Kalau tidak salah, di bulan Agustus ini muncul istilah baru. Yaitu megathrust dan megatron. Yang satu mengabarkan akan terjadinya bencana yang maha dahsyat dengan dampak hancurnya harta benda dan puluhan mahluk hidup yang akan meregang nyawa karena terlambat menyelamatkan diri.
Sementara yang satu lagi, mengabarkan tentang sebuah prestasi hebat luar biasa dari seorang perawan kelahiran Jember, yang mengharumkan indonesia dikancah per-voli-an di tingkat nasional maupun di liga Voli Korea.
Menurut berita yang bertebaran di media, dikatakan bahwa megathrust yang tengah hangat diperbincangkan itu, biasanya terjadi di dasar laut, dan di sepanjang zona subduksi ini. Tekanan akibat pergerakan lempeng yang menumpuk selama ratusan tahun, kemudian dapat dilepaskan tiba-tiba dalam bentuk gempa bumi yang dasyat.
Ada juga yang bilang bahwa gempa megathrust adalah gempa bumi berskala besar yang bersumber di zona subduksi atau zona megathrust. Sedangkan megathrust itu sendiri merupakan zona pertemuan dua lempeng tektonik bumi. Salah satu lempeng menyusup atau terdorong ke bawah lempeng tektonik lainnya.
Konon, potensi bencana megathrust itu memang harus diwaspadai, karena berpotensi terjadinya tsunami. Saking bahayanya, lembaga yang punya mandat untuk menginformasikannya, sampai menggunakan kata “tinggal menunggu waktu”. seolah-olah dalam waktu yang tidak lama, dalam hitungan hari atau minggu akan terjadi gempa besar.
Padahal, Menurut Daryono, seorang pejabat di BMKG, mengatakan bahwa, hingga saat ini belum ada ilmu pengetahuan dan teknologi yang dengan tepat dan akurat mampu memprediksi terjadinya gempa (kapan, dimana, dan berapa kekuatannya).
“Sehingga, kita semua juga tidak tahu kapan gempa akan terjadi, sekalipun tahu potensinya,” lanjutnya.
Penggunaan kata “tinggal menunggu waktu” itu sebaiknya tidaklah digunakan, karena meresahkan. Atau mungkin, ada maksud tertentu dibalik kata “tinggal menunggu waktu”. Ya, semoga tidak begitu.
Ya, sebaiknya pemerintah yang menangani masalah kebencanaan, mengajak para pihak (dalam hal ini Forum PRB) untuk bersama melakukan upaya mitigasi secara intensif di daerah yang berpotensi terjadi megathrust. Baik itu di tingkat individu, keluarga, masyarakat, hingga pemerintah, dalam rangka membangun kesiapsiagaan dan ketangguhan menghadapi bencana.
Melalui sosialisasi PRB, masyarakat diajari tentang apa yang harus dilakukan jika ada bencana, barang-barang apa saja yang harus diprioritaskan untuk diselamatkan dengan menggunakan tas siaga bencana, siapa saja yang harus ditolong saat terjadi bencana dan kemana harus menyelamatkan diri, apa yang harus dilakukan saat ditempat pengungsian, dan apa yang harus dilakukan pasca bencana.
Sementara, konon, badan nasional penanggulangan bencana (BNPB), dibantu beberapa pihak, sedang, dan akan terus membangun sistem peringatan dini yang tersebar di hampir semua zona megathrust di Indonesia.
Pembangunan ini meliputi sirene, rambu-rambu evakuasi bencana dan sebagainya, yang tersebar di 182 desa. Selain itu, BNPB juga telah menyiapkan buku panduan tentang aneka bencana, peta evakuasi, mulai dari ancaman, kerentanan, hingga kemana masyarakat harus melakukan evakuasi.
Semoga, apa yang telah diperbuat BNPB, dapat ditindak lanjuti oleh BPBD di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota, serta para pihak terkait yang punya program memberdayakan masyarakat di tingkat tapak terkait dengan kebencanaan. Itu yang penting, dari pada menakut nakuti dengan kata “tinggal menunggu waktu”.
Sudah sekitar dua minggu ini, masyarakat berharap-harap cemas menunggu datangnya waktu yang dimaksud. Mungkin juga sebagai bentuk kesiapsiagaan, BPBD dan Instansi terkait juga sudah mulai ‘menggeser logistik’ ke titik yang terdekat dengan lokasi yang diperkirakan akan mengalami kehancuran karena megathrust.
Sementara itu megatron, sang bintang voli dari Jember konon telah terbang ke Korea untuk membela Daejeon Red Sparks, yang mengontraknya dengan bayaran mahal. Semoga kedatangan Megatron menjadi ancaman bagi lawan-lawannya untuk meraih kemenangan.
Sedangkan untuk Megathrust, semoga tidak jadi datang, agar masyarakat tidak galau dengan kata “tinggal menunggu waktu”, yang ngeri-ngeri sedap itu. Ngeri bagi penyintas dan sedap bagi mereka yang nantinya memegang proyek rehab rekon pasca megathrust.
Mari kita nantikan, apakah kata “tinggal menunggu waktu” yang dicetuskan oleh si Anu beberapa waktu yang lalu itu, akan menjadi kenyataan, atau hanya upaya menggugah kesadaran akan adanya potensi bencana besar yang mematikan. [eBas/KamisPon-29082024]





