Senin, 17 Desember 2018

RELAWAN ABAL-ABAL


Sungguh sangat memprihatinkan. Ternyata masih ada sekelompok relawan berpikiran picik yang mengatakan bahwa relawan penanggulangan bencana itu adalah mereka yang terjun langsung ke lokasi bencana. sementara, relawan lain yang belum berkesempatan terjun ke lokasi dan hanya berkutat dengan teori menekuni ‘pergulatan pikiran’ untuk menginspirasi kegiatan penanggulangan bencana, oleh mrereka dianggap sebagai relawan abal-abal.

Karena, menurut pikiran kelompok ini, yang namanya relawan itu harus berjibaku menolong korban, berkalang tanah mengevakuasi korban mati, melakukan pendampingan korban di pengungsian, dan kegiatan nyata lainnya yang bersentuhan langsung dengan ‘kegaduhan’ di lapangan.

Dampak dari anggapan di atas, tanpa disadari telah memunculkan polarisasi relawan, yang tentu saja dapat mengganggu upaya mempererat tali persaudaraan melalui silaturahim. Yang mana, dari situ dapat dijadikan media peningkatan kapasitas dan kualitas.

Padahal pemahaman picik itu sudah waktunya dikubur dalam-dalam. Karena tidak sesuai dengan konstelasi jaman. Apalagi melihat siklus bencana dalam bentuk lingkaran yang tiada putus dan harus selalu dipersiapkan secara terus menerus. Sementara itu dalam Perka 17 dikatakan bahwa, Masyarakat dan pihak non-pemerintah dapat berpartisipasi dalam berbagai bentuk kerelawanan, dalam penanggulangan bencana dan pengurangan risiko bencana

Sementara, dalam Perka nomor 17 tahun 2011, tentang Pedoman Relawan Penanggulangan Bencana, dikatakan bahwa relawan itu bisa bermain pada fase pra bencana, tanggap bencana, dan pasca bencana.

Dalam fase pra bencana, relawan bisa memainkan peran, diantaranya dalam Kegiatan penyuluhan kepada masyarakat di daerah rawan bencana, Pelatihan bersama masyarakat, Memberi informasi akan datangnya bencana, Penyiapan barang pasokan pemenuhan kebutuhan dasar, dan Penyiapan lokasi evakuasi.

Sementara itu, saat tanggap darurat, relawan bisa berperan membantu melakukan kaji cepat kebutuhan kedaruratan, Membantu pencarian, penyelamatan dan evakuasi, Penyiapan dapur umum, Penyediaan hunian sementara, Perlindungan kelompok rentan, dan Pendampingan psikososial korban bencana.

Sedangkan pada fase pasca bencana, relawan dapat berperan membantu pengumpulan dan pengelolaan data kerusakan dan kerugian dalam sector perumahan, infrastruktur, social ekonomi, dan lintas sektoral. Disamping itu relawan juga bisa berpartisipasi dalam kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi fisik dan nonfisik dalam masa pemulihan.

Berkaca dari Perka 17, maka relawan bisa bermain di ketiga fase sekaligus. Namun boleh juga bermain disalah satu fase saja sesuai kemampuan fisik, usia dan dana. Dengan demikian, relawan itu tidak harus selalu turun ke lokasi seperti yang disangkakan oleh sekelompok relawan yang picik, mungkin karena mereka kurang piknik, sehingga gampang panik ketika muncul polemik. Sungguh memprihatinkan. Semoga Tuhan segera memberi petunjuk. [eBas/selasa pahing,18/12].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar