Kamis, 29 September 2022

PROGRAM SPAB TAK SEINDAH WARNA ASLINYA

Nice sharing mbak Retno dan Mbak Ocha. Ijin bertanya kepada kedua implementator SPAB, baik dari FPRB maupun dari SRPB. Fasilitasi SPAB ini harus didukung oleh multipihak. Sustainibilitas menjadi salah satu indikator keberhasilannya. Apakah sudah ada strategi untuk mencapai hal itu?, misal melalui integrasi materi kebencanaan kedalam mata pelajaran. Karena untuk jenjang SD/sederajat dan SMP/sederajat belum ada mata pelajaran khusus tentang mitigasi bencana. Demikian, terima kasih.

Begitulah salah satu pertanyaan yang dilontarkan Annisatu Nadiroh, salah seorang peserta webinar tentang edukasi kebencanaan, dengan bahasan menuju sekolah aman bencana, sebuah praktik inklusi mandiri dan penerapan SPAB, yang digelar hari rabu (28/09/2022).

Webinar ini digelar dalam rangka turut “mangayubagyo” acara KN-PRBBK XV tahun 2022. Acara rutin yang digelar setiap tahun dalam bentuk kegiatan diskusi reflektif praktik baik upaya pengurangan risiko bencana berbasis komunitas, dengan berbagai tema yang dilih oleh masing-masing region.

Untuk region Jawa Timur, salah satu tema yang diambil adalah seputar edukasi kebencanaan. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi penikmat webinar untuk ikut menyimak. Jumlah pesertanya diluar prakiraan. Sebelumnya hanya berharap 47 partisipan, ternyata membludak banyak.

Ini menandakan bahwa pemilihan tema juga sangat menentukan. Harus dibuat sebombastis mungkin, kayak judul yang sering muncul di “koran kuning”. Tidak peduli isinya biasa-biasa saja, yang penting chasing nya eye catching, yang mendorong peserta untuk bertanya.

Diantaranya adalah pertanyaan dari Eko Yudha terkait SPAB, yaitu, tentang bagaimana terapan pilar ke 3 yang membahas kurikulum dan siapa yang mempunyai tanggung jawab untuk memasukkan poin tersebut kedalam kurikulum.

Sementara, Rurid dari Kota Kepanjen, Kabupaten Malang bertanya, apakah aktor yang diserahi melaksanakan SPAB juga menyiapkan perangkat untuk monev kegiatan pasca kegiatan edukasi bencana, serta mohon diceritakan tentang tantangan dalam keberlanjutan edukasi bencana untuk investasi pengetahuan.

Masih kata mantan Sekjen F-PRB Jatim sebelum digantikan mBah Dharmo, Edukasi bencana bukan hanya mengurangi risiko dalam jangka pendek, namun jangka panjang.  Tantangan yang sebenarnya adalah bagaimana efektivitas edukasi kebencanaan dengan berbagai latar belakang yang ada? dan bagaimana keberlanjutannya, karena berdasarkan pengalaman tentang program destana yang tidak berlanjut.

“Apakah teman-teman dalam memfasilitasi edukasi bencana juga merancang rencana tindak lanjut?,” Imbuhnya.

Agus Sadid, seorang pelaksana program pendidikan non formal dari Sumbawa, bertanya, apakah untuk edukasi kebencanaan, bisa masuk ke dalam kurikulum kami di SKB terutama terkait dgn program pendidilkan kesetaraan.

“Saya harapkan edukasi kebencanaan bisa disenergikan dengan program life skill dan pnguatan kapasitas peseta didik PAUD dan Dikmas. Begitu juga struktur materi edukasi kebencanaan sebaiknya memuat atau mengaitkan sistem model kearifan lokal sehingga lebih efektif,” Begitu harap Bang Sadid, panggilan akrabnya.

Sungguh, pertanyaan yang dipaparkan di atas tidak mudah dijawab, karena berbau kebijakan. Sementara dinas pendidikan sendiri masih banyak yang belum paham, bahkan tidak tahu akan keberadaan Permendikbud nomor 33 tahun 2019. Sehingga mereka belum mengeluarkan perintah agar sekolah menyelenggarakan SPAB.

Pihak dinas masih bersikap defensif, menunggu ajakan BPBD untuk ber SPAB lewat programnya. Sedangkan sekolah, khususnya sekolah negeri, kebanyakan masih menunggu arahan dan petunjuk atasan.

Ingat lho, program SPAB yang dibawa oleh “Tim SPAB bersertifikat”  itu programnya BPBD yang sifatnya masih sebatas sosialisasi demi daya serap anggaran. Jadi, disini yang diutamakan anggaran cepat terserap sesuai aturan untuk segera dilaporkan.

Masalah program SPAB ditindak lanjuti atau tidak oleh sekolah, pasca “didatangi” Tim SPAB bersertifikat, itu urusan lain. Hal ini sejalan dengan apa kata Rurid tentang program destana yang tidak diikuti oleh program penguatan maupun program pemandirian, seperti yang dipraktikkan dalam program pendidikan non formal.

Untuk itu, alangkah baiknya jika BPBD menggandeng elemen pentahelix yang tergabung dalam F-PRB untuk menindaklanjuti ke dua program itu, baik SPAB dan Destana, agar tidak “layu sebelum berkembang”. dimana Forum diberi tugas melakukan pendampingan secara berkala, baik untuk program SPAB dan Destana. Sehingga keberadaan ke dua program benar-benar berdampak positif terhadap upaya membangun ketangguhan masyarakat menghadapi bencana.

Tentu, aturan mainnya perlu dibicarakan bersama sambil ngopi, dengan semangat musyawarah untuk mufakat. Ini penting, untuk mengatasi masih lemahnya koordinasi komunikasi dan kuatnya ego sektoral antar pihak (pentahelix) dalam upaya pengurangan risiko bencana dan penanggulangan bencana. [eB/KamisPon-29092022]   

Minggu, 25 September 2022

BONUS SAYANG ITU BENTUKNYA PUSH UP

“Sedulur Jamaah LC, bila tidak ada halangan. Monggo hadir di acara Anniversary NAVSHOOT ke VI. Bertempat di Taman Hutan Kota Balas Klumprik, Kecamatan Wiyung, Surabaya, sabtu – minggu tanggal 24 – 25 September 2022”. Begitulah bunyi undangan yang disampaikan lewat grup whatsapp Jamaah Lorong Education.

Kali ini saya berkesempatan untuk mewakilinya, sekalian ingin tahu indahnya Taman Hutan Kota Balas Klumprik yang diresmikan pada tahun 2020, oleh Risma, walikota Surabaya yang sangat fenomenal kiprahnya.

Setelah solat isak di Masjid daerah Kebran, saya langsung mencari lokasi Hutan Kota, tempat dimana Om Dharma sebagai “Kepala Suku” keluarga besar NAVSHOOT sedang berkumpul memperingati hari jadinya.

Dengan mengusung tema “Bersama Menyatukan Rasa dan Asa”, seluruh anggota berdatangan dari berbagai daerah. Tentu dengan membawa selaksa rindu yang ingin ditumpahkan di arena itu dengan penuh gembira. Apalagi panitianya berkesempatan menayangkan foto dan video lama, tentang kebersamaan, kelucuan dan kekonyolan.

Sungguh kenangan itu pun menyeruak, serasa semua itu baru saja terjadi. Tentu yang paling ditunggu adalah ketika mendapat bonus dari komandan, saat menjalani pelatihan. Salah sedikit mendapat bonus. Selah banyak pun pasti semua ikut merasakan bonus (dengan segala sumpah serapahnya, tapi hanya terucap di dalam hati. Konon, jika komandan mendengar keluhan tentang bonus, maka bonus pun akan dibambah).

Alhamdulillah, kehadiran saya disambut dengan grapyak semanak. Segelas teh hangat membuka interaksi antara saya dengan semua yang hadir. Sambil nyruput teh, kami ngobrol di dekat meja registrasi. Beberapa juga bercerita tentang proses pencarian survivor yang hilang saat berkemah di bukit Krapyak, wilayah Pacet, dan belum ditemukan karena ada faktor lain (mistis) yang ikut bermain.

Malam itu ada mendung sedikit. Semilir angin malam agak malu menyejukkan Taman Hutan Kota yang tampak kering, seperti lama tidak disentuh banyu langit dan banyu kali. Hal ini terlihat jelas, beberapa bibit tanaman, diantaranya  mangga, kelengkeng, dan jambu daunnya mulai layu, sedikit menguning menuju kering.

Acara Anniversary malam itu berlangsung khitmad sesuai agenda. Beberapa orang berkesempatan menyampaikan sepatah dua patah kata, tentang pentingnya mempererat tali silaturahmi dan meningkatkan soliditas di antara anggota Navshoot dari berbagai angkatan.

Malam itu benar-benar menjadi ajang ngobrol apa saja sebagai pelepas rasa kangen, juga tukar informasi dan cerita pengalaman. Saya juga larut di dalamnya, setelah menikmati nasi kuning, tumpeng ulang tahun. Serta jajanan buatan sendiri sambil ngopi. ya, malam itu penuh keakraban, grapyak semanak tanpa bonus dari komandan.

Adzan subuh berkumandang sayup-sayup. Pertanda fajar baru telah memulai harinya. Kicau burung liar jarang terdengar di seputaran Hutan Kota Balas Klumprik, yang mulai didatangi warga sekitar untuk olah raga pagi. Beberapa sarana olah raga juga tersedia, siap menyehatkan bagi mereka yang mau sehat.

Toiletnya lumayan bersih untuk ukuran fasilitas umum yang gratisan.. begitu juga dengan keberadaan musholanya. Mungkin yang perlu ditingkatkan adalah faktor kebersihan lingkungan. Deretan kantin pun mulai berbenah untuk melayani pengunjung. Sesungguhnyalah para pedagang ini bisa diajak serta menjaga kebersihan lingkungan agar pengunjung merasa nyaman dan kerasan.

Keluarga besar Navshoot pun memulai harinya dengan senam pagi dan bersama sama mengelilingi taman hutan dengan berswafoto, mencoba mengabadikan kegiatan yang layak untuk dijadikan kenangan bahwa di taman hutan kota Balas Klumprik, kita pernah bergaya walaupun sebagian besar pesertanya belum mandi, bahkan juga belum ngopi.

Tidak disangka, ternyata  bonus dari komandan keluar juga. Semua berawal dari beberapa anggota yang mencoba potong kompas agar tidak terlalu jauh berjalan. Ya, mereka dengan senang hati nrabas jalan. Mereka pun dengan senang hati dan cengengesan menerima bonus dari komandan.

Bonusnya berupa push up berjamaah. Tidak banyak. Hanya lima belas kali, dan diulang kembali karena ada yang curang. Para terhukum pun patuh mengulangi dengan penuh gembira, saling menggoda diantara para terhukum. Sementara anggota yang lain ikut bergembira memberi semangat dan mengabadikan lewat masing-masing gawainya.

Sesampainya di depan tenda. Para terhukum masih belum bebas. Karena komandan masih memberi bonus push up sebanyak lima kali saja untuk yang pertama, kemudian lima kali lagi untuk yang ke dua, ke tiga dan seterusnya sampai gempor.

Anehnya suasana tidak tampak tegang babar blas. Semua saling tersenyum bergembira. Para terhukum tidak ada yang bermuka manyun, tapi malah penuh senyum.

Mengapa bisa begitu ?. ternyata bonus berupa push up itu merupakan bentuk kasih sayang, dan perhatian yang disepakati bersama sebagai sebuah tradisi Navshoot yang dilestarikan (dan dirindukan oleh mereka yang ndableg).

Minggu wage (25/09), sebelum acara kangen-kangenan usai, keluarga besar Navshoot menggelar ritual tahunan, pemilihan pengurus baru sebagai upaya regenerasi untuk penyegaran organisasi, sambil membagi doorprize. Kali ini tongkat kepemimpinan Navshoot periode 2022 – 2024, bergeser dari Agus Purnomo ke Raditya dari angkatan Elang Gunung.

Tidak lupa juga mengagendakan acara pemantapan Elang Gunung, angkatan 5 tahun 2022, agar materi yang telah di cecap lewat diklat benar-benar bisa diaplikasikan. Termasuk nanti pada saat mbrasak, memploting area, dengan teriakan salam satu karvak sebagai penyemangat pergerakan.

Seperti lazimnya komunitas pecinta alam, setiap mengakhiri kegiatan selalu melakukan ritual wajib bersih-bersih lokasi kegiatan. Segala sampah yang dihasilkan diamankan ke dalam trash bag. Sehingga tempat kegiatan kembali bersih.

Sekitar pukul 15.00 sore, keluarga besar Navshoot mengakhiri kegiatan tahunannya dengan saling bersalaman tanpa ada rasa mangkel antara mereka yang menerima bonus dengan yang memberi bonus. Mereka juga mendokumentasikan acara itu dengan berfoto bersama. Untuk kemudian dengan tertib meninggalkan area taman hutan kota Balas Klumprik, Kecamatan Wiyung, Kota Surabaya. [eB/SeninKliwon-26092022]

 

 

 

Kamis, 22 September 2022

PEMBELAJARAN DARI BENCANA GUNUNG SEMERU 2022

Sungguh, tidak rugi menyimak webinar kali ini yang bertajuk “Lokakarya Strategi Penanganan Shelter dan Pemulihan Pasca Bencana; Pembelajaran dari Awan Panas Gunung Semeru”. Banyak informasi baru yang muncul dalam kegiatan webinar kali ini.

Mulai dari Pak Bupati yang merasa harus kuliah pasca sarjana (S2) di Unair Surabaya, agar semakin paham bagaimana menangani bencana, termasuk paham akan klaster, sehingga tidak bertanya tanya lagi, dan banyak lagi yang harus dibenahi, termasuk perlunya peningkatan sumber daya manusia yang menangani kebencanaan.

Ya, bencana Gunung Semeru di Kabupaten Lumajang tahun 2022 ini, perlu kiranya menjadi sebuah pembelajaran bagi para pihak untuk dijadikan bahan penyusunan kebijakan, dan program peningkatan kapasitas para pihak, termasuk aktor lokal (relawan sebagai salah satu unsur pentahelix yang tergabung dalam Forum PRB) agar semakin baik ke depannya.

Hal ini sejalan dengan apa yang dirasakan oleh Alfin, salah seorang pengurus Forum PRB Provinsi Jawa Timur, bahwa pelaksanaan manajemen posko kurang sesuai dengan SKPDB, sistem koordinasi dan komunikasi antar pihak (khususnya OPD), kurang maksimal, distribusi logistik tidak merata.

Masih kata pria yang aktif sebagai fasilitator destana ini, mengatakan bahwa donasi yang masuk ke Baznas cukup banyak, lebih dari 30 milyar, namun belum tersalurkan, pengelolaan data dan informasi tentang korban hingga masa transisi darurat belum valid dikarenakan masing-masing OPD mempunyai data sendiri yang berbeda satu sama lain.

Sebuah pekerjaan rumah yang harus mendapat perhatian dari para pihak, termasuk Forum PRB, baik tingkat Provinsi Jawa Timur, khususnya pengurus Forum PRB Kabupaten Lumajang.

Kegiatan ini merupakan hasil  kerjasama antara Kemenko pembangunan manusia dan kebudayaan, dengan sub klaster shelter pengungsian dan perlindungan yang dikoordinasikan oleh kementerian sosial serta Human Initiative, Catholic Relief Service, IFRC, dan Predik, di hotel morissey jakarta, selasa (20/09/2022).

Pembicara dalam webinar ini bukan kaleng-kaleng, semua berkaliber nasional, bahkan ada yang berpengalaman internasional. Sehingga apa yang disampaikan itu pastilah bukan hoax, tetapi benar-benar berdasar data, fakta dan laporan dari lapangan.

Misalnya, kurangnya pelibatan masyarakat setempat dalam fase tanggap bencana dan pasca bencana. Program pemberdayaan masyarakat yang diberikan oleh lembaga tertentu, sering kali tidak disertai dengan upaya tindak lanjut, khususnya masalah pemasaran produknya. Sehingga tidak bisa berkembang dan berhenti setelah dana stimulusnya habis digunakan.

Ada juga harapan bahwa pemerintah daerah harus memahami tentang adanya potensi ancaman bencana di daerahnya, juga kerentanan dan kapasitasnya, sehingga bisa membangun ketangguhan melalui mitigasi dan kesiapsiagaan dengan melibatkan aktor lokal. Dengan demikian mereka siap menghadapi bencana.

Diharapkan juga mereka memahami pentingnya koordinasi, dan komunikasi antar pihak dalam kerja-kerja pengurangan risiko bencana dan penanggulangan bencana seperti yang dipesankan oleh UU 24 tahun 2007.

Dalam sesi tanya jawab, banyak sekali dari peserta  webinar yang dilakukan secara hybrid ini mengemukakan pendapatnya, sesuai sudut pandang dan informasi yang diterimanya.

Di kolom chat, ada yang menuliskan bahwa praktik baik yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Lumajang dalam menangani bencana awan panas guguran Gunung Semeru, sulit untuk diduplikasikan ke daerah lain, karena kuatnya politik lokal yang mempengaruhi kebijakan yang diambil oleh pimpinan daerah.

“Ya, semua tergantung kebijakan pemda dan kemampuannya dalam berkoordinasi dengan pusat. Beda pimpinan tentu berbeda pula cara berkomunikasinya. Termasuk beda bencana, beda pula penanganannya,” Kata Tommy dalam chat nya.

Sementara, Nugroho, mengatakan bahwa kecepatan penanganan bencana di Lumajang tempo hari itu karena Bupatinya yang istimewa. Akan lebih baik lagi jika dia memahami tentang konsep pengurangan risiko bencana dan kajian risiko bencana sehingga akan muncul rencana penanggulangan bencana. Apa yang dikemukakan ini tentunya perlu didiskusikan lebih lanjut.

Terkait dengan pernyataannya di atas, Nugroho juga mengatakan bahwa beda ancaman bencana, beda pula skema tindakan dan strategi yang akan diambil. Begitu juga beda karakter dan kultur (kearifan lokal), serta pemahaman pimpinan daerah juga berpengaruh terhadap arah kebijakan yang akan diambil untuk menangani bencana.

Hal ini senada dengan pendapat Samuel. Menurutnya, praktik baik yang dilakukan oleh Kabupaten Lumajang, layak diadopsi oleh pemerintah daerah lain, khususnya yang memiliki kemiripan potensi ancamannya. Jika memungkinkan bisa dikampanyekan lewat berbagai media.

Sementara, masalah huntara dan huntap diangkat oleh Alfin, yang aktif menjaga Pos Bersama (POSMA) yang didirikan oleh Forum PRB Jawa Timur. Dia bilang bahwa huntap dibangun lebih cepat daripada huntara. Padahal, konon, dasar dari pembangunan huntap itu harus mengacu pada rencana rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana (R3P).

Pertanyaannya kemudian, dokumen R3P belum selesai atau masih dalam proses penyusunan, namun huntap sudah berdiri, dengan beberapa kekurangan disana sini. Apakah ini tidak menyalahi aturan, atau memang boleh dilanggar asalkan sesuai dengan kebijakan yang disepakati. Konon masalah ini hanya terjadi di Lumajang, daerah lain belum.

Terkait dengan chatnya Alfin, Nugroho menambahkan bahwa kami dalam operasi tanggap darurat maupun pasca bencana selalu berhitung dengan sphere (standar minimum). Memang praktek di Lumajang berbeda dengan standar minimum untuk shelter. Itulah yang menjadikan banyak NGO mengalihkan program pasca bencana kebentuk atau pendampingan selain hunian (huntara maupun huntap).

“Mohon maaf, termasuk kami salah satunya yang berencana mendirikan huntara dialihkan ke program pemulihan saluran air, karena ketidak jelasan kebijakan” Tambahnya.

Ya apalah artinya saling adu cepat dalam membangun huntara dan huntap namun hasilnya tidak layak huni. Apakah ini termasuk salah satu kriteria keberhasilan relokasi. Tampaknya pernyataan ini juga perlu didiskusikan lebih lanjut sambil ngopi.

Mengakhiri webinar yang dinamis ini, Nugroho dari Kota Semarang, dalam chatnya, mengajak para pihak untuk bergandeng tangan membangun bangsa dari pasca bencana. Jangan manjakan penyintas, yang secara tidak sadar kita telah membodohkan mereka.

“Mari mainkan strategi dan kolaborasi pentahelix serta kearifan lokal, sehingga penggunaan anggaran bencana bisa lebih efisien, dengan kinerja yang efektif sehingga pengalokasian bantuan bisa lebih luas,” Katanya.

Yang jelas, semua komentar yang muncul dalam webinar ini perlu dijadikan bahan evaluasi dan dibahas antar pihak sambil ngopi, agar tidak ada dusta diantara pihak yang terlibat. Salam Sehat. [eBas/KamisLegi-22092022]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Selasa, 13 September 2022

CATATAN KOPI DARAT RELAWAN DAN BPBD DARI SISI LAIN

“Kami di BPBD sudah memiliki pasukan yang cukup banyak dan harus ditingkatkan kapasitasnya secara berkala agar selalu siap melaksanakan tugasnya di bidang kebencanaan. Juga tugas-tugas yang diberikan oleh atasan kami, yaitu Pak Walikota. Untuk itulah kami memprioritaskan pasukan kami untuk pembinaannya, sehingga ada kesan kami kurang memperhatikan relawan”.

Pernyataan di atas diucapkan oleh Ridwan Mubarum, Sekretaris sekaligus menjabat sebagai Plt BPBD Kota Surabaya, yang mencoba menjawab pertanyaan kritis dari Yogi, dari Posko Bersama Relawan Surabaya. Termasuk dari komunitas Respek yang mengatakan bahwa petugas kurang simpatik saat relawan membantu di lapangan.

Pertemuan antara relawan Kota Surabaya yang terdiri dari berbagai komunitas dengan para petinggi BPBD, digelar di Aula Kantor BPBD Kota Surabaya, selasa pahing (13/09/2022). Ini adalah awal pertemuan yang diinisiasi oleh relawan. Harapannya yang pertama ini bukan yang terakhir.

Disamping untuk menjalin komunikasi antar relawan, juga sebagai upaya mempererat tali silaturahmi untuk membangun ketangguhan dan sinergi positif diantara berbagai komunitas relawan dan BPBD, kaitannya dengan kerja-kerja pengurangan risiko bencana dan upaya penanggulangan bencana, sesua pesan dari Perka BNPB nomor 17 tahun 2011.

Pertemuan ini juga menjadi ajang keluh kesah dari beberapa relawan yang memiliki pengalaman kurang enak dengan petugas saat di lapangan. Seperti ungkapan di atas. Dengan berkomunikasilah semua akan memahami mengapa hal itu terjadi.

Roy dari Relawan Surabaya, mengatakan bahwa dulu, setiap ada kejadian bencana maupun kecelakaan, relawan selalu berada di ring satu, Di depan bersama-sama petugas melaksanakan tugas. Namun sekarang sudah tidak lagi. Relawan cukup di ring belakang.

Mengapa ini bisa terjadi ?. ya, mungkin semuanya mengikuti perubahan aturan dan kebijakan.Termasuk adanya kekhawatiran terjadi kesalahan yang lebih fatal jika penanganannya melibatkan relawan yang kapasitasnya beragam (bahkan hanya modal nekat).

Konon, jika terjadi kesalahan atau keterlambatan dalam menangani kecelakaan, si petugas akan mendapat teguran dari atasan, yang bisa berdampak terjadinya teguran, mutasi atau “dirumahkan”.

Masalah inilah yang juga perlu dipahami oleh relawan. Bahkan Ocha, dari Navshoot, mengatakan bahwa, relawan tidak boleh memaksakan kehendak kepada BPBD, karena semua ada aturan dan kebijakan yang harus ditaati.

Termasuk masalah anggaran, jika mbleset dalam penggunaannya, maka akan terjadi bencana administratif bagi BPBD, yang tidak menutup kemungkinan akan berakhir di depan “meja hijau”.

Ya, begitulah nyatanya, beda pimpinan (rezim), beda pula aturan dan kebijakan yang disusun, termasuk perhatian kepada relawan, yang konon tidak sehangat dulu (info dari beberapa senior relawan Kota Surabaya yang enggan dsebutkan jati dirinya disini).

Nah, kemudian, bagaimana relawan menyikapi kondisi yang demikian ?. Tentunya tetap bersemangat menerima maksud baik pihak BPBD untuk menghimpun diri dalam grup whatsapp relawan surabaya bersatu, sebagai upaya mempermudah koordinasi menyusun aksi, melakukan komunikasi mencari solusi, sekaligus memudahkan mobilisasi relawan apabila ada kejadian.

Terkait dengan upaya peningkatan kapasitas relawan dibidang kebencanaan. Baik itu saat pra bencana, tanggap darurat, maupun pada fase pasca bencana. Ada baiknya relawan secara bersama-sama rembugan untuk menyepakati agenda latihan bersama secara mandiri dengan dana “bantingan” dari masing-masing komunitas.

Adapun materinya bisa apa saja dengan mencari pemateri yang mau mengajar secara gratisan, seperi yang selama ini dilakukan oleh SRPB Jawa Timur, yang terbukti membawa manfaat bagi pesertanya, terkait dengan peningkatan kapasitas maupun menambah relasi pertemanan.

Atau kelakuan Jamaah LC yang rajin menggelar Jagongan sambil ngopi untuk menjaring gagasan kreatif yang bisa diwujudkan dalam aksi bersama lintas komunitas. Seperti gerakan bersih-bersih pantai, edukasi konservasi dan penanaman mangrove. Serta kegiatan lain yang berazaskan gotong royong dan kebersamaan dalam keberagaman. Saling menguatkan tanpa melemahkan dalam arti sebenarnya, bukan sekedar seolah-olah.

Hal ini mengingat anggaran BPBD sudah habis untuk membina dan meningkatkan kapasitas pasukannya yang jumlahnya banyak itu. Ya, siapa lagi yang “ngopeni” mereka jika bukan BPBD ?.

Benar orang bilang bahwa bencana itu urusan bersama, termasuk relawan. Namun harus tetap dibawah koordinasi dan komando BPBD atau yang ditunjuk, seperti pesan dari konsep SKPDB. Untuk itulah ajakan baik dari BPBD untuk membentuk paguyuban relawan Surabaya di bulan November 2022 nanti, perlu kiranya disambut dengan riang gembira.

Mari kita torehkan bersama bahwa acara kopi darat relawan Surabaya yang pertama ini menjadi awal terbentuknya paguyuban relawan Surabaya yang memberdayakan secara ekonomi, dan meningkatkan kapasitas berdasarkan klaster yang ada, sesuai dengan kemampuan individunya. Mari kita buka kembali Perka BNPB nomor 17 tahun 2011.

Adapun masalah inisiasi pembentukan forum penguranga risiko bencana Kota Surabaya yang telah dilakukan dan kurang mendapat tanggapan itu, sebaiknya relawan tidak usah ikut memikirkan. BPBD sudah punya tim sendiri untuk pembentukannya. Yang penting relawan siap jika dibutuhkan untuk meramaikan forum*. Salam Waras. [eB/RabuWage Ndleming dewe-14092022]