Perlu diketahui bahwa dibanyak kasus, ketika
bencana datang, maka masyarakat setempatlah yang merasakannya pertama kali
menjadi korban. Dengan kemampuan seadanya mereka mengungsi, baru beberapa jam
kemudian pihak luar datang membantu mengevakuasi dengan membawa peralatan dan
logistik kedaruratan, serta membuat laporan untuk penanganan tindak lanjut.
Disisi lain, sesungguhnyalah masyarakat
setempat lebih tahu kondisi wilayahnya. Tinggal bagaimana masyarakat
ditingkatkan kapasitasnya terhadap upaya penanggulangan bencana. Sehingga, dari
situlah akan muncul kesadaran untuk mengenali ancaman bencana, kesadaran
bertindak sebelum terjadi bencana, serta saling menguatkan komitmen bersama
sebagai masyarakat yang hidup di kawasan bencana. Dengan kata lain, seperti
yang sering diharapkan oleh pegiat kebencanaan (termasuk BNPB dan BPBD), agar
masyarakat mampu mengelola dan mengurangi risiko, maupun memulihkan diri dari
dampak bencana tanpa ketergantungan dari pihak luar.
Pernyataan diatas merupakan simpulan dari
hasil bincang-bincang dengan para pegiat kemanusiaan dibidang kebencanaan. Dari
situlah (mungkin) mereka bersepakat membentuk sebuah forum yang bergiat
dibidang pengurangan risiko bencana (PRB), sebagai upaya membangun komitmen untuk saling berkomunikasi dan berkoordinasi antar pihak; meningkatkan kapasitas
berbagai pihak dalam usaha PRB yang sinergi dan
terintegrasi dengan penanggulangan bencana; mendukung upaya PRB yang sinergi dan terintegrasi masing-masing pihak; tercapainya kemitraan antar pihak dalam upaya PRB di Jawa Timur; memberikan masukan, saran, rekomendasi, dan pendampingan teknis kepada semua
pihak.
Forum ini Berperan
aktif dalam usaha membangun sinergitas gerakan PRB di Jawa
Timur
dengan melibatkan semua pihak sesuai tugas dan fungsinya.
Di sisi lain, kehadiran forum ini juga memiliki fungsi sebagai Mitra Kritis, Bantuan Teknis, Rujukan, Penguatan Kapasitas, Koordinasi, Motivator, Fasilitator, dan Advokasi terkait dengan
penanggulangan bencana.
Apa yang diusulkan
oleh penggagas forum itu sejalan dengan konsep Pengurangan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK). Konsep tersebut dapat dimaknai sebagai sebuah proses pemberdayaan masyarakat melalui penggalian pengalaman
dalam mengatasi dan menghadapi bencana yang berfokus pada kegiatan partisipatif
(keterlibatan) untuk melakukan kajian, perencanaan, pengorganisasian kelompok
swadaya masyarakat, serta pelibatan dan aksi dari berbagai pemangku
kepentingan, dalam menanggulangi bencana sebelum, saat dan setelah terjadi
bencana.
Untuk itulah, pada
tanggal 12 Mei 2015, di Komplek Pabrik Sampurna, Pandaan, Kabupaten Pasuruan,
pengurus forum mengadakan sosialisasi FPRB Jawa Timur, dengan tema ‘Membangun Gerakan PRB Bersama di Jawa Timur’
sebagai upaya memperkuat PRB melalui kegiatan nyata meningkatkan peran serta
masyarakat terhadap kemungkinan terjadinya bencana sesuai konsep ketangguhan
bangsa dan daya lenting dalam menghadapi bencana.
Dalam kegiatan
yang dihadiri oleh para pekerja kemanusiaan dari berbagai elemen ini, dikatakan
bahwa kegiatan PRB merupakan investasi jangka panjang untuk mengurangi
kerentanan dan risiko bencana, sehingga perlu adanya upaya kajian dan
penelitian terkait dengan masalah kebencanaan di daerah yang terdampak melalui
sarasehan para pegiat kemanusiaan seperti ini. Antusiasme peserta sangat bagus,
sampai-sampai acara Tanya jawab pun digunakan untuk memperkenalkan lembaga
sekaligus promosi kepakarannya dalam hal aktivitas di alam bebas dan sebagai
pekerja kemanusiaan sebagai bentuk ‘keakuan’.
Dalam kesempatan
itu, Darmawan, Kepala BPBD Provinsi Jawa Timur mengatakan bahwa, Forum
pengurangan risiko bencana ini baru hadir, untuk itu mohon dibantu saran yang
konstruktif agar semakin besar dan manfaatnya disarasakan oleh masyarakat luas.
Yah, mudah-mudahan silaturahim ini bisa berdampak kedapannya dalam bentuk
lokalatih maupun sarasehan untuk menyamakan langkah memajukan kegiatan
pengurangan risiko bencana berbasis komunitas yang tidak selalu menggantungkan
kepada pihak lain. Syukur-syukur jika kegiatan pengurangan risiko bencana ini
bisa diintegrasikan dengan RPJMD sehingga anggarannya bisa muncul dalam APBD.
Untuk itulah
diharapkan Forum PRB bisa bermunculan di masing-masing Kabupaten/Kota secara
mandiri sesuai potensi lokal dan jenis bencananya. Sehingga diperlukan semacam
instruksi dari pemerintah provinsi kepada daerah untuk membentuk Forum PRB.
Namun, masalah yang sering muncul, kata mBah
Dharmo, pegiat Jangkar Kelud, adalah, sinergitas antar pelaku PRB belum
terjalin dengan baik, dan masih adanya ego kelompok dalam kegiatan pengurangan
risiko bencana.
Masalah lain yang juga muncul adalah Kegiatan LSM dalam kegiatan
penanggulangan bencana, sering dilakukan hanya sebagai
proyek, dimana
saat proyek selesai maka selesai pulalah kegiatan itu,
padahal peningkatan kapasitas masyarakat dalam hal
pengurangan risiko bencana perlu dilakukan secara
berkesinambungan.
Inilah mungkin yang perlu diantisipasi oleh kawan-kawan yang terlibat dalam
forum pengurangan risiko bencana jawa timur. *[eBas]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar