Sabtu, 29 Juni 2024

KETIKA SI BEJO MENULIS DI MEDIA ONLINE

 Seseorang yang bernama Bejo, menulis di infomitigasi.com tentang masih rendahnya keterlibatan komunitas relawan pada fase pra bencana. Dalam tulisannya yang dirilis hari Kamis, tanggal 27 Juni 2024, dia bilang, ternyata banyaknya komunitas relawan tidak menjamin PRB ( Pengurangan Resiko Bencana ) bisa efektif.

 Si Bejo ini juga bilang, PRB belum efektif dilihat dari beberapa variabel, yakni peran relawan di Pra Kebencaan, saat terjadi kebencanaan dan Pasca Bencana. Rerata komunitas di Indonesia ada di saat Bencana dan mulai berkurang aktifitasnya ketika menginjak fase Pasca Bencana.

 Dikatakan pula, yang hampir belum tersentuh adalah kehadiran Relawan Komunitas Bencana yang turut hadir di aktifitas Pra Bencana. Ini artinya, peran komunitas di Fase Mitigasi, Kontijensi, dan sejenisnya itu masih belum tampak.

 Jumlah Komunitas Relawan Kebencanaan yang ada di seluruh Indonesia dan sudah beraktifitas di Pra Bencana masih kurang dari 5%.

 Apa yang dikatakan Bejo itu ada benarnya, tapi tidak semuanya benar. Pertanyaannya, siapa sih si Bejo itu, kok bisa ngomong begitu ?. mungkin si Bejo ini seorang akademisi atau orang awam yang melihat “dunia relawan” hanya dari buku bacaan dan media penyiaran.

 Jika si Bejo ini sering menggauli dunia relawan, pasti dia paham komunitas relawan mana yang dapat melaksanakan kegiatan pra bencana dengan paripurna, dan mana yang hanya dapat melakukan semampunya, karena terbatasnya kemampuan dalam arti luas.

 Seharusnya, sebelum menulis, si Bejo ini memahami dulu bahwa komunitas relawan itu ada yang murni amatiran, yang hanya mengandalkan idealisme, tekat dan semangat yang didasari rasa peduli kepada kemanusiaan, tapa didukung anggaran yang jelas.

 Di sisi lain, ada jenis komunitas relawan yang pergerakannya selalu didukung oleh pendonor sebagai penyemangat kegiatannya. Juga ada relawan yang bergabung dalam lembaga berduit (biasa disebut pekerja kemanusiaan). Golongan inilah yang dapat mengagendakan kegiatan pra bencana dalam arti sebenarnya seperti yang dimaksud oleh si Bejo, karena ada dana operasional yang tidak mengganggu stabilitas dompet pribadi.  

 Artinya, tanpa dukungan dana, merupakan hil yang mustahal bagi komunitas relawan untuk berbuat banyak di ketiga fase bencana. Karena, senyatanyalah semua itu perlu dana, dan relawan pun juga manusia yang perlu dan butuh dana.

 Omong kasong jika ada relawan yang tidak perlu dana untuk melampiaskan idealismenya menolong sesama yang dilanda bencana. Rupanya si Bejo kurang peka tentang ini. Kurang paham tentang adanya keterbatasan komunitas relawan dalam beraksi. Ya, mereka berbuat sesuai kemampuannya, dan si Bejo, tidak melihat kemampuan masing-masing komunitas relawan yang terbatas.

 Dalam catatannya yang apik, menarik dan menggelitik itu, juga dikatakan bahwa selama ini, ketika terjadi bencana rerata banyak komunitas berbondong bondong dari berbagai pelosok negeri menuju satu titik bencana.

 Euforia ini sudah selayaknya diubah, menjadi Euforia Komunitas Relawan Kebencanaan yang mulai menggarap aktifitas di Pra Bencana,” Harapnya.

 Ya, begitulah kenyataannya, setiap ada kejadian bencana, lokasinya mendadak berubah menjadi wahana wisata bencana. Banyak warga datang berombongan untuk sekedar melihat kerusakan harta benda dan penderitaan pengungsi, sambil berswafoto sana sini.

 Lokasi pengungsian pun mendadak menjadi tempat pembuangan baju bekas layak pakai. Sementara para petugas yang ada di lokasi tidak berdaya menghadapi banyaknya wisatawan bencana, yang terkadang membawa bantuan ala kadarnya.

 Sayang si Bejo tidak menganggap masalah wisatawan bencana ini termasuk yang perlu disoroti, dalam tulisannya. Entah mengapa, mungkin karena tidak tahu.

 Si Bejo dengan cerdas menutup tulisannya dengan mengatakan bahwa masalah kebencanaan yang masih carut marut ini perlu dukungan dan regulasi dari Pemerintah, dalam hal ini BNPB dan BPBD. Tentu ini tidak mudah, karena masih adanya ego sektoral dari masing-masing pihak dalam menangani ke tiga fase kebencanaan. Salam Waras. [eBas/SabtuPahing-29062024]

 

 

 

 

 

 

 

Selasa, 25 Juni 2024

PEMBINAAN POTENSI RELAWAN DALAM CATATAN

 Selama dua hari, senin dan selasa, tanggal 24 - 25 Juni 2024, BPBD Kota Surabaya menjalankan programnya dengan mengadakan Pembinaan Potensi Relawan (PPR) yang ada di Kota Surabaya. Kali ini yang diundang sebagai peserta adalah 25 komunitas relawan. Masing-masing komunitas diwakili oleh 2 personil.

 Berbahagialah komunitas yang terpilih dan dipilih untuk mengikuti acara PPR yang digelar secara berkala. Namun sayang, masih ada yang enggan mengirimkan personilnya dengan beragam alasan. Diantaranya adalah sibuk bekerja karena diadakan pada jam kerja. Alasan lainnya adalah banyak anggotanya yang tidak ber-KTP Surabaya.

 Untuk mengatasinya, dicarilah komunitas (tanpa melihat kualitas),  yang bersedia ikut kegiatan agar kuotanya terpenuhi. Inilah mungkin yang dinamakan sebuah dilema. Diundang gak datang, gak diundang meradang.

 Pertanyaan yang sering terlontar adalah, mengapa pesertanya harus ber-KTP Surabaya, dan mengapa diadakan pada jam kerja. Pahamilah, semua ini adalah kebijakan yang didasarkan pada regulasi yang ada, agar tidak menyalahi aturan, yang dapat berujung di meja hijau.

 Materi yang disajikan dalam PPR kemarin sangat menarik karena langsung bersentuhan dengan kegiatan relawan. Baik pada saat pra bencana, tanggap darurat, maupun pasca bencana. Pematerinya pun adalah pejabat dari BPBD Provinsi Jawa Timur yang memang ahli di bidangnya. Sehingga penyajiannya sangat menarik.

 Dari semua materi, menurut penulis, ada yang perlu dicatat dan diingat. Yaitu tentang keberadaan Desk Relawan yang rencananya akan berada di dekat tenda Posko induk untuk memudahkan koordinasi dan mengurangi miskomunikasi diantara para pihak.

 Dikatakan pula bahwa Desk Relawan itu nantinya, ketika sudah diaktivasi akan langsung terkoneksi dengan Posko induk, BPBD dan BNPB. Untuk itulah semua relawan yang turun ke lokasi bencana harus membawa surat tugas yang diserahkan ke Desk Relawan atau langsung ke Posko induk yang nantinya akan disalurkan ke masing-masing klaster seseuai kapasitasnya.

 memang semua masih berproses, termasuk pendataan relawan melalui e-volunteer. Sehingga pelaksanaan di lapangan juga belum banyak dikenal oleh banyak pihak. Termasuk para pejabat setempat saat menangani fase tanggap darurat.

 Di sisi lain, masih banyak relawan yang ke lokasi bencana tidak membawa surat tugas dan tidak melaporkan kehadirannya di Posko induk dengan berbagai alasan.

 Bahkan celakanya, kadang di Posko induk sendiri juga dibiarkan kosong tidak ada personil jika pun ada seringkali mereka tidak tahu apa yang harus dikerjakan ketika relawan datang menyerahkan surat tugas.

 Dalam diskusi yang hangat, muncul pula istilah bahwa banyak komunitas yang masih suka “gede-gedean bendera” untuk ditancapkan sendiri di lokasi bencana, jalan sendiri tanpa koordinasi, langsung beraksi di lokasi secara mandiri tanpa mau berkolaborasi dengan pihak lain.

 Juga muncul pertanyaan tentang hubungan TRC yang dibentuk BPBD dengan keberadaan relawan. Baik itu pada saat pra bencana, tanggap darurat, dan pasca bencana. Begitu juga bentuk sinergitas antara elemen pentahelix yang selama ini belum begitu tampak mesra, dikarenakan masih adanya ego sektoral.

 Situasi inilah yang perlu mendapat perhatian semua pihak. Heru Bowo, pemateri yang akrab dengan peserta, mengatakan bahwa perlu ada acara ngopi bareng antar pihak untuk berkomunikasi dan berkoordinasi. Sehingga semuanya akan semakin paham akan pentingnya upaya pengurangan risiko bencana dengan membangun ketangguhan (budaya tangguh).

 “Wis ta rek sesekali dolano nang Kantorku, ndek kono wis onok ruangan gawe relawan ngobrol, tapi ojok rokok’an, soale ruangan ber AC. Lekne arep rokok’an yo nang kantin wae,” Selorohnya  diakhir penyampaian materinya.

 Acara PPR diakhiri dengan foto bersama. Heru Bowo tanpa canggung memimpin meneriakkan salam tangguh untuk di videokan. Beliau juga berkenan bersalam salaman dan melayani foto bersama masing-masing komunitas.

 Sebelum meninggalkan arena, banyak peserta yang langsung mengeksekusi nasi kebuli yang diberikan oleh panitia. [eBas/RabuWage-26062024]

 

 

 

 

 

 

 

Senin, 17 Juni 2024

KOPI DARAT ITU PENTING BAGI KOMUNITAS RELAWAN.

 Kalau tidak salah, sudah hampir dua tahun keberadaan grup whatsapp Relawan Suroboyo Bersatu (RSB) dibentuk. Isinya pun beragam. Mulai guyonan, “perang gambar”, berbagai informasi, pamer selfie, serta berbagai komentar yang menyenangkan, juga kadang menjengkelkan. Ya, sebatas itu.

 Sementara informasi yang mengajak membuat kegiatan bersama antar pihak untuk meningkatkan kapasitas, babar blas tidak disambut antusias. Hanya dibaca tanpa dibalas. Termasuk ajakan untuk mengadakan kopi darat, juga tidak disambut dengan hangat. Lho piye to kih……..?.

 Jika grup whatsapp hanya digunakan untuk ngobrol dan saling berkomentar di dunia maya, tanpa ada upaya bersemuka di dunia nyata, trus apa manfaatnya ?. Sungguh, masih banyak anggota grup whatsapp ini yang belum saling mengenal dan tahu wajah dari masing-masing anggota grup. Idealnya, akrab di udara ya ditindak lanjuti akrab di darat.

 Sesungguhnyalah anggota grup ini hanya bertemu saat menerima undangan dari BPBD atau pihal lain untuk rapat atau diklat. Setelah itu tidak ada tindak lanjutnya dari pertemuan rapat dan diklat itu, dan kemudian sibuk dengan rutinitas masing-masing. Oalah, Masak sih relawan mau berkumpul saja nunggu undangan dari pihak lain.

 Situasi yang demikian ini hendaknya segera dibenahi. Tapi, siapa yang berani memulai membenahi ?. Munculnya inisiatif untuk membenahi dengan mendata komunitas yang ada di grup ini sekalian mencantumkan contact Personnya, patut kiranya “dikomentari” dengan cerdas, bukan dibalas dengan komentar panas.

 Sungguh, Pendataan ini penting untuk memudahkan koordinasi, ngopi bareng, dan membuat kegiatan bersama, seperti sarasehan, loka latih dan simulasi bersama secara mandiri. Tidak ada salahnya meniru kegiatannya kawan-kawan yang tergabung dalam forum bersama lintas komunitas (FORMALITAS).

 Mereka punya agenda kopi darat (biasa disebut kopdar) yang digelar dua bulan sekali dengan mengambil tempat yang berbeda-beda. Paling sering tempatnya di warkop yang ada halaman cukup luas dan nyaman untuk ngobrol bareng melepas kangen.

 Setiap digekar kodar, selalu disambut antusias penuh suka ria. Mereka datang dari berbagai daerah dengan biaya sendiri. Termasuk biaya untuk konsumsi. Mereka juga dengan penuh kesadaran berdonasi seikhlasnya untuk memperbanyak uang kas.

 Sungguh kawan-kawan FORMALITAS patut dibanggakan dan dapat dijadikan contoh oleh anggota grup whatsapp RSB, atas kemandirian financialnya, dengan mengamalkan nilai-nilai gotong royong dan kesetaraan untuk menghidupi organisasinya.

 Lho, mereka kok bisa ya ?. jelas mereka bisa. Salah satunya adalah melalui proses panjang untuk saling bersemuka membangun dialog “piye amrih apik’e”. sehingga tumbuh dedikasi dan loyalitas dengan mengedepankan trnasparansi di semua lini. Untuk kemudian muncullah rasa “melu handarbeni” organisasi

 Ayolah lewat pendataan ini kita agendakan kopi darat untuk menyusun kegiatan kolaboras antar pihaki secara mandiri, seperti kawan-kawan FORMALITAS, yang sebentar lagi juga akan menggelar kopdar sebagai agenda rutinnya. Salam Tangguh dalam kewarasan. [eBas/SeninKliwon-17062024-selesai bantu prosesi Idul Adha di Masjid]

 

Minggu, 02 Juni 2024

15 TAHUN SUDAH SURABAYA EMERGENCY RESPONSE MENGABDI DI JALUR SOSIAL KEMANUSIAAN

 Konon, Ulang tahun dari sebuah komunitas bertujuan untuk memaknai proses kedewasaan dari komunitas tersebut. Peringatan ulang tahun merupakan momen terbaik untuk mengenang masa-masa awal berdirinya sebuah komunitas serta kiprahnya dari tahun ke tahun. Bahkan, jika memungkinkan, perayaan ini juga dijadikan wahana refleksi dan evaluasi.

 Hari ini, sabtu (01/06/2024), bertepatan dengan hari lahirnya Pancasila,  komunitas Surabaya Emergency Response (S.E.R) memperingati hari ulang tahunnya yang ke-15. acaranya digelar di Markasnya, di daerah Kalilom, Kenjeran. Surabaya.

 Pri Djoko Utomo, Ketua S.E.R sekaligus pendiri, mengatakan bahwa selama ini kegiatannya fokus pada konsolidasi ke dalam untuk meningkatkan kapasitas internal. Hal ini dilakukan untuk membekali anggotanya saat memberikan sosialisasi dan pelatihan kepada masyarakat, tentang pentingnya kesiapsiagaan diri, keluarga, tetangga, dan lingkungan dalam menghadapi potensi bencana.

 “Bencana datang tidak dapat diduga, tetapi bagaimana kita dapat mengantisipasi dan mengatasinya, yaitu dengan cara berlatih, untuk mengenali bahayanya, dan kurangi risikonya” Ujar anggota bidang advokasi F-PRB Jawa Timur.

 Ditambahkan pula bahwa, Sosialisasi dan Pelatihan yang sudah dilakukan selama ini adalah di perkampungan, perumahan, sekolah, dan juga di industri. Dengan fokus pada bencana kebakaran, banjir, dan  longsor.

 Masih kata pensiunan guru ini, komunitas S.E.R juga bekerjasama dengan komunitas relawan yang ada di Jawa Timur, saling membantu untuk kegiatan penanggulangan bencana. Baik pada fase pra bencana, tanggap bencana, dan pasca bencana.

 “Kami memiliki slogan, Apabila ada bencana kami datang lebih awal, dan ketika bencana sirna kami pulang lebih cepat, artinya kami mau membebaskan dari pemberitaan. Hal ini sejalan dengan iman kami yang mengajarkan, Apabila tangan kananmu memberi, maka jangan sampai tangan kirimu tau, Ujarnya.

 Sementara Aris, salah satu pengurus S.E.R yang berpengalaman di bidang kesehatan, berharap kedepan semakin berkembang, dan dapat memberikan manfaat kepada masyarakat luas. 

 Sedangkan Bambang Tricahyono, dari F-PRB Jawa Timur, dalam pesan singkatnya, berharap S.E.R tetap eksis dengan kegiatannya sekaligus tidak lupa dengan regenerasi sebagai menerus visi misi dalam pengabdiannya di bidang kemanusiaan. Karena regenerasi melalui kaderisasi adalah sebuah keniscayaan. 

 Alfin, mewakili Jamaah LC (Lorong eduCation), yang saat ini sedang di Pulau Madura melaksanakan tugas pendampingan destana dari BPBD Provinsi Jawa Timur, berharap Semoga komunitas yang dipimpin Ki Rebo, panggilan akrab Pri Djoko Utomo, semakin jaya, dan masif kegiatannya di bidang edukasi dan peningkatan Kapasitas, serta kolaborasi antar pihak agar pergerakannya semakin berwarna.

 Senada dengan Alfin, dan Iddin Badaru dari Al-Azhar, mBah Darmo, Sekjen F-PRB Jawa Timur, yang dihubungi lewat selularnya, berharap agar jalinan silaturahim dan sinergi antar pihak yang selama ini telah ada, semakin baik dalam kerja-kerja kemanusiaan yang saling mengisi, saling menguatkan, tanpa melemahkan karena perbedaan. Karena, sehebat apapun kita butuh orang lain.

 “semoga di ulang tahun yang ke lima belas ini, S.E.R semakin jaya, tangguh dan bermanfaat bagi sesama, serta menginspirasi komunitas lain untuk terus berbuat baik di jalur kemanusiaan,” Kata pria yang menjabat Sekjen F-PRB Jatim untuk yang kedua kalinya. [eBas/MingguKliwon-02062024]