Minggu, 26 Mei 2019

NGABUBURIT MENJADIKAN RELAWAN SEMAKIN SOLID


        Di bulan ramadhan, yang namanya ngabuburit itu telah menjadi sebuah ritual yang menyenangkan bagi mereka yang sempat meramaikan bersama sanak kerabat dan handaitolannya. Apapun bentuknya, yang penting bisa berbuka puasa bersama dengan riang gembira.

Begitu juga dengan SRPB JATIM, tidak mau ketinggalan. Dengan segala keterbatasannya mampu menggelar acara ngabuburit. Malah sampai tiga kali, sungguh luar biasa karena tidak diduga sama sekali, semua terjadi secara spontan atas nama kebersamaan. Ya begitulah, bersama kita bisa.

Pada hari yang disepakati, sejumlah komunitas relawan dan pegiat lingkungan alam, berkumpul di Griya Nirwana, Sumorame, sidoarjo, rumah Dian Harmuningsih, Koordinator sekretariat bersama relawan penanggulangan bencana jawa timur (SRPB JATIM), kamis (23/5) sore, ngabuburit di rumah depan sawah.

Mereka meluangkan waktu untuk mengadakan acara buka bersama, dalam rangka menjalin tali silaturahmi antar berbagai komunitas yang hadir, sekaligus merencanakan bersama program SRPB JATIM pasca lebaran 2019.

Acara yang dihadiri oleh Sugeng Yanu, mantan kepala seksi PK di BPBD Provinsi Jawa timur, digelar secara nonformal sambil lesehan. Mereka saling ngobrol menunggu saat adzan magrib, memperkenalkan diri dan menceritakan program organisasinya. Siapa tahu mereka bisa saling mereplikasi program sesuai kemampuan dan potensi yang ada.

Sementara Dian, sebagai tuan rumah tampak sibuk ngurusi konsumsi. Dosen UIN ini dibantu Sri dan Ocha, menyiapkan menu istimewa untuk buka puasa. Ada lodeh manisah, Sambel terong, Sayur Kepiting, Sayur Mujahir dan iwak Pe rasa pedas, Es cao, Es tebu, dan legen segar, siap disantap bersama.

Sambil menikmati aneka gorengan dan buah semangka, Basuki, salah seorang pengurus, mengawali diskusi dengan menyampaikan usulan rencana kegiatan bulan Juni 2019. Diantaranya, mengadakan Halal bi Halal Lintas Komunitas yang mengambil tempat di Joka, Sedati, Sidoarjo, Program TOT untuk Relawan, dan Arisan ilmu dengan materi Seputar Masalah Hipotermia.

“Kegiatan pasca lebaran merupakan upaya peningkatan kapasitas relawan sebagai fasilitator pelatihan, dan penyuluhan maupun sebagai pembicara dalam sebuah sarasehan,” Ujarnya,

Sementara, Sugeng Yanu, salah seorang inisiator terbentuknya SRPB JATIM mengatakan, acara semacam ini perlu diadakan sebagai upaya menyamakan pemahaman tentang gerak langkah SRPB JATIM dalam melaksanakan tugas-tugas kemanusiaan dibidang penanggulangan bencana maupun sosialisasi pengurangan risiko bencana.

Sugeng, yang juga sebagai asesor dibawah LSP-PB, berharap agar SRPB JATIM berperan sebagai relawan yang memiliki kegiatan sendiri yang tidak mengganggu programnya BPBD, sehingga tidak dianggap merebut kaplingnya orang lain (seperti anggapan oknum yang tidak suka dengan kehadiran SRPB JATIM)

Dia juga berharap pengurus bisa melakukan koordinasi antar relawan dengan pemerintah tanpa harus menghilangkan peran masing-masing organisasi, serta relawan yang berperan sebagai masyarakat yang memiliki hak untuk berkegiatan di dalam penanggulangan bencana, seperti yang diamanatkan dalam UU 24 tahun 2007.

Dengan demikian acara kumpul-kumpul seperti ini akan menambah wawasan relawan untuk melaksanakan perannya sebagai anggota SRPB JATIM dengan segala aturan yang ada di dalam statuta hasil kongres I di kota Malang.

“Kumpul-kumpul kayak gini ini, selain sebagai media silaturahim dan berbagi informasi.juga diharapkan bisa memunculkan gagasan inovatif terkait upaya peningkatan kapasitas relawan serta menampakkan keberadaan SRPB JATIM agar semakin dikenal oleh khalayak ramai,” Katanya.

Apa yang dikatakan Sugeng, diamini oleh Andreas, wakil dari Organisasi Relawan Surabaya. Bahwa pertemuan semacam ini memang diperlukan untuk memperkuat soliditas dan kebersamaan relawan dalam melakukan kegiatan.

Disamping itu pertemuan secara berkala ini juga bisa dijadikan untuk melakukan evaluasi program yang sudah berjalan maupun membahas issue-issue terkini untuk dijadikan bahasan dalam kegiatan Arisan Ilmu, sehingga tema yang diangkat selalu aktual.

“Semoga acara buka bersama yang digelar secara spontanitas bisa menjadi media tumbuhnya kesadaran ikut memiliki SRPB JATIM beserta program-programnya yang selama ini, kata Pak Sugeng masih dalam jalur yang sesuai dengan semangat kongres dulu,” Tambahnya. [eBas].

Sabtu, 18 Mei 2019

NGABURESIK DI PANTAI KENJERAN


Konon, istilah ngabuburit itu adalah kegiatan yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang  dalam rangka menunggu saat berbuka puasa dibulan romadhon. Bentuknya bisa bermacam-macam sesuai selera. Ada yang sekedar jalan-jalan keliling kota, ada yang cangkruk’an di cafĂ© atau warkop, ada pula yang ngobrol di taman kota dan kegiatan lain yang menyenangkan.

Begitu juga dengan kawan-kawan komunitas pecinta alam, mereka dengan kreativitasnya membuat acara NGABURESIK, plesetan cerdas dari ngabuburit sambil resik-resik. Konon, kesepakatan ngaburesik itu dibuat di emperan toko, saat kumpul-kumpul sambil ngopi mempererat tali silaturahim.

Ya, mereka sepakat berkegiatan menunggu saatnya berbuka sambil melakukan hal-hal yang positif menjaga kebersihan pantai dari sampah plastik. Lokasinya di pantai kenjeran. Tepatnya, disekitar “Taman Suroboyo” yang belum diresmikan, masih tahab finishing, namun sudah diramaikan oleh pengunjung dan pedagang.

Kegiatan ini diikuti oleh beberapa komunitas, mereka secara spontan bersinergi membangun aksi bersih-bersih. Pinjam istilahnya Cak nDaru, sinergitas tak pandang golongan atau komunitas. Semua lebur oleh keragaman, namun satu tujuan yang sama. Surabaya harus bebas dari sampah plastik.

“Pantai Kenjeran ini kita jadikan titik awal kegiatan bersih-bersih sampah plastik sampai terlihat hasilnya, baru bergeser ke tempat lain,”Kata Ki Rebo, saat melakukan evaluasi kegiatan ngaburesik sambil menikmati hidangan buka puasa, hasil sumbangan dari donatur.

Masih kata Ki Rebo, jika memungkinkan kegiatan ini ditindak lanjuti dengan melakukan edukasi kepada masyarakat agar tumbuh kepedulian terhadap sampah, dan kebersihan lingkungan. Termasuk mengupayakan penambahan tempat sampah di beberapa sudut taman sekitar pantai. Pemasangan rambu-rambu larangan buang sampah sembarangan. Pemasangan poster ajakan peduli sampah. Seperti, “Kebersihan Sebagian dari Iman”, “Arek Suroboyo Peduli Sampah, “Warga Surabaya Cinta Lingkungan Bersih, Nyaman dan Asri”, dan lainnya sesuai kreativitas kawan-kawan.

Kegiatan yang digelar hari sabtu pon (18/5) itu sedikit banyak telah memunculkan semangat bersama untuk menindak lanjuti. Dan kawan-kawan Sahabat pena ditunjuk sebagai ‘Leading sector’ (starter) program ini, sesuai konsep yang digaungkan oleh BNPB, “Kita Jaga Alam-Alam Jaga Kita”.

Untuk merealisasikannya, tentu diperlukan komunikasi yang harmonis dan setara antar komunitas. Mengingat upaya edukasi masalah lingkungan dan kebersihan untuk mewujudkan Surabaya bersih dari sampah (plastik), itu bukan hal yang gampang. Perlu proses panjang dan berkesinambungan.

Tidak ada salahnya jika dokumentasi kegiatan ngaburesik itu di share kemana-mana sebagai upaya menebar virus peduli sampah plastik. Dimana, konon Indonesia adalah penghasil sampah (plastik) terbesar ke dua di dunia. Untuk itulah upaya penyadaran akan dampak sampah plastik perlu segera dilakukan. Sukur-sukur jika Sahabat Pena berkenan melaporkan kegiatan ini kepada penguasa Surabaya, agar mereka tahu dengan harapan kedepan mereka mau membantu.

Terkait dengan ngaburesik ini, Ki Rebo, mengatakan bahwa ini kegiatan yang sangat positif, mengajarkan kepada diri sendiri dan masyarakat akan pentingnya lingkungan yang nyaman dan aman. Nyaman dari polusi sampah, da n aman dari akibat yang ditimbulkan oleh polusi sampah.

Beliau juga mengatakan, salut kepada rekan-rekan Sahabat Pena yang memulai mengajak kepada kita arti pentingnya Kota Surabaya Bebas dari Sampah. Artinya, aksi ngaburesik yang tercetus di bulan yang penuh mahfiroh dan barokah ini hendaknya benar-benar bisa menjadi titik awal gerakan bersih sampah.

Di sisi lain, menurut Cahyo dari grup Federal, mengingatkan bahwa sampah plastik yang banyak menyangkut di pangkal pohon bakau di kawasan wisata konservasi mangrove wonorejo, sangat membahayakan kesuburan pohon bakau dan menghambat pertumbuhan tunasnya. Hal ini mengingat, keberadaan mangrove itu konon berfungsi sebagai penghambat terjadinya abrasi, banjir rob dan pemecah gelombang tsunami hingga 80%.

“Hal ini kiranya juga perlu menjadi perhatian dan peran serta komunitas pecinta alam yang selalu peduli terhadap kerusakan lingkungan,” Ujarnya.

       Rembang petang pun beranjak malam. Keramaian taman di malam minggu mulai terasa, ditingkah suara asongan menawarkan dagangannya untuk mengais rejeki malam minggu. Lamat terdengar adzan isya’ memanggil umat-NYA untuk ke masjid. Beribadah malam, mengharap ridho, ampunan dan pahala NYA.

Satu-satu peserta ngaburesik balik kanan, kembali pulang membawa selaksa kenang, sambil berharap pertemuan-pertemuan selanjutnya untuk merancang aksi yang semakin berisi, bisa segera datang. Semoga langkah kecil ini merupakan awal dari langkah besar yang bermakna bagi upaya pelestarian lingkungan alam. Wallahu a’lam bishowab. Salam Lestari. [eBas]  




Selasa, 14 Mei 2019

SRPB JATIM TIDAK PUNYA DUIT, TAPI BISA DO IT


       “Cak, sampiyan tahu gak, kemarin pas terjadi bencana banjir di beberapa kota di jawa timur, banyak organisasi relawan yang turun membantu dengan membawa logistik cukup  dan perlalatan rescue yang memadai, termasuk ada yang membawa mobil dapur umum, “ Kata mas Dalbo mengawali obrolan malam di warung kopi langganan.

“Iya, kata teman-teman yang sudah di lokasi sejak awal juga bilang bahwa mereka datang lebih dulu sebagai bentuk emergency respon dari pada yang lain,” Kata Cak Mukidi menjawab sambil membaca Koran Memo, Koran kesayangannya. Korang yang selalu memuat peristiwa perkosaan dan kriminalitas.

“Lha kapan lho SRPB bisa membeli mobil dapur umum dan perahu karet?. Masak SRPB kalah dengan yang lain.” Ujar mas Dalbo penuh selidik.
lha dalah, sebuah pertanyaan lugu dari mereka yang belum tahu, termasuk mas Dalbo ini. Ya wajarlah, sebagai orang yang baru bergabung menyangka jika SRPB JATIM itu terdiri dari kaum beruang yang punya duit banyak.

Mas Dalbo juga menganggap bahwa SRPB JATIM itu sama dengan organisasi relawan lain yang donaturnya banyak berlimpah duit lebih, sehingga bisa bergerak kemana-mana, kapan saja dengan dukungan logistik dan peralatan yang lebih dari cukup. Oalah mas Dalbo sampiyan kok ya ada-ada saja.

Kantor Sekretariat saja belum punya, masih tergantung kepada kebaikan pihak lain yang berkenan meminjamkan tempat untuk beraktivitas dan bersilaturahmi, dalam rangka membangun sinergitas antar organisasi relawan, berbagi informasi dan saling tukar pengalaman sebagai upaya meningkatkan kapasitas relawan penanggulangan bencana. Peralatan pun juga masih milik masing-masing individu.
        
        Ya, sesungghnyalah SRPB JATIM itu memang tidak punya duit, yang dimiliki adalah semangat untuk berbagi dan berekspresi, serta ber ‘ do it ‘ secara bersama-sama untuk kemaslahatan bersama, dan ternyata, ketika semuanya dilakukan bersama-sama dengan penuh komitmen, maka semuanya bisa terlaksana.

Contoh kongkritnya adalah kegiatan Arisan ilmu Nol Rupiah yang sudah digelar berkali-kali sebagai media menambah wawasan dan pengetahuan. Tanpa mengandalkan dana besar, ternyata kegiatan itu tetap bisa berjalan tanpa mengurangi makna untuk belajar.

Begitu juga saat berkeinginan mengadakan baju dan kaos seragam. Semua dibicarakan bersama untuk mufakat, baru kemudian dengan modal semangat rencana itu di eksekusi untuk urunan bagi mereka yang berkenan untuk memiliki baju dan kaos seragam. Tidak ada paksaan untuk memiliki. Sehingga issue diluar sana yang mengatakan bahwa SRPB JATIM itu dananya di support oleh BPBD adalah salah besar dan ngawur pol.

Cak Dalbo hanya mecucu saat dijelaskan apa itu SRPB JATIM dengan segala suka dukanya, karena belum semua elemen mau mengakui dan menerima kehadiran SRPB JATIM. Semuanya terjadi dikarenakan sentimen pribadi, mungkin juga sakit hati karena kalah pinter, takut tersaingi, dan takut kalah popularitas. Sungguh, SRPB JATIM lahir bukan untuk itu. Semua terjadi karena salah persepsi semata karena jarang duduk bareng, ngopi bersama.

Sekali lagi, SRPB JATIM lahir untuk mempererat tali silaturahmi serta memperluas jejaring kemitraan antar relawan, pegiat alam, pekerja kemanusiaan, dan pemerintah yang membidanginya. keberadaannya merupakan wadah untuk saling belajar dan tukar pengalaman dibidang kebencanaan. Tidak menutup kemungkinan sebagi tempat terjadinya transaksi ekonomi dan siapa tahu juga sebagai ajang pertemuan jodoh, utamanya bagi yang masih jomblo.

Bisa keberadaannya berperan sebagai katalisator yang menjembatani antara keinginan dan kebutuhan relawan dengan pihak-pihak terkait dalam rangka peningkatan kapasitas, sehingga memudahkan pendataan, pembinaan dan mobilisasi organisasi relawan jika tugas-tugas kemanusiaan memanggilmya untuk turun membantu sesamanya yang sedang dilanda bencana.

“Nah, agar sampiyan memahami dan tidak salah paham dengan apa itu SRPB JATIM, monggo sampiyan sering mengikuti dan terlibat dalam kegiatannya. Ini penting agar sampiyan juga bisa turut menjelaskaan kepada mereka yang tidak tahu dan sok tahu, apa itu SRPB JATIM dengan segala keterbatasannya. Karena sesungguhnyalah di SRPB JATIM itu selalu diupayakan agar tidak ada dusta diantara kita,” Kata Cak Mukidi menyudahi obrolan hangat malam itu karena harus segera pulang untuk menunaikan solat tahajud dan persiapan makan sahur bersama keluarga kecilnya. [eBas/selasa-14/5, malem ke sepuluh bulan romadhon 1440]  




………………………………………………
   

Minggu, 12 Mei 2019

DESK RELAWAN, SEBUAH KONSEP YANG MASIH PREMATUR UNTUK DILAKSANAKAN


           “Lha kayak beginilah seharusnya desk relawan itu. Berperan dalam membantu pendataan, khususnya data tentang keberadaan relawaan yang ikut turun dalam operasi penanggulangan bencana,”  Kata Mukidi, ketika meninjau lokasi bencana  sekaligusmemberikan bantuan sembako. Mas Muk, begitu panggilannya, juga menyempatkan mampir di tenda  desk relawan, yang didirikan atas inisiatif relawan mitra SRPB JATIM.


Berawal dari cuplikan cerita pengalaman Mukidi melihat proses kegiatan desk relawan di lapangan yang mendapat sambutan menyenangkan dari berbagai pihak, termasuk BPBD. Semua itu karena relawannya bisa ‘berdiplomasi” dengan meyakinkan tentang konsep desk relawan hasil bahasan di acara Dharma Relawan Adhirajasa, di Buleleng, Provinsi Bali.

 Obrolan malam pasca acara Arisan Ilmu tentang Memanen Air Hujan bersama Komunitas Banyu Bening, dari Jokja, mengalir begitu saja tanpa topik, yang penting ngobrol sambil nikmati gorengan sisa acara. obrolan terus mengalir tanpa moderator, juga tanpa menunggu pengampu dari pihak tertentu.

Di dalam konsep desk relawan, keberadaannya itu diantaranya adalah mendata relawan yang datang untuk membantu menangani bencana. Yang perlu didata itu diantaranyan, nama relawan, nama organisasi relawan, jumlah personil, kemampuan yang dimiliki, logistik dan peralatan yang dibawa, berapa hari mereka akan beroperasi di lokasi, dan lainnya.

Kemudian, data tersebut diserahkan ke posko induk untuk dijadikan bahan laporan maupun untuk menyusun kebijakan rencana operasi selanjutnya, terkait dengan pemberian tugas relawan. Misalnya menugaskan relawan untuk melakukan evakuasi, melibatkan relawan membantu di dapur umum, membantu pendistribusian logistik, pencatatan keluar masuknya bantuan dari masyarakat dan lainnya. Harapannya, operasi penanggulangan bencana dapat berjalan tertib , efektif, efisien, dan terukur. Sehinga tidak ada dusta diantara mereka.

Sesungguhnyalah konsep desk relawan itu perlu dikaji kembali kesangkilan dan kemangkusannya setelah dilakukan ujicoba operasional dalam penanganan bencana. Harus ada acara duduk bersama antar berbagai elemen untuk melakukan evaluasi pasca ujicoba desk relawan di atas, sebagai upaya menggugah kesadaran tentang upaya membumikan konsep desk relawan.

Seperti diketahui, keberadaan desk relawan baru bisa berjalan sesuai gagasan awal, jika di masing-masing Kabupaten/Kota sudah terbentuk Sekber Relawan yang akan bertanggungjawab terhadap aktivitas desk relawan (yang jika memungkinkan bisa didampingi oleh sekber provinsi). Untuk itulah perlunya ada kegiatan sosialisasi. Baik tentang konsep desk relawan, maupun perlunya pembentukan sekber di masing-masing kabupaten/kota (sukur-sukur bisa difasilitasi oleh pemda setempat). sebuah harapan yang "masih jauh panggang dari api"

Dalam obrolan tanpa konsep itu, Sebagai orang yang paham tentang manajemen bencana, Mukidi juga bilang, bahwa relawan yang berinisiatif mendirian desk relawan haruslah berkoordinasi dengan BPBD setempat. Perlu atau tidaknya tenda desk relawan didirikan itu harus berdasar pada hasil kaji cepat dan disetujui oleh BPBD setempat. 

Jika disetujui, maka desk relawan bisa melakukan tugas-tugasnya di tenda tersendiri yang difasilitasi oleh BPBD, dimana, tendanya dekat dengan tenda posko induk untuk memudahkan koordinasi, terkait dengan perkembangan situasi, kondisi dan data terbaru yang didapat oleh relawan di lapangan.

Setelah pasca bencana, dimana seluruh operasi penanggulangan bencana ditutup, maka harus ada evaluasi bersama tentang kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan, untuk kemudian dijadikan bahan penyusunan laporan. Baik itu laporan tentang efektitas pelaksanaan desk relawan, maupun laporan yang berkaitan dengan administrasi secara keseluruhan.

Pertanyaannya kemudian, maukah organisasi relawan yang ada di daaerah itu dikoordinir dalam satu sekretariat bersama tanpa menghilangkan ‘keunikan’ masing-masing organisasi ?. Pertanyaan ikutan lainnya adalah, Apakah konsep desk relawan ini akan disambut gembira oleh relawan dan BPBD ?. atau sedekar indah di wacana dan baru dicobalaksanakan setelah ada pihak yang mengampu. 

disinilah perlunya ada dialog yang hangat dan berkesinambungan diantara berbagai elemen yang akan menjalankan sekber dan desk relawan. Semua itu perlu untuk membangun kesepahaman dan membuang sikap “like and dislike” antar personil yang dianggap berbeda. tanpa itu, sangat rawan konflik karena beda pemahaman Wallahu a’lam bishowab [eBas/simpulan obrolan semalam pasca Arisan Ilmu tentang dongeng memanen air hujan dari komunitas banyu bening Jokja yang punya motto, ngombe banyu udan ben ora edan-13/5]