Akhir-akhir ini sering terdengar berita tentang
perkosaan, tenyang pelecehan kepada perempuan (kebanyakan masih dibawah umur). Puncaknya
adalah kematian YY, perawan Bengkulu yang masih dibawah umur, harus meregang
nyawa dijadikan ‘pesta libido’ usai
minum arak yang memabukkan, oleh sejumlah manusia bejat tidak bermoral.
Semua perhatian pun tertuju kepada nasib neng YY.
Aneka sumpah serapah dari berbagai kalangan melalui media sosial pun akhirnya
direspon oleh presiden dengan memandatangani perpu tentang hukuman kebiri. Sejalan
dengan itu, masalah perkosaan pun semakin sering bermunculan dimana-mana. Menyeruak
menjadi berita yang mengharukan.
Masalah lain yang rawan melanda remaja adalah peredaran
narkoba, berkembangnya paham radikal, pornografi, judi online dan tindak kriminal
lainnya yang pelakunya semakin muda, rata-rata masih anak usia sekolah,
sehingga hukum kesulitan menjeratnya.
Konon muaranya adalah lemahnya pengawasan orang tua
terhadap perkembangan anaknya ketika bermain dengan sebayanya di luar rumah,
juga kurang terlibatnya dalam pendidikan anak dengan pihak sekolah dan
pergaulan yang semakin bebas karena pengaruh perkembangan informasi dan
tehnologi yang tidak mampu di filter oleh
masing-masing individu. Sebab lain adalah godaan perilaku konsumtif meniru gaya
hidup hedonis yang dipamerkan dalam
media sinematografi.
Keterlibatan orang tua dalam pendidikan anak sangat
perlu, agar tahu sejauh mana perkembangan anaknya di sekolah. Orang tua
hendaknya mendampingi perkembangan anaknya, baik secara psikologis,
intelektualitas serta kemampuan bersosialisasi
dengan teman sebaya dan masyarakat sekelilingnya, sesuai dengan jenjang
pendidikannya.
Konon, dalam dunia pendidikan dikenal dengan
istilah ‘Tri Pusat Pendidikan’, yaitu
pemerintah, masyarakat dan keluarga. Hendaknya ke tiganya bersinergi mengawal
anak menuju cita-cita masa depannya dan terhindar dari godaan kehidupan yang
semakin beraneka, terkait dengan tawaran barang konsumtif, hidup pragmatis,
jauh dari kepatutan norma etika dan ajaran agama. Mau tidak mau sekolah harus
sering berkomunikasi dengan orang tua siswanya agar segala perkembangan bisa
cepat diketahui dan diapresiasi oleh kedua pihak.
Kelihatannya, pemerintah tengah merancang konsep
keterlibatan orang tua dalam pendidikan anak sebagai upaya membantu sekolah
dalam membentuk karakter anak yang sesuai dengan norma agama dan nilai budaya Indonesia
yang adiluhung. Seperti menanamkan kreativitas, sikap inovatif, kerjasama,
gotong royong, kerja keras, disiplin, rajin, ulet pantang menyerah, cinta
lingkungan dan sayang sesama, berakhlak mulia, serta menghargai perbedaan dan
keberagaman sesai sesanti sakti bangsa, Bhinneka Tunggal Ika.
Dalam laman Wikipedia, Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan
"Beraneka Satu Itu", yang
bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap
adalah satu kesatuan. Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan
kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas
beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.
Dalam seminar tentang PAUD, sering dikatakan bahwa
pendidikan yang baik sejak dini akan berdampak pada perilaku, kesehatan,
kematangan emosi, mampu berkomunikasi, bekerja sama dan perkembangan
pengetahuan dan keterampilan.
Untuk mengkondisikan harapan diatas, ada baiknya
sekolah menyediakan waktu menggelar pertemuan dengan orang tua (semacam
parenting), sebagai media pelaporan perkembangan anak kepada orang tua,
sehingga mereka ikut bertanggung jawab terhadap perkembangan anak dan ikut
menemani anak belajar di rumah. Sukur-sukur bisa membantu jika si anak
mengalami kesulitan belajar, atau segera berkoordinasi dengan pihak sekolah,
agar segera diketemukan solusinya.
BP-PAUD dan DIKMAS merupakan salah satu Unit
Pelaksana Teknis dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yang salah satu tugasnya adalah pengembangan
program pendidikan nonformal, sedang menyiapkan seperangkat model pendidikan
keluarga dengan harapan, orang tua bisa ikut serta membantu pihak sekolah dalam
mengawasi, mendampingi dan membina putra putrinya menjalankan aktivitas belajar
untuk menata masa depannya yang lebih bahagia dan ceria, sebagai generasi yang
cerdas, yang siap menerima estafet kepemimpinan dalam rangka alih generasi.
Model ini hanyalah sebuah pedoman kepada orang tua
dalam hal mendampingi anaknya agar tidak menyeleweng dari tujuan sekolah, dan
tidak ada jaminan berhasil. Hal ini mengingat banyak faktor yang mempengaruhi
kehidupan seseorang, termasuk pola interaksi dengan lingkungan yang
membesarkannya. Untuk itulah dalam upaya mengurangi dampak negatif yang bisa
mempengaruhi anak dalam merajut masa depannya, diperlukan sinergi yang baik
antara pemerintah, masyarakat dan keluarga. Mari kita tunggu model pendidikan
keluarga yang sedang disusun oleh pamong belajar BP-PAUD dan DIKMAS. *[eBas]