Taman Kota adalah taman yang berada di
lingkungan perkotaan yang dapat dinikmati oleh seluruh warga kota untuk saling
bertegur sapa sambil olah raga, atau bersantai bersama keluarga maupun komunitasnya.
Bisa dikatakan, Taman Kota, selain berfungsi untuk menjaga kualitas lingkungan,
keberadaannya juga dapat menumbuhkan rasa sosial dan menumbuhkan toleransi dan
rasa peduli, terhadap sesama manusia maupun mahkluk hidup lainnya, dalam rangka
mendukung upaya pelestarian alam (termasuk flora dan fauna).
Begitu pula keberadaan Taman Harmoni yang
terletak di kawasan Kelurahan Keputih, Kecamatan Sukolilo, Surabaya. Setiap
hari minggu selalu diramaikan oleh warga dari berbagai daerah untuk berbagai
kegiatan. Keasrian dan keindahannya menjadi jujugan penggemar fotografi untuk
mengabadikan berbagai gaya dan peristiwa.
Tidak jarang berbagai komunitas pun
menjadikan arena Taman Harmoni menjadi tempat berkumpul, berinteraksi antar
anggotanya. Misalnya, Ibu-ibu PKK menggadakan arisan atau makan bersama dalam
rangka syukuran, Komunitas Penggemar Satwa, juga memanfaatkan Taman untuk
bertukar informasi tentang cara merawat satwa dan bahkan bisa menjadi ajang
jual beli jika ada kesepakatan harga. Tidak jarang Pramuka dan PMI juga
memanfaatkan keberadaan taman untuk latihan atau sekedar berkoordinasi.
Ya, Taman Harmoni dan taman kota lainnya itu
sejatinya adalah ruang terbuka untuk masyarakat (public sphere). Alan McKee
(2005) yang disitir di lamannya aryakusuma17.blogspot.com, menyatakan beberapa
pengertian tentang public sphere sebagai berikut, Ruang publik adalah
suatu wilayah hidup sosial di mana suatu pendapat umum dapat dibentuk diantara
warga negara, berhadapan dengan berbagai hal mengenai kepentingan umum tanpa
tunduk kepada paksaan dalam menyatakan dan mempublikasikan pandangan mereka.
Dinyatakan pula bahwa Ruang publik adalah
ruang dimana percakapan, gagasan, dan pikiran masyarakat bertemu. Atau, tempat
di mana informasi, gagasan dan perberdebatan dapat berlangsung dalam masyarakat
dan pendapat politis dapat dibentuk.
Sebagai ruang terbuka, maka keberadaan Taman
juga bisa digunakan untuk mengedukasi pengunjung taman tentang informasi yang
perlu diketahui oleh khalayak ramai. Seperti yang dilakukan oleh Komunitas MTI
yang mengadakan sosialisasi Kesiapsiagaan Keluarga (menghadapi bencana, red),
dalam rangka meramaikan Hari Kesiapsiagaan Bencana yang jatuh pada tanggal 26
April 2019.
Kegiatan yang dilakukan pada hari minggu
(28/4) itu, MTI menampilkan Pojok Pengetahuan, yang berbicara tentang
pengetahuan kebencanaan yang kita perlukan. Pojok Keluarga Siaga, membahas tentang
pentingnya setiap keluarga dan masyarakat sadar budaya tangguh bencana. Pojok Tas
Siaga, yaitu pengetahuan akan barang apa saja yang harus dimasukkan ke dalam
tas siaga agar mudah menyelamatkan disaat terjadi bencana. Ada pula Pojok Skill
Building, yaitu informasi tentang bagaimana supaya bangunan aman ketika ada
gempa. Tidak lupa aktivis MTI juga mendemonstrasikan media permainan edukatif dan
menyediakan souvenir cantik.
Tentu upaya berbagi informasi ini tidak
sekali jadi. Namun terus berproses dan dilakukan secara berkala. Disinilah,
diperlukan ketangguhan dari aktivis MTI untuk mengedukasi masyarakat yang pada
kenyataannya belum peduli terhadap masalah bencana. Surabaya yang jelas-jelas
dilewati sesar Surabaya yang berpotensi menimbulkan gempa besar (berdasar hasil
penelitian), masyarakat masih banyak yang belum percaya.
Ini terjadi karena Surabaya tidak memiliki
pengalaman sejarah tentang gempa yang hebat. Inilah tantangan aktivis MTI untuk
meyakinkan masyarakat Surabaya dengan memanfaatkan keberadaan Taman Kota
sebagai public sphere. Wallahu a’lam bishowab. Salam Tangguh, Salam
Kemanusiaan. [eBas/minggu pon-28/4]