Senin, 02 September 2019

RELAWAN PERLU KOMUNIKASI DAN KOORDINASI


          “Pengalaman kita dulu waktu gempa Padang, relawan sangat dimudahkan. Apalagi saat selesai tugas, relawan mendapat surat pengantar dari Dan Ops Bandara Tabing menuju Halim. Sehingga BNPB mempermudah kita untuk balik kanan ke daerah asal kita. Namun sekarang sepertinya relawan dipersulit,” Komentar seorang relawan dalam postingan di grup WhatsaPP.

Komentar lain menyebutkan bahwa, kami sebagai relawan tidak minta muluk-muluk dari pemerintah. Kami hanya minta dipermudah untuk fasilitasi relawan dalam hal transportasi menuju daerah bencana dan pulangnya. Masalah operasional relawan di lokasi itu masing-masing relawan sudah siap sesuai dengan kapasitas jam terbang kami.

Grundelan bernada menuntut ini sering kali hanya berputar-putar ‘di belakang’ tanpa pernah dimunculkan ke permukaan saat ada pertemuan resmi yang digelar pemerintah dan dihadiri relawan. Sehingga pesan yang berupa harapan dari relawan tidak pernah ditanggapi.

Hal ini karena pemerintah memang tidak pernah mendengar pesan itu secara langsung (dan terbuka). Artinya selama ini belum terbangun komunikasi antara relawan dengan pemerintah. Mungkin termasuk dengan unsur pentahelix lainnya, seperti akademisi, dunia usaha, dan media.

Padahal, dengan berkomunikasi kita dapat berinteraksi, saling bertukar pikiran, ide, atau gagasan dengan manusia lainnya dalam rangka membentuk kesepahaman. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh pakar komunikasi, Atep Aditya Barata dalam pakarkomunikasi.com (2017),  yang mendefinisikan komunikasi sebagai proses pengiriman dan penerimaan pesan, berita, atau informasi yang terjadi diantara dua orang atau lebih. Proses ini dilakukan secara efektif agar pesan yang disampaikan dapat dipahami oleh penerimanya.

Artinya, masih kata Atep,  Komunikasi melibatkan dua atau lebih manusia, sebab ketika berkomunikasi terjadi proses pengiriman dan penerimaan pesan dari komunikator kepada komunikan. Komunikator dapat menyampaikan pesan kepada komunikan melalui berbagai media, bergantung tujuan serta target yang ditentukan.

Setelah pesan tersampaikan, feedback dari komunikan yang menerima pesan diperlukan. Sebab melalui feedback yang diberikan komunikan, komunikator dapat mengetahui apakan komunikasi berjalan dengan efekti atau tidak.

Sementara,  Agus M. Hardjana, seorang pakar komunikasi lain merumuskan bahwa komunikais adalah kegiatan disampaikannya suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain melalui media tertentu. Setelah pesan tersebut diterima dan dipahami sejauh kemampuannya, penerima pesan kemudian menyampaikan tanggapan  melalui media tertentu kepada penyampai pesan.

Menurut Mendy Aisha, tujuan dari komunikasi adalah terwujudnya perubahan, pembentukan sifat, opini atau pendapat, pandangan, dan perilaku masyarakat sesuai dengan tujuan penyampaian pesan yang dilakukan oleh komunikator.

Sementara itu, relawan pun harus melakukan koordinasi agar tidak muncul kesalahpahaman diantara mereka. Menurut James G March dan Herben A Simon, dalam Utsman Ali (2015), Pengertian Koordinasi adalah suatu proses untuk mencapai kesatuan tindakan di antara kegiatan yang saling bergantungan.

Masih menurut lamannya pakarkomunikasi.com, Jika dilihat dari sudut normatifnya, maka koordianasi diartikan sebagai kewenangan untuk menggerakkan, menyelaraskan, menyerasikan dan menyeimbangkan kegiatan-kegiatan yang spesifik atau berbeda, agar nantinya semua terarah pada pencapaian tujuan tertentu pada waktu yang telah ditetapkan. Dari sudut fungsionalnya, koordinasi dilakukan guna mengurangi dampak negatif spesialisasi dan mengefektifkan pembagian kerja.

Tujuan koordinasi diantaranya untuk menciptakan dan memelihara efektivitas organisasi setinggi mungkin melalui sinkronisasi, penyerasian, kebersamaan dan keseimbangan antara berbagai kegiatan dependen suatu organisasi. Serta untuk mencegah konflik dan menciptakan efisiensi setinggi-tingginya di setiap kegiatan interdependen yang berbeda-beda melalui kesepakatan yang mengikat semua pihak yang bersangkutan.

Dengan memperhatikan beberapa teori yang disampaikan oleh pakarnya, maka ada baiknya jika para pegiat kebencanaan, yang saat ini disebuat pentahelix, mulai meningkatkan komunikasi dan koordinasi diantara mereka dalam sebuah pertemuan yang terjadwal secara berkala. Baik yang didanai oleh anggaran BNPB/BPBD maupun dana ‘bantingan’ diantara mereka sendiri, dalam rangka menggagas program pengurangan risiko bencana maupun penanggulangan bencana (pra bencana, tanggap darurat bencana, dan pasca bencana), yang bisa menjadi bahan masukan BPBD/BNPB untuk penyusunan kebijakan. Sayangnya, budaya ‘bantingan’  kurang diminati.

Dengan seringnya berkomunikasi dan berkoordinasi (sambil ngopi, misalnya), maka “suara sumbang” yang sering muncul bisa dieliminasi dan dicarikan solusi, misalnya yang terkait dengan dukungan transportasi yang sering dikeluhkan dan sangat dibutuhkan relawan yang ingin turut beroperasi membantu penanggulangan bencana di lokasi. [eBas/Selasa legi-3/9]





1 komentar:

  1. koordinasi dan komunikasi itu kunci kebersamaan yg transparan agar tidak ada dusta diantara kita.
    mari dimaknai bahwa koordinasi dan komunikasi itu tyidak harus selalu ada uangnya

    BalasHapus