Dari berbagai cerita kawan-kawan
relawan yang sering terlibat langsung di lokasi ketika terjadi bencana, belum
pernah terdengar ada petugas posko induk (biasanya dari unsur BPBD) meminta relawan
untuk mengumpulkan sertifikat kompetensi yang dimiliki sebagai relawan
penanggulangan bencana.
Misalnya sertifikat sebagai
petugas shelter, petugas pengumpul data, petugas pertolongan pertama, petugas pencarian
dan penyelamatan, petugas pendistribusian barang, dan lainnya.
Selama ini, relawan datang ke
lokasi hanya menyerahkan surat tugas dari organisasinya atau dari lembaga yang
menugaskan ke posko induk (itupun kadang tidak diminta, karena ketidak tahuan petugas
posko).
Banyak juga yang langsung ke
lokasi, gabung dengan relawan yang sudah dikenalnya dan berkegiatan mengerjakan
apa saja yang dapat dikerjakan untuk membantu masyarakat yang terkena musibah. Nyatanya
beres. Masayarakat (petugas setempat) merasa terbantu, dan relawan puas ketika harus
balik kanan.
Seandainya di setiap kejadian
bencana, relawan yang datang kelokasi diwajibkan membawa dan menunjukkan
sertifikat kompetensi, dapat dipastikan banyak relawan yang balik kanan dan
penanganan korban bencana akan terhambat karena keterbatasan personil.
Korban bencana akan semakin lama
menikmati penderitaannya. Sementara yang sakit dan terluka pun semakin rentan
menuju kematian karena kelaparan dan kesakitan. Semoga persyaratan serifikasi kompetensi
tidak diberlakukan untuk situasi darurat.
Beberapa hari yang lalu, ada
sebuat Tempat Uji Kompetensi menginformasikan bahwa lembaganya akan
menyelenggarakan sertifikasi profesi bidang penanggulangan bencana.
Adapun skema kompetensi yang diujikan
adalah sebagai petugas hunian, Pengumpul data, Kaji cepat, Pertolongan pertama,
Pencarian dan penyelamatan, Pendistribusian bantuan, Operator air bersih, dan Operator
pelayanan sanitasi. Biayanya RP. 3.000.000,- (terbacatiga juta rupiah). Cukup terjangkau
oleh dompet (milik orang yang kelebihan uang).
Dikatakan pula bahwa tujuan
sertifikasi itu untuk memberikan pengakuan atas kemampuan, dan keahlian yang
dimiliki melalui tahapan uji kompetensi. Maka bagi pelaku penanggulangan
bencana, lisensi kompetensi ini merupakan pengakuan kompetensi yang dimiliki
sesuai tuntutan professional penanggulangan bencana.
Bagi sahabat tangguh pelaku
bencana yang belum memiliki sertifikat segera siapkan diri Anda. Jangan lupa
buat portofolionya, sekaligus berkas pendukung lainnya.
Tanggapanpun beragam. Ada yang
bernada ngeledek, sebagai bentuk ketidak berdayaan. Apakah sertifikat dapat
digadaikan ?. mungkin si penanya itu juga mengajak berfikir panjang, untuk melihat
kebermanfaatannya punya sertifikat profesi tersebut. Apakah bermanfaat dari
segi ekonomi atau semata untuk pengakuan dan demi gengsi ?.
Heru, seorang relawan senior, dalam
komentarnya mengatakan bahwa, Dia ga sanggup ikut sertifikasi. Uang sebanyak itu
mending gawe ngopeni lan nyukupi keluarga. Ga duwe sertifikat ga popo, tapi
tetep berkarya dadi relawan
“Tak dadi relawan di sela sela
ngopeni lan nyukupi keluarga. Nek pas kejadian ono wektu iso budhal, yo budhal.
Ga iso budhal. yo ndungake wae. Nek ning lokasi bencana di tolak mergo ga duwe
sertifikat, yo ga popo. Nglakoni po sing iso dilakoni,” Katanya dalam bahasa jawa.
Apa yang dikatakan Heru tampaknya
mewakili suara dari banyak relawan, khususnya yang tidak tergabung dalam sebuah
lembaga kemanusiaan (mereka yang bertugas sebagai pekerja kemanusiaan dan
dibayar). Namun percayalah, walaupun tanpa sertifikat, semangat relawan
membantu sesamanya, tidak pernah kendor.
Selamat bagi mereka yang
berkesempatan mengikuti sertifikasi profesi bidang penanggulangan bencana, mumpung
ada yang “mbayari” dari kas lembaga, atau dicubitkan anggaran daerah.
Tampaknya jika harus mengeluarkan
kocek pribadi untuk sertifikasi, masih banyak yang harus berfikir dua belas
kali, terkait dengan kebermanfaatannya sertifikat terhadap sesejahteraan dalam arti
luas.
Apalagi, banyak karyawan BPBD dan
BNPB yang belum ikut sertifikasi profesi
karena berbagai alasan. Diantaranya takut di pindah ke lain kantor pasca sertifikasi,
sehingga sertifikatnya tidak berguna di kantor barunya. Kalau begini, siapa yang
akan bertenggungjawab ?.
Makanya, cerdaslah menerima
tawaran sertifikasi profesi bidang penanggulangan bencana. Kecuali ada kuota,
ambil saja. Dulu banyak relawan yang ambil sertifikasi berbasis kuota, namun nyatanya
tidak berguna. Entah kenapa. [eBas/KamisPon-01022024]