Komentar
lain menyebutkan bahwa, kami sebagai relawan tidak minta muluk-muluk dari
pemerintah. Kami hanya minta dipermudah untuk fasilitasi relawan dalam hal
transportasi menuju daerah bencana dan pulangnya. Masalah operasional relawan
di lokasi itu masing-masing relawan sudah siap sesuai dengan kapasitas jam
terbang kami.
Grundelan
bernada menuntut ini sering kali hanya berputar-putar ‘di belakang’ tanpa pernah dimunculkan ke permukaan saat ada
pertemuan resmi yang digelar pemerintah dan dihadiri relawan. Sehingga pesan
yang berupa harapan dari relawan tidak pernah ditanggapi.
Hal ini
karena pemerintah memang tidak pernah mendengar pesan itu secara langsung (dan
terbuka). Artinya selama ini belum terbangun komunikasi antara relawan dengan
pemerintah. Mungkin termasuk dengan unsur pentahelix lainnya, seperti
akademisi, dunia usaha, dan media.
Padahal,
dengan berkomunikasi kita dapat berinteraksi, saling bertukar pikiran, ide,
atau gagasan dengan manusia lainnya dalam rangka membentuk kesepahaman. Hal ini
seperti yang dikemukakan oleh pakar komunikasi, Atep Aditya Barata dalam
pakarkomunikasi.com (2017), yang mendefinisikan
komunikasi sebagai proses pengiriman dan penerimaan pesan, berita, atau
informasi yang terjadi diantara dua orang atau lebih. Proses ini dilakukan
secara efektif agar pesan yang disampaikan dapat dipahami oleh penerimanya.
Artinya,
masih kata Atep, Komunikasi melibatkan
dua atau lebih manusia, sebab ketika berkomunikasi terjadi proses pengiriman
dan penerimaan pesan dari komunikator kepada komunikan. Komunikator dapat
menyampaikan pesan kepada komunikan melalui berbagai media, bergantung tujuan
serta target yang ditentukan.
Setelah
pesan tersampaikan, feedback dari komunikan yang menerima pesan diperlukan.
Sebab melalui feedback yang diberikan komunikan, komunikator dapat mengetahui
apakan komunikasi berjalan dengan efekti atau tidak.
Sementara, Agus M. Hardjana, seorang pakar komunikasi
lain merumuskan bahwa komunikais adalah kegiatan disampaikannya suatu pesan
oleh seseorang kepada orang lain melalui media tertentu. Setelah pesan tersebut
diterima dan dipahami sejauh kemampuannya, penerima pesan kemudian menyampaikan
tanggapan melalui media tertentu kepada penyampai pesan.
Menurut
Mendy Aisha, tujuan dari komunikasi adalah terwujudnya perubahan, pembentukan
sifat, opini atau pendapat, pandangan, dan perilaku masyarakat sesuai dengan
tujuan penyampaian pesan yang dilakukan oleh komunikator.
Sementara
itu, relawan pun harus melakukan koordinasi agar tidak muncul kesalahpahaman
diantara mereka. Menurut James G March dan Herben A
Simon, dalam Utsman Ali (2015), Pengertian Koordinasi adalah suatu
proses untuk mencapai kesatuan tindakan di antara kegiatan yang saling
bergantungan.
Masih
menurut lamannya pakarkomunikasi.com, Jika dilihat dari sudut normatifnya, maka
koordianasi diartikan sebagai kewenangan untuk menggerakkan, menyelaraskan,
menyerasikan dan menyeimbangkan kegiatan-kegiatan yang spesifik atau berbeda,
agar nantinya semua terarah pada pencapaian tujuan tertentu pada waktu yang
telah ditetapkan. Dari sudut fungsionalnya, koordinasi dilakukan guna
mengurangi dampak negatif spesialisasi dan mengefektifkan pembagian kerja.
Tujuan
koordinasi diantaranya untuk menciptakan dan memelihara efektivitas organisasi
setinggi mungkin melalui sinkronisasi, penyerasian, kebersamaan dan
keseimbangan antara berbagai kegiatan dependen suatu organisasi. Serta untuk mencegah
konflik dan menciptakan efisiensi setinggi-tingginya di setiap kegiatan
interdependen yang berbeda-beda melalui kesepakatan yang mengikat semua pihak
yang bersangkutan.
Dengan
memperhatikan beberapa teori yang disampaikan oleh pakarnya, maka ada baiknya
jika para pegiat kebencanaan, yang saat ini disebuat pentahelix, mulai
meningkatkan komunikasi dan koordinasi diantara mereka dalam sebuah pertemuan
yang terjadwal secara berkala. Baik yang didanai oleh anggaran BNPB/BPBD maupun
dana ‘bantingan’ diantara mereka
sendiri, dalam rangka menggagas program pengurangan risiko bencana maupun
penanggulangan bencana (pra bencana, tanggap darurat bencana, dan pasca
bencana), yang bisa menjadi bahan masukan BPBD/BNPB untuk penyusunan kebijakan.
Sayangnya, budaya ‘bantingan’ kurang diminati.
Dengan
seringnya berkomunikasi dan berkoordinasi (sambil ngopi, misalnya), maka “suara sumbang” yang sering muncul bisa
dieliminasi dan dicarikan solusi, misalnya yang terkait dengan dukungan
transportasi yang sering dikeluhkan dan sangat dibutuhkan relawan yang ingin
turut beroperasi membantu penanggulangan bencana di lokasi. [eBas/Selasa
legi-3/9]
koordinasi dan komunikasi itu kunci kebersamaan yg transparan agar tidak ada dusta diantara kita.
BalasHapusmari dimaknai bahwa koordinasi dan komunikasi itu tyidak harus selalu ada uangnya