Senin, 18 Desember 2017

SINAU BARENG TENTANG SKPDB DI JOKA

Ternyata, upaya penanggulangan bencana itu tidak mudah. Banyak aturan yang harus difahami agar tidak bertentangan dengan aturan yang ada. Namun, dibanyak kasus, tidak sedikit yang belum faham. Termasuk mereka yang diberi amanat oleh Negara untuk melakukan penanggulangan bencana dengan segala kewenangan dan keuangannya.

Begitu juga dengan relawan. Bermodal logistik dan sarana prasarana yang cukup sambil membawa bantuan untuk pengungsi hasil swadaya, mereka langsung datang ke lokasi hasil assessment mandiri dari jejaring kemitraan yang dipunyai.

Ada yang lapor dulu ke Posko, memberitahukan kedatangannya. Namun, masih ada yang tidak melapor. Menurut mereka, melapor itu tidak penting. Anggapannya, “Arep nulung  wae kok ndadak lapor. Sing penting langsung nulung kanthi ikhlas, sak mampune tur ora ngrepoti,”. Padahal, lapor ke Posko itu penting agar diketahui keberadaannya sebagai antisipasi jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Inilah mungkin, kita perlu belajar bersama lagi tentang manajemen posko sesuai aturan yang ada.

Yang  jelas pada saat darurat bencana, selalu muncul masalah. Seperti, Pemerintah Daerah terkesan tdk berdaya, Banyak lembaga (NGO, Swasta dan masyarakat) ingin membantu dengan caranya sendiri, Ego sektoral, Kewenangan komando sering tdk jelas  dan banyak Posko didirikan, Respons terkesan lambat, dan Distribusi bantuan dan penanganan tdk merata.

Masalah inilah yang selalu diupayakan untuk diatasi melalui berbagai pertemuan. Karena, penanganan bencana harus sesuai dengan perundangan/peraturan yang berlaku. Apalagi jika menyangkut penggunaan anggaran Negara.  Jika salah ‘membelanjakan’ akan bisa berlanjut ke meja hijau.

Untuk itu jangan sampai menangani masalah bencana alam berubah menjadi bencana hukum karena menjadi tersangka. Paling tidak ada sanksi moral juga sanksi social yang akan membebani perasaan karena dianggap wan prestasi.

Sugeng Yanu, berkenan berbagi ilmu tentang Sisitem Komando Penanganan Darurat Bencana (SKPDB) di Joka, bersama puluhan relawan yang ingin tahu. Walau gerimis, mereka tetap antusias untuk saling bertemu sambil menikmati pisang rebus dan nasi bungkus. Mereka duduk bersila dalam kesetaraan mendengarkan pemaparan materi.

Mantan Kasi Kesiapsiagaan, BPBD Provinsi Jawa Timur ini mengatakan bahwa dalam Perka nomor 3 tahun 2016, SKPDB adalah satu kesatuan upaya terstruktur dalam satu komando yang digunakan untuk mengintegrasikan kegiatan penanganan darurat secara efektif dan efisien dalam mengendalikan ancaman/penyebab bencana dan menanggulangi dampak pada saat keadaan darurat bencana.

Dalam paparannya, dijelaskan pula tentang tahapan pembentukan SKPDB, seperti, (1) Informasi awal kejadian bencana, (2) Penugasan Tim Reaksi Cepat (TRC) BNPB/BPBD, (3) Hasil kaji cepat dan masukan dari para pihak terkait disampaikan kepada Kepala BPBD Kab/Kota/Provinsi/BNPB, (4) Masukan dan usulan dari BPBDKab/Kota/Provinsi/BNPB kepada Bupati/Walikota/Gubernur/Presiden untuk menetapkan status/tingkat bencana. (5) Penetapan status/tingkatan bencana oleh Bupati/Walikota/Gubernur/Presiden. (6) Penunjukkan Komandan Penanganan Darurat Bencana oleh Bupati/Walikota/Gubernur/Presiden, (7) BPBD Kab/Kota/Provinsi/BNPB meresmikan pembentukan Komando Tanggap Darurat Bencana yang dilakukan dengan mengeluarkan Surat Keputusan Pembentukan Komando Tanggap Darurat Bencana serta melakukan mobilisasi SDM, Peralatan, logistik, dan dana Dari instansi/lembaga terkait dan/atau masyarakat.

Sebagai langkah awal upaya penanggulangan bencana adalah mengumpulkan informasi awal kejadian bencana. Pokok-pokok informasi awal ini meliputi (1) Apa (jenis bencana), (2) Kapan (waktu kejadian bencana), (3) Dimana (lokasi kejadian bencana), (4) Berapa (besaran dampak kejadian bencana), Penyebab kejadian bencana, dan (5) Bagaimana penanganannya. Sebagai sumber informasi adalah pelaporan instansi/lembaga terkait, media massa, masyarakat, internet, dan informasi lain yang dapat dipercaya.

Gerimis tetap setia membasahi seputaran Perum Permata Juanda, Kecamatan Sedati, Sidoarjo. Sugeng Yanu yang ditemani Dian Harmuningsih dan Hamid, tetap lincah menjelaskan hal ihwal  SKPDB. Sementara pesertanya pun antusias menyimak dan bertanya, serta menceritakan pengalamannya terjun di bencana Pacitan. Konsep berbagi dalam kebersamaan sangat terasakan.

Sungguh, apa yang dipaparkan oleh Asesor dari LSP-PB ini, tidak bisa dikupas sampai tuntas dalam semalam dalam acara Arisan Ilmu Nol Rupiah. Harus berseri dan diulangi agar relawan paham tentang upaya penanggulangan bencana, sehingga “tidak ada dusta diantara kita” dalam fase tanggap darurat. Berharap, pria berkacamata ini memakluminya dan tetap bersedia membagi ilmunya dalam acara yang diinisiasi oleh SRPB JATIM, bertempat di Joka. [eBas]












Minggu, 17 Desember 2017

HARI RELAWAN INTERNASIONAL 05 DESEMBER 2017

Berita yang dilansir oleh harian tribunenews.com, mengatakan bahwa Peringatan Hari Relawan Internasional tahun ini  dilaksanakan di Kabupaten Pacitan untuk mengapresiasi ribuan relawan yang tengah membantu warga Pacitan yang terdampak bencana banjir dan longsor tanggal 29 Nopember lalu.

Mereka berasal dari berbagai daerah, institusi dan profesi. Mereka membersihkan sisa-sisa lumpur dan kotoran pasca bencana 29 November lalu. Mereka saling bahu membahu membantu layanan kesehatan, penyediaan air bersih, penggalangan dana untuk pembelian perlengkapan sekolah, sembako dan lain-lain yang dibutuhkan warga Pacitan yang terpaksa mengungsi.

"Apresiasi dan hormat saya kepada para relawan yang telah mendedikasikan waktu dan tenaga serta jejaringnya dalam semua proses penanggulangan bencana. Saya mohon semua elemen relawan terus menjaga solidaritas dan kesetiakawanan sosial serta menebarkannya di lingkungan sekitar dan mengajak partisipasi masyarakat menjadi relawan-relawan di berbagai bidang," tutur Mensos saat menyampaikan arahannya pada Peringatan Hari Relawan Sedunia di Pendopo Kabupaten Pacitan.

Masih kata Khofifah, solidaritas dan kesetiakawanan penting untuk membangun kesadaran publik dalam rangka pengembangan praktek kemanusiaan berbasis kerelawanan guna membantu mengatasi masalah-masalah sosial yang ada, termasuk kebencanaan.

Sayangnya, di lapangan, belum semua pemangku kepentingan ‘akrab’ dengan kehadiran relawan. Begitu juga relawan ada yang enggan mendekat (biasanya karena pengalaman). Untuk itulah perlu kiranya ada acara duduk bareng. Sambil ngopi diadakan dialog interaktif dalam rangka pembinaan agar tumbuh kesepahaman dalam penanggulangan bencana.

Dalam UU nomor 24 tahun 2007, jelas disebutkan bahwa Relawan Penanggulangan Bencana, yang selanjutnya disebut relawan, adalah seorang atau sekelompok orang yang memiliki kemampuan dan kepedulian untuk bekerja secara sukarela dan ikhlas dalam upaya penanggulangan bencana.

Sementara di Perka 17 tahun 2011, disebutkan bahwa relawan (a). Memperoleh pengakuan dan tanda pengenal relawan penanggulangan bencana; (b). Mendapatkan peningkatan kapasitas yang berhubungan dengan penanggulangan bencana; (c). Mendapatkan perlindungan hukum dalam pelaksanaan tugas penanggulangan bencana.

Relawan penanggulangan bencana pun idelanya memiliki kecakapan-kecakapan atau keterampilan khusus yang dibutuhkan dalam penanggulangan bencana. Seperti, Perencanaan, Pendidikan, Sistem Informasi Geografi dan Pemetaan, Pelatihan, Gladi dan Simulasi, Kaji Cepat Bencana, SAR dan Evakuasi, Transportasi, Logistik, Keamanan Pangan dan Nutrisi, Dapur Umum, Pengelolaan lokasi pengungsi dan Huntara, Pengelolaan Posko Penanggulanan Bencana, Kesehatan/Medis, Air Bersih, Sanitasi dan Kesehatan Lingkungan.

Relawan pun juga harus paham tentang Keamanan dan Perlindungan, Gender dan Kelompok Rentan, Psikososial/Konseling/Penyuluhan Trauma, Pertukangan dan Perekayasa, Pertanian, Peternakan, dan Penghidupan, Adminstrasi, Pengelolaan Keuangan, Bahasa  Asing, Informasi dan Komunikasi, Hubungan Media dan Masyarakat, Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan, Promosi dan Mobilisasi Relawan.

Tentunya, melalui pembinaan yang terjadwal rapi, relawan akan memiliki kemampuan seperti yang diharapkan oleh Perka nomor 17 di atas. Semoga apa yang diamanatkan Khofifah dalam peringatan Hari Relawan itu bisa ditindak lanjuti oleh BPBD/BNPB dalam program pembinaan yang berkesinambungan dan memberi perhatian kepada relawan. Tidak hanya sekedar himbauan agar relawan terus menjaga solidaritas dan kesetiakawanan sosial serta mengajak partisipasi masyarakat dalam kerja-kerja kerelawanan. Salam tangguh, salam kemanusiaan.[eBas]




Minggu, 10 Desember 2017

HOTEL FILADELFIA 07 -10 Desember 2017

Biasanya, relawan penanggulangan bencana itu hanya  berlatih masalah evakuasi, menangani pos pengungsian dan distribusi logistik, Dapur Umum, Water Rescue dan sejenisnya.  Untuk itulah, BNPB berkepentingan meningkatkan kapasitas relawan melalui pendidikan dan pelatihan Pengembangan Kapasitas Relawan Berbasis Keahlian Pemetaan, BNPB mengundang 100 relawan untuk mengikuti kegiatan ini di Hotel Filadelfia, Kota Batu, Jawa Timur.

Kegiatan yang berlangsung selama empat hari, diisi dengan materi Peran Relawan dalam Penanggulangan Bencana, Pengembangan Pemetaan Partisipatif Kebencanaan, Pengenalan GPS, dan praktek pemetaan menggunakan OSM Tracker from Android serta belajar membuat akun Open streetmap, Open mapKid, Open Camera, dan ODK Collect.

Raditya Jati, Direktur Pemberdayaan Masyarakat, BNPB mengatakan bahwa, ke depan, relawan tidak hanya terlibat saat tanggap darurat bencana saja, tapi juga berperan dalam pemetaan dan pendataan. Dimana hasilnya akan dianalisa untuk dijadikan bahan penyusunan kebijakan, terkait dengan menentukan tata ruang yang aman sebagai upaya pengurangan risiko bencana.

Sesungguhnyalah, keahlian pemetaan untuk mendukung pendataan ini penting. Dimana, hasilnya digunakan untuk melakukan analisa risiko bencana sebagai bahan masukan untuk  penyusunan  kebijakan pengurangan risiko bencana yang meliputi pengurangan korban jiwa, upaya mengurangi jumlah warga terdampak, kerugian sosial ekonomi serta kerusakan infrastruktur, untuk menjaga keberlangsungan program pembangunan nasional.

Hal ini mengingat bahwa masalah bencana itu adalah masalah bersama yang perlu ada kerjasama multi pihak untuk menanggulanginya. Baik itu pemerintahnya, masyarakatnya, dan dunia usaha. Semua harus bersinergi sesuai kapasitasnya, menuju ketangguhan bangsa menghadapi bencana.

Agung Wicaksono, Ketua Pelatihan ini mengatakan bahwa, BNPB/BPBD tidak bisa bekerja sendiri dalam penanggulangan bencana. Mereka harus melibatkan relawan dalam membantu menolong korban bencana saat tanggap darurat bencana. Seorang teman mengatakan bahwa, tanpa relawan, sehebat apapun pemerintah upaya penanggulangan bencana tidak akan berjalan lancar dan pasti akan memakan biaya tinggi, termasuk biaya psikososial. Untuk itulah patut kiranganya BNPB/BPBD, secara berkala mengadakan pembinaan untuk meningkatkan kapasitas relawan agar semakin mumpuni dalam melaksanakan kegiatan penanggulangan bencana secara cepat, tepat, dan terukur.

Kemudian, Andy, relawan senior sekaligus ketua AIPTINAKES korwil Kota Malang, mengatakan bahwa, pelatihan pemetaan ini perlu ada tindak lanjutnya untuk pendalaman materi sekaligus menumbuhkan kesadaran dari mantan peserta untuk mengimbaskan pengetahuannya kepada anggota organisasinya yang belum sempat menikmati kegiatan semacam ini. Sehingga akan terjadi pemerataan pengetahuan.

Sukur-sukur, dari kegiatan ini muncul inisiatif bersama untuk mengadakan praktek pendataan yang menggunakan perangkat canggih. Mengingat, hal ini jika sepulang pelatihan tidak segera dipraktekkan., maka ilmu yang baru diperoleh itu akan secara otomatis hilang tanpa bekas, dan kembali pesertanya tidak mengerti lagi seperti sebelum ikut pelatihan di Hotel Filadelfia ini.

Sejalan dengan Andy, Samsul Huda, dari Komunitas Relawan Indonesia, chapter Kota Nganjuk, mengatakan bahwa, pelatihan pemetaan ini merupakan hal yang baru  sehingga perlu ada kelanjutannya. Ke depan. Dengan semakin lengkapnya data wilayah rawan bencana, maka BPBD akan semakin mudah menggerakkan relawan sekaligus menyusun program dan kebijakan yang terkait dengan penanggulangan bencana di daerahnya.  

“Harapan kami, BNPB bisa mendorong  BPBD Kabupaten/Kota untuk menindak lanjuti pelatihan ini dan melibatkan relawan dalam upaya pemetaan dan pendataan serta pemantauan daerah rawan bencana di wilayahnya.” Kata relawan yang baru pulang dari membantu evakuasi di lokasi bencana banjir dan longsor Pacitan.

Karena, sesungguhnyalah, potensi relawan yang besar itu sampai saat ini belum banyak dilibatkan oleh BPBD dalam pelaksanaan programnya. Seperti upaya pengurangan risiko bencana di daerahnya. Sehingga yang terjadi, banyak relawan yang ‘berjalan’ sendiri dalam keterlibatannya melakukan misi kemanusiaan menolong sesama saat bencana terjadi, seperti di Kabupaten Pacitan yang dihajar habis oleh banjir dan longsor. Mereka bergerak mandiri, membawa perbekalan sendiri.

Di Hotel Filadelfia, Kota Batu, melalui pelatihan hasil kerja bareng antara AIPTINAKES dengan Direktorat Pemberdayaan Masyarakat, BNPB, semoga bisa muncul upaya sinergis antara relawan dengan masyarakat kampus, dalam melaksanakan tugas kemanusiaan dibidang penanggulangan bencana. Selama empat hari mereka berkumpul bersama, membangun kesepahaman saling berkenalan, sambil menikmati jajanan khas Kota Batu. Wedang Ronde, Angsle, Ketan bubuk, dan aneka cemilan dari olahan buah apel.

Kini semuanya telah kembali ke habitatnya masing-masing, yang ada tinggal kenangan indah yang direkam kamera. Masalah keluhan Cak Jembrot tentang terlalu cepatnya nara sumber dalam menjelaskan materinya, maupun lemotnya akses internet, tidak usah dipikir lagi, tidak usah dibawa pulang. Tanggalkan saja disudut parkiran Hotel. Biar menginspirasi Cak Andy Bindil untuk merencanakan pelatihan ini lagi tahun depan, sehingga kita bisa berkumpul kembali.

Uztad Yoyok, dari Pramuka Pasuruan, mencoba menawarkan, agar alumni tidak lupa dengan JOSM dan QGIS, kiranya perlu ada pertemuan lagi di Pondoknya Gus Adhim, yang dijadikan markas Santri Tanggap Bencana (Santana) Lamongan.
“Ayo dulur, mumpung akeh banyu tak tunggu nang tambakku. Monggo pinarak terus muter-muter tambak tolek iwak, tapi ojo ngguyu ngakak mengko disawat bakiak bapak, ambek diomeli emak” Kata Gus Adhim dalam postingannya. [eBas]