Senin, 14 Agustus 2017

LEFT ITU KELUAR DARI GRUP WHATSAPP

Sungguh sedih rasanya melihat perkembangan organisasi pasca rapat pelantikan pengurus. Bagaimana tidak?.  Dulu, saat masih menjelang rapat, banyak organisasi yang kurang dikenal tiba-tiba muncul memperkenalkan diri, merengek minta diikutkan dalam pagelaran rapat di Hotel Gratisan. Saat rapat pun, suaranya lantang menggema dengan usulan dan gagasan yang ‘cetar membahana’.

Namun setelah pagelaran rapat usai, satu persatu mereka bercerai berai entah kemana, sulit dikonfirmasi lagi saat dibutuhkan organisasi. Padahal kontribusi tenaga dan pikirannya sangat dibutuhkan untuk mendorong roda organisasi bisa berjalan sesuai visi misi dan tujuanya, demi kemaslahatan umat.

Paling tidak pasca pelantikan pengurus semua peserta rapat diharapkan tetap berkoordinasi, membuka debat tipis-tipis sambil ‘ngopi bareng ben gayeng ning hasile marem’, sehingga tercipta sebuah organisasi yang harmonis. Gesekan pendapat itu hal biasa dalam rangka membangun kesepahaman bersama.

Pertanyaannya kemudian, mengapa mereka berlaku seperti itu, hanya ‘rame ing rapat, sepi ing gawe’. Hanya suka acara seremonial, setelah itu kembali pura-pura tidak kenal. Kira-kira apa ya tujuannya mereka dulu merengek-rengek ikut rapat di Hotel ?. mungkin karena tidak mendapat peran dalam kepengurusan sehingga agendanya yang dibawanya tidak berjalan.

Begitu juga dengan keberadaan anggota grup WhatsApp. Baru masuk dua tiga hari, kemudian tiba-tiba left, keluar dari grup. Padahal keberadaannya gabung ke dalam grup itu belum berkontribusi apa-apa. Belum berkiprah menunjukkan potensi diri lewat aksi bersama memberi manfaat kepada sesama.

Jadi, mengapa harus masuk, jika hanya untuk keluar. Mungkin perlu disadari, bahwa grup ini tidak ada sama sekali keuntungan finansialnya. Secara ekonomis, grup ini tidak mendatangkan hasil yang bisa mempertebal isi dompet dan kantong celana.

Bahkan, uang pribadi seringkali harus keluar untuk menghidupkan grup ini. Seperti untuk beli konsumsi, beli bensin, ongkos angkot, serta beli rokok dan kopinya, semuanya diadakan secara mandiri tidak ada subsidi. Dan yang jelas, ikut grup ini wajib hukumnya berkorban waktu, tenaga dan pikiran untuk kebermaknaan grup.

Dengan kata lain, di organisasi macam ini bukan tempat yang layak mencari uang, tapi untuk mencari teman. Disini pun bukan ajang pamer kepintaran, namun menjadi media saling berbagi pengalaman yang didasari rasa saling asah asih asuh .

Sekali lagi, mengapa harus masuk grup jika kemudian harus left, keluar tanpa meninggalkan kesan, apalagi kenangan. Tidak tahu lagi jika semua itu bagian dari dinamika organisasi yang cair sifat keanggotaannya. Sehingga keberadaan organisasi hanya dianggap sekedar ampiran. Jika menguntungkan ikut hadir, manakala merugikan ya pilih mangkir. Wallahua’lam bishowab.[eBas]   
   



  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar