Sabtu, 28 Mei 2022

MENUNGGU REALISASI REKOMENDASI UNTUK RESILIENSI

             Pada acara penutupan gelaran Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) ke-7, di Bali Nusa Dua Convention Centre pada Jumat (27/5/2022). Indonesia berkesempatan untuk menyampaikan tujuh rekomendasi terkait Agenda Bali untuk Resiliensi Berkelanjutan.

Tujuh rekomendasi itu dihasilkan lewat berbagai masukkan dari diskusi dan berbagi pengalaman praktik baik upaya pengurangan risiko bencana, selama gelaran GPDRR berlangsung, sejak tanggal 23 sampai 28 Mei 2022.

Tinggal bagaimana pemerintah, dalam hal ini BNPB/BPBD mensikapi rekomendasi tersebut. Apakah segera beraksi dengan merangkul berbagai pihak atau abai, menunggu arahan dan petunjuk dari atasannya, yang entah kapan akan memberi instruksi.

Pertanyaannya kemudian adalah, dari tujuh rekomendasi hasil GPDRR itu, mana yang bisa segera ditindak lanjuti oleh komunitas relawanyang dirupakan dalam programnya, sebagai bentuk partisipasi nyata membantu pemerintah membangun ketangguhan masyarakat menghadapi bencana.

Penulis mencoba meminta pendapat beberapa orang anggota F-PRB Jawa Timur terkait dengan tujuh rekomendasi, yang mungkin bisa dikerjakan sesuai kapasitas, terkait dengan rekomendasi yang dirumuskan di Pulau Dewata.

Anin Faros, sebagai fasilitator Desa Tangguh Bencana, yang sering bersentuhan dengan masyarakat, mengatakan bahwa rekomendasi nomor empat dan lima yang mungkin bisa dikaitkan dengan program forum.  

Rekomendari ke empat itu mengatakan bahwa, bencana memberikan dampak berbeda kepada setiap orang. Untuk itulah perlunya pendekatan partisipatif dan berbasis HAM untuk memasukkan semua, sesuai prinsip "Tidak ada apa-apa tentang kita tanpa kita" dalam perencanaan pengurangan risiko bencana dan implementasinya pada masyarakat yang berisiko. 

Rekomendasi itu juga berharap dapat melibatkan generasi muda dan profesional muda sebagai bentuk investasi yang harus ditingkatkan untuk merangsang inovasi dan solusi kreatif. 

Sedangkan rekomendasi ke lima, intinya ingin memastikan setiap orang di muka bumi dilindungi oleh sistem peringatan dini dalam jangka waktu lima tahun ke depan.  Respons terhadap seruan tersebut harus mempertimbangkan rantai nilai peringatan dini yang berpusat pada masyarakat secara menyeluruh dari ujung ke ujung – mulai dari penilaian risiko hingga infrastruktur dan menjangkau tujuan akhir. 

“Upaya ini tentunya bisa disampaikan oleh forum saat melakukan program sambang desa sianu bareng dan sapa destana,” Katanya melalui sambungan seluler.

Sementra itu, Cak Anam, disamping sebagai pengurus FPRB, juga aktid di LPBI-NU Kabupaten Mojokerto, mengatakan bahwa apa yang dihasilkan diacara GPDRR itu semuanya baik, jika semua pihak berkomitmen untuk mencoba memulai melaksanakannya.

“Rekomendasi pertama bisa dilakukan dengan mendekati pemegang kebijakan lokal. Upaya ini memang berat, tapi harus dicoba lakukan dengan melibatkan para pihaak,” Tambahnya.

Untuk rekomendasi yang ke dua, masih kata Cak Anam, bisa dilakukan dengan mendekati masyarakat secara langsung. Upaya ini juga berat, karena mainstream masyarakat kita terhadap program pengurangan risiko bencana, masih jauh panggang dari api.

Sedangkan yang ke empat, bisa dilakukan dengan melanjutkan apa yang sudah dilakukan forum bersama masyarakat (diantaranya pembentukan dan pendampingan destana, serta program sapa destana)

“Terkait rekomendasi yang terakhir, forum bisa mendorong melalui keseriusan stakholder yang membidangi administrasi kebencanaan, terkait perhitungan IRBI bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Bukan hanya seremonial belaka,” Kata pria berkulit sawo matang yang humoris ini.

Tentu masih akan banyak lagi pendapat yang muncul bagaimana merealisasikan tujuh rekomendasi yang dihasilkan di Pulau Bali ini, untuk membangun budaya tangguh, berdasarkan kapasitas dan kepentingan masing-masing pihak. Ya, para pihak memang boleh menterjemahkannya kedalam programnya.

Jika memungkinkan, diperlukan sinergitas dan kerja-kerja kolaboratif antar pihak untuk merealisasikan tujuh rekomendasi. Dengan kata lain, masing-masing pihak turut berkontribusi aktif mengawal tujuh rekomendasi.

Mengingat pentingnya masalah ini, Kepala BNPB mengatakan, harus ada komitmen ulang terhadap keterlibatan masyarakat, dan pengurangan risiko bencana yang digerakkan oleh masyarakat, serta mendukung struktur lokal yang ada dan membangun resiliensi.

Beberapa waktu yang lalu, saat penyelenggaraan Konfrensi Nasional Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Komunitas XIV tahun 2021, juga menghasilkan beberapa rekomendasi.

Namun sampai saat ini gaungnya semakin menghilang terbawa kesibukan lain yang harus segera diselesaikan. Akankah tujuh rekomendasi yang dihasilkan di Sofitel Bali Nisa Dua Beach Resort, Provinsi Bali itu, akan mengalami nasib yang sama ?. [eBas/mingguKliwon-29052022] 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar