Sebelum pembaca
terlanjur membaca ini tulisan, perlu diketahui bahwa bahasan tentang herd
immunity ini berdasarkan kaca matanya Wong Bodo. Jadi jangan dibaca dengan
serius, cukup di lihat dan disenyumi saja. sukur-sukur tidak usah dibaca saja.
daripada setelah membaca malah tertular virus bodo yang tidak harus diperiksa
dengan rapid test. Hehehehe…….
Tulisan ini
dimulai dengan ………………………………………………
“Denger-denger,
karena Lockdown dan pembatansan sosial berskala besar (PSBB) tidak berhasil,
maka yang akan ditempuh pemerintah tampaknya mengarah ke Herd Immunity. Artinya
menyerahkan rakyat pada seleksi alam, yang kuat bertahan kemudian immun, yang
lemah akan mati dengan sendirinya,” Begitu salah satu postingan yang sempat
menghiasai whatsApp.
Dilansir
dari aljazeera (20/3/2020), Herd Immunity mengacu pada situasi dimana cukup banyak
orang dalam satu populasi yang memiliki kekebalan terhadap infeksi sehingga dapat
secara efektif menghentikan penyebaran penyakit tersebut.
Dengan
kata lain, Herd Immunity bertujuan membiarkan orang tertular sampai mendapatkan
kekebalan virus. Strategi ini dengan cara menginfeksi penduduk secara langsung,
yaitu dengan membiarkan sampai 70% populasi terinfeksi Covid19 sehingga akan
mendapatkan kekebalan antibodi secara alami.
Dalam
bahasa Jawa pasaran, Herd Immumity bisa diartikan:
“Urip yo sukur, Mati yo dikubur, lainnya gak ikut campur,”.
“Urip yo sukur, Mati yo dikubur, lainnya gak ikut campur,”.
Dengan
demikian, dapat dipastikan akan banyak orang yang mati sebelum mencapai 70%.
Jelas yang akan sekarat duluan adalah mereka yang berprofesi sebagai pemulung,
tukang rombeng, pengemis dan pekerja kasar lainnya. Karena mereka bandel tidak
mau menerapkan protokol kesehatan di dalam aktivitasnya.
Ya,
mereka terpaksa membandel karena harus mencari nafkah setiap hari untuk
memenuhi kebutuhannya, khususnya kebutuhan pangan dengan mengabaikan protokol
kesehatan.
Kalau
pemerintah memaksa mereka di rumah dalam rangka social/physical distancing,
berarti harus menyediakan logistik untuknya. Jelas itu tidak mungkin dilakukan
karena jumlah kaum ini banyak, dan tidak terdata karena mereka tidak punya KTP,
sementara itu anggaran pemerintah tidak mencukupi.
Maka
langkah praktis (walau terkesan kurang berperi kemanusiaan dan mungkin
melanggar HAM) adalah membiarkan mereka bebas mencari nafkah dan bertahan hidup
dengan caranya sendiri. Percayalah mereka punya daya adaptasi yang tinggi,
tentu dengan risiko ditanggung sendiri.
Jadi,
dengan Herd Immunity ini tentu dimungkinkan akan terjadi pengurangan jumlah
penduduk yang lumayan besar karena mati, khususnya kaum melarat yang berprofesi
sebagai pemulung dan sejenisnya yang terpaksa abai terhadap keselamatan dan kesehatan
karena masalah perut.
Mungkin nanti yang mati itu gak usah di kubur
karena akan menghabiskan lahan pemakaman, saking banyaknya mayat. Langkah yang
efektif adalah di kremasi secara missal.
Konon, menurut postingan di media sosial, Herd
Immunity yg pelan-pelan akan diberlakukan dengan jalan memberi kelonggaran beraktivitas
di luar. Pusat pertokoan, Pasar, Rumah Makan, Tempat Wisata dan Transportasi massal dibuka, walau tetap menerapkan
protokol kesehatan.
Kemudian,
siswa dan guru mulai masuk sekolah, begitu juga kantor diperbolehkan aktif
kembali. Tentunya dengan melaksanakan aturan yang digariskan agar terhindar
dari penularan covid-19.
Sisi
positif dari program Herd Immunity, menurut Rendy, dalam tulisannya di
farmasetika.com, adalah 1) pandemi akan cepat berakhir; 2) situasi melahirkan
terbentuknya individu baru yang lebih kebal, beradaptasi dengan penyakit baru;
dan 3) perkembangan perekonomian tidak terhambat.
Sedang
sisi negatifnya akan kehilangan penduduk lebih dari separuh populasi karena
kematian massal
Agar bisa
bertahan, maka mau tidak mau harus 1). Mengubahlah gaya hidup bersih,
berolahraga, makan sehat, minum vitamin. 2). Pakai masker, jaga jarak, hindari
kerumunan, sering cuci tangan pakai sabun/hand sanitizer, dan juga menjaga kebersihan
lingkungan.
Namun
semua itu tidak ada yang berani menjamin wabah akan berkurang. Buktinya, dengan
pemberlakuan PSBB saja jumlah penderita covid-19 terus bertambah, termasuk
korban meninggal. Kecuali jika masyarakat patuh kepada protokol kesehatan dan
aturan pendukung lain yang dikeluarkan pemerintah. Sementara kata berita yang
beredar, banyak Negara yang mencoba menerapkan konsep New Normal maupun mencoba
meniadakan PSBB, banyak yang belum berhasil.
Yang
jelas, pandemi ini akan melahirkan orang miskin baru, karena banyak PHK dimana-mana.
Semoga era New Normal yang akan diberlakukan nanti (bersamaan dengan Herd
Immunty) tidak berdampak pada timbulnya gejolak sosial yang dapat mengganggu ketentraman dan
ketertiban masyarakat. Wallahu a’lam bishowab. Mohon maaf lahir dan batin.
[eBas/JumatKliwon-29052020]