Senin, 05 Desember 2016

RELAWAN KEMANUSIAAN

Konon, Perserikatan Bangsa Bangsa (melalui Resolution 40/212 tanggal 17 Desember 1985) menetapkan tanggal 5 Desember sebagai International Volunteer Day atau Hari Relawan International. Hari itu dikhususkan untuk menghargai para organisasi, komunitas, maupun individu yang secara konsisten memberikan kontribusi sosial nyata bagi masyarakat yang karena sesuatu masih terpuruk dalam upaya mengakses hasil pembangunan. Mereka beraksi baik saat ada bencana maupun tidak. Merekalah yang biasa disebut Relawan Kemanusiaan.

Berdasarkan harkatnya, manusia adalah makhluk sosial yang suka membantu sesamanya, mempunyai rasa saling peduli, dan saling berbagi sesuai konsep masyarakat gotong royong. Selain itu didalam agama manapun diajarkan untuk saling tolong menolong. Adalah manusia yang baik jika dia bermanfaat untuk manusia lainnya. Oleh karena itulah para relawan hadir menjalankan aksinya demi sesama. Pejuang kemanusiaan yang memberikan tenaganya untuk membantu semampunya, melakukan kerja bhakti dengan keikhlasan atas dasar kemanusiaan. 

Pertanyaannya kemudian, Sudahkah Kita dengan sepenuh hati (tanpa pamrih embel-embel imbalan ekonomi) memberikan kontribusi positif bagi masyarakat atau lingkungan di sekitar?. Tak harus melakukan sesuatu yang besar, melakukan hal kecil secara konsisten pun sudah lebih dari cukup. Jika di sela-sela kesibukan masih bisa meluangkan waktu untuk berbuat sesuatu bagi sesama yang butuh pertolongan, itulah jiwa seorang relawan. Menjadi relawan, berarti siap dengan segala konsekuensi,  rela berkorban, tidak egois dan mau berbagi tenaga untuk membantu. Sebuah konsep berlomba mengejar kebajikan dengan membantu sesama. Relawan wajib memiliki rasa solidaritas yang tinggi dan memiliki tanggung jawab besar dalam kerja-kerja kemanusiaan

Dalam beberapa postingan di sosial media, dikatakan bahwa saat ini, PBB melalui badan pekerjanya terus memotivasi gerakan kesukarelawanan dari masyarakat sipil yang berfokus pada 8 Sasaran Pembangunan Milenium (Milennium Development Goals) . Kedelapan sasaran itu adalah: memberantas kemiskinan dan kelaparan,  mencapai pendidikan untuk semua, mendorong kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan, menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya, memastikan kelestarian lingkungan hidup, dan mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan.

Disinilah, partisipasi para relawan dalam mendukung program pemerintah untuk mensejahterakan warganya, menjadi penting. Dengan kata lain, relawan bukan hanya sekedar asset buat organisasi namun juga merupakan asset Negara, yang bisa digerakkan untuk membantu pemerintah. Tinggal bagaimana membina dan memfasilitasinya agar peran yang dimainkan relawan benar-benar sejalan dengan arah pembangunan yang dicanangkan oleh pemerintah, tentunya dengan spesifikasi dan kopentensi yang dipersyaratkan.

Tidak heranlah jika kini setiap saat banyak ditemui relawan bekerja dan hadir di tengah masyarakat, dari yang bersifat membantu sesama sampai ke penegakan demokrasi dan kepedulian terhadap pelestarian lingkungan. Baik yang didukung oleh kementerian tertentu maupun swadaya sendiri dengan menggandeng berbagai pihak yang ‘punya dana dan kepedulian’ untuk bergerak membangun kehidupan yang lebih baik.

Bersamaan dengan itu, kini organisasi kerelawanan mulai berbenah menuju organisasi non profit yang professional dalam bidangnya. Sehingga perlu secara berkala mengadakan pertemuan dan berlatih untuk meningkatkan kapasitas serta memperluas jejaring kemitraan, karena hal ini diperlukan untuk pencarian sponsor operasional, baik yang berasal dari pemerintah maupun donatur.

Pengalaman di lapangan membuktikan bahwa menjadi relawan kemanusiaan adalah sebuah lahan subur untuk menumbuhkan kepribadian yang tangguh dan mandiri, mengasah kepekaan sosial dan nurani serta kemampuan bertahan hidup dalam segala situasi. Banyak pengetahuan dan ketrampilan yang dapat dipetik selama berkegiatan  yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain

Ya, menjadi relawan kemanusiaan tidak hanya diperlukan ketika bencana terjadi. Pada situasi normal kita dapat belajar melakukan sosialisasi pengurangan risiko bencana, penyuluhan bahaya narkoba, pemberdayaan perempuan terkait dengan trafficking, gender dan kesehatan reproduksi, dan kegiatan lain dalam rangka upaya meningkatkan kapasitas sebagai relawan seperti yang ada dalam perka 17 tahun 2011. 

Dalam postingan lain, PBB punya perhatian khusus untuk relawan yang perlu diperhatikan oleh semua pihak yang berkecimpung dalam dunia kerelawanan. Pada intinya ada tiga hal yang dilakukan oleh PBB untuk menjamin relawannya, yakni, pertama, kesehatan, ini adalah program utama yang dilakukan PBB untuk relawannya agar terhindar dari penyakit untuk daerah-daerah paska tragedi. Kedua, pendidikan, membekali relawannya dengan pengetahuan mengenai daerah bencana kepada relawannya, dan yang ketiga, komunikasi, membuat jalur komunikasi yang lancar agar selalu dapat diketahui keberadaannya. Semua ini demi keselamatan relawan saat melakukan aksi-aksi kemanusiaan.

Semoga dengan peringatan hari relawan se dunia serta semakin seringnya bencana datang silih berganti menyapa komunitas masyarakat (di daerah terdampak), semakin banyak pula tim relawan kemanusiaan yang terbentuk, karena bencana yang tidak bisa dipediksi datangnya itu bisa segera ditangani oleh banyaknya tim relawan lokal sebelum bantuan dari luar berdatangan. Tidak terlalu salah jika BPBD setempat berkenan melakukan pendataan, pembinaan dan pendampingan kepada semua unsur relawan, agar bisa digerakkan sewaktu-waktu dengan koordinasi yang jitu. Salam Kemanusiaan.[eBas]






Tidak ada komentar:

Posting Komentar