yang terukur dan tepat sasaran untuk penguatan dan pemandirian program.

Tetap semangat Cak Orien Haryono dan kawan-kawan komunitas peduli lingkungan. Semoga pilihan pengabdianmu untuk lingkungan dan kemanusiaan, menjadi ladang ibadahmu. Semoga kelakuanmu bisa menginspirasi upaya membangun ketangguhan bangsa menghadapi bencana. [eBas]  










Kamis, 17 Agustus 2017

DESK RELAWAN, SEBUAH GAGASAN BERANI

   Saat kongres Sekretariat Bersama Relawan Penanggulangan Bencana Jawa Timur (SRPB JATIM), di Hotel Regent Park, Kota Malang, sempat disinggung oleh nara sumber dari BNPB (Papang Pangarso), tentang perlunya relawan membuka Desk Relawan di dekat tenda Pos Komando Penanggulangan Bencana (Posko PB). Desk Relawan ini berisi semua data pergerakan relawan yang terlibat dalam operasi tanggap bencana. Semuanya terdokumentasi, termasuk data kompetensi dan peralatan pendukung yang dibawa oleh relawan.

Artinya, saat tanggap bencana, sejak awal sudah tercatat ada berapa relawan lokal yang membantu. Terdata juga jumlah tenaga relawan dari daerah lain yang akan mengerjakan apa dengan siapa. Semua tercatat di Desk Relawan. Dengan kata lain, Desk Relawan harus didukung data tentang keberadaan organisasi relawan yang ada di wilayah Jawa Timur yang di dokumentasikan oleh SRPB JATIM, agar mudah berkoordinasi. 

Dalam kesempatan lain, Dian Harmuningsih, Koordinator SRPB JATIM, sempat berbincang dengan Kepala Sub Direktorat Pemberdayaan Masyarakat, tentang recana program yang bisa meningkatkan kapasitas relawan. Dalam kesempatan itu juga disinggung tentang perlunya membentuk Desk Relawan, yaitu sebuah tenda tempat berkumpulnya relawan di lokasi bencana, tempat untuk memantau situasi bencana sebelum relawan bergerak atas perintah dari Posko PB.

Dengan disebutnya istilah Desk Relawan di beberapa kesempatan, menandakan bahwa keberadaan Desk Relawan dianggap penting untuk membantu kesibukan Posko induk PB yang berisi berbagai elemen lintas lembaga, dan seringkali masih belum memahami sistem komando tanggap darurat bencana.

Upaya memunculkan Desk Relawan ini tentunya tidak semudah membalikkan kedua tangan. Perlu ada kesepahaman dan koordinasi dengan para pemangku kepentingan, dalam hal ini adalah BNPB/BPBD. Perlu dikonsultasikan dulu dengan BPBD, baik provinsi maupun Kabupaten/Kota. ini penting agar pendirian Desk Relawan di lokasi saat tanggap bencana tidak menimbulkan kesalahpahaman. Bahkan jika mungkin, BNPB mengeluarkan Perka baru tentang Desk Relawan.

Disamping itu juga perlu menyiapkan sumber daya manusia yang mumpuni mengelola Desk Relawan sehingga keberadaannya benar-benar bisa membantu meringankan kesibukan Posko. Misalnya membantu distribusi logistik, membantu proses evakuasi, mencatat keluar masuknya berbagai sumbangan dari masyarakat.

Jika benar BNPB berkehendak melahirkan Desk Relawan, sudah sewajarnya jika sejak sekarang dalam setiap kegiatan yang diadakan oleh BNPB hendaknya melibatkan pengurus Sekber, agar pihak terkait semakin mengenal keberadaan sekber yang akan diberi tugas mengelola Desk Relawan. Misalnya kegiatan penyusunan rencana kontijensi, pembuatan rencana penanggulangan bencana, kegiatan kesiapsiagaan dan mitigasi serta sosialisasi pengurangan risiko bencana kepada masyarakat, khususnya di wilayah rawan bencana.

Setelah upaya membangun komunikasi dan koordinasi antara pemangku kepentingan dengan relawan yang tergabung dalam sekber, barulah mencari bentuk dan menyusun aturan main Desk relawan dengan segala sarana prasarana pendukungnya.

Mungkin Idealnya, Ke depan, masih kata Ka Subdit Pemberdayaan Masyarakat, BNPB, Saat terjadi bencana, Relawan yang dekat dengan lokasi bencana hendaknya segera ‘mendirikan’ Desk Relawan. Untuk memudahkan koordinasi, Tenda ini didirikan tidak terlalu jauh dengan Pos Komando.  Setiap relawan yang hadir dalam aksi dan respon saat Tanggap Darurat bencana, harus melapor ke Desk Relawan dengan disertai surat tugas dan info kecakapan (kompetensi) yang dimiliki. Data ini kemudian disimpan oleh petugas Desk Relawan.

Desk Relawan juga harus memiliki laporan harian dari relawan yang melaksanakan aksi dan respon, sehingga relawan tidak harus mengikuti briefing harian di Posko Utama. cukup diwakili oleh petugas desk relawan yang ditunjuk oleh pengurus sekber.

Kemudian jika masa tanggap bencana sudah selesai dan seluruh relawan balik kanan, maka kewajiban Desk Relawan adalah memberikan piagam dan ucapan terima kasih yang disahkan oleh BNPB/BPBD. Piagam ini penting sebagai salah satu bukti fisik untuk dipergunakan melengkapi persyaratan mengikuti sertifikasi profesi penanggulangan bencana.

Mungkin, melalui kegiatan Arisan Ilmu yang digagas SRPB JATIM dan diikuti oleh berbagai pihak, kiranya bisa segera dimulai dibicarakan kemudian dirumuskan keberadaan Desk Relawan untuk diajukan ke BNPB maupun BPBD, sehingga bisa segera dibahas dalam bentuk focus group discussion (FGD) yang melibatkan berbagai elemen relawan dan pemangku kepentingan dalam penanggulangan bencana. Kalau gagasan ini tidak segera dikongkritkan, dapat dipastikan akan masuk anging, alias hanya sekedar wacana yang kemudian hilang ditelan angin malam. (eBas).  


Senin, 14 Agustus 2017

LEFT ITU KELUAR DARI GRUP WHATSAPP

Sungguh sedih rasanya melihat perkembangan organisasi pasca rapat pelantikan pengurus. Bagaimana tidak?.  Dulu, saat masih menjelang rapat, banyak organisasi yang kurang dikenal tiba-tiba muncul memperkenalkan diri, merengek minta diikutkan dalam pagelaran rapat di Hotel Gratisan. Saat rapat pun, suaranya lantang menggema dengan usulan dan gagasan yang ‘cetar membahana’.

Namun setelah pagelaran rapat usai, satu persatu mereka bercerai berai entah kemana, sulit dikonfirmasi lagi saat dibutuhkan organisasi. Padahal kontribusi tenaga dan pikirannya sangat dibutuhkan untuk mendorong roda organisasi bisa berjalan sesuai visi misi dan tujuanya, demi kemaslahatan umat.

Paling tidak pasca pelantikan pengurus semua peserta rapat diharapkan tetap berkoordinasi, membuka debat tipis-tipis sambil ‘ngopi bareng ben gayeng ning hasile marem’, sehingga tercipta sebuah organisasi yang harmonis. Gesekan pendapat itu hal biasa dalam rangka membangun kesepahaman bersama.

Pertanyaannya kemudian, mengapa mereka berlaku seperti itu, hanya ‘rame ing rapat, sepi ing gawe’. Hanya suka acara seremonial, setelah itu kembali pura-pura tidak kenal. Kira-kira apa ya tujuannya mereka dulu merengek-rengek ikut rapat di Hotel ?. mungkin karena tidak mendapat peran dalam kepengurusan sehingga agendanya yang dibawanya tidak berjalan.

Begitu juga dengan keberadaan anggota grup WhatsApp. Baru masuk dua tiga hari, kemudian tiba-tiba left, keluar dari grup. Padahal keberadaannya gabung ke dalam grup itu belum berkontribusi apa-apa. Belum berkiprah menunjukkan potensi diri lewat aksi bersama memberi manfaat kepada sesama.

Jadi, mengapa harus masuk, jika hanya untuk keluar. Mungkin perlu disadari, bahwa grup ini tidak ada sama sekali keuntungan finansialnya. Secara ekonomis, grup ini tidak mendatangkan hasil yang bisa mempertebal isi dompet dan kantong celana.

Bahkan, uang pribadi seringkali harus keluar untuk menghidupkan grup ini. Seperti untuk beli konsumsi, beli bensin, ongkos angkot, serta beli rokok dan kopinya, semuanya diadakan secara mandiri tidak ada subsidi. Dan yang jelas, ikut grup ini wajib hukumnya berkorban waktu, tenaga dan pikiran untuk kebermaknaan grup.

Dengan kata lain, di organisasi macam ini bukan tempat yang layak mencari uang, tapi untuk mencari teman. Disini pun bukan ajang pamer kepintaran, namun menjadi media saling berbagi pengalaman yang didasari rasa saling asah asih asuh .

Sekali lagi, mengapa harus masuk grup jika kemudian harus left, keluar tanpa meninggalkan kesan, apalagi kenangan. Tidak tahu lagi jika semua itu bagian dari dinamika organisasi yang cair sifat keanggotaannya. Sehingga keberadaan organisasi hanya dianggap sekedar ampiran. Jika menguntungkan ikut hadir, manakala merugikan ya pilih mangkir. Wallahua’lam bishowab.[eBas]   
   



  

Senin, 07 Agustus 2017

SANG PENGGERAK F-PRB JATIM ITU TELAH TIADA

Saat itu, Saiful bersama panitia yang lain, tengah sibuk menyiapkan musyawarah Besar Forum Pengurangan Risiko Bencana Jawa Timur (MUBES F-PRB JATIM) di Hotel Pelangi, Kota Malang, tanggal 23 – 25 April 2017. Dia berkata kepada saya, bahwa pergantian pengurus itu merupakan hal yang biasa dalam organisasi, tanda ada dinamika yang hidup dalam kepengurusan.

Masih kata bapak berputera dua itu, yang penting pengurus terpilih nanti tetap bisa menjaga semangat dan kekompakan anggotanya untuk melaksanakan program yang telah disepakati bersama sesuai visi misi organisasi. Dia pun berharap suka duka dalam berorganisasi hendaknya dirasakan bersama, jangan sampai saling meninggalkan.

Kemudian, Sambil makan malam bersama di restoran dekat alun-alun, saya berbisik, “Mas, jika nanti lengser, bukan berarti sampiyan akan mundur total dari kegiatan forum to?, sungguh kehadiran dan pikiran-pikiran segar sampiyan masih sangat kami harapkan”

“Ya tidaklah Mas Edi, Kita akan tetap bersama menularkan virus ketangguhan bangsa menghadapi bencana sesuai konsep PRBBK” Kata Gus Ipul, sapaan akrab saya kepadanya, sambil sibuk dengan kameranya, mengabadikan peserta makan malam yang penuh ceria.

Perhelatan mubes pun berakhir dengan terpilihnya rezim yang baru secara demokratis. Saiful legowo tanpa upaya mbalelo, bahkan dengan senang hati berkenan dijadikan anggota pengurus, membantu sekjen baru. Sejak itulah saya belum berkesempatan bertemu Saiful lagi.

 Padahal, sebagai pengurus baru dan orang baru di forum, kiranya saya masih perlu banyak mendapat masukan darinya yang berpengalaman. Perlu mendapat arahan bagaimana berkiprah bersama dengan berbagai elemen dan kelompok tematik dalam kegiatan pengurangan risiko bencana, agar bisa segera turut berperan mewarnai program forum ke depan.

Sungguh, berkat dorongan Saiful, saya bisa terlibat aktif dalam beberapa kegiatan yang diadakan oleh Forum PRB. Beliau juga beberapa kali memberi kesempatan kepada saya untuk mewakili Forum dalam perhelatan seminar maupun pelatihan terkait dengan pengurangan risiko bencana, adaptasi perubahan iklim dan sejenisnya.

Untuk itulah, tidak terlalu salah jika saya masih perlu saran dan arahannya untuk menjalankan peran saya sebagai pengurus F-PRB JATIM yang membidangi data base, agar tidak mengecewakan dedengkot Forum yang menaruh kepercayaan kepada saya, wabil khusus Mbah Dharmo, Mbah Wazir, Kang Rurid, Pak Sugeng Yanu, Om Hartoyo, Cak Arif, Cak Su’ud, Budhe Anis, Mbak Dian, Mbak Arna, juga Ning Tyas. Dari mereka pula saya banyak belajar, dan masih harus belajar banyak darinya.

Sayang, Tuhan punya rencana lain. Saiful tidak lagi diijinkan untuk terus merajut asa berkiprah membesarkan forum, yang akan diawali dengan gelaran raker pengurus, entah kapan. Saiful pun dengan gayanya yang santun, tidak lagi bisa memberi masukan kepada saya  berkiprah membantu Sekjen terpilih menjalankan programnya.

Ya, Saiful harus meninggalkan teman-temannya yang akan berjibaku menjalankan program bersama, agar semakin bermakna bagi sesama dan semakin dikenal oleh lembaga mitra. Ya, Saiful mendahului teman-temannya menghadap Tuhan dengan segala amal ibadahnya.

Sungguh berdosalah jika kita tidak mewarisi semangatnya dalam mengabdi, menggerakkan organisasi agar dikenal khalayak ramai. Kita pun akan disalahkan oleh sejarah perjalanan forum, jika tidak meneruskan kerja-kerja kemanusiaan yang telah dirintisnya, berkarya dibidang kebencanaan guna membangun budaya sadar bencana, yang mengambil tema siap untuk selamat.

Selamat jalan kawan, Jawa Timur kehilangan salah satu penggerak Forum Pengurangan Risiko Bencana, Percayalah kawan, kami akan meneruskan perjuanganmu, kenangan bersamamu tak kan mungkin terlupakan. semoga engkau bahagia di sisi-NYA. Panjatan doa kami akan selalu mengharumkan pusaramu. (eBas).