Sungguh, tidak menyangka
jika semangat peserta Musyawarah Besar Forum Pengurangan Risiko Bencana Jawa
Timur (Mubes F-PRB Jatim) begitu hebat. Mereka berdatangan secara mandiri dari
berbagai daerah dengan antusiasme tinggi. Ada yang naik angkutan umum, ada yang
membawa mobil pribadi, juga ada yang nekat bermotor ria dengan menempuh puluhan
kilo menuju Hotel Pelangi, Kota Malang.
Dengan tertib mereka
melakukan registrasi ke meja panitia, sambil menunjukkan surat mandat dari organisasi
serta membayar kontribusi yang ditukar dengan seminar kit dan kaos cantik limited
edition, yang tidak mungkin ada dijual di pasaran. Mereka rela membayar
dengan tujuan, mensukseskan acara mubes, sekaligus mempererat tali silaturahim antar
relawan penanggulangan bencana.
Acara berlangsung kondusif.
Ketika rehat kopi, masing-masing peserta saling berkenalan dan memperkenalkan
lembaganya, bahkan ada yang memamerkan pengalamannya dalam bergiat di daerah
bencana. Sementara lainnya hanya senyam senyum sambil menikmati snack yang
disediakan pihak Hotel atas pilihan panitia. Apalagi, Hotel tempat mubes dekat
dengan alun-alun dan masjid besar Kota Malang, sehingga saat senggang, peserta
bisa menikmati sebagian keindahan yang ditawarkan Malang Kota Bunga (makobu).
Konon, Musyawarah merupakan suatu tindakan menyatukan
pendapat yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk membahas suatu masalah, dengan
tujuan agar mendapatkan solusi terbaik untuk kepentingan bersama. Begitu juga
dengan mubes ini sebagai upaya regenerasi kepengurusan, sekaligus melakukan
evaluasi program kerja pengurus yang lama untuk dijadikan acuan pengurus yang
baru saat menyusun programnya.
Dengan
mengusung tema Membangun Gerakan Pengurangan Risiko Becana yang Inklusif, acara
yang paling ditunggu adalah laporan pertanggungjawaban pengurus. Karna inilah
kesempatan bagi anggota ’membantai’ pengurus. Padahal mereka tidak tahu bagaimana
kesibukan, kendala dan kesulitan pengurus dalam melaksanakan program. Mereka juga
kurang tahu pengurus yang berdarah-darah menginisiasi terbentuknya Forum PRB di
Kabupaten/Kota.
Begitu juga dengan rapat
komisi yang membahas statuta dan renstra, berjalan cukup dinamis dan sempat
memanas. Argumen kritis bersahutan mengomentari draft maupun lontaran pendapat.
Ini bisa dimaklumi. Karena peserta mubes adalah para ‘pemain’ yang sudah lama malang melintang di medan pengabdian
membantu sesama yang menjadi korban bencana.
Semoga daya kritis yang
diteriakkan ini tidak hanya disaat rapat saja sambil menikmati secangkir kopi,
tapi juga mewarnai pelaksanaan program forum yang terasakan. Artinya, jangan
sampai mubes menjadi ajang pinter-pinteran ngomong untuk membangun gerbong
semata, namun hilang tak terdengar manakala waktunya bekerja bersama
menyuarakan pentingnya upaya pengurangan risiko bencana berbasis komunitas.
Inilah sebagian dari
dinamika yang berhasil dibangun oleh panitia sehingga semua yang hadir dalam
mubes aktif berkontribusi untuk memberi masukan kepada calon pengurus baru,
agar bisa mengemas program yang mudah dilaksanakan, baik secara mandiri maupun
bekerjasama dengan lembaga mitra terkait. Pelatihan dan pertemuan bagi
anggotanya dalam rangka meningkatkan kapasitas hendaknya ditingkatkan.
Disamping itu, pengurus terpilih
hendaknya bisa membangun kesadaran anggota forum akan pentingnya kebersamaan,
saling menguatkan, dan meningkatkan komitmen untuk menampakkan kiprah nyata
yang bermanfaat bagi khalayak ramai. Tidak kalah pentingnya, forum harus
diupayakan untuk semakin mencerminkan keberagaman anggotanya, dan keterwakilan
semua daerah, sehingga ‘rasa jawa
timurannya’ semakin tampak.
Akhirnya selamat bekerja
untuk ‘rezim baru’ yang terpilih
secara musyawarah tanpa pertumpahan darah. Semoga sinergi yang selama ini
dibangun bisa ditingkatkan agar bisa menterjemahkan pergeseran paradigma responsif
ke arah preventif dalam penanggulangan bencana ke dalam bahasa masyarakat
dengan mengedepankan kearifan lokal yang ada. Salam tangguh, salam kemanusiaan.
[eBas]